The Unknown Lights
Tara dibawa ke Parasian. Lagi-lagi ia bertanya mengapa rela saja untuk memasuki kelab yang sempat disumpahinya takkan dikunjungi lagi. Namun, tak ada hasrat untuk berbalik juga. Ia sudah terlanjur memasuki ruang duduk bersama Julian dan Emmett.
Emmett, yang menyadari Tara linglung di sofa, mengawasi dengan dahi mengernyit.
"Realita pasti sudah menyedot kebahagiaanmu," cemoohnya.
"Mungkin."
Emmett mengangkat alis. Wow. Tara merespons senada. Meski ini membuat Emmett penasaran, ia tidak bertanya lebih jauh. Ia sudah mendengar sebagian dari Julian dan itu cukup. Emmett tidak terlalu peduli dengan perasaan Tara.
"Baiklah, ini yang sudah kulakukan," kata Emmett. "Aku sudah mengatur semua veiler kami untuk mengubah dasar pencarian. Mereka tidak akan mencari atas perintah Tuan Hudson, melainkan keinginan Julian, dan itu penting dicatat."
Julian mengangguk, tetapi Tara kebingungan.
"Kalian berbagi prajurit? Kukira tiap klan di dinasti punya armadanya sendiri."
"Ayahku dan ibu Jules adalah saudara se-Energi," jawab Emmett. "Otomatis veilerku adalah veiler keluarga Jules juga."
Saudara se-Energi. Tara pernah memelajari itu di tahun pertama, tetapi tidak menduga bahwa contoh nyatanya adalah keluarga kaisar sendiri. Sebuah cara mengikat keluarga yang aneh. Ini membuat setiap Setengah Monster—baik dehmos maupun Host—yang membawa Energi serupa menjadi saudara.
Yah, ada begitu banyak hal yang mesti Tara pelajari dari dunia barunya ini.
"Lanjutkan."
Alis Emmett berkedut, semata-mata karena yang memerintahnya adalah Tara.
Emmett menghadap Julian, yang sedang menyesap teh hangat di bar. "Menyoal keinginan kalian untuk mencari Karlo secara pribadi, aku menyarankan untuk tidak lagi mendapatkan informasi dengan mengendap-endap, seperti yang kalian lakukan pada kantor Wali Kota Hudson. Dan, jika aku boleh berkomentar, itu adalah sebuah kebodohan."
Emmett berkacak pinggang dan mata kelamnya melotot. "Diserang Fortier di atap? Kau"—ia menunjuk Tara—"trauma dengan kegelapan. Dan kau"—ia menodong Julian—"tidak mau menggunakan Energi tulang di hadapan Tara. Kebodohan macam apa ini? Kalau kalian tidak siap menghadapi bahaya, jangan mengundang incaran musuh. Datang sendirian tanpa pengawasan veiler, terutama setelah penyerangan di Pesta Pewaris?"
Tara terhenyak. Tunggu. Julian tak mau menggunakan Energi tulang di depannya?
Emmett terus menceramahi Julian. "Kau tahu bahwa menggunakan asap hitam untuk melawan api itu riskan. Kau bisa membakar lingkungan sekitarmu jika tidak berhati-hati."
Julian menggerutu malu. "Melawan api dengan tentakel tulang juga menyakitkan. Itu terhubung langsung dengan badanku."
Emmett terperangah. Selama sesaat ruangan menghening. Sang Erfallen sempat melirik Tara, bergidik, dan menggeleng pelan. "Apa pun itu alasan kalian, jangan gegabah lagi. Bawa setidaknya dua veiler. Kalian sedang menghadapi musuh."
"Yah."
Emmett melanjutkan. "Aku mendapat informasi bahwa para preman Fortier berbaur dengan masyarakat, sehingga penyerangan langsung bakal menyebabkan kegemparan."
"Mereka sudah lama berbaur?"
"Kenyataannya, para preman itu sebenarnya adalah rakyat lokal kita." Ekspresi Emmett mengeruh. "Dan Fortier mengikat mereka dengan kontrak bernominal besar. Fortier memberi mereka Energi dan tugas. Di sisi lain, para preman punya kekuatan tambahan dan uang. Itu situasi menguntungkan untuk keduanya."
Julian beranjak. Amarah merayap di nadanya. "Jadi, itukah mengapa Fortier bisa muncul di Nordale? Karena mereka mengikat kontrak dengan preman-preman lokal? Lantas, bagaimana semua itu bermula?"
"Katakan saja, ada satu atau dua preman yang berkunjung ke negeri kekuasaan Fortier. Mudah untuk melacak mereka dan memberi penawaran besar. Sehingga, ketika preman-preman ini pulang ke Nordale, mereka bisa mengundang Fortier datang." Emmett mengangkat bahu. "Pemanfaatan celah pada hukum ayahmu."
Tara mengerling. Ia berusaha keras menahan seringai melihat wajah Julian yang merah padam.
"Urus para preman ini diam-diam, Emm."
"Dengan senang hati."
Kepuasan Tara berubah menjadi sensasi merinding. Ia baru saja mendengar sebuah perintah pembersihan, yang menyangkut nyawa banyak orang.
Hei, katakan pendapatmu: apakah memilih kematian Julian sebagai bayaran kegagalannya adalah hal yang benar? Julian dijaga oleh Emmett, putra konglomerat terkaya dan pemilik armada prajurit mematikan. Tanpa membahas Emmett pun, Julian sendiri adalah putra sang kaisar dinasti. Julian adalah seorang pangeran.
Apakah tak mengapa untuk meminta nyawa seorang pangeran?
Tara mengernyit. Tidak. Itu tak masalah. Ia hanya meminta satu nyawa untuk membayar dua nyawa, serta kekacauan berkepanjangan yang menghancurkan keluarga Wistham.
Tara meninggalkan Kelab Parasian seusai Emmett menyampaikan info. Ia bosan berlama-lama di sana. Seluruh kemewahan Parasian mengingatkannya pada aula tempat Pesta Pewaris diadakan, dan suasana hatinya memburuk.
Tara menyusuri jalan pulang seraya merenung.
Kasihan juga, eh? Bukan Julian, tapi ayahnya. Hukum yang ditetapkan kaisar sedang diperolok Dinasti Fortier. Tara juga bakal kesal kalau ada rakyat yang protes dengan kinerja Ayah. Orang-orang pemarah itu cuma bisa mengomel. Mereka tak tahu betapa stres Ayah saat menjabat hingga tak sabar menunggu waktu Deana menggantikannya.
Sayang, takdir berkata lain.
Tara mencapai jembatan penyambung jurang lembah dengan kota kecil Elentaire. Ia memandang akar pohon ek yang menjuntai lebat di tepi jurang, kemudian mendapati secercah kerinduan di hati.
Sudah berhari-hari sejak Tara terakhir menyebar sulur. Setelah ia terbiasa melakukannya setiap hari—untuk mencari keberadaan Monster Gurita, Tara menghentikannya karena khawatir bakal menguping pembicaraan yang menyakitkan hati lagi.
Tara merasakan telapak kakinya yang bergesekan dengan kaos kaki, dan terkungkung kehangatan sepatu.
Tak ada salahnya, batin Tara. Siapa tahu ia bisa menemukan kejutan-kejutan kecil untuk memercik emosi. Ia jengah dengan keabsenan ini.
Tara melanjutkan perjalanan, tetapi kali ini sulur-sulur mulai tumbuh jauh ke bawah tanah, mengarah ke institut. Pada musim dingin yang mencekam ini, para murid yang didetensi lebih suka menghangatkan diri di bangunan institut yang mistis dan hangat. Barangkali Tara akan mendengar banyak gosip—kau tahulah, obrolan para murid yang bosan—dan itu selalu ampuh untuk memantik reaksi.
Kemudian, sekitar sepuluh menit pengintaian, Tara akhirnya merasakan sesuatu.
Emosi Lady Pesch yang menguar-nguar.
Oh-oh, itu kelihatannya buruk, atau Tara hanya berpikir berlebihan saja? Bayangan ekspresi Lady Pesch di toko buku tadi membuat Tara tidak nyaman. Sial. Ia tidak bisa membiarkan aibnya semakin memburuk—Karlo sudah mewanti-wanti Tara mengenai Lady Pesch yang mudah mendekati semua orang. Ia pun bergegas memasuki kastel institut dan menyusuri jejak Lady Pesch.
Tara mendesis saat sulurnya berujung pada sebuah ruangan—Kelab Surat Kabar. Baiklah. Kenapa Tara tidak heran dengan tingkah Lady Pesch di toko buku tadi? Ia tidak mungkin menghapal setiap wajah baru, kemudian memancing topik-topik yang sedap, tanpa maksud tertentu.
Tara mengedarkan pandangan. Tak ada siapa-siapa di koridor perkumpulan kelab institut, kendati Tara ragu posisinya aman. Kelab adalah pelarian para murid yang terkena detensi, dan Tara sedang tak ingin terlihat di sini. Bagi murid berprestasi sepertinya, bakal aneh jika Tara terlihat berkeliling institut tanpa ada kepentingan. Kemungkinannya hanya dua: murid-murid detensi bakal tersinggung dengan kehadirannya, atau orang-orang bakal tahu jika Tara tak punya tempat untuk pulang dan berisiko memperluas aibnya.
Baiklah, ada satu cara, dan ini cukup memualkan. Dehmos yang dahulu membantu Tara untuk menjadi Host pernah mengajarkan ini, dan Tara tak pernah mencobanya lagi karena efek mual yang menerjang setelahnya.
Namun, ini harga setimpal atas apa yang bakal Tara dengar kelak.
Tubuh Tara perlahan-lahan lumer; kedua kakinya lembek dan terbelah-belah, kemudian distorsi itu merambat ke sekujur badan, hingga Tara Wistham berubah menjadi batang-batang sulur hijau. Bagai ular hidup, sulur-sulur itu merambat ke dinding luar kelab dan masuk melalui celah ventilasi.
" ... dia pikir segalanya bisa teratasi?" suara Lady Pesch terpantul pada dinding kelab, tepat saat Tara menempel pada sudut langit-langit yang gelap. Ujung-ujungnya memeluntir dan membentuk sebagian kepala Tara. Gadis itu mengerjap-kerjap. Cukup mengerikan melihat tubuhnya berubah menjadi sulur, apalagi sekarang seluruh kulitnya—sekujur batang sulur yang melekat pada dinding—berkedut-kedut keras.
"Dia putra kaisar," sahut kawan Lady Pesch, seorang pemuda berkulit cokelat yang manis. "Sudahlah, Lady. Kau tidak bisa menulis berita tentang putra kaisar sembarangan. Bahas saja rumor Lady Tistle saat ujian kemarin."
"Ini bukan sembarangan." Lady Pesch mendesis. "Sudah lama aku mencurigai ini—begitu pula semua orang yang berpikiran sepertiku. Tampaknya ini cocok untuk kuterbitkan pada edisi pertama tahun depan."
Kawannya menghela napas.
Mereka sedang membicarakan Julian, dan ini menyentil Tara. Benar. Mengapa pula Lady Pesch membicarakannya kalau ada subjek yang lebih menarik untuk diulas?
Tara bergeser untuk melihat apa yang Lady Pesch sedang lakukan. Suara derak mesin tik memenuhi ruangan. Di seberang mejanya, sang pemuda sedang menuangkan kopi. Aromanya semerbak hingga menggoda hidung Tara.
"Pilih kata-kata yang pantas, Lady Pesch. Kau sedang menyinggung putra kaisar Nordale. Dia punya saudara yang sangat mengerikan."
"Tuan Muda Erfallen, eh?" Lady Pesch mendengus. "Dia tidak peduli pada berita-berita beginian."
Sang kawan tidak menyerah. Pemuda itu menatap Lady Pesch dengan penuh kecemasan, sementara suara ketikan semakin cepat dan menggila. "Mengapa kau tidak sebar saja rumor tentang si Wistham itu? Peringkat pertama pada konsentrasi ilmu politik, yang ternyata mengejar itu untuk mempertahankan kepentingan marga? Orang-orang pasti lebih tertarik."
Hati Tara mencelus.
"Itu sudah biasa di negeri-negeri Persekutuan Utara—Nordale dan sekitarnya." Lady Pesch mengibaskan tangan. "Para bangsawan di sana memang sampah dan gila. Sekalian saja kita senggol puncak piramidanya."
Tara menggertakkan gigi. Dasar Lady Pesch sialan. Padahal abangnya adalah Wali Kota Pesch. Apakah ia tidak sadar sedang mengatai-katai negerinya sendiri? Statusnya sendiri?
Tara bergulir ke arah ventilasi. Tidak ada gunanya menguping lebih lama. Toh dia tidak bakal masuk surat kabar, karena ada Julian. Jika ada satu hal yang bisa Tara syukuri dari eksistensi Julian, maka itu adalah perannya sebagai putra kaisar yang sangat mudah menarik perhatian. Aib Tara bisa ditutupi oleh segala rumor tentang putra kaisar.
"Memang apa yang akan kau angkat kali ini?"
"Oh, kau tidak tahu. Dia datang seorang diri di Pesta Pewaris kemarin."
"Apa salahnya?"
"Dia tidak pernah datang dengan gadis, padahal usianya hampir 25 tahun," kata Lady Pesch. Pergerakan Tara seketika berhenti. "Bukankah itu agak ... kau tahu? Dia seorang pangeran dinasti. Aku yakin ia sudah menaruh perhatian pada sejumlah gadis bangsawan. Tahun lalu aku melihat ia bertemu dengan putri kaisar dari Selatan, tetapi tak ada yang terjadi."
"Kukira dia tak ingin mengumbar kehidupan romansanya?"
"Oh, berhentilah bersikap naif." Suara mesin tik Lady Pesch kembali memenuhi ruangan. "Si Erfallen selalu bergonta-ganti pasangan setiap pesta. Kawan-kawan di sekitar si pangeran juga mulai bertunangan, mengapa tidak dengan dirinya? Kemudian aku melihatnya—di Pesta Pewaris lalu—bahwa ia mengejar si Wistham dan calonnya ke taman."
"Ohh."
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi calon tunangan Wistham diculik, Wistham sendiri pulang duluan dengan alasan sakit, dan si pangeran kembali tanpa kemeja. Itu gila. Apa pun yang terjadi melibatkan mereka bertiga, itu adalah awal mula yang mesti kucari tahu mengapa. Satu-satunya cara untuk mencari tahu adalah mendesak si pangeran membuat pengakuan. Dan ia akan mengaku jika ada berita besar yang menimpanya. Dia tidak suka dirinya menjadi penyebab keluarga kaisar mendapat selentingan buruk."
"Kau benar-benar seperti teror."
"Aku belum selesai. Tadi aku menemui Wistham di toko buku," tambah Lady Pesch. "Dan si pangeran muncul tanpa aba-aba. Membelanya. Dia memperolok-olok detensiku dan rela merendahkan dirinya sendiri, semata-mata untuk membela si Wistham."
"Ohh!"
"Sekarang kau tahu." Senyum tersungging di bibirnya. "Dan aku sudah menemukan judul yang sempurna: Sang Pangeran, Wistham, dan Kemeja yang Tertanggal."
Sulur-sulur Tara merambat cepat di langit-langit ruangan. Pucuk-pucuk bunga menyembul dari berbagai badan, menjuntai panjang hingga memenuhi ruangan bagai serangan seribu ular tak terkontrol. Si pemuda terperanjat, tetapi ia terlalu telat untuk memperingatkan Lady Pesch.
Sehingga, ketika kuncup-kuncup bunga merekah dan menunjukkan serabut putik lumen yang berpendar terang, Lady Pesch memekik. Paduan ratusan cahaya lumen yang menyesaki ruang kecil itu menyilaukan mata mereka berdua. Lady Pesch kepayahan. Matanya berkunang-kunang hebat. Ia berusaha meraih mesin tiknya, tetapi setangkai lumen telah menyentuh ujung kertas—api memercik dan membakar ujung jari Lady Pesch.
"Tidak!" pekiknya. "Singkirkan ini!"
Lady Pesch berusaha memanaskan Energinya, tetapi sulur-sulur Tara tak memberinya waktu. Api menjalar cepat dan menyambar tumpukan kertas di samping mesin tik. Lady Pesch tak bisa melihatnya. Ia berjalan sempoyongan dengan kedua mata memburam, dan nasib sama menimpa kawannya. Mereka kalang kabut sewaktu berusaha meninggalkan ruang kelab dan meminta tolong.
Namun, koridor kelab sedang kosong.
Ini jam makan siang. Murid-murid detensi lebih suka menikmati semua bufet makanan tanpa perlu berebut.
Tak ada yang mendengar sumpah serapah Lady Pesch saat seluruh gagasannya terbakar oleh serangan lumen misterius.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro