Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cp. 01 | Emosi yang Terluap

Dari dalam sebuah ruangan berukuran cukup luas, samar-samar terdengar suara desahan. Hal itu benar-benar telah mengusik seorang wanita berusia 26 tahun yang tengah tertidur di ruang perpustakaan miliknya. Dengkuran halus yang di keluarkan wanita itu seketika terhenti. Perlahan tangannya bergerak untuk menutup ke dua telinganya.

"Sial ... aku ...," ucapnya dengan suara parau. Matanya perlahan terbuka menampilkan netra cokelat terang yang sangat indah.

Tubuhnya terlihat begitu lesu dengan guratan kelelahan, bisa dilihat dari kantung mata berwarna sedikit gelap yang tercetak jelas menghiasi wajah oval tersebut.

"Tolong jangan menggangguku lagi, Baek Ho Shik," gumamnya sedikit kesal. Dengan pasti ia bangkit dari tidurnya, merasakan dadanya yang mulai sesak kembali.

Dia bernama Jung Han Mi. Sebuah nama yang telah diberikan oleh kedua orang tuanya dengan perasaan bahagia teramat sangat ketika ia dilahirkan di dunia. Sebuah dunia yang begitu luas dan terlihat sangat menyenangkan, tetapi lagi-lagi itu berbeda dengan Han Mi.

Kehidupannya sangat berbanding terbalik 360 derajat setelah ia menikah dengan Baek Ho Shik. Pria yang memiliki tubuh indah dengan otot-otot atletis yang sangat selalu dirawat. Ia adalah seorang dokter bedah jantung di rumah sakit Zhùfú  daerah Irwon-dong, Gangnam-gu, Seoul.

"Kali ini, apa yang sebenarnya sedang ia lakukan?" gumam Han Mi. Langkah gontainya membawa tubuh tersebut keluar dari ruang perpustakaan seraya menahan semua perasaan tertekan yang membuatnya hampir gila.

Di tambah lagi dengan suara-suara yang semakin terdengar jelas sesaat ia tiba di depan pintu kamarnya. Sungguh, Han Mi benar-benar ingin berteriak seraya mengahancurkan apa pun yang ada di sana.

Tangannya yang sedikit gemetar akhirnya terulur, menggenggam gagang pintu kamar tidur di hadapannya begitu kuat. Detak jantungnya semakin berpacu kencang seiring suara-suara aneh yang terus masuk ke indra pendengaran.

Aku ... aku sudah tahu jawabannya, tapi kenapa tanganku, batin Han Mi.

Han Mi menatap tangannya sendiri yang penuh luka lebam juga sayatan di mana-mana. Secara hati-hati ia menekan kenop pintu tersebut, kemudian mendorongnya sedikit, memberikan sebuah celah untuknya melihat keadaan di dalam sana.

Dan, apa yang dilihatnya benar-benar membuatnya terdiam. Dadanya terasa semakin sesak dan nyeri. Rahangnya terlihat mengeras menahan emosi yang memuncak.

Adegan yang biasanya hanya mereka lakukan berdua, kini tidak lagi. Ho Shik melakukannya bersama wanita lain. Han Mi benar-benar tak pernah membayangkan hal itu, terkecuali beberapa waktu yang lalu.

Dari celah kecil tersebut Han Mi dapat melihatnya dengan jelas, sepasang manusia itu sedang saling berpelukan tanpa mengenakan sehelai benang pun. Bahkan, suara erangan yang sangat mengganggu di telinga Han Mi semakin terdengar menjadi-jadi memenuhi ruangan tersebut.

Wanita dengan rambut sedikit acak-acakan itu sama sekali tak terlihat akan menangis, malah sebaliknya. Han Mi terlihat begitu marah. Wajahnya perlahan mulai memerah. Dengan gerakan kasar ia menendang pintu tersebut hingga terbuka lebar.

Emosinya sudah memuncak dan ternyata, apa yang barusan dilakukan Han Mi sama sekali tak mengusik Ho Shik untuk terus melakukan aktivitas gilanya bersama wanita lain.

"Hiraukan saja dia," ucap Ho Shik disela-sela desahan yang tercipta oleh wanita yang kini berada di bawahnya.

Orang gila! maki Han Mi dalam hati.

"Dasar pria brengsek. Setelah kau melakukan semua hal keji terhadapku, sekarang kau melakukan hal ini secara terang-terangan? Masih tidak puaskah kau menghancurkan hidupku? Baek Ho Shik! Masih kurangkah semua itu, atau kau ingin aku mati saja barulah kau merasa terpuaskan? Kau tahu? Aku sudah lelah dengan semua ini! Aku sudah muak! SIALAN!" seru Han Mi menggebu-gebu.

Kakinya terhenti beberapa langkah di dekat kasur berukuran king tersebut. Persetan dengan kematian, Han Mi benar-benar merasa marah dan tak memikirkan konsekuensi atas tindakannya barusan.

Tanpa Han Mi duga, Ho Shik menghentikan aktivitasnya. "Tunggu sebentar ya sayang," kata Ho Shik pada salah satu wanita yang kini sedang terlentang di bawahnya.

Setelahnya, tanpa sehelai benang pun Ho Shik turun dari ranjang. Netra biru itu menatap Han Mi tajam. "Kau berani memanggilku seperti itu?" tanya Ho Shik seraya meraih dagu Han Mi untuk mendekat ke arah wajahnya.

"Ingat ini baik-baik Jung Han Mi yang sangat aku cintai. Ini adalah hidupku, dan kau adalah milikku, sampai kapan pun hanya akan menjadi milikku seorang. Jika kau masih menentangku, maka ... aku akan memasuki tubuhmu itu di atas ranjang seraya menyayat setiap jengkal bagian tubuhmu secara perlahan." Ho Shik menghentikan ucapannya, sebuah senyum miring terlihat jelas di wajah tersebut.

"Menikmati bagaimana ekspresi wajahmu yang tengah terlihat menggairahkan saat menikmati persetubuhan kita, bersama dengan rasa pedih yang amat menyakitkan dari sayatan di sekujur tubuh," lanjut Ho Shik tanpa menghilangkan senyum meremehkan yang membuat Han Mi sangat ingin merobek mulutnya segera.

"Jadi, menurutlah. Ingatlah kedua orang tuamu itu, atau mungkin ... kau ingin melihat mereka kujadikan mainan yang sangat menggairahkan?"

Han Mi yang berdiri dengan kepala mendongak sedikit meringis kesakitan. Tangan Ho Shik semakin keras menekan dagunya. Pria kurang ajar! maki Han Mi dalam hatinya.

"Lagi pula, ini adalah tempatku bermain. Aku berhak melakukan apapun yang aku suka, dan kau? Kau hanyalah istri pemuas nafsuku, aku menikah denganmu untuk membalas dendam. Kau ingat itu baik-baik!" Suaranya memang terdengar menggoda dan manis. Namun, begitu mengancam di saat yang bersamaan, hal itu membuat Han Mi menatapnya tak percaya.

Netra cokelat itu menatap Ho Shik yang ada di hadapannya dengan intens. Berharap masih ada sedikit celah yang menampilkan sisi pria ini saat masa-masa dulu ketika mereka berpacaran. Akan tetapi, semua itu hanyalah khayalan belaka.

Pria yang berada di depannya saat ini benar-benar adalah orang gila. Tidak! Sebenarnya sudah sejak awal Baek Ho Shik menyembunyikan kebenarannya, dan sebelum pria itu mendapatkan targetnya ia memainkan sebuah peran yang sangat menggiurkan bagi para wanita mana pun.

Tanpa berkata lagi Han Mi menyingkirkan tangan Ho Shik yang masih menekan dagunya dengan gerakan kasar. Untuk beberapa saat Han Mi terdiam seraya menatap sendu ke arah Ho Shik, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan kamar tersebut.

Sungguh, kau benar-benar menyedihkan. Membuatku seperti ini selama hampir 6 bulan setelah menikah? Bukankah itu terlalu kejam!? Aku sudah lelah, dan tak ingin ini terjadi lagi! batin Han Mi.

***

Angin berembus kencang menerpa seluruh pepohonan hingga menimbulkan simfoni yang terdengar merdu, tetapi juga menegangkan di saat yang bersamaan. Saat itu bumi terlihat amat kalut. Awan mendung bergelayut manja di atas langit malam dan siap mencurahkan segala isi hatinya. Di tambah dengan kilat yang saling menyambar satu sama lain di atas sana memberikan seberkas cahaya terang di tengah gelapnya malam.

Gemuruh petir tiba-tiba saja menggelegar hebat, memecah keheningan yang tercipta. Rintik air perlahan turun, semakin lama-semakin deras mengguyur bumi yang sedang dalam keadaan mencekam.

Kesedihan yang tak terbendung lagi membuatnya seakan mengerti dengan kondisi yang sedang terjadi di bumi saat itu. Semua hal tersebut benar-benar menghiasi era Usugurai di akhir bulan 3 tahun 952 kalender Kekaisaran. Di mana kondisi sekitar hutan istana kekaisaran kini terlihat begitu ramai.

"REGU ARON CEPAT CARI DI DALAM HUTAN! REGU TRESAN CARI DI HILIR SUNGAI," perintah salah satu komandan prajurit secara tergesa.

Kilat masih saling menyambar di mana-mana. Membuat siapa pun akan menjadi waspada di tengah malam yang sangat kacau. "REGU HYEN PERIKSA DI HULU SUNGAI," perintah komandan tersebut lagi pada regu yang baru saja kembali tanpa adanya perkembangan laporan.

Tangannya yang sedang menggenggam sebuah pedang seketika turun secara perlahan. Wajah pucatnya yang berhiaskan air hujan langsung bertambah buruk saat ia melihat sosok tegap penuh keagungan sedang berjalan mantap ke arahnya.

Tekanan yang menguar dari sosok tersebut sungguh luar biasa hebat. Netra hitam milik komandan itu tak mungkin salah lihat. Itu adalah atasannya. Sosok agung yang begitu ditakuti siapapun yang ada di Kekaisaran.

Pria dengan tubuh tegap tersebut berjalan seraya menatap tajam, kilatan kemarahan tercetak jelas pada sepasang netra hitam pekat sosok tersebut. Komandan prajurit yang tengah berdiri dalam keadaan gemetar segera menundukkan kepalanya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat sosok tersebut telah berdiri sempurna di hadapannya.

Tiga prajurit yang berada di belakang komandan tersebut pun segera jatuh berlutut dengan satu kaki terlipat seraya menundukkan kepalanya serempak. Tangan kanannya terkepal, bertemu telapak tangan kiri tepat berada di hadapan dahi si prajurit hingga lengan mereka terangkat membentuk sebuah siku yang sempurna. Itu adalah bagaimana cara mereka memberikan salam penghormatan khas Kekaisaran Zhun.

"Ho-hormat kepada Yang Mulia Tuan Agung Kekaisaran Zhun, Sang Dewa Peperangan," seru mereka berempat dengan suara bergetar di tengah derasnya hujan.

Suhu di sekitar seketika berubah semakin rendah, terasa dingin dan menyesakkan dada. Membuat siapa pun tak akan berani mendekat atau bahkan hanya mengangkat sedikit wajah mereka di hadapan orang paling berkuasa itu.

"Kau ...."

"Hargh—" Satu tendangan berhasil mengenai komandan prajurit tersebut hingga terpental jauh ke samping dan menabrak pohon di kejauhan sana. Darah segar terlihat mengalir dari pelipis komandan itu, turun perlahan hingga akhirnya bercampur dengan air hujan.

Hal itu berhasil membuat ketiga prajurit tersebut terdiam mematung, tatapannya tertuju lurus ke atas tanah becek yang dipijaknya. Mereka sama sekali tak berani, meskipun itu hanya untuk mengangkat sedikit wajah.

"Katakan kepada Zhen[1] tentang laporan terbarunya," perintah pria berbalut zirah perang tanpa ekspresi apa pun yang tercetak di wajahnya.

"...." Salah satu dari mereka tak ada yang berani untuk menjawab. Hanya terdengar derasnya rintik hujan yang cukup memekakkan telinga.

Dengan tubuh bergetar hebat ketiga prajurit itu langsung bersujud di atas tanah seraya menelan air liur mereka susah payah. Mereka sama sekali tak berani untuk melapor keadaan terbaru. Permasalahannya adalah, selama beberapa jam itu mereka tak mengalami perkembangan sedikit pun dan masih sama seperti sebelumnya.

Suasana semakin mencekam saat langkah kaki yang terdengar samar di tengah derasnya hujan mulai mendekat. Di tambah dengan perubahan suhu dan suasana di sekitar saat kedatangan sosok agung itu benar-benar membuat mereka tak dapat menahannya lagi.

Napas terasa sesak, berbicara pun tak bisa, suara mereka tercekat di tenggorokan seperti ada sesuatu yang menahannya. Sungguh, salah satu dari mereka tak ada yang berani untuk bergerak sedikit pun.

Aku tak ingin kepalaku hilang. Mohon ampuni kami, Bixia[2]! batin para prajurit tersebut.

.

.

Bersambung.

Hi epliwan, alhamdulillah hari ini sudah mulai ODOC-nya ya!

Happy reading guys!

.

.

Note di EoTE:

[1] Zhen: Saya/aku, salah satu cara Kaisar menyebut dirinya di depan orang lain.

[2] Bixia: Baginda/Yang Mulia, salah satu cara memanggil kaisar

.

Pembatas by Naviegirl

.

.

Naskah :
Jakarta, 23 Juni 2020

Publish :
Jakarta, 25 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro