Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

The Spicy Secret

Julian kembali ke pesta dengan ubun-ubun mendidih. Kemejanya lenyap. Beruntung pesta berlangsung di musim dingin—ia masih punya lapisan jas dan rompi, dan iris ungu yang tumbuh melingkupi dada. Saat Julian tiba di lantai dua aula dengan napas tersengal-sengal, Emmett menyambut dengan mata membulat.

"Wow, Bung. Berkeringat di musim dingin?" Ia menyesap sisa anggur di gelas. Ia mengedip."Seharusnya kau bisa sabar sedikit hingga pesta selesai."

"Apa maksudmu?" Julian berang. "Dia tahu aku adalah Monster Gurita."

"Siapa?"

Julian menyebut nama Tara tanpa suara. Ia tidak akan menciptakan lebih banyak gosip—tidak, jika putri Tuan Holton bersandar di bahu Emmett dengan wajah merah padam. Mabuknya sang putri adalah keberuntungan bagi Julian, tapi petaka bagi sang ayah jika mengetahuinya kelak.

Ditambah lagi, ekspresi campur aduk Emmett saat mendengarnya sudah cukup menegaskan kepanikan Julian.

"Dan seseorang diculik," tambah pria itu. Napasnya masih kacau, semata-mata karena berusaha menahan amarah yang meluber di tenggorokan. "Preman Fortier menyerang."

Gelas di tangan Emmett hampir merosot, andai asap hitam tidak menjulur dari ujung jarinya dan menahan. Sinar geli di mata Emmett berubah menjadi amarah yang sefrekuensi. Ia mendorong si putri untuk bersandar pada punggung sofa dan beranjak. "Aku akan mengumpulkan pasukan."

Julian menggeleng. "Mereka sudah pergi."

"Mereka pasti belum jauh." Emmett geram. "Ini tanah Nordale—tanah kita. Mereka boleh saja masuk melalui lubang tikus, tetapi mereka telah menjebak diri di sarang monster yang salah."

Julian mengacungkan telunjuk tepat di depan mata Emmett, menghentikan apa pun yang bakal ditambahkan sang sepupu. "Kau tidak akan berbuat tanpa keputusanku." Pelototan Julian menyempurnakan upaya menenangkan Emmett. Ketika Emmett menggumamkan persetujuan, terdengar keletak sepatu khas si tuan rumah.

Julian berbalik untuk menyambutnya.

"Kau di sini rupanya, Yang Mulia," kata Wali Kota Holton. Ia mengernyit melihat juntaian iris ungu di dada Julian yang menggantikan kemeja putih. "Apakah engkau menemukan Nona Wistham? Rasa bersalahku semakin menguat, dan aku tidak tahan lagi untuk meminta maaf kepadanya!"

"Sayang sekali," kata Julian dengan penuh penyesalan. Ia menggiring Wali Kota Holton agar menjauh dari para tamu. "Aku mendapati Nona Wistham sedang ... ahhh, jatuh sakit! Engkau tahu ini adalah pesta pertamanya setelah sekian lama, dan ia begitu kacau sampai-sampai kukira ia terserang demam begitu saja. Aku meminta maaf karena mendahuluimu untuk mempersilakannya pulang."

"Oh, gadis yang malang! Sudah sebatang kara, kepayahan pula. Tampaknya aku akan mengunjunginya esok."

Julian menelan ludah. "Sebaiknya engkau menjenguk setelah Nona Wistham mengirim kabar. Aku yakin ia akan menulis surat kepadamu." Ia kemudian mengisyaratkan pada labirin semak di luar gedung. Suaranya memelan. "Selain itu, sekelompok preman menyusup ke tamanmu, Tuan, dan meski aku sudah mengusir mereka, aku khawatir engkau mesti berhati-hati."

Reaksi Wali Kota Holton sudah cukup memuaskan Julian. Pria tua itu tergopoh-gopoh mencari asistennya, tidak sempat memedulikan putrinya yang kacau-balau di sofa sendirian, dan meninggalkan sang tamu terhormat.

Julian bertukar tatap dengan Emmett. Mereka mengangguk penuh isyarat.

Pesta harus berakhir lebih awal.

Sebagai tamu terhormat, mereka memiliki kemudahan untuk pergi dari pintu mana saja. Pengawal-pengawal Emmett, para pria berjubah hitam yang setia menanti di setiap pintu, mengiringi kedua tuannya meninggalkan pesta.

Saat menuruni tangga, Emmett bertanya-tanya. "Kenapa kau tidak memanggil pengawal-pengawalku? Kau tidak perlu menggunakan Energimu yang itu dan berisiko mengeksposnya."

"Dan mengorbankan lebih banyak pengawal?" Julian menjawab terlampau cepat. Ia menarik napas dalam-dalam. "Api dan asap hitam bukanlah lawan. Andaikan bisa, kemungkinan pengawal-pengawalmu kalah lebih besar. Kecuali kau sendiri yang melawan."

Ini menyoal kapasitas Energi. Tentu saja sesama kacung punya kemampuan setara. Kacung dan tuan, itu baru beda lagi. Sayangnya, Emmett tidak suka kesenangannya diganggu gugat begitu saja.

Dahi Emmett berkerut mendengar pendapat Julian. Alih-alih mendebat, ia memilih untuk berbicara pada pengawal di sampingnya.

"Sampaikan kepada kaptenmu," perintah Emmett. "Waktunya untuk bersiap-siap."



Tidak ada kesempatan untuk tidur. Ketika waktu menunjukkan tepat tengah malam, Julian masih terjaga bersama Emmett. Waktu itu mereka sudah mengamankan diri di Erfaton, apartemen mewah milik keluarga Emmett yang terletak di ibu kota, sekaligus rumah Julian semenjak hidup terpisah dari orang tua.

Apartemen Julian yang biasa syahdu dengan aroma lavender kini tergerus oleh tekanan Energi tubuh Julian. Keretak kayu di perapian barangkali adalah satu-satunya pencair ketegangan yang merayap di lantai. Sementara itu Julian duduk di seberang perapian, mematahkan bilah-bilah tulang yang gosong.

"Pertanyaannya adalah bagaimana Fortier bisa datang ke Nordale," gumam Emmett. "Bukankah Paman sudah menetapkan pelarangan kedatangan mereka kemari, semenjak perseteruan puluhan tahun lalu?"

"Itulah yang ingin kutahu." Julian melempar tulang-tulang ke perapian yang menyalak-nyalak. "Namun, andai kau belum tahu, ada kelonggaran pada hukum yang ditetapkan Ayah. Fortier tidak bisa datang kemari atas kemauan mereka, tetapi mereka bisa datang kemari atas undangan warga lokal."

"Kenapa?"

"Ayah masih ingin memperbaiki hubungan dinasti kita dengan Fortier. Itulah mengapa ia tidak menjatuhkan larangan penuh."

"Oh, sial—hei, jangan tersinggung, tapi Paman benar-benar menganggap masa depan itu suci."

"Tidak ada yang salah dengan itu."

"Memang tidak, Jules." Emmett mengerang. "Tetapi dinasti kita punya sejarah panjang dengan Fortier, dan itu buruk secara keseluruhan. Ayah-ayah kami menyimpan dendam pada Fortier, kecuali ayahmu, dan kebetulan sekali ayahmu adalah kaisar dinasti kita."

Ada jeda ketenangan sejenak ketika Emmett meneguk anggur. Kemudian, setelah menimbang-nimbang, ia berujar di mulut gelasnya. "Andai ayahmu tidak memimpin, para dewan pasti sudah menggerus Fortier sejak lama."

Julian merinding. "Tolong jangan menambah beban pikiranku," ujarnya. "Aku akan mencoba menyelesaikan ini tanpa membebani Ayah. Kau juga—jangan sampaikan ini kepada ayahmu."

Emmett melotot. "Kau mau menghadapi Fortier?"

"Hanya para kacung Fortier yang terlihat di sini, bukan para tuannya. Lagi pula, jika berita ini bocor kepada para dewan, semua akan mendesak Ayah untuk memulai perang kepada Fortier. Kau mau itu terjadi?"

Absennya suara Emmett sudah cukup menegaskan jawaban.

Julian menambahkan dengan lebih tenang. "Perdamaian tidak hanya berada di tangan para ayah kita—para dewan dinasti dan kaisar—tetapi juga di tangan kita. Kita harus bisa menghentikan kekacauan kecil yang disebabkan para kacung Fortier, dan mencegah kemungkinan lebih besar untuk terjadi. Aku tidak disebut sebagai pangeran dinasti hanya untuk ongkang-ongkang kaki."

"Okelah. Aku akan mengerahkan pasukanku untuk mencari tahu apakah ada bangsawan Fortier yang menyelundup kemari."

Julian menghela napas lega. "Trims, Emm. Itu sangat membantu."

"Lantas, apa yang akan kaulakukan? Jangan bertindak gegabah lagi. Sudah dua kali preman Fortier menyerang, dan dua kali pula kau menghadapi mereka. Apa kau bakal mengejar mereka secara langsung? Jangan ulangi itu. Keselamatanmu lebih penting daripada semua orang."

"Aku harus melakukannya." Julian mendesah. Bayangan akan Tara Wistham kembali menyeruak, dan rasa bersalah menyesakkan dadanya. Ia memejamkan mata sepintas dan membuang pikiran itu dengan embusan napas panjang. "Dengar. Aku harus melakukan ini karena aku menyadari sebuah kebetulan yang janggal. Sejak para preman Fortier pertama kali terlihat di sini empat tahun yang lalu, mereka hanya pernah menyerang dua kali. Sisanya hanya laporan kemunculan mereka di kedai-kedai tertentu, tanpa ada kekacauan."

"Termasuk penyerangan di pesta barusan?"

Julian mengangguk. "Serta penyerangan di kediaman Wistham empat tahun lalu. Itulah awal kemunculan mereka." Ia terdiam. "Dua kali mereka menyerang acara yang melibatkan keluarga Wistham dan Hudson."

"Oh! Apakah kau mengira ...."

"Terlalu cepat untuk menduga," kata Julian muram. "Dan, selain itu, bisakah aku meminta tolong padamu untuk mengawasi keluarga Hudson sekalian? Aku akan mengawasi Tara. Ia adalah satu-satunya sumber informasi dari keluarga Wistham."

"Ya, karena hanya dia satu-satunya Wistham, tapi sudah pasti dia tak mau membantumu sekarang." Emmett berkacak pinggang. Seringai kembali di wajahnya yang bengis. "Sudah kubilang, kenapa kau justru mengundangnya bergabung ke kelab, sih? Apa kau berpikir bahwa, setelah semua bantuanmu untuk memuluskan jalannya menjadi seorang wali kota, maka ia akan memaafkanmu setelah kau jujur mengenai identitasmu? Bangunlah, Pemimpi. Kau hanya memancing kematianmu sendiri. Tidak ada pembunuh yang lebih keji daripada ia yang membawa semua beban dan harapan di pundaknya."

"Sudahlah." Julian mendesis. Wajahnya yang pucat kini merah padam. Atau, karena Julian berdiri terlalu dekat dengan perapian, dan bias oranye menyelimutinya tanpa cela. "Ini adalah urusanku dengan Tara. Aku akan meminta maaf kepadanya dan meluruskan kesalahpahaman."

Kendati, Julian yakin, Tara tidak bakal memaafkannya semudah itu. Tuduhan kematian orang tua Tara membuat pria itu sakit hati, dan ia bersumpah akan membuktikan tuduhan itu salah.

Oh, sial. Mengapa gadis yang berbalik membencinya setengah mati, juga menjadi satu-satunya kunci informasi dari kemunculan Fortier?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro