Second Chapter
"Semakin kau tahu tentangku, kau tidak akan menyukaiku."
✈✈✈
Keesokan harinya, ketika pulang sekolah, entah kebetulan atau memang sudah agenda rutin, aku bertemu kembali dengan Om Juan di rumah. Sebenarnya hampir tiap hari Om Juan mengunjungi rumah, entah masuk ke dalam rumah secara harfiah atau hanya sebatas mengklakson dan tetap terpekur di dalam mobilnya sebelum pergi bersama ibu.
Teringat akan kelakuan Ibu kemarin, aku duduk mendekati laki-laki itu. Sebelumnya aku tidak pernah terpikir jika akan duduk di dekat orang ini. Namun, demi hubungan dia dengan Ibu, aku akan melakukannya. "Om tidak berkunjung kemarin?"
Om Juan yang tak memalingkan wajah dari televisi, terlihat tak memedulikan keberadaanku sama sekali. "Sejak kapan kau peduli pada absen kedatanganku?" Dia menyeringai pada kartun Spongebob yang tengah tayang.
Aku menahan napas mendengar tanggapan sinisme itu. "Ya, karena aneh aja kemarin Om gak dateng ngejemput Ibu."
"Ibumu bilang kemarin ada yang ngejemput," jawabannya cukup mengagetkan bagiku karena ternyata Ibu masih sempat izin untuk berselingkuh dari pacarnya.
"Ibu kemarin pergi. Dia gak kerja," sambungku kemudian. Saat itu pula akhirnya Om Juan mengalihkan wajahnya menatapku intens. "Kemarin ibumu kerja," jelasnya, "dia selalu rajin kerja dan tak pernah bolos."
Aku hampir tersedak mendengar penggunaan kata 'bolos' yang terasa kekanak-kanakan. Sudah jelas-jelas Ibu kemarin kencan, tidak mungkin dia sempat berkerja kecuali kencannya kemarin di Bar milik Om Juan.
"Ibu kemarin pergi dengan cowok lain." Aduku spontan. Aku mengatakannya cepat seraya melirik pintu kamar Ibu yang masih tertutup, dia pasti sedang menaburi seluruh tubuh dengan minyak wangi. "Dia selingkuh darimu."
"Apa-apaan itu?" Om Juan terlihat kaget.
Aku mengangguk meyakini. "Iya, dia kemarin jalan dengan orang lain, aku mengatakan ini karena tak ingin kalian saling mencurangi satu sama lain."
"Bukan itu," sanggahnya cepat. "Tapi apa maksudnya dengan 'Dia selingkuh dariku'? Kami bahkan tidak punya hubungan apapun."
Aku mendelik mendengar apa yang laki-laki itu katakan. Apa maksudnya dengan omong kosong itu?
"Kalian tidak punya hubungan?" Jantungku tetap ingin melompat.
"Hubungan kami hanya atasan dan pegawai hanya itu."
Aku terkekeh dan mengernyit tak mengerti. Rasanya ingin menampar laki-laki ini secara langsung. "Hanya hubungan atasan dan pegawai? Tapi Om setiap hari dateng ke sini, Om setiap hari jemput Ibu, bahkan kalian pernah tidur satu ranjang dan kalian tidak ada hubungan sama sekali? Terus semua ini maksudnya apa? Kalian seperti binatang."
"Memang." Laki-laki itu meludah dengan datarnya. "Tapi hanya ibumu. Aku tidak."
"Dasar laki-laki tua brengsek!!!" Teriakkan kasarku membuat Ibu keluar dari ruang meditasinya dan bertanya kebingungan tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Dalam adegan cepat, Om Juan manarik kerah bajuku dan meneriakiku tentang kenyataan lucu lainnya dalam hidupku.
✈✈✈
"Hei Cheryl." Sam berjalan mendekatiku.
"Hei yo, Sam."
"Aku sebenarnya ... Ya Tuhan, matamu ...," Sam terlihat serba salah meski aku tidak meresponnya dengan hal yang berlebihan.
"Ya, lebih parah dari pada bekas tonjokan." Aku melirik Sam sekilas sebelum dia terus meneliti mataku. Jujur saja, meski aku selalu mengabaikan Sam, tapi tatapan mata laki-laki itu kerap kali membuatmu tenggelam bersama dunianya. "Ngomong-ngomong aku minta maaf atas ucapanku kemarin, maksudku bukan berarti aku tidak peduli padamu secara teoritis, tapi aku ...," aku mengidikan bahu. "Kau tahu sendiri kan."
"Iya ... tidak apa-apa." Sam mengangguk paham. Dapat kutangkap jika ekor matanya malu-malu mencuri pandang padaku.
"Aku kagum padamu. Tangkapan hebat, Alison cewek yang cantik. Meski agak menyebalkan." Sam terkekeh dan mengatakan dia bingung antara ingin berterima kasih atau mencela. "Kita sekarang baik-baik aja, kan?"
Diluar dugaanku, Sam tidak mengangguk sama sekali.
"Kita tidak pernah baik-baik saja, Cheryl. Kau tidak pernah menyukaiku."
Aku tersendat. "Oh ayolah, aku tidak menyukaimu karena kau tipe pria hidung belang, cuma itu. Aku tidak suka jika berpacaran dengamu, tapi kalo berteman boleh-boleh saja."
"Kenapa kau menilaiku seperti itu? Memangnya kau pernah lihat aku gonta-ganti pacar?"
Sempurna. Aku mati kutu. Entah kenapa akhir-akhir ini semua orang terlihat lebih emosional dan kontradiktif dari biasanya. "Aku minta maaf, tapi kau ... lebih cocok dengan Alison." Sebelum keadaan semakin runyam, aku langsung pamit dan kabur dari situasi mencekam itu. Apa-apaan dia? Pagi-pagi datang, nimbrung, lalu ngajakin ribut tentang perasaan.
Dengan cepat, aku berjalan menuju kelasku. Namun, tanpa menoleh setengah derjat sekalipun, dapat kurasakan dengan kuat kalau langkah Sam di belakang mengikutiku. Sejak semua orang tahu Sam menyukaiku, dia selalu mendatangi kelasku. Ketika jadian dengan Alison, aku kira keadaan akan berubah. Nampaknya aku keliru karena bukan hanya Sam yang mendatangi kelasku, tetapi juga rombongan main Sam, Alison, dan rombongan main Alison menjadikan kelas kami sebagai ruang kumpul masyarakat tennar.
Aku tak habis pikir, kenapa harus di kelasku? Jika saja Sam ingin memperlihatkan kalau dia sudah Move On dengan memacari Alison, kenapa harus melakukannya di kelasku? Agar aku cemburu dan menyesal? Ini semua memuakan meski Junnie justru menyukainya.
Kalau bisa, aku ingin meneriakinya sekencang mungkin di depan semua makhluk sekolah bahwasannya aku tidak peduli tentang Sam, pacar keren, saingan yang iri, ataupun teman-teman tennar. Aku akan berteriak jika aku hanya peduli pada diriku sendiri, Ibu, hubungan Ibu dengan dunianya, dan ... Emily Watson.
Ketika aku masuk ke kelas, aku hampir mati konyol karena melihat Alison sudah duduk manis di tempatnya sementara Junnie belum datang. Sebelum aku membeku, aku segera putar haluan karena Sam pasti mengisi kelas ini juga untuk bertemu pacar judesnya.
Saat aku berbalik, aku melihat Sam memang berada di belakangku. Tapi aku bersumpah kalau aku hanya melihat tubuhnya saja, tidak sampai ke wajahnya.
Melihat aku berbalik dan ingin keluar kelas, Sam terlihat berhenti sesaat dan tidak bergeser sama sekali untuk membiarkanku lewat. Tak mau ambil pusing, aku memutari tubuh jangkungnya. Aku berjalan cepat tak tentu arah yang penting melarikan diri dari kelas yang mulai terasa jauh lebih menyebalkan dari rumah.
Tempat kosong yang tak akan diisi manusia adalah halaman belakang sekolah dekat gudang tua. Itu selalu menjadi tempat untuk melarikan diri dari keramaian sekolah yang menyesakan.
"Astaga, Anjir, Setan!!" Aku tersentak kaget bahkan melompat mundur saking terkejutnya. Sam menatapku datar dengan tangan bersedekap.
Dengan jantung yang hampir copot, aku berusaha menetralkan napas terlebih dulu. "Kamu ngapain bisa sampe sini?"
"Aku tahu kalo kamu lari pasti ke sini."
Sejenak aku mulai memikirkan tempat pelarian baru sekaligus mengapresiasi keuletan Sam yang menghapal diriku.
Aku memalingkan wajah sejenak dan mengepalkan tangan. "Seberat apa hukumannya?"
"Hah?" Laki-laki itu mengernyit tak mengerti.
"Seberapa besar hukumannya?" Aku mengulanginya. "Seperti apa hukumannya kalo kamu kalah taruhan buat ngedapetin aku."
"Ya Tuhan, Cheryl. Kau masih berpikir ini permainan?"
"Lalu apa lagi? Ini kan yang kalian lakuin? Kamu dari awal tidak bisa dapetin aku jadinya kamu gak bisa pacaran, iya kan? Sammy stop. Kamu harus tahu kalo aku gak pernah mau sekalipun pacaran bahkan temenan sama kamu pun gak mau. Selama ini aku sopan supaya jaga perasaan kamu aja. Jadi stop dengan permainan ini, ini gak lucu."
Sam menatapku penuh ketidakpercayaan, hal itu membuatku langsung mengalihkan tatapan dari matanya sebelum permainannya membuatku luluh.
"Kau tidak pantas menuduhku seperti itu."
"Oh ayolah. Kalau kau memang butuh bantuan, maka jujur saja dan kita bisa langsung jadian. Setelahnya kau bisa melaporkan hal ini pada teman-temanmu dan besok kau minta putus."
Sam menggeleng dengan raut kekecewaan yang nampak begitu jelas. Aku bahkan tak pernah melihat wajahnya sekecewa ini. "Kau ternyata tidak pernah mengerti tentang perasaanku."
Aku berdecak dan terkekeh geli. "Kau tidak pernah punya perasaan seperti itu padaku, Sam. Tidak untuk perempuan sepertiku."
"Kau selalu menilai rendah dirimu, Cheryl."
"Hentikan ini," tegasku, "apapun jenis permainannya, aku mohon hentikan."
"Aku menyukaimu!" ucap laki-laki di depanku secara spontan. Mataku melebar melihat wajah salah tingkahnya dan pipi Sam yang berubah merah.
Detak jantungku meningkat menyadari jika Sam memang mengatakan yang sebenarnya.
Lalu, aku harus bagaimana?
Seketika aku menggeleng dan melangkah pergi. "Aku tidak bisa. Ini kesalahan."
Dengan tanggap Sam mencekal lenganku dan menahnku lebih lama. "Sekarang kau tahu kebenarannya, bukan?"
Aku menahan napas sesaat. "Tidak bisa, kau sudah jadian dengan Alison."
"Dia memaksaku dan memintaku pacaran dengannya satu minggu. Jika aku nyaman, aku bisa lanjut pacaran dengannya."
"Kau harus lanjut dengannya."
"Tidak karena aku menyukaimu, Cheryl. Lebih lama dari yang kau tahu."
Seketika aku melepas paksa cekalan tangan laki-laki itu. Aku mundur beberapa langkah dan menghembuskan napas pelan. "Kau tidak tahu apa-apa tentangku, Sam. Jadi menjauhlah. Karena ... semakin kau tahu tentangku, kau tidak akan menyukaiku."
🌬..🌪
Haiii, chapter 2!!
Gimana ceritanya?
Vote, comment, dan kasih aja masukannya di sini yaa👍👍👍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro