Pesanan Yang Tertukar
Aroma masakan dari kedai seafood membuat Yocelyn semakin tak tahan menahan lapar. Dia ingin secepatnya menyantap makanan yang sejak tadi menggodanya di tambah dia melihat orang-orang di sekelilingnya begitu lahap menyantap menu-menu pesanan mereka.
Mata Yocelyn tiba-tiba menangkap sebuah bangku kosong dia pun langsung duduk dan melihat menu-menu apa saja yang akan dia pesan. Yocelyn tetap memakai maskernya karena dia masih takut keberadaannya di ketahui oleh publik. Yocelyn duduk di sebelah lelaki tampan memakai kaos berwarna biru dongker.
Ya dia adalah Zidan. Yocelyn duduk tepat di samping Zidan. Mereka pun sibuk menatap menu di tangan masing-masing. Suara petikan gitar dan lantunan lagu dari para pengamen di pinggir kedai membuat suasana kedai semakin ramai. Para pelayan pun turut sibuk lalu lalang mengantar pesanan untuk para pembeli malam itu. Zidan dan Yocelyn selesai memilih menu apa saja yang akan dipesan merekapun memanggil seorang pelayan secara bersamaan.
“Mas!” panggil mereka bersamaan.
Seorang pelayan pun menghampiri mereka.
“Ya, Mba, Mas. Ada yang bisa saya bantu,” tanya pelayan itu.
Yocelyn dan Zidan hanya saling menatap karena mereka bingung siapa yang akan memesan terlebih dahulu. Akhirnya sebagai lelaki gentle, Zidan pun mempersilahkan Yocelyn untuk memesan lebih dulu.
“Ladies first,” ucap Zidan.
“Thank you,” balas Yocelyn.
Setelah seorang pelayan mencatat menu-menu yang di pesan Yocelyn dia pun beralih mencatat menu pesanan Zidan. Kemudian pelayan pun kembali untuk mempersiapkan semua. Sambil menunggu pesanan mereka siap, Zidan sibuk memandangi ponselnya, dia membuka sosial media untuk mengetahui beberapa berita penting hari ini.
Sedangkan Yocelyn dia hanya duduk diam sambil sesekali menoleh ke kanan atau kiri demi memastikan tak ada wartawan yang menemukannya. Dia lupa membawa ponselnya maka dia sama sekali tak bisa menghubungi Nadine. Yocelyn sedikit gelisah karena dia merasa sudah terlalu lama di luar. Dia takut keberadaannya keburu tercium oleh publik. Bisa mati dia kalau ketahuan.
Yocelyn pun memanggil pelayan yang tadi menerima orderannya dan menanyakan apa pesanannya sudah siap? Pelayan itu menjawab bahwa makanannya sudah siap dan akan segera diantar.
“Ini Mba, Mas, pesanan kalian. Dan ini bonnya,” ucap pelayan itu.
Zidan pun mengambil bon tersebut dan melihat nominalnya. Dia agak tercengang dengan jumlah totalan itu. Tapi sebelum dia komplain kepada si pelayan, Yocelyn segera memotongnya dengan menanyakan bon miliknya.
“Bon saya mana mas? Saya mau bayar, bisa agak cepat? Karena saya buru-buru,” ucap Yocelyn sambil celangak-celinguk.
“Itu bonnya sudah dijadikan satu Mba, sama punya Masnya,” jawab si pelayan asal.
“Hah? Jadi satu gimana Mas?” pekik Yocelyn.
“Iya maksudnya gimana ya?” ujar Zidan tak kalah terkejutnya.
“I-iya bonnya sudah saya jadikan satu dan saya kasih ke Mas yang baju biru ini, Mas ini pacarnya Mba kan?” tanyanya dengan wajah ragu.
“Haduh Mas ... buang-buang waktu saya saja, saya ini lagi buru-buru malah bercanda!” gertak Yocelyn.
“Ya sudah sekarang tolong bonnya di pisah ya Mas, makanannya juga tolong di cek kembali supaya punya saya tidak tertukar dengan punya Mbak ini,” ucap Zidan sopan.
Yocelyn pun hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Pelayan itu pun segera kembali dan menuruti permintaan Zidan.
Tak lama kemudian pelayan tersebut kembali ke meja Zidan dan Yocelyn dan memberikan mereka pesanan beserta bonnya. Pelayan tersebut tak lupa meminta maaf kepada keduanya. Zidan membalasnya dengan senyum tapi tidak dengan Yocelyn. Gadis itu segera berlalu meninggalkan kedai tersebut ketika pesanannya sudah di tangan.
Begitupun Zidan, dia berjalan menuju mobilnya dan segera menstarternya. Yocelyn berjalan dengan tergesa-gesa karena dia merasa semua orang memperhatikannya. Dia bukan hanya takut ketahuan oleh wartawan, tapi karena dia juga takut kalau orang-orang sekitar mengiranya seorang teroris.
Ketika Zidan sedang melajukan mobilnya dengan tenang, tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata dari Sarah, ibunya. Sarah menanyakan mengapa Zidan belum kembali ke rumah. Zidan pun menjelaskan keadaan di kedai tadi dan kembali melajukan mobilnya ketika ibunya menutup panggilannya.
Sesampainya di apartemen Yocelyn segera melepaskan maskernya karena dia sudah merasa pengap. Belum sempat dia berganti pakaian dia langsung membongkar pesanannya. Betapa terkejutnya dia begitu dia buka kantong plastik yang tadi di bawanya dari kedai seafood itu.
“Aduh, ini kok makanannya banyak banget ya, perasaan tadi hanya pesan satu porsi untuk masing-masing menu,” gumamnya dalam hati.
“Ah aku tahu jangan-jangan ini tertukar sama punya lelaki yang tadi itu. Ah biar saja lah ini juga bukan salahku, anggap aja rezeki,” gerutunya dan langsung menyantapnya.
Ketika Yocelyn sedang menyantap makanannya tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu apartemennya. Orang itu pasti Nadine.
“Tepat sekali kau datang saat aku sedang makan, cepat ambil piringmu, kita makan bersama dulu baru sehabis itu kita bahas langkah apa yang akan kita ambil,” ucap Yocelyn sambil mengunyah cumi goreng tepungnya.
Nadine pun tak menjawab apa-apa dan langsung mengambil piring. Dia juga sangat lapar rupanya. Merekapun menikmati makan malam bersama.
Di jalan yang masih ramai akan kendaraan yang lalu lalang Zidan masih belum tahu bahwa pesanannya tertukar. Entah apa yang akan terjadi ketika dia sampai di rumah nanti.
Mobil Zidan pun sudah memasuki halaman rumahnya, dilihatnya mobil sedan dengan brand terkenal sudah terparkir lebih dulu, tanda ayahnya sudah sampai rumah. Zidan kemudian masuk dan memberikan bungkusannya kepada ibunya.
“Ini Ma, pesanannya. Maaf lama, karena tadi kedainya lumayan ramai dan ada sedikit kesalahan di sana,” jelas Zidan.
“Tidak apa-apa sayang, yang penting sekarang kita bisa makan malam bersama,” ucap Sarah ramah.
“Kamu tolong temani Gisya dan mamanya diruang tamu ya, Mama mau siapkan makanannya lebih dulu.”
Zidan pun lagi-lagi memenuhi perintahnya karena kalau bukan Zidan yang menemani siapa lagi, ayahnya sepertinya sedang mandi karena dia tidak melihatnya sejak tadi. Ketika Zidan sedang menemani tamunya tersebut Sarah memanggilnya, seperti ada yang salah dengan pesanannya.
“Zidan, tolong kesini sebentar,” panggil Sarah.
“Iya Ma,” jawabnya.
“Zidan, apa kamu tidak salah beli makanan ini? Makanan yang kamu pesan ini tidak sesuai dengan yang mama minta nak,” ucap Sarah bingung.
“Sebentar Ma, coba Zidan lihat bonnya,” pintanya.
Sarah pun segera memberikan bon yang di minta Zidan. Zidan pun merasa aneh dengan bon yang sedang dia pegang itu. Berkali-kali dia melihat bon dan makanannya itu, ternyata memang salah.
Sebetulnya Zidan sudah curiga saat dia membayar makanan itu, karena total harga di bon berbeda dengan total uang yang harus dia bayar. Tapi karena Zidan takut semua orang di rumahnya menunggu dan kedai pun semakin ramai maka dia tak mengeceknya lagi.
“Ah, benar saja makanannya tertukar Ma,” jawabnya dengan wajah tidak enak.
“Loh bagaimana bisa tertukar? Apa yang sebenarnya terjadi?” cecar ibunya.
“Yah seperti yang tadi Zidan bilang Ma, keadaan kedai sangat ramai dan pelayannnya bingung jadi ketuker deh makanannya. Apa ini semua kurang Ma, untuk kita makan malam?” tanya Zidan ragu.
“Oh tidak kok, Mama hanya memastikan saja apa yang terjadi sampai salah begini. Sudah kamu kembali temani Gisya dan mamanya ya,” perintah Sarah.
Zidan pun kembali ke ruang tamu dan kali ini sudah ada ayahnya disana. Sarah pun masih sibuk menyiapkan alat makan dan makanan di meja makan. Wajahnya begitu sumringah karena dia berharap makan malam bersama kali ini dapat membuat Zidan menerima perkenalan yang bertujuan untuk menjodohkan Zidan dan Gisya.
Di tengah-tengah obroalan, Gisya meminta izin ke toilet dan begitu dia kembali dari toilet dia menghampiri Sarah untuk menawarkan bantuan. Sarah sangat senang dengan sikap Gisya yang penuh pengertian, namun karena Sarah sudah hampir selesai dia pun menolak bantuan Gisya dengan ramah. Dia kembali meminta Gisya dan ibunya untuk makan malam bersama keluarga. Tujuannya tetap untuk memperkenalkan putra semata wayangnya itu.
Gisya hanya mengangguk dan tersenyum dan kembali ke ruang tamu. Zidan yang sempat melihat ibunya berbincang akrab dengan Gisya hanya menatap mereka dengan tatapan datar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro