Cp. 10 | Keberuntungan atau Kesengsaraan?
Pria tinggi yang masih mengenakan baju zirah lengkap dengan sebilah pedang lurus tersampir di pinggang kirinya terlihat sedang berjalan, di kawal oleh seorang Jenderal yang berada beberapa langkah di belakangnya.
Lorong Istana Zuēwáng saat itu terlihat begitu sepi. Tak ada orang yang berjalan sembarangan, dan hanya ada beberapa prajurit Elang yang berjaga pada titik tertentu di sana. Hal itu di karenakan Istana tersebut merupakan kediaman sang Kaisar dan memiliki pertahanan berlapis yang tak dapat dianggap remeh.
Kamp para prajurit Elang yang merupakan prajurit elit di bawah kepemimpinan tangan sang Kaisar langsung sengaja diletakkan mengelilingi dinding luar Istana Zuēwáng. Sehingga, keamanan Istana tersebut sangatlah baik. Privasi sang Kaisar sangat dijaga ketat, bahkan para Kasim yang bertugas di tempat tersebut pun tak dapat sembarangan keluar-masuk. Mereka harus melewati pemeriksaan yang begitu ketat sebelum melakukan tugas di dalam Istana Zuēwáng.
"Bagaimana laporan dari para Jenderal lainnya di setiap divisi[1]?" tanya sang Kaisar tiba-tiba. Netra hitam pekat itu tertuju lurus pada lorong panjang yang berada di hadapannya.
Sejenak Jenderal Li mengangkat kepalanya seraya menatap punggung sang penguasa agung yang berjalan di depannya, kemudian segera menunduk kembali dan terus melangkah mengikuti Kaisar Zhun.
"Menjawab Bixia. Laporan dari 4 Jenderal di setiap divisi yang ikut berperang kali ini telah hamba terima semua. Untuk saat ini pasukan kavaleri[2] kita yang tersisa berjumlah 31.000 dan pasukan infanteri[3] 27.500. Total keseluruhan pasukan yang selamat dalam perang kali ini ada 58.500 prajurit dan yang telah gugur sebanyak 3500 prajurit. Sekitar 4750 prajurit mengalami luka ringan dan 2500 mengalami luka berat."
Kaisar Zhun terlihat berpikir, mencerna isi dari laporan singkat yang telah disampaikan oleh Jenderal Li. "Ternyata lumayan juga," gumam Kaisar Zhun seraya terus melangkahkan kakinya, "setidaknya, kali ini pun tetap sama. Bagaimana dengan laporan lainnya?" lanjut Kaisar Zhun.
"Untuk 5 regu pasukan kavaleri yang berangkat bersama kita telah berada di kamp masing-masing, dan untuk beberapa prajurit yang mengalami luka sudah mendapat perawatan di Istana Zhìliáo oleh para Tabib junior yang di atur langsung Tabib Gui An Shan dan juga Tabib Gui Wenyan," lapor Jenderal Li lagi. Tubuhnya menegak secara perlahan, pandangannya kini kembali menatap punggung sang Kaisar.
"Bagus, biarkan mereka beristirahat sampai lukanya pulih kembali."
"Ampun Bixia, masih ada satu hal lagi yang belum hamba sampaikan," ucap Jenderal Li cepat.
"Katakan."
"Beberapa saat yang lalu Kekaisaran Wen mengirimkan sebuah surat dan upeti sebagai imbalan tambahan kepada Kekaisaran kita."
Mendengar ucapan Jenderal Li, Kaisar Zhun mengurangi kecepatan langkahnya, sedangkan matanya memandang pepohonan yang berada di sebelah kanan. "Baiklah, Zhen akan memeriksanya setelah jamuan makan malam."
"Baik, Bixia. Hamba mengerti." Jenderal Li kembali membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberikan sebuah penghormatan terakhir.
Setelahnya suasana kembali hening. Hanya terdengar derap langkah berat yang mengiringi lorong beralas kayu di atas danau Hépíng. Danau yang terbentang luas melingkar dari sisi depan Istana Zuēwáng hingga sayap kiri. Hal itu menandakan bahwa mereka telah memasuki bagian sayap kiri dan sebentar lagi akan sampai di kamar peraduan Kaisar Zhun.
"Bagaimana kabar Jenderal Li Kangjian dan adik pertamamu, Li Ping Qiu?" tanya Kaisar Zhun tiba-tiba seraya melihat pemandangan di sekitarnya.
"Fuqin[4] ... selama 7 bulan belakangan ini penglihatannya mulai memburuk. Entah bagaimana keadaannya saat ini karena hamba belum menjenguknya kembali. Sedangkan Ping Qiu, hamba juga belum bertemu dengannya sesampai di Istana Kekaisaran."
Ya ampun ... ini orang benar-benar ya. Dia selalu saja begitu, batin Jenderal Li seraya menggaruk pipinya pelan.
"Malam ini beristirahatlah dan kunjungi kediaman utama Jenderal Li. Beritahukan pada adik pertamamu juga."
Jenderal Li yang berjalan mengikut di belakang Kaisar Zhun hampir tersedak ludahnya sendiri. Bixia ini sebenarnya lagi kenapa sih?! jeritnya dalam hati untuk yang ke sekian kalinya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan perubahan tiba-tiba Kaisarnya itu.
"Bi-Bixia ... A-Anda ... serius?" tanya Jenderal Li sedikit takut. Aneh, batin Jenderal Li yang langsung mengernyitkan keningnya.
Sebelumnya sang Kaisar tak pernah memberinya kelonggaran seperti itu, tetapi ... apa ini? Seperti sebuah harta yang jatuh secara tiba-tiba tepat di atas kepala Jenderal Li. Entah ia harus merasa senang, atau merasa sedih dengan sedikit kebaikan sang Kaisar kali itu.
"Jika tidak mau, Zhen dapat menariknya kembali." Kaisar Zhun menengok sekilas ke arah Jenderal Li yang sedang menampilkan ekspresi aneh terpampang jelas di wajah berbentuk oval dengan rahang tegas tersebut, kemudian menatap lurus ke arah lorong panjang yang berada di hadapannya lagi.
Jenderal Li yang mendengar kalimat barusan segera berjalan cepat ke arah depan Kaisar Zhun hingga menghentikan langkah kaki sang penguasa tersebut seraya berkata dengan cepat, "Baiklah. Hamba memohon supaya Bixia tidak menarik kembali kata-kata Bixia Huang di." Tangannya langsung terangkat, bertangkup rapat tepat di depan wajahnya.
Tangan Jenderal Li kini kembali berubah dengan tangan kiri terkepal yang bertemu dengan telapak tangan kanan, kemudian sedikit membungkuk. Memberikan penghormatan kepada Kaisar Zhun seraya berkata, "Dengan senang hati hamba akan menerimanya. Terima kasih Bixia telah bemurah hati mengizinkan hamba untuk mengunjungi kediaman utama Jenderal Li."
Ada kesempatan emas di depan mata, kenapa tidak diambil? Empat bulan kemarin rasanya sudah seperti di neraka! Di tambah lagi tiga bulan sebelumnya aku tak sempat mengunjungi Fuqin di kediaman utama, batin Jenderal Li.
Kaisar Zhun yang melihat hal tersebut melangkah ke samping dan kembali berjalan menuju kamar peraduannya dengan santai. Tiga orang Kasim tengah berdiri di depan pintu kamar peraduannya dalam posisi siap menyambut kedatangan sang Kaisar.
Salah seorang Kasim yang terlihat sudah berumur sekitar 70-an melangkah maju, mendekat ke arah Kaisar Zhun dengan begitu sopan, kemudian berlutut di atas lantai kayu depan kamar peraduan sang Kaisar. Sedangkan dua kasim lainnya menunggu di belakang, tepat pada pintu kamar peraduan.
"Hormat kepada Yang Mulia Tuan Agung Kekaisaran Zhun, Sang Dewa Peperangan," ucap ketiga Kasim tersebut secara bersamaan.
"Hamba mengucapkan selamat datang kembali di Istana Kekaisaran kepada Bixia Huang di. Hamba merasa bahagia, syukurlah Anda dapat kembali dalam keadaan selamat, Bixia."
Kasim tersebut membungkuk memberikan hormat kepada Kaisar Zhun. Guratan kebahagiaan tergambar jelas di wajahnya. Meskipun sudah terlihat begitu berumur, tetapi tubuhnya masih tegap dan sehat.
"Bangkitlah, Wu Shoushan. Zhen ingin membersihkan diri terlebih dahulu sebelum beristirahat," ucap Kaisar Zhun memandang lurus ke arah Kasim pribadinya yang dipanggil dengan nama Wu Shoushan dan juga merupakan kepala Kasim di Istana Zuēwáng.
Jenderal Li membungkuk seraya mengangguk sekilas kepada Kasim Wu yang berusia sepuh itu. Walaupun kedudukan sang Jenderal sangatlah tinggi dibandingkan dengan Kasim Wu, tetapi ia sangat menghormati orang tua. Terlebih Kasim Wu adalah orang yang sering menjaga Kaisar Zhun dan dirinya saat mereka kecil.
Kasim Wu yang melihat hal tersebut segera menunduk penuh hormat ke arah Jenderal Li, menandakan bahwa ia mengerti dengan maksud sang Jenderal. Kemudian beralih ke arah Kaisar Zhun, seraya berkata, "Baik Bixia, hamba akan segera menyiapkannya. Hamba mohon undur diri dari hadapan Bixia."
Kaisar Zhun hanya mengangguk singkat, Kasim Wu seketika melangkah mundur menyingkir dari hadapan sang Kaisar dan memberikannya jalan untuk masuk ke dalam kamar peraduan. Sedangkan kasim yang berada di sisi kedua pintu, dengan sigap membukakan pintu tersebut seraya menunduk penuh hormat.
Dalam diam Kaisar Zhun melangkahkan kakinya. Namun, baru beberapa langkah masuk ke dalam kamar peraduan tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya. "Li Jianjun, kau juga pergilah untuk beristirahat."
Jendral Li yang sedang berdiri mematung di tempatnya semula seketika tersentak. Ia menatap punggung tersebut dengan tatapan tak percaya. "Ampun, Bixia. Tapi Anda--"
"Pergilah," potong Kaisar Zhun dengan tenang dan cepat tanpa memedulikan kelanjutan ucapan Jenderal Li.
Entah mengapa ini menyeramkan, tapi ternyata enak juga sih, batin Jenderal Li yang merasa diuntungkan. Walaupun, ia sendiri merasa sedikit takut. Sedangkan sang Kaisar tanpa berkata apapun langsung memberikan isyarat menggunakan tangan kirinya supaya Jenderal Li segera pergi dari sana.
Pria dengan tinggi sekitar yang melihat hal tersebut terdiam sejenak, kemudian kembali berbicara, "Baik, Bixia. Li Jianjun memohon undur diri dari hadapan Bixia Huang di." Ia membungkuk seraya menunduk, memberikan penghormatan sebelum akhirnya meninggalkan kamar peraduan Kaisar Zhun.
Setidaknya aku harus menikmati sedikit waktuku ini, batin Jenderal Li. Kedua sudut bibirnya terangkat, menampilkan sebuah senyum yang jarang ditampilkan di wajahnya yang terlihat sedikit sangar dengan codet di sisi rahang kiri. Namun, hal itu tak membuat ketampanannya menghilang, malah ... membuat karisma pada dirinya semakin menonjol.
Kaisar Zhun yang hanya seorang diri di dalam kamar peraduannya perlahan menaruh pedang yang tersampir di pinggang kiri ke atas sebuah meja berbentuk persegi panjang di sudut ruangan dekat jendela.
"Zhang Junda," panggil Kaisar Zhun dengan suara tenang. Dalam sekejap muncul seorang pria mengenakan hanfu berwarna hitam dengan jubah bertudung yang juga berwarna senada, melompat dari atas dan mendarat dengan pasti di belakang Kaisar Zhun.
"Hormat kepada Yang Mulia Tuan Agung Kekaisaran Zhun, Sang Dewa Peperangan. Zhang Junda datang memenuhi panggilan Bixia Huang di." Pria itu berlutut dengan kepala tertunduk dalam posisi memberi salam kehormatan.
Pria yang masih berusia 29 tahun ini bernama Zhang Junda, merupakan seorang mata-mata kepercayaan Kaisar Zhun yang selalu memantau situasi di sekitar sang Kaisar dari balik bayangan.
"Sementara Zhen dalam tahap penyembuhan, untuk beberapa hari ke depan pantaulah pergerakan di daerah perbatasan selatan dengan Kekaisaran Jiang. Apakah masih ada pergerakan yang muncul atau tidak setelah peperangan ini," jeda sejenak.
Kaisar Zhun terlihat mengusap wajahnya asal. Hingga akhirnya ia melanjutkan ucapannya kembali, "Zhen beri waktu 10 hari, carilah informasi di sana dan segeralah kembali untuk melapor. Jika ada beberapa prajurit Kekaisaran Wen yang terlihat, segera cari tahu informasi mengapa mereka sudah bergerak dan berilah kabar sesegera mungkin kepada Zhen."
Perlahan Kaisar Zhun terduduk di atas alas berwana merah yang berada di bawah meja rendah tersebut. "Jalankan perintah Zhen malam ini juga," perintahnya tak terbantahkan.
"Tap-Bixia! Jika hamba ke sana ... Anda ...." Secepat mungkin Zhang Junda mengutarakan apa yang di khawatirkannya.
Jika ia pergi, itu artinya Kaisar Zhun tidak akan ada yang menjaganya dari dekat. Kepalanya terangkat melihat dengan penuh khawatir ke arah wajah sang Kaisar yang terlihat sedikit pucat.
Kaisar Zhun menengok ke arah Zhang Junda di depan sana. Kedua matanya menatap tajam. "Apa kau pikir pertahanan berlapis di Istana Zuēwáng milik Zhen ini adalah sebuah mainan? Prajurit Elang selalu berjaga siang dan malam. Kau pergilah untuk menjalankan tugasmu."
Lagi, kali ini Zhang Junda hanya terdiam. Ia tidak dapat membantah perintah Kaisar Zhun seperti tadi. Kepalanya tertunduk dalam karena tak berani memandang langsung pada netra hitam pekat milik sang Kaisar.
"Ampun Bixia. Hamba akan melaksanakan perintah. Izinkan Zhang Junda ini undur diri dari hadapan Bixia Huang di. Semoga Anda beristirahat dengan baik dan selalu diberikan berkah perlindungan dari para Dewa." Zhang Junda berkata penuh hormat.
"Hhm." Hanya sebuah dehaman pelan yang dikeluarkan Kaisar Zhun sebagai balasan.
Setelah mendapatkan izin dari sang Kaisar, secepat kilat Zhang Junda menghilang dari sana, kembali bersembunyi dibalik bayangan. Mengawal dan mengawasi sekitar Kaisar Zhun secara diam-diam.
Setidaknya ini masih siang hari, dan aku bisa berada di sisinya untuk sementara waktu, batin Zhang Junda.
.
.
Bersambung.
Glosarium :
[1] Divisi : Satuan militer yang besar (jumlahnya sampai puluhan ribu) yang biasanya lengkap dengan peralatannya.
[2] Pasukan Kavaleri : Pasukan berkuda atau kavaleri, berperan sebagai satuan yang mampu bergerak dengan cepat dalam skala besar sekaligus berfungsi sebagai penyerang kejut atau pendobrak yang akan membuka jalan bagi pasukan infanteri.
[3] Pasukan Infanteri : Infanteri merupakan pasukan tempur darat utama yaitu pasukan pejalan kaki yang dilengkapi persenjataan ringan, dilatih dan disiapkan untuk melaksanakan pertempuran jarak dekat.
[4] Fuqin : Ayah, cara anak memanggilnya secara formal.
.
.
Naskah :
Jakarta, 04 Juli 2020
Publish :
Jakarta, 04 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro