Dalam balutan hanfu Kekaisaran Zhun yang terdapat sulaman benang emas bergambar naga dan juga bunga teratai, membuat Han Mi terlihat begitu cantik dan memukau mata siapa pun yang melihatnya.

Tak terkecuali Han Mi sendiri. Ia selalu saja mengagumi keindahan dari pakaian resmi milik Kekaisaran Zhun yang seperti itu, tetapi tidak jika ia harus memakainya sendiri. Pakaian yang berlapis dan begitu berat itu membuatnya sulit untuk bergerak. Jalan pun terkadang ia harus dibantu oleh Dayang Liu ataupun Dayang lainnya.

Hal itu pun langsung membuat Han Mi tersenyum kecut. Netra biru miliknya menatap jalanan kayu yang terbentang lurus di atas danau Rěnnài yang tak jauh dari kamar peraduannya. "Haah ...." Han Mi seakan malas untuk melangkahkan kakinya, "memangnya kita harus ke sana, Liu Yi Ze?" tanya Han Mi seraya menengok ke arah kanan. Ia terus saja melangkah kecil-kecil dan secara perlahan, berharap Kaisar Zhun tak jadi memanggilnya karena terlalu lama.

"Ampun Yang Mulia Permaisuri, perintah Bixia adalah mutlak. Kami sama sekali tak berani untuk membangkang."

Lama mereka berjalan Han Mi terus saja memikirkan bagaimana caranya supaya ia dapat terhindar dari Kaisar Zhun. Terhindar dari kewajibannya untuk melayani sang suami, membantu Kaisar Zhun berpakaian ataupun bersiap sebelum menghadiri pertemuan pagi itu di Istana Wēiyán.

Istana utama atau biasa di sebut Istana Wēiyán itu merupakan bagian termegah dari semua istana kecil yang berada di dalam tembok Istana Kekaisaran. Berada di posisi terdepan dari Istana Kekaisaran. Di Istana itu terdapat ruang takhta Kaisar yang biasanya digunakan untuk membahas masalah pemerintahan di Kekaisaran bersama dengan para Menteri maupun Jenderalnya.

Tak hanya itu, Istana tersebut juga digunakan sebagai tempat di mana Kaisar Zhun menjamu tamu-tamu pentingnya yang datang karena keperluan tertentu. Namun, di ruangan yang berbeda.

Apa pun itu deh, ayolah wahai inspirasi yang sangat luar biasa ... datanglah! batin Han Mi penuh harap. Eh? Seakan teringat sesuatu Han Mi langsung mengangkat wajahnya, menatap pemandangan jalan setapak di tengah taman sebelum memasuki pintu yang terhubung dengan Istana Zuēwáng.

"A—aduh ...." Han Mi seketika berpegangan pada salah satu pohon tinggi, tetapi memiliki batang berukuran sedang yang ada di sebelahnya. Tubuhnya perlahan meluruh di atas jalan berbatu yang tersusun rapi.

"Yang Mulia! Anda baik-baik saja?" tanya Dayang Liu panik.

"Perutku ... aduh ...." Han Mi terus mengaduh seraya memegangi perutnya. Peluh mulai membasahi wajahnya.

"Perut Anda kenapa?" Dayang Liu berlutut tepat di sebelah Han Mi.

"Perut—ku sakit, aah ...." Han Mi semakin menekan perutnya. Tubuhnya kini membungkuk hingga hampir menyentuh jalanan.

Dayang Liu menaikkan sebelah alisnya saat mulai merasakan adanya kejanggalan dengan semua itu. Kejadian yang tak asing, dan sepertinya itu juga bersangkutan dengan sang Permaisuri.

Ah .... Dayang Liu berdiri perlahan. "Yang Mulia Permaisuri sakit perut ya?" tanya Dayang Liu memancing Han Mi.

Tanpa pikir panjang Han Mi menjawabnya dengan suara lemah, "Iya ... aduh, Liu Yi Ze tolong bantu aku untuk kembali ke kamar peraduan."

"Baiklah." Dayang Liu bertepuk tangan sekali memberikan isyarat kepada dua Dayang junior yang berada di belakangnya.

"Kalian, bantu aku untuk segera mengantarkan Yang Mulia Permaisuri ke kamar peraduan Bixia."

"HAH?" Han Mi yang sedang merasakan kesakitan seketika terlonjak kaget, "bukan ke sana, tetapi ke kamar peraduanku," lanjut Han Mi seraya bangkit dari posisinya dan menatap Dayang Liu kebingungan.

"Ah ... jadi benar. Ampun Yang Mulia Permaisuri, apakah Anda ingin Bixia memberikan sesuatu yang sangat spesial lagi seperti Paviliun Piānlín waktu itu?" Dayang Liu menunduk penuh hormat di hadapan Han Mi.

"Eh?" Han Mi yang melihat hal tersebut langsung terdiam. Ah! Kenapa tadi aku malah berdiri? Bodoh! rutuk Han Mi dalam hati.

Pada akhirnya ia tersadar dengan apa yang terjadi. Dayangnya itu telah mengetahui bahwa barusan hanyalah sebuah akting, dan waktu malam itu pun sepertinya Dayang Liu juga sempat menyaksikannya.

Merasa apa yang dilakukannya itu hanyalah sia-sia, Han Mi langsung berjalan meninggalkan Dayang Liu seraya berkata, "Te—tentu saja tidak!" Aih, aku seriusan lupa kalau waktu itu ada dia yang datang belakangan ke kamarku.

Perlahan Dayang Liu mengikuti Han Mi dari belakang. Sebuah senyum lembut terukir di bibirnya. Memandang punggung sang Permaisuri dengan penuh kebahagian. Setidaknya ... untuk saat ini Anda mulai mendapatkan sebuah warna di dalam kekangan Istana ini. Aku hanya dapat membantu sebatas sesuatu yang seperti ini, dan tak dapat melepaskan gembok milik sang penguasa agung yang terkunci di sana.

Tak terasa kini mereka telah sampai di depan pintu kamar peraduan Kaisar Zhun. Hey ... sekarang aku bahkan sungguh berada di depan ... kamarnya langsung. Harus banget aku masuk  ke dalam nih?  Han Mi menelan ludahnya dengan gugup, pandangannya tertuju pada Dayang Liu dan juga Kasim Wu. Mereka masuk juga enggak? tanyanya dalam hati.

Kasim Wu yang mendapati sang Permaisuri telah berdiri di hadapannya segera berbalik menghadap pintu kamar peraduan sang Kaisar. Ia berlutut seraya memberitahukan kedatangan sang Permaisuri kepada Kaisar Zhun, "Hormat Kepada Yang Mulia Tuan Agung Kekasiaran Zhun, sang Dewa Peperangan. Bixia ... Yang Mulia Permaisuri telah tiba."

Hening sejenak, tidak ada jawaban dari dalam. Bagaikan sedang menunggu titah Kaisar untuk berangkat berperang, hal itu membuat ketiga orang yang sedang berdiri di depan pintu merasa  tertekan. Jantung mereka berpacu sangat cepat hanya untuk menunggu jawaban dari seorang pria di dalam sana.

Suara gesekan kain dengan suatu benda padat terdengar dari dalam, membuat ketiga orang yang sedang dalam posisi memberi hormat langsung waspada atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Han Mi menengok ke arah Dayang Liu, dan memanggilnya sepelan mungkin, "Liu Yi Ze ...." Han Mi berniat meminta sedikit belas kasih supaya ia tidak usah masuk ke dalam.

Namun, nihil! Dayang Liu sama sekali tidak meresponnya, dan lebih memilih untuk tetap diam dalam posisinya sampai Kaisar Zhun memberikan jawaban kepada Kasim Wu. Han Mi yang melihat hal tersebut langsung memejamkan kedua matanya rapat-rapat hingga alisnya saling bertaut, bibirnya pun berdecak kesal, "Ck!"

Oh! Han Mi teringat bahwa ia tak hanya berdua dengan Dayang Liu, dan masih memiliki pilihan lain, yaitu ... Kasim Wu. Sebuah senyum tersungging di bibir tipis Han Mi yang terlihat begitu menggoda.

Ia segera membuka ke dua matanya, kemudian menatap lurus ke arah depan sebelah kanannya, di mana ada Kasim Wu yang sedang dalam posisi sama sepertinya, memberikan salam penghormatan kepada Kaisar Zhun.

"Wu Shoushan ...," panggil Han Mi sepelan mungkin mencoba aksi yang sama kepada Kasim tua tersebut. Tidak hanya sekali, Han Mi kembali mencoba memanggil Kasim Wu lagi, "Kasim Wu ...."

Untuk ketiga kalinya, Han Mi kembali memanggil dengan suara yang pelan dan tenang, "Kasim Wu ...." Tatapannya tetuju lurus menatap Kasim Wu yang tak bergeming sama sekali. Dengan setia Han Mi masih menunggu. Berharap penuh supaya kakek tua ini menengok ke arahnya.

Akan tetapi, kenyataannya ... lagi-lagi harapannya harus kandas, Kasim Wu bahkan lebih parah dari Dayang Liu. Kakek ini berlutut memberikan penghormatan seperti sebuah patung! Sama sekali tidak bergerak. Dia hidup enggak sih? tanya Han Mi dalam hati.

Gerak napasnya tak terlihat sama sekali, dan itu langsung membuat Han Mi merinding seketika, belum lagi ... saat tiba-tiba saja terdengar suara bariton yang sedikit serak dari arah depannya. Di mana ruangan tersebut adalah ruangan yang sedang mereka bertiga waspadai keberadaannya.

"Masuklah." Suara sang Kaisar tiba-tiba terdengar dari arah dalam, membuat Han Mi yang sedang menatap Kasim Wu langsung tersentak.

Pandangannya beralih menatap horor ke arah pintu kayu berukuran lumayan besar, dengan sebuah ukiran naga emas dan hitam di atas pintu, juga di tiang yang berada di kanan dan kiri pintu tersebut.

Dayang Liu dan Kasim Wu mengangguk pelan lalu kembali memberikan hormat, kemudian bangkit dan berdiri tepat di kanan dan kiri pintu tersebut. Bersiap untuk membuka pintu seraya mempersilahkan Han Mi masuk ke dalam.

Han Mi yang sedikit bingung menatap ke arah depan, di mana ada Kasim Wu juga Dayang Liu yang sedang berdiri dengan kepala tertunduk seraya memberikan sebuah isyarat 'silakan masuk' ke arah sang Permaisuri.

Melihat hal tersebut dengan amat terpaksa Han Mi bangkit dari posisinya. Ia benar-benar tak ingin masuk ke dalam, terlebih lagi dia harus sendirian! Rasanya Han Mi ingin segera berlari sekuat tenaga untuk menjauh dari Istana itu. Namun, apalah daya sepertinya Dewa benar-benar tak berpihak kepadanya. Semuanya selalu saja gagal!

Sebelum melangkah Han Mi menatap kedua orang yang ada di hadapannya dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan, hingga ... embusan napas panjang akhirnya muncul setelah ia memutuskan untuk pasrah pada keadaan. Satu sifatnya yang amat dibenci dan tak berguna sama sekali.

Kalian ... ugh! Kenapa ... lagi-lagi, aku tak dapat berkutik dengan permintaan si Kaisar Iblis sialan itu! batin Han Mi frustrasi.

.

.

Bersambung.



Naskah :
Jakarta, 10 Juli 2020

Publish :
Publish : 10 Juli 2020