BAB 31 ☎
@wonpilgantengimnida nah, gue bilang juga apa bege, jethro salah anjrit, dia abusive ke rachel. nggak percayaan lo semua. #westandbyrachel
@lariadawibu nitip sendal, kalau rame tag gue
@istriseungyoon anjir jethro??????
@bacotklean hahaha mana nih pendukung kriminal? udh siap tutup akun blm? #westandbyrachel
@eskimstobeli mampus lengser @jthdaniel
@eskimstobeli ditunggu klarifikasinya ya udah maksa rachel bikin pernyataan salah di lambe lurah @jthdaniel
@babyindaeyo buset adminnya gercep banget wkwk
@babyindaeyo ayuk pak pres mau klarifikasi apa tutup akun?? @jthdaniel
@backupkelurahan @eskimstobeli @babyindaeyo sabar ya sisttt, kayaknya bentar lagi jeje klarifikesyong nihhhh. ditunggu ya jeje. tenang shay, di saat semua orang nolak dan jauhin kamu, dm mimin kebuka lebar untuk jeje, uhuy
@wonpilgantengimnida @backupkelurahan najis lo min
@istriseungyoon @backupkelurahan ini adminnya siapa sih bmsaaat wkwkwk
@babyindaeyo ini kalian kok pada pake fan account kpop buat komen beginian sih
@istriseungyoon @babyindaeyo lo juga anjritttt
@babyindaeyo habisnya gue nggak punya sec acc tp gatel mau maki-maki si jetong
@ily_asilyas takedown please. ilegal namanya kalau repost tanpa persetujuan orangnya
@bacotklean @ily_asilyas lebay lo. namanya juga akun gosip. mending lo balik ke sekret aja, rapat buat pecat si jetong #westandbyrachel
@wonpilgantengimnida @ily_asilyas username lo noh alay. cabut lo mending
@istriseungyoon @ily_asilyas sebelum cabut panggilin si jetong dulu yas, suruh klarifikasi sama kata-kata terakhir. sampaiin juga ke jetong, gue pindah kubu #westandbyrachel
Keringat dingin mengucur dari pelipis Jethro tanpa henti. Ruang kelas yang kosong dan dingin mendadak supergerah meski pendingin ruangan masih menyala dengan suhu rendah. Jantungnya berdetak dengan tempo yang tak bisa diatur. Semakin Jethro mengusap layar ponselnya dan membaca semakin banyak komentar, maka semakin keringatnya mengucur beserta dengan panik menyerbu. Banyak yang menandai username-nya pada lahan komentar, dan inilah yang didapatkannya sekarang.
Akun dengan username @backupkelurahan itu baru saja mengunggah multiple post yang berisikan empat video yang mereka ambil dari instastory milik Rachel setengah jam lalu. Jethro juga sudah melihat dari sumbernya, dan betapa sialnya perempuan itu mengabaikan semua pesan dan telepon Jethro sampai sekarang.
Jethro marah sekali rasanya. Image baik yang dipertahankannya runtuh seketika di tangan Rachel yang mengingkari janjinya. Tiada kata lain yang menurutnya mampu menggambarkan situasi ini selain sederet umpatan dan isi kebun binatang.
"Masih ada kelas, Mas?" suara pelan dari ambang pintu entah kenapa membuat Jethro kaget sampai melonjak. Laki-laki yang sudah bermandi keringat dingin itu menoleh, mendapati Pak Dito, seorang office boy gedung fakultasnya datang bersama serenceng kunci yang selalu berada di tangannya.
"Oh, udah mau dikunci ya, Pak? Udah nggak ada kelas kok." Jethro beranjak dari kursinya dengan lesu, lengkap dengan wajahnya yang pucat pasi. Langkahnya lamban, meninggalkan ruangan. Matanya masih menyorot ke layar ponsel. Jethro tidak mau menyerah. Ia tetap harus menghubungi Rachel dan meluapkan amarah atas kelancangan Rachel menyebarluaskan bukti yang entah ia dapatkan dari mana.
Nada sambung terus terdengar seiring dengan kakinya melangkah. Beberapa orang sekitar mulai pasang mata, memperhatikannya di sepanjang jalan. Beberapa saling berbisik dengan teman jalannya, beberapa lainnya menatap terang-terangan dengan sorot sebal. Sukses besar mereka membuat amarah Jethro semakin memuncak. Ditambah dengan Rachel yang tak kunjung menerima teleponnya.
Jethro memilih untuk menyerah menghubungi Rachel, ketika matanya menangkap figur yang dicarinya. Langkah Rachel terburu-buru, kepalanya sibuk celingukan ke segala arah dan ke layar ponselnya. Jethro tahu apa yang sedang Rachel hindari. Sekilas, laki-laki itu menyaksikan sekitar. Keberadaan Omar tidak terdeteksi di sini, dan itu artinya Jethro bisa bicara dengan Rachel sekarang juga secara empat mata. Ia mempercepat langkah, mendekat pada Rachel.
Sayangnya Rachel menyadarinya. Perempuan itu sampai mendelik ketika melihat kehadiran Jethro saking kagetnya. Cengkeramannya pada ponsel mengerat. Langkahnya yang semula cepat, kini bertambah cepat. Rachel berlari sekencang yang ia mampu, kabur dari Jethro.
"Rachel! Rachel!"
Seiring dengan bertambahnya kecepatan langkah Rachel, seruan Jethro menggema di sepanjang koridor yang kosong. Rachel berlarian ke arah yang tak menentu, dan Jethro terus mengejarnya. Kejadian yang tampak persis seperti adegan kejar-kejaran mereka ketika demo berlangsung di kampus beberapa waktu silam.
"Rachel stop!" satu gertakan selanjutnya sukses membuat langkah Rachel melambat. Perempuan itu kehabisan tenaga untuk terus berlari menghindari Jethro. "Gue perlu ngomong sama lo."
Rachel berbalik, melihat Jethro yang masih berdiri agak jauh darinya. Perempuan itu geming di tempatnya, balik memandang manik mata Jethro. Entah berapa lama tidak menemuinya, Rachel kini menyadari adanya lingkaran hitam tebal di sekitar matanya. "Nggak usah deket-deket atau gue bakal teriak," ancam Rachel sambil melangkah mundur perlahan ketika laki-laki itu mendekat. "Lo perlu ngomong apa? Dari situ juga gue bisa denger."
Kali ini Jethro mengalah. Ia mengangguk pelan, menuruti kemauan Rachel untuk bicara dari jarak jauh. Dengan cepat, tangannya membuka aplikasi Instagram pada ponselnya, menunjukkan layarnya kepada Rachel. "Maksud lo apa nih?"
Sekilas melihat apa yang tertera pada layar ponsel milik Jethro, Rachel mengangguk-angguk dengan tawa renyah. "Maksud gue? Kok gue? Kan itu akun lambe lurah. Gue bukan adminnya, kok. Mereka yang upload. Protes ke mereka, lah?"
Sengak sekali jawabannya. Bertahun-tahun jadi pacarnya, baru setelah putus Jethro menyadari bahwa Rachel juga punya nyali untuk melawan perkataannya. Seperti inikah wujud Rachel ketika sudah punya banyak backing untuk dirinya sendiri? Curang. Perempuan licik.
"Ya ini awalnya juga dari akun lo, berengsek," tuding Jethro cepat. Amarahnya sudah mengumpul, saling membahu menjadi satu kesatuan yang memperburuk emosi negatifnya. "Mau lo tuh sebenernya apa, sih?"
Masih dengan wajah sengaknya, Rachel membulatkan mata dan bibir, seolah kaget dengan respons yang didapatkannya. "Mau gue?" ulangnya. "Gue cuma mau menggunakan hak gue untuk menentukan pilihan gue sendiri, dan nggak ada yang salah dengan itu, Je. Selama ini selalu elo yang nentuin pilihan buat gue. Sekarang udah waktunya gue berdiri sendiri dan nentuin pilihan gue sendiri. Sampai sini ngerti?"
Rahang Jethro mengeras, disusul dengan wajahnya yang memerah memendam amarah. Dua tangannya mengepal erat. "Sumpah, lo sinting, Rachel," tukasnya sambil menggeleng-geleng. "Lo tuh manipulatif banget, ya. Lo juga udah janji buat jadiin hubungan ini privasi berdua. Asli, lo bangsat."
Bagai aktris ulung, air muka Rachel berubah dalam sekejap. Bibirnya mengerucut. Pangkal alisnya bertaut. Wajahnya mendadak sendu. "Aw, maaf," tuturnya dengan nada bersalah yang jelas dibuat-buat. "Aku emang bangsat banget, ya. Maaf, ya. Kamu pasti bahagia tanpa aku setelah ini."
"Anjing." Jethro mengumpat pelan.
Tidak sedikit pun merasa takut kali ini, Rachel justru menertawakan lawan bicaranya yang masih geming pada titik yang sama. "Uuuu, iya emang gue anjing banget, ya? Disakitin kayak apa pun juga tetep setia. Tapi, aduh, gue capek ternyata jadi anjing. Gue mau jadi manusia biasa aja yang bisa balas dendam."
Jethro tak bisa berkata-kata. Ia hanya menyugar rambutnya penuh frustrasi ketika melihat Rachel dengan senyum licik di wajahnya. Tanpa Jethro tahu, jantung Rachel berdebar dengan tak lazim. Dan tanpa Jethro tahu, perempuan itu sukses menutupinya.
"Udah, ah. Sampai ketemu di dekanat, ya. Kebetulan bukti fisiknya baru mau gue bawa ke fakultas, nih. Lo buruan packing barang-barang di kosan sama cari kampus baru. Oke?"
Rachel berbalik badan setelah menjulurkan lidah pada Jethro. Langkah santai membawa tubuhnya pergi dari koridor yang kosong, meninggalkan Jethro yang masih diam tak berkutik. Laki-laki itu mengistirahatkan diri pada kursi panjang yang ada di pinggir koridor. Badannya membungkuk menghadap lantai. Kepalanya menunduk dalam. Kedua tangannya menjambak rambutnya yang sudah semakin panjang.
Jethro kelimpungan merespons apa yang terjadi pada dirinya hari ini. Entah mau ia tampilkan di mana wajahnya. Image-nya sebagai laki-laki sempurna idaman sejuta hawa, runtuh sudah dalam sekali tendang.
Di tengah frustrasi yang ia yakin akan berumur panjang, ponsel Jethro berdering. Nama Ilyas mencuat pada layarnya. Tanpa tenaga, Jethro menerima telepon masuk dan menanti Ilyas bicara duluan.
"Rapat hari ini gue handle dulu, ya? Gue udah liat. Kita obrolin nanti aja.," ujar Ilyas langsung pada tujuannya. Tanpa kata, Jethro mengangguk, meski tahu betul Ilyas takkan tahu responsnya. "Lo udah balik?"
"Iya, Yas," jawab Jethro lirih. "Iya ini udah jalan balik. Thanks ya. Lydia tau kok detail-detailnya. Tanya aja ke dia."
"Sip. Ya udah, gue matiin ya. Lo lagi di jalan, kan?"
Sekali lagi, Jethro mengangguk. Tanpa menunggu respons, Ilyas menyudahi sambungan telepon. Jethro lekas mengangkat kepalanya yang tertunduk. Ia menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi, berdesah berat sembari menatap langit-langit koridor yang sedikit berdebu.
Di sepanjang hidupnya yang mulus, baru kali ini Jethro khawatir akan hari esok. Rasanya, masa depannya sudah terbaca sekali. Jethro benci mengakuinya, tapi ia menyesal sudah percaya pada Rachel. Perempuan berengsek itu menghancurkan hidupnya yang sempurna tanpa pikir panjang. Egois. Jelas-jelas Rachel egois.
Runyam sudah sisa umurnya yang harusnya habis dengan sempurna. Pendidikan cemerlang, karier yang sukses, lingkaran pertemanan yang nyaman, pasangan idaman. Cita-citanya untuk hari esok, buyar sepenuhnya hanya karena empat video yang diunggah tanpa tanggung jawab.
Jethro benci Rachel. Sangat.
Sore itu ia pulang, dengan pikiran kosong dan tatapan yang begitu hampa. Relung hatinya terasa kosong. Perasaannya sudah campur aduk tak keruan. Segala emosi negatif mengerubung, menyatu padu dalam dirinya. Mentari dalam hidupnya seketika redup, pelanginya luntur, berganti dengan awan hitam penuh sendu, pun dengan guntur-guntur penuh amarah.
Tidak selesai pada pertengkarannya dengan Rachel, ia disambut pulang dengan tuduhan-tuduhan berdasar yang memuakkan. Kedua orang tuanya sudah mendapat panggilan lagi dari Wakil Dekan. Barangkali Jethro sudah bisa hitung mundur untuk dirinya sendiri mulai sekarang. Hidupnya akan hancur dalam hitungan....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro