Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cp. 06 | Rasa Ingin Tahu

Seorang Tabib wanita yang berusia sekitar 30-an dengan paras cantiknya terlihat datang bersama Dayang Liu. Langkahnya yang ringan terhenti di depan sebuah meja bundar berukuran sedang di dalam kamar peraduan Permaisuri.

Tabib itu berlutut seraya menunduk dengan tangan kanan terkepal yang bertemu dengan telapak tangan kiri di depan dahinya. Memberikan sebuah penghormatan penuh kepada sang Permaisuri.

"Hormat kepada Yang Mulia Permaisuri Kekaisaran Zhun. Tabib Gui An Shan datang untuk memeriksa kembali kondisi tubuh Yang Mulia Permaisuri serta memberikan selamat kepada Yang Mulia atas kesembuhannya. Hamba merasa amat bahagia dengan kabar ini," ucapnya tegas.

"Angkat kepalamu," perintah Han Mi seraya menaruh cangkir berisi teh bunga camomile di atas meja.

Setelahnya, Tabib Gui menunduk meminta izin untuk lebih mendekat pada Han Mi. "Silakan," ucap Han Mi sedikit kikuk.

Melihat sang Permaisuri telah memberikannya izin, wanita itu terduduk di kursi seberang Han Mi, terlihat syarat akan etika kekaisaran yang kental. Han Mi yang bingung selanjutnya harus melakukan apa segera melirik ke arah Dayang Liu di belakang Tabib Gui, berharap-harap cemas ada sedikit contekan yang bisa digunakannya saat itu.

"Ekhem." Yah, meskipun ia harus sedikit berdeham untuk menarik perhatian, setidaknya usahanya itu berhasil. Dayang Liu yang melirik sekilas pada Han Mi menangkap maksud dari atasannya. Tak membutuhkan waktu lama Han Mi mengikuti arah pandang Dayang Liu, ia juga melihat ke arah tangan Dayang Liu yang sedikit terangkat.

Maksudnya aku harus mengulurkan tangan supaya ia bisa memeriksa nadiku, begitu,'kan? pikir Han Mi seraya menyodorkan tangannya dengan keadaan terkepal dan tangan terbalik. Menampilkan pembuluh darah berwarna biru dan hijau di atas kulitnya yang seputih susu.

"Mohon izin pada Yang Mulia Permaisuri." Tabib Gui menundukkan kepalanya seraya mengangkat tangannya, kemudian menekan sedikit nadi di pergelangan tangan kanan Han Mi dengan pelan.

Hening beberapa saat hingga tiba-tiba saja Tabib Gui An Shan membuka suaranya, "Bagaimana perasaan Anda saat ini, Yang Mulia? Apakah sudah merasa lebih baik?"

"Lebih baik dari sebelumnya. Terima kasih telah merawat Ben gong selama empat bulan ini." Han Mi tersenyum tipis. Netra birunya terlihat sedikit menyipit saat ia menampilkan senyum tersebut. Begitu indah dan anggun, seakan dapat menghipnotis mata siapa pun yang melihatnya.

Perlahan Tabib Gui menarik kembali tangannya untuk menjauh dari tangan Han Mi. "Syukurlah, hamba merasa sangat senang jika Yang Mulia Permaisuri merasa lebih baik. Itu sudah menjadi kewajiban hamba untuk merawat Yang Mulia selama tidak sadarkan diri. Akan tetapi ... karena tubuh Yang Mulia masih belum pulih sepenuhnya, untuk ke depannya hamba menyarankan kepada Yang Mulia Permaisuri supaya tidak lupa untuk beristirahat. Jika Yang Mulia membutuhkan sesuatu atau merasa ada yang aneh pada bagian tubuh tertentu, silakan segera panggil hamba untuk datang," jelas Tabib Gui An Shan masih dengan kepala yang tertunduk.

"Baiklah, Ben gong mengerti, silakan kau beristirahat kembali. Maaf telah menyusahkanmu hingga saat ini."

"Baik, Yang Mulia Permaisuri. Hamba memohon undur diri dari hadapan Yang Mulia. Semoga Permaisuri Yang Agung diberikan berkah umur panjang serta kesehatan yang melimpah oleh para dewa." Setelahnya, Tabib Gui An Shan bersujud sekali, kemudian menundukkan kepalanya seraya memberikan penghormatan terakhir sebelum ia berdiri.

Ya ampun! Hanya memberi penghormatan saja susahnya begini! jerit Han Mi dalam hatinya. "A-ah, ya terima kasih." Han Mi mengangguk singkat dan hanya melihatnya berjalan hingga keluar dari ruangan tersebut.

Han Mi terdiam sejenak, netra biru itu menatap pintu yang telah tertutup dengan sempurna. Sejujurnya, ia sangat menyukai apa pun yang berhubungan dengan sejarah era kerajaan seperti itu. Akan tetapi, setelah merasakannya secara langsung ternyata tak semudah apa yang dulu pernah ia bayangkan. Nyatanya, semua itu serba menyusahkan, dan harus dilakukan sesuai dengan teori yang telah dipelajari dalam buku kekaisaran.

Boleh enggak sih, kalau aku memilih reinkarnasinya sesuka hati? Kalau begini kan aku juga yang repot, batin Han Mi frustrasi. "Aku ingin duduk sebentar lagi. Liu Yi Ze, kau juga duduklah, kemari," kata Han Mi seraya menunjuk ke arah tempat duduk yang berada di seberangnya.

"Mohon ampun Yang Mulia Permaisuri. Menurut tata krama kesopanan Istana Kekaisaran, hamba tidak dapat duduk dalam satu meja yang sama dengan para anggota keluarga Kekaisaran. Hal seperti itu sangat lancang dan tidaklah sopan karena akan melanggar peraturan yang ada."

Hah?! Tunggu sebentar, Liu Yi Ze ini ... memang enggak salah sih. Semua tempat memiliki sebuah peraturannya tersendiri. Beberapa ingatan dari tubuh Hwang Lien Tianba ini sendiri, tentang peraturan ketat di dalam Istana Kekaisaran pun telah membuatku lebih paham akan hal itu. Walaupun begitu, aku tetap tidak peduli. Itu hanya berlaku untuk mereka, sedangkan aku tidak, pikirnya Han Mi lagi.

"Tidak apa-apa, cepatlah duduk. Memangnya kamu tidak lelah kalau harus berdiri terus seperti itu? Lagi pula orang yang berdiri terus seperti dirimu itu tidak baik untuk kesehatan, kakimu akan membengkak dan terkena penyakit," ucap Han Mi sangat meyakinkan. Sejujurnya ia sedang berusaha menakuti Dayang pribadinya itu.

"Ta-tapi Yang Mulia Permaisuri, tolong jangan paksa hamba untuk duduk dalam satu meja dengan Anda. I-itu menyalahi aturan."

Sungguh keras kepala sekali sih, batin Han Mi kesal. Netra birunya mendelik ke arah Dayang Liu, kemudian menunjuk tempat duduk kosong yang berada di seberangnya. "Ini perintah. Duduk di sana sekarang juga," tegas Han Mi.

Meskipun Dayang Liu sempat terkejut, tetapi secepat kilat ekspresinya dapat dikendalikan seperti semula. Seakan tak pernah terjadi apa-apa seraya berkata,"Ba-Baik Yang Mulia Permaisuri," ucap Dayang Liu pada akhirnya. Kakinya berjalan ke arah kursi yang tadi ditunjuk oleh Han Mi dengan pasrah. Ia terlihat duduk dengan gaya yang pelan dan begitu anggun.

Patut di contoh, dan tak dapat diragukan lagi bahwa Dayang Liu adalah seorang kepala dayang di Istana Kekaisaran Zhun. Ia terlihat begitu berwibawa, anggun dan sopan.

"Duduk sebentar lagi ya, baru nanti aku akan kembali beristirahat," jelas Han Mi pada Dayang Liu yang duduk dengan kepala sedikit tertunduk.

"Baik, Yang Mulia Permaisuri. Hamba akan menunggu Anda." Dayang Liu menjawab sopan.

Hening mulai menyelimuti kamar peraduan sang Permaisuri. Han Mi yang ingin duduk dan sedikit meregangkan tubuhnya, perlahan kembali mengingat bagaimana ia bisa berada di tempat asing seperti itu.

Hwang Lien Tianba ini ... dia sendiri yang memberikan tempat ini untukku secara langsung. Sejujurnya aku enggak begitu mengerti bagaimana caranya dia bisa memilih dan menarik rohku untuk menggantikannya, tapi yang jelas ... kalau dia bisa begitu, bukankah Hwang Lien Tianba enggak selemah yang orang lain pikirkan?

Dan kalaupun Hwang Lien Tianba dapat melakukan hal semacam sihir, kemungkinan dia memiliki sebuah kekuatan yang sangat besar, 'kan? Jika benar begitu kenapa selama ini dia menyembunyikannya rapat-rapat, ya? Alasannya? Haish! Aku enggak tahu sama sekali. Ingatan yang muncul sebelumnya juga enggak ada ingatan yang bersangkut-paut dengan kekuatannya itu, pikir Han Mi.

Wanita itu menyanggah kepalanya menggunakan satu tangan, dengan tatapan yang tertuju lurus pada motif bunga teratai di atas meja hingga akhirnya ia bertanya pada Dayang pribadinya, "Liu Yi Ze, Aku adalah seorang permaisuri, itu berarti aku memiliki seorang pendamping yang sangat berpengaruh, 'kan?" Dengan tampang polosnya yang menyerempet ke arah bodoh Han Mi menatap Dayang Liu.

"Liu Yi Ze menjawab Yang Mulia Permaisuri. Benar sekali, Anda adalah seorang permaisuri yang mendampingi Bixia Huang di*," balas Dayang Liu dengan suara lembut dan penuh hormat.

Bixia Huang di ... menurut ingatan Hwang Lien Tianba, itu artinya adalah, Yang Mulia Kaisar, kan? Hhm ... Kaisar, ya? batin Han Mi. Dalam diam Han Mi kembali mengingat-ingat potongan-potongan yang sudah pernah ia lihat, tetapi tak ada satupun yang mengungkapkan siapa nama Kaisar tersebut.

"Siapa nama kaisar itu?" tanya Han Mi seraya memainkan cangkir teh yang berada di hadapannya.

"Nama asli Bixia Huang di ...," ucapan Dayang Liu berhenti, ia terlihat enggan untuk melanjutkannya, dan hal itu membuat Han Mi mengangkat kepalanya hingga pandangan mereka bertemu. Dayang Liu memilih untuk segera menunduk.

"Katakan," perintah Han Mi cepat.

"Hamba memohon ampun kepada Yang Mulia Permaisuri. Di Kekaisaran Zhun ... tidak ada yang boleh menyebut nama asli Bixia, terkecuali ... dalam acara-acara sakral yang ada di Kekaisaran Zhun."

Hah? Apalagi ini? tanya Han Mi dalam hati. "Lalu, selama ini bagaimana kalian semua memanggilnya?" Merasa kesal, dengan bodohnya pertanyaan itu terlontar dari bibirnya.

Sepenting itu kah nama asli milik seorang kaisar? Han Mi menggaruk sedikit kepalanya yang gatal. Di sela ia menggaruk tiba-tiba saja Dayang Liu mengangkat kepalanya seraya menatap Han Mi dengan intens, hingga membuat Han Mi tersentak dan menegakkan tubuhnya. "A-ada apa?!"

"Yang Mulia, Anda ... apakah saat tercebur ke dalam sungai, kepala Yang Mulia terbentur sesuatu? Hamba merasa ada sesuatu yang salah di sini," kata Dayang Liu seraya menunjuk ke arah kepalanya sendiri.

"Eh? A-ah!" Matilah kau Jung Han Mi. "Mu-mungkin waktu itu sedikit terbentur, tapi aku lupa karena setelahnya aku tak sadarkan diri." Sebuah cengiran terpampang jelas di wajah Han Mi. Jarinya yang sedang menggaruk kepala seketika turun hingga ke pipi dan menggaruknya pelan.

Dayang Liu yang bertanya dengan serius langsung berubah menjadi khawatir. "Apakah hamba perlu memanggil Tabib Gui An Shan kembali ke sini?" tanya Dayang Liu.

"Tidak perlu-tidak perlu! Kamu duduklah saja." Kedua mata Han Mi menatap ke arah Dayang Liu dengan serius, "dengarkan baik-baik, saat ini hanya ada kita berdua. Jadi, tolong jawab pertanyaanku yang tadi itu. Siapa nama asli Kaisar di sini, dan sedang apa dia saat ini?"

"Tapi Yang Mulia--" Dayang Liu segera mengangkat kepalanya.

"Aku dalam keadaan baik, hanya saja lupa dengan nama asli milik Bixia Huang di, maka dari itu aku menanyakannya padamu. Ayo, beritahu aku. Toh, di sini tak ada orang lain selain kita berdua." Sebuah senyum tipis tersungging di wajah Han Mi hingga membuat matanya yang sipit sedikit tertarik.

"Hamba menjawab Yang Mulia Permaisuri. Bixia Huang di ... saat ini sedang pergi berperang di perbatasan Barat Daya untuk menepati perjanjian dengan Kekaisaran Wen. Membantu Kekaisaran Wen yang akan diserang oleh Kekaisaran Jiang. Lalu setelahnya, Bixia Huang di pergi mengurus permasalahan yang cukup membuat resah di perbatasan Timur Laut ...."

"Kemudian?"

"Bixia Huang di memberikan perintah untuk melakukan semua itu hanya dalam waktu 5 bulan, dan sampai saat ini baru terhitung 4 bulan, jadi masih tersisa satu bulan lagi sebelum Bixia Huang di tiba di Istana Kekaisaran," jelas Dayang Liu.

Tersisa satu bulan lagi ... di mana saat itu aku akan bertatap muka denganmu, sosok asli Bixia Huang di sang penguasa tertinggi di Kekaisaran Zhun ini. Aku sama sekali enggak punya ingatan Hwang Yu Rei tentang wajah ataupun bagaimana sosoknya. Sama sekali enggak ada. Jadi, sejujurnya ada sedikit rasa penasaran juga sih ingin melihatnya segera. Tiba-tiba saja Han Mi terkekeh pelan memikirkan hal tersebut.

"Nama asli milik Bixia Huang di adalah Bixia Zh-"

Brak!

Sialan! Apa lagi sekarang?!

.

.

Bersambung

Glosarium :

*Ben gong : Saya/aku, digunakan oleh seorang permaisuri, selir, putri mahkota.

* Bixia : Baginda/Yang Mulia, salah satu cara memanggil kaisar.

* Huang di : Kaisar.

.

.

Yuhuuu~
Chapter 6 sudah selesai.
ODOC wH batch 3, Day 6 it's done!
Sampai jumpa di chapter selanjutnya yaaw!! 👋🏻👋🏻

.

.

Naskah :
Jakarta, 29 Juni 2020

Publish :
Jakarta, 30 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro