Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 03 ☎


Pintu ruangan terbuka sedikit demi sedikit. Tiap-tiap orang di dalam ruangan menoleh, hendak melihat siapa yang datang—yang sudah mereka pastikan mahasiswa.

"Udah nggak ada dosennya, masuk aja!" bisik-bisik samar yang terdengar dari balik pintu seketika terhenti. Teriakan Deandy sang Ketua Angkatan terdengar dari dalam ruangan, membuat pintu yang dibuka secara perlahan dan penuh ragu itu akhirnya melebar penuh keyakinan. Kini kelihatanlah oknum-oknum terlambat dua menit pada kelas siang ini.

Rachel termasuk di antara tiga orang yang mengendap-ngendap itu. Tidak seperti dua laki-laki lainnya yang langsung melangkah ke kursi terbelakang, Rachel duduk di barisan tengah, menempati kursi yang sudah Diandra tandai untuknya.

"Kelas jam segini kok terlambat, sih, Chel? Terus tumben banget lo nggak dikuncir. Seenggaksempet itu, buat rapi-rapi?" desis Diandra sambil mengambil tasnya yang tadi ia letakkan di kursi Rachel. "Semalem lo rapat Dies Natalis sampai malem banget, ya? Abang gue aja baru pulang jam sebelas, tapi, katanya habis nugas juga sih sama temennya. Emang selesai jam berapa, sih?"

Rachel mendelik, refleks memegangi rambutnya yang jatuh di atas bahu hingga dadanya. Ia merapikan rambutnya lagi, memastikan surai hitam dengan gradasi ash brown itu menutupi bahunya dengan sempurna. Tak lupa, Rachel merapatkan kemeja flanel yang dikenakannya. Dan, sambil mendengarkan Diandra yang bawelnya belum ada saingan di angkatan, Rachel mengeluarkan binder dan alat tulisnya, lalu meletakkan tote bag hitamnya di bawah kursi. "Eng ... iya, Di. Nggak sempet nguncir rambut, gue. Eng, soal rapat ... jam ... jam berapa, ya? Sekitar jam setengah delapan?"

Diandra mengangguk-angguk. "Eh, by the way, dosennya lagi rapat PA. Tadi lo udah gue absenin, sih. Sekarang disuruh baca-baca dulu, tuh ada modul dari Pak Gunawan. Ada di Deandy."

Refleks pandangan Rachel tertuju pada Deandy, partner Ketua Angkatannya yang duduk di kursi terdepan. Laki-laki itu sama galaknya dengan Pak Gunawan. Satu angkatan benar-benar segan dengannya. Tidak heranlah kalau mahasiswa Pendidikan Sejarah 2021 sejauh ini jadi adik-adik maba paling manut dengan peraturan. Selain karena faktor baru masuk, salah satunya jelas karena Deandy yang selalu menekankan semua teman seangkatannya untuk patuh dengan peraturan dan tidak macam-macam.

Rachel menghela napas ketika dilihatnya Deandy sedang begitu fokus dengan bacaannya, yang sudah pasti adalah modul mata kuliah Sejarah Asia Selatan dari Pak Gunawan. Beberapa kali Rachel mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang hening. Meski tidak semua orang membaca modul, tapi semuanya diam dan fokus dengan kegiatan masing-masing. Maka tidak ada alasan bagi Rachel untuk tidak segera angkat kaki dari kursinya dan melangkah ke barisan depan.

"Mau ambil modul, ya?" tanya Deandy begitu Rachel berhenti melangkah di depan kursinya. Perempuan yang datang ke mejanya itu hanya mengangguk. "Kok lo bisa terlambat, sih, Chel? Tumben."

Sesaat, hanya senyum kikuk yang Rachel tampilkan di wajahnya. Selain galak dan superdisiplin, Deandy juga superkepo dengan urusan orang lain. Kalau Rachel menjawab pertanyaan ini, pastilah obrolan mereka akan sepanjang KRL sepuluh gerbong. Maka, sambil berharap Deandy tidak memperpanjang obrolan, Rachel langsung mengambil modul yang tergeletak di atas meja sembari menjawab, "Iya, tadi macet, Ndy."

Menurut asumsi Rachel, Deandy sebenarnya baru saja akan bertanya sesuatu lebih lanjut, tapi betapa beruntungnya, perhitungan Rachel tidak meleset. Sebelum Deandy sempat mencerna informasi tersebut dengan baik, Rachel sudah beranjak pergi dan kembali duduk di kursinya, lalu mulai membuka modul yang pada bagian kovernya memuat nama-nama beberapa dosen program studinya.

"Eh, Chel," panggil Diandra sambil mendekatkan badan dan kepalanya kepada Rachel. Rachel yanga bergumam seraya melihat-lihat gambar yang ada di dalam cetakan modul di tangannya. "Gue baru tau, deh, kalau anak-anak BEM tuh ternyata nggak segarang di layar Instagram, ya. Dua hari lalu gue habis ngajuin permohonan penurunan anggaran biaya buat acara Layang Biwara bulan depan."

Tanpa sengaja, keduanya saling tatap. Diandra dengan wajah penuh semangatnya, dan Rachel dengan tanda tanya yang tak bisa ia simpan, membuat semangat Diandra seketika luruh begitu saja. "Layang Biwara tuh bukannya UKM surat kabar harian, ya, Di? Kalian nerbitin majalah bulanan dan koran mingguan, kan?"

Diandra mengangguk mantap. Tepat sekali, sahabatnya memang selalu pintar mengingat segala hal yang pernah Diandra ceritakan.

"Terus, acara apa emangnya? Gue baru tau UKM lo juga punya program kerja gitu."

Diandra berdesah. Ternyata ini yang jadi tanda tanya dalam benak Rachel. Ia mengerlingkan matanya, "Ya ada lah, Racheeeel! Setiap setahun sekali tuh ada konferensi sama rektor dan dekan tiap fakultas. Nah di acara ini, UKM gue kerja sama LPM."

Rachel mengangguk-angguk. "Oh, gue baru tau."

"Gimana, sih, calon Presma 2023, masa gitu aja nggak tau, lo, ah!" ejek Diandra sambil tertawa. Rachel hampir saja ikut tertawa, andai ia tidak sadar bahwa Diandra membawa-bawa "Calon Presma" di dalam kalimatnya, yang tentu saja, tidak benar adanya. Rachel tidak pernah bilang ia mau jadi Presiden Mahasiswa!

"Ngawur, lo! Mana ada gue mau jadi Presma." Rachel menoyor Diandra sambil tertawa pelan.

Masih dengan sisa tawanya yang semakin lama semakin samar, Diandra mendekat lagi kepada Rachel untuk berbisik, "Eh, by the way, kemarin waktu ke sekret BEM buat minta bantuan ke Kak Omar, ada Presma juga di sekret. Tau kan, lo, Kak Jethro? Ternyata lebih kece daripada fotonya di akun BEM, ya, mereka tuh. Gue heran, kenapa rata-rata cowok itu lebih cakep aslinya daripada di foto. Ya, walaupun Kak Omar sama Kak Jethro sering ke rumah gue, sih, tapi gue nggak pernah lihat mereka sedeket itu karena biasanya mereka di kamar abang gue."

Bibir Rachel melengkung tipis. Sebisa mungkin Rachel mengalihkan fokus dari nama yang Diandra sebut, dan upaya pertama yang bisa Rachel lakukan adalah menggiring percakapannya pada nama selain Jethro. "Kak Omar? Omar Syarief yang anak Pendidikan BK, Di?"

Diandra mengangguk mantap. "Lo kenal, Chel?"

Nggak, sih. "Dia kan koor HPD Dies Natalis. Dia yang ngajak gue masuk kepanitiaan, sama Kak Regina juga," terang Rachel. "Nggak begitu kenal, sih, ya sekadar tau aja, baru ketemu juga sama dia."

Mata Diandra membulat. "Hah, demi apa dia yang ngajak lo buat join divisinya? Gila, dia tuh anaknya super duper mega tera picky, Chel! Sumpah, lo beruntung banget, sih, bisa kepilih tanpa ikut oprec. Padahal, ya, abang gue kemarin sempet curhat, tuh, katanya HPD Dies Natalis kekurangan anak dokumentasi, dan orang-orang yang ikutan oprec juga digugurin semua sama Kak Omar, saking dia picky."

Rachel mengedikkan bahunya sambil menyungging senyum, puas mendengar pernyataan tersebut. Secara tidak langsung, hal itu membuat kepercayaan dirinya melesat tinggi, seandainya apa yang Diandra bilang memang sesuai dengan kenyataan. "Perfeksionis kayaknya ya, Di?"

"Beuhhhh!" Diandra menggeleng. "Jangan harap yang macem-macem, Chel. Elo nih, kalau jadi stafnya dia, cuma ada dua kemungkinan di kemudian hari: disanjung, atau disandung."

"Disandung?" Rachel mengernyit.

Diandra mengangguk. "Udah rahasia umum, Chel, kalau Kak Omar tuh perfeksionis. Liat nanti, ya, kalau lo udah mulai kerja pas acara. Kalau kerjaan lo sesuai kemauan dia, asli, disanjung abis-abisan, lo. Tapi kalau nggak, aduh, jangan harap lo bisa jadi stafnya lagi di kemudian hari, deh. Pokoknya Chel, lo inget-inget. Kalau Kak Omar mau A, fixed harus A, nggak boleh B, C, D, apalagi K."

Rachel menggerayangi tengkuk sambil tersenyum miris. Rachel pikir ia akan berterima kasih banyak pada Diandra karena sudah membocorkan satu poin penting tentang Omar, atau justru mengutuknya karena mengenalkan Omar tanpa Rachel pinta.

"Lo hari ini ada rapat lagi, Chel?" tanya Diandra ketika sadar sahabatnya hanya diam.

Rachel menggeleng. "Nggak, sih. Cuma nanti gue harus ke sekret bentar buat ngasih surat pernyataan komitmen kepanitiaan gitu," balasnya. "Temenin gue ya, Di, habis kelas ini. Pas jam makan siang nanti."

Diandra mengacungkan ibu jarinya, tanda ia bersedia menemani Rachel ke sekretariat BEM setelah kelas. Perbincangan ngalor-ngidul mereka pun usai tak lama kemudian. Pak Gunawan pelaku keberhentian obrolan mereka. Pria itu kembali ke dalam ruang kelas, lalu memulai materi pembelajaran kelanjutan dari minggu sebelumnya. Padahal waktu hanya tersisa tiga puluh menit sampai jam kuliah selesai, tapi pria itu enggan menyia-nyiakan waktu.

Seselesainya kelas Sejarah Asia Selatan pagi ini, Rachel dan Diandra langsung beranjak pergi dari gedung jurusan, menempuh perjalanan tak singkat menuju gedung sekretariat di bagian depan kawasan kampus, dari gedung fakultas mereka yang berada di bagian hampir terbelakang.

Langkah mereka terhenti di depan pintu bertuliskan sekretariat BEM Universitas. Kalau dilihat sih, hanya ada satu pasang sepatu di rak, yang sudah sangat Rachel kenal bahwa pemiliknya adalah Jethro.

"Chel, kenapa?" tanya Diandra ketika Rachel tak kunjung mendorong pintu yang sudah ia cengkeram gagangnya. "Dikunci? Apa kosong?"

Rachel menggeleng, melepaskan tangannya dari gagang pintu. "Kayaknya Kak Omar nggak ada, deh, Di. Nanti aja kali, ya, gue chat dulu?"

Diandra mengangguk-angguk, kemudian menepuk dahinya. "Oh, iya! Gue lupa, Chel, ini kan hari Jumat!" pekiknya, pasti menyita pendengaran semua orang seandainya koridor gedung sedang ramai. "Jam segini pasti Kak Omar lagi shalat Jumat, sih. Ya udah, ih, lo nitip aja ke anak BEM lain. Tuh ada orang, sepatunya aja ada."

Sebetulnya Rachel sangat ingin balik badan, tapi Diandra mendorong-dorongnya untuk tetap membuka pintu, dan suaranya yang menggelegar itu sudah pasti sampai ke telinga Jethro di dalam ruangan, sehingga pintu yang hendak Rachel tinggalkan itu justru terbuka. Benar saja, Jethro menampakkan diri di balik pintu, membuat dua perempuan yang bertamu itu terkesiap dan mendadak berdiri tegak layaknya sedang upacara.

"Cari siapa?" tanya Jethro.

"A ... eng ... nggak, Kak. A ... cuma le—"

"Cari Kak Omar, Kak! Ada?" potong Diandra cepat. Pede sekali dia bicara dengan Jethro, padahal Rachel yang pacar tiga tahunnya saja gemetar bukan main karena akan menyebut nama laki-laki lain di depan pacarnya yang semalam cemburu dengan Omar. "Ini Rachel mau kasih surat pernyataan komitmen ke Kak Omar."

Jethro mengangguk dengan dingin pada Diandra, lalu mengalihkan tatapannya kepada Rachel yang kini menunduk dalam sambil mencengkeram gulungan kertas di tangannya. Jethro menadahkan tangan di depan wajah Rachel, membuat perempuan itu langsung balik menatapnya. "Titip di gue aja nggak apa-apa. Omar lagi shalat Jumat. Nanti gue yang kasih ke Omar. Udah tanda tanganin suratnya, kan?"

Masih dengan gugup, Rachel mengangguk seraya memberikan surat tersebut ke tangan Jethro. "Udah, Kak. Udah saya tanda tanganin."

"Udah dibaca?"

Rachel semakin berani menatap mata Jethro lalu kembali mengangguk. "Udah, Kak."

Jethro mengangguk sekali lagi. "Oke. Thank you, ya, Ra...chelia Ongkowijaya," tuturnya sambil mendikte nama Rachel di kolom tanda tangan. "Omar udah bilang kan, ya, kalau kita rapat tiap Kamis, kayak kemarin, di jam yang sama?"

"Udah, Kak," jawab Rachel cepat. "Kalau gitu, kita pamit, Kak Jethro. Makasih banyak, Kak."

Tanpa menunggu Jethro balik badan dan kembali ke dalam ruangan, Rachel sudah meninggalkan pintu sekretariat BEM sambil menarik Diandra pergi. Rachel benci sekali, Jethro tidak pernah hangat padanya di kawasan kampus!

"Chel, tegang banget lo di depan Kak Jethro. Udah kayak menghadap Pak Baharrudin aja," celetuk Diandra yang masih berusaha mengimbangi langkahnya dengan Rachel. "Santai aja, kali."

"Pak Baharrudin? Rektor?"

Diandra mengangguk, lalu kembali membawa topik yang berusaha Rachel alihkan. "Eh, tapi gue serius loh, Chel. Kak Jethro baik, tau. Gue kenal kok sama dia, kan temen deket abang gue. Jadi lo nggak usah kaku-kaku amat, lah. Apalagi lo sekarang staf sahabatnya dia, Kak Omar."

Otak Rachel jadi bekerja keras. Jethro, Omar, dan Devano bersahabat. Lalu kini adik dari Devano, Diandra, adalah sahabatnya di kampus! Astaga, kalau seperti ini, bagaimana caranya Rachel menyembunyikan hubungannya bersama Jethro di kampus?

[first published 10/04/2022 unedited]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro