Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10 - When Will We Start?

Kakiku melangkah dengan tergesa ke arah kelasku. Bel masuk sudah berbunyi sejak tadi dan aku hanya bisa berharap guru geografiku belum sampai di kelas.

Aku seharusnya bisa masuk lebih awal bahkan sebelum guruku berada di kelas. Oh yah, sayangnya guruku sudah berada di kelas dan ia sedang berbicara di depan kelas.

Aku yang tadinya berdiri di depan pintu kelas dengan cepat menarik tubuhku kembali. Aku berjongkok dan bersembunyi di balik dinding.

Uh sial. Ini semua karena Mario! Aku yakin dia sudah berada di kelas. Sungguh dia benar-benar membenciku sekarang?

Sengaja mengajakku ke ruang musik? Memulai percakapan yang membuatku mati kata? Dan sekarang dia sudah berada di kelas sedangkan aku bingung harus masuk dan dimarahi atau diam-diam pergi?

Aku muak. Aku muak dengan semua tentang Mario!

Dia tahu aku tidak sekali pun pernah membolos pelajaran. Dan dia membuat aku melakukan hal itu. Sekarang.

Aku berniat ke UKS. Mungkin membuat alasan tidak enak badan lebih baik. Lagipula, kepalaku sedikit pusing memikirkan ucapan Mario sebelumnya.

Saat aku berbalik, seseorang menarikku dan membawaku ikut bersamanya. Aku sempat ingin melepaskan tangannya tapi kalau aku melakukan hal itu yang ada hanya akan ada keributan dan aku akan tertangkap membolos pelajaran.

Dan sekarang, aku hanya bisa melihat diriku dalam pantulan cermin di ruang kesenian. Tepat di sebelah ruang musik yang aku hindarkan.

"Ih lo siapa sih narik-narik gue?" Aku sedikit berteriak. Tidak terima ditarik begitu saja.

Kalian tahu dia siapa?

"Ini Dimas ya ampun, masa gak inget? Lagian lo ngintip-ngintip kelas gitu, mencurigakan. Kalo lo bingung kaya gitu gimana lo mau selesai dari masalah lo?" Cowok yang menarikku itu, ah maksudku Dimas, dia berbicara tanp spasi padaku.

Aku mendengus kasar lalu menjatuhkan diriku di lantai. Lantai kayu yang dingin ini begitu nyaman. Aku tidak pernah masuk ke sini sebelumnya, karena pelajaran seni selalu berlangsung di kelas.

Sepertinya ruangan ini hanya untuk ekstrakurikuler saja.

Aku tidak peduli dengan cowok bernama Dimas itu. Jadi aku langsung menyenderkan tubuhku di dinding kayu yang warnanya senada dengan lantai ruangan ini. Menyilangkan tanganku di depan dada dan memejamkan mataku.

Aku lelah dan ingin tidur.

"Eh Bi kenapa tidur?" Dimas ikut menjatuhkan dirinya di sebelahku. Dia menggoyangkan bahuku pelan. "Woy Bianca, jangan tidur dong. Nanti masa gue harus gotong lo sampe kelas?" ucapnya lagi dengan panik. Aku hanya tersenyum dalam hati dan terus melanjutkan tidur pura-puraku.

Dia benar-benar bodoh! Masa iya aku baru duduk langsung tidur? Uh rasanya ingin aku jahili.

"Aduh, gue telepon Chris aja kali ya? Buset dah, adeknya kebo banget gila."

Chris? Dimas mengenal kakakku?

Spontan aku membuka mataku. Hal itu malah membuat Dimas terjungkal karena kaget aku tiba-tiba membuka mata.

"Ish, apaansih lebay banget," komentarku padanya. Dimas tertawa pelan melihat dirinya yang kaget karena ulahku.

"Kaget tau Bi, lagian sih pura-pura tidur segala. Trus tiba-tiba melek udah kaya setan," cerocos Dimas sambil membenarkan seragamnya yang sedikit tertarik saat ia terjungkal.

"Bodoamat. Lo kenal Chris?" tanyaku dengan mata penuh selidik.

Aku kira dia akan menyembunyikan sesuatu, karena, um... aku hanya berpikir seperti itu sih. Aku juga tidak tahu.

"Kenal lah masa sahabat sendiri gak kenal?"

Oh wow haruskah aku tercengang? Ya, aku kaget. Ya, aku tidak menyangka.

"Mukanya gak usah kaget gitu deh Bi." Dimas tertawa.

"Gak kaget. Sotau lo." Aku memalingkan wajahku darinya. Aku baru menyadari kalau jarak kami sangat dekat. Dimas duduk di sebelahku, hanya berjarak kurang lebih satu jengkal.

Aku tidak menghitungnya. Sungguh. Aku hanya bisa merasakan wangi parfumnya yang manis dan deru napasnya yang tenang.

Di ruangan sesepi ini, aku bisa merasakan degup jantungku yang beraturan. Tenang dan rasanya begitu nyaman.

Dan di antara kecanggungan yang tercipta saat ini, aku bisa merasakan Dimas memanggil namaku. Aku hanya bergumam sebagai balasan.

"Can i be your healer?"

Sekarang, bisa kupastikan bahwa otakku kosong seketika. It seems like he knows all of my problems and that's weird.

"Well i don't need one, Dim."

Aku mencoba menolaknya. Suaraku sedikit kupelankan, aku tidak ingin semuanya terdengar begitu jahat. Aku bukan Bianca yang mereka biasa katakan.

"Langkah pertama skenario drama lo adalah find your healer."

Oh seriously? How did he know?

"Bilang ke gue sejauh apa Chris cerita tentang gue ke lo?"

Ya, aku tahu itu semua ulah Chris. Aku tahu kakakku itu hobi bercerita tentang adiknya, sayangnya hampir seluruh populasi manusia di Pertiwi tidak percaya bahwa Binca Alyssa adalah adiknya Chris.

They said, "Yaelah Chris mah emang suka ngada-ngada. Emang lo pernah liat mereka bareng? Kalo ketemu aja si Biancanya kaya ga kenal gitu."

Um yea, aku selalu menghindar ketika Chris berhadapan denganku. Aku tidak mau dibanding-bandingkan.

Aku pernah mengalaminya, sekali. Mereka bilang Chris sangat aktif dan mudah bergaul, murah senyum, dan loveable banget deh. Sedangkan aku? They said i'm that princess fabulous with her arrogant attitude that everyone hates. 

That princess fab, bukan pujian sedikitpun. 

"Gak inget."

I know he lied. 

"Daripada nanyain itu, gimana dengerin first impression gue ke lo?"

"Should i?"

Penting banget ya? Ah aku ingin segera keluar dari ruangan ini!

Tanpa menunggu aku menjawab iya pun Dimas sudah mulai berbicara lagi. 

"Bianca, lo itu nyeremin. Jarang ngomong. Tapi sekalinya ngomong menusuk banget. Bianca Alyssa anak kelas sepuluh yang selalu jadi bahan gosip jalapeno di sekolah kita. Anggota bayangan klub paduan suara."

Argh kapan jam pelajaran selesai? Aku ingin cepat-cepat kembali ke kelas.

"Tapi itu menurut orang. Menurut gue, you're a witch that can make me fall. I've already fallen into your spell and that's the most beautiful thing in my life. Can i be your magic?"

Ya benar, aku benar-benar ingin cepat kembali ke kelas. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro