Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7 - Big Bro And His Plan

Bianca kali ini benar-benar dibuat tidak percaya. Ini minggu kedua semenjak Mario menjadi dingin, tatapan mematikan, dan tidak ada senyum yang tercetak di bibirnya ketika melihatku. Ini gila, Mario menjauhiku!

Oke, semuanya dusta kalau aku bilang tidak peduli dan masa bodo. Buktinya aku jadi setengah gila karena Mario. Aku tidak jatuh hati kan? Tidak mungkin! Aku tidak sedepresi itu sampai tidak ada laki-laki lain selain Mario di otakku.

"Bi, lo mau cerita?"

Aku mengerjap berkali-kali, memastikan suara di depanku ini asli. Chris menjatuhkan dirinya di sebelahku, duduk sila dan menatapku serius. Wow, kakakku ternyata bisa seserius ini.

"Eh? Lo serius?" tanyaku tidak percaya dengan tawarannya.

"Lo bisa percaya sama gue." Chris menjawabnya dengan sangat yakin. Aku masih terdiam, mencerna setiap kata yang Chris ucapkan. Benarkah?

"Oh ayolah, gue tau lo gak pernah mau cerita sama gue. Setidaknya lo cerita satu masalah ini karena gue risih liat lo terus-terusan kaya mayat idup gini, oke?"

Aku? Seperti mayat hidup? Sepertinya aku hanya jadi diam dan tidak banyak komentar tentang apapun yang Chris lakukan dan ucapkan. Atau aku hanya mengunci diri di dalam kamar, berfikir dan berakhir dengan menyetel instrumen piano lagu klasik yang menurut Chris itu sangat terdengar horor. Lalu yang terakhir, aku hanya kehilangan nafsu makan, dan itu wajar bukan?

"Lo gak wajar. Dan lo buat gue panik. Ini minggu kedua semenjak lo jadi seratus persen pendiem."

Aku menghela napas jengah mendengar penuturan Chris. Bagaimana bisa dia membaca pikiranku?

"Lo masih gak mau ngomong Bi? Gue udah meluangkan waktu berharga gue nih buat dengerin masalah lo, adikku tercinta," katanya seraya menarik kedua pipiku kanan dan kiri. Menyadarkanku dari kelumpuhan kesadaran yang menyita waktu itu. Huh?

"BIANCA LO GA MATI TERUS BEREINKARNASI KAN? KENAPA LO GA MARAH-MARAH SAMA GUE? GUE BERHASIL CUBIT PIPI LO!"

Argh! Haruskah aku benar-benar cerita?

Dan lagi, Chris benar-benar aneh. Memangnya aku apa?

"Oke, gue cerita."

Chris pun menepuk kepalaku pelan, dan tersenyum sumringah. Seolah ia benar-benar lega dan senang.

"Sebahagia itukah lo?" tanyaku. Aku melipat kedua tanganku di depan dada dan menatapnya heran.

"Iyalah, dikacangin dan disarkasin sama lo selama enam belas tahun hidup tuh bikin gila."

Aku tertawa pelan mendengar ucapan Chris. Tidak, lebih tepatnya aku tertawa keras, keras sekali. Sampai tak sadar setitik air jatuh dari kedua pelupuk mataku. Mengingat semua kejadian yang menimpaku.

Mungkin terdengar berlebihan. Hanya dijauhi oleh Mario? Tapi sejujurnya, Mario dan Bemo lah satu-satunya temanku di sekolah.

Aku bukan tipe anak terbully yang tidak memiliki teman. Lebih tepatnya, aku adalah tipe yang disegani dan ditakuti dan aku benci itu. Sejahat itukah aku?

Tawaku semakin kencang semakin lama, air yang mengalir pun semakin deras. Dan detik setelahnya aku hanya merasakan hangatnya dekapan Chris. Dan lembutnya usapan tangannya di kepalaku.

"Kenapa lo nangis sih? Seberat itu masalah lo?"

Aku mengangguk. Ini berat. Tidak memiliki satu pun teman untuk berbagi sangat berat. Dijauhi satu-satunya teman yang walaupun menyebalkan ini sungguh berat.

"Gue... gak pernah ngerasa sehampa ini ka."

Chris tidak menjawabku. Ia hanya terus menenangkanku dengan berkata, "Ada gue Bi", "Gue kakak lo kan? Lo punya gue", dan sebagainya. Aku benci dengan fakta bahwa aku dan Chris hidup saling melengkapi berdua dengan orang tua yang selalu berpergian kesana kemari. Pertama kalinya dalam hidupku bercerita pada Chris, kakakku satu-satunya. Beranggapan bahwa Ibu lah yang seharusnya mendengarkanku ceritaku namun sosoknya tidak ada di dekatku membuat aku semakin tertutup. Aku benci dan iri pada mereka yang mudah bercerita begini dan begitu sedangkan aku butuh keberanian empat kali lipat atau bahkan lebih hanya untuk mengeluarkan air mataku di hadapan Chris.

Sampai aku melepaskan pelukan kami. Setelah menyeka air mataku dengan tersenyum canggung, aku kembali melanjutkan bicara. Menumpahkan semua masalahku. Semua beban yang selama ini aku tutupi dan alasan mengapa aku tidak pernah bisa berbagi cerita dengan Chris. Menceritakan tentang bagaimana Bianca yang hanya memiliki Mario dan Bemo di kelas, tentang cowok tempo hari bernama Dimas yang mulai mendekatinya. Dan tidak juga ia melewatkan bagaimana Mario yang dulunya mengejar-ngejar Bianca dan saat ini justru menjauhinya.

"Emangnya enak apa diliatin terus setiap lewat koridor sekolah? Terus gue selalu dikira menyeramkan sama temen-temen kelas gue, bahkan ada yang benci gue karena menurut mereka gue sok dan terlalu jahat. Kan namanya mereka juga jahat! Iya kan? Lo harus setuju sama gue, huhuhu."

"Jadi? Intinya lo sedih karena lo dijauhin satu-satunya temen lo di kelas? Terus lo gak punya temen lagi gara-gara dia? Dan menurut rumor dia suka sama lo?" Chris tertawa terbahak-bahak mendengar ceritaku. Respon yang menyebalkan!

"Bener sih, tatapan lo emang nyeremin, gaya bicara lo emang terlalu sarkas. Dan gue baru pertama kalinya liat sisi adik gue yang selemah ini? Please Bi, jadi diri lo sendiri. Ga peduli mereka bilang lo kaya iblis atau hal negatif lainnya, jadi diri lo sendiri dan jangan pendem semua kekesalan lo sama mereka."

Aku terdiam. Mencerna setiap perkataan yang mengalir begitu saja dari bibir Chris. Ya, kakaku ini memang bisa sangat bijak kadang-kadang. Yang aku herankan adalah, mengapa aku dan dia bisa memiliki kepribadian yang sangat berbeda?

"Lo denger gue Bi, satu hal yang harus lo lakuin itu adalah berubah jadi lebih baik. Jangan galak-galak amat gitu, dan jadi diri lo sendiri." Chris menepuk kepalaku pelan dan tersenyum. Mengapa ia jadi menceramahiku? Ah tapi yang Chris ucapkan memang ada benarnya juga sih.

"Tapi gue tetep benci sama mereka yang memperlakukan adik gue kaya gini. Dia cuma mainin lo Bi, cowok mana yang ga brengsek?" Chris kembali angkat bicara. Kali ini jauh lebih serius. Benarkan Mario hanya mempermainkanku? Jadi semuanya hanya usahanya untuk balas dendam kepadaku?

"Tapi menurut gue lo ga brengsek," komemtarku jujur. Chris hampir ingin memelukku lagi seolah aku itu adalah boneka beruang, kalau aku tidak mendorongnya menjauh dan memanyunkan bibirku sebal. Maka Chris hanya tersenyum sumringah mendengar penuturanku. Sebahagia itukah?

"Gue gak maksa lo untuk kasih tau siapa si cowok itu, tapi gue punya rencana bagus," kata Chris dengan bangga.

"Dan peraturannya satu, dilarang jatuh cinta."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro