Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8 - I Hurt Myself By Hurting You

Ruangan sumpek yang menjadi musuh besar bagi sebagian anak di Pertiwi ini terasa menarik bagiku saat ini. Aku kembali tersenyum ketika Bu Reza menyebut namaku untuk yang ketiga kalinya.

Kali ini ia menjadikanku contoh, ah lebih tepatnya Mario kini tengah dimarahi Bu Reza karena lagi-lagi ia membuat keributan.

Aku tidak tahu kejadian jelasnya, yang aku tahu hanya, Bu Reza membawa Mario masuk ke dalam ruangan BK dan memarahinya dengan ekspresi gemas. Yah aku hanya kebetulan memang sedang di dalam ruang BK, karena sebelumnya Bu Reza sendiri memang memanggilku. 

Bu Reza terus membandingkan perilakuku dan Mario yang benar-benar seratus persen berbeda.  Meski aku sedikit risih, tapi ada rasa menyenangkan ketika melihat wajah Mario yang begitu jengkel dan tidak terima. 

Seminggu semenjak terputusnya hubunganku dan Mario yang menggemparkan seluruh perempuan di Pertiwi, membuat hubungan pertemanan kami benar-benar putus dalam artian Mario menjauhiku dan aku memang tidak pernah sekali pun mendekati Mario dari awal.

Ya, maksud hubunganku dan Mario memang hanya sebatas Mario yang katanya mengejar-ngejarku kini tiba-tiba saja menjalin hubungan dengan Luna. 

Aku tidak peduli, sungguh. Mario hanya salah satu dari segelintir cowok menyebalkan yang ada dalam daftar hidupku. Hanya saja hal yang baru terjadi padaku memang membuatku semakin risih akan bahan perbincangan para pecinta Mario. Menjijikan. Aku benci mereka, dan aku harap suara mereka teredam.

Belum lagi Aca yang semakin membenciku. Aku sudah muak dengan semua tingkah mereka, tidak adakah satu saja manusia normal di Pertiwi? 

"Coba kamu contoh Bianca, dia tidak pernah sekali pun dapat peringatan. Kamu tahu? Ibu masih tahan untuk tidak memanggil orangtua kamu." Kalimat akhir Bu Reza membuat Mario membulatkan matanya, dan juga aku.

Jadi selama ini semua kesalahan dan keributan yang Mario buat dimaafkan begitu saja?

"Bu, jangan panggil Ayah sama Bunda please. Ibu kan tau gimana kondisinya." Mario terlihat begitu memohon. Aku mulai penasaran dengan ucapannya. Kondisinya? Mungkin ada alasan kuat lain sampai kedua orangtuanya tidak pernah mendapat surat panggilan? 

"Kamu sedarah tapi selalu aja ribut di sekolah. Coba sekali-kali kalian ributnya di rumah biar ibu ga pusing." Kini Bu Reza memijat pelipisnya pelan. Terlihat benar-benar frustasi dengan masalah yang Mario buat.

Oh benar, aku tidak pernah tahu apa masalah dan keributan yang sering Mario buat. Mungkin kabur dari jam pelajaran itu sudah hal biasa tapi masalah kali ini adalah perkelahian. Ini terhitung empat kali aku mendengar Mario berkelahi di lingkungan sekolah semenjak dua bulan terakhir. 

"Yah bu ga terus-terusan, baru juga empat kali. Nanti juga di rumah kita baikan." Mario kembali memelas. "jangan panggil Ayah saya ya Bu?" Kini Maio tersenyum memunculkan deretan giginya. Bu Reza menggelengkan kepalanya seolah ia muak denga rayuan Mario. 

"Sebagai gantinya ibu mau kamu buat surat perdamaian sama kakak kamu," tutup Bu Reza lalu meninggalkan ruang BK tanpa mengingat mengapa ia memanggilku sebelumnya.

Aku mendecak kesal melihat kepergian Bu Reza dan sepertinya Mario menyadari akan hal itu.

Namun aku sebelumnya tidak pernah menyadari hal ini akan terjadi, karena setelah Bu Reza benar-benar pergi, Mario menatapku datar dan bertanya dengan dingin. "Ngapain lo di sini?" Begitu katanya.

Demi Tuhan Mario tidak pernah berbicara sedingin ini padaku! 

Tunggu, tidak seharusnya aku peduli, iya.

"Bu Reza tadi manggil gue dan dia pergi gitu aja. Bukan salah gue kalau sampai ngedenger masalah lo," kataku seakan tahu maksud pertanyaan Mario sebenarnya. 

"Lo gak akan pernah tahu masalah gue walaupun lo udah denger hal itu sebagian." Mario kini memalingkan wajahnya dariku. Ia masih bersikap tak acuh dan itu benar-benar hal yang tidak biasa bagiku.

"Do i look like i care? Yah lo harus merasa tenang karena gue gak akan ngusik masalah lo," ucapku tak kalah datar darinya.

Kini aku bisa melihat Mario tertawa renyah. "Yah, lo emang gak akan pernah peduli walaupun gua memohon sekeras apapun. Mungkin di sini cuma gue yang jatuh sendirian."

Ucapan Mario benar-benar membuatku pusing tujuh keliling. Dari dulu sampai sekarang Mario selalu menggunakan hal itu, kalimat tersirat. Dia benar-benar definisi cowok ribet menurutku.

"Lo tau? Hal paling menyebalkan adalah ketika gue jatuh dan berharap lo ada di sisi gue, sedangkan lo selalu pergi dan berdiri tegak di sana. Lo terlalu jauh Bi, padahal rasanya baru kemarin gue berhasil buat lo mau manggil gue teman." Mario kembali membuka suara.

"Gue selalu suka sama lo Bi, tapi lo selalu benci sama gue," ucap Mario yang terkahir dengan suara nyaris seperti gumaman.

Ada perasaan aneh yang menggerogoti hatiku. Perasaan bahagia karena ternyata Mario memang benar memiliki perasaan untukku atau setidaknya ia benar-benar menganggapku teman. Namun ada juga pperasaan kesal karena ucapan Mario seolah aku begitu pongah menjadi teman yang begitu menyebalkan.

"Apaansih Mar, gue gak ngerti lo ngomong apaan."

Pada akhirnya aku berdiri lantas beranjak dari tempatku. Dan untuk kesekian kalinya aku pergi dari hadapan Mario, seperti apa yang ia katakan.

Aku bahkan tidak pernah tahu apa yang harus kukatakan agar tidak menyakiti hatinya. Jujur saja, hal itu pun menyakiti hatiku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro