Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 3. PERTEMUAN PERTAMA

Kemuning menatap cowok di depannya dengan kening berkerut.

"Kamu, Elang?" tanyanya ragu.

"Iya," jawab Elang singkat.

"Kenapa dikasih nama Elang? Kan bisa Mike, Tommy, atau sejenisnya gitu," tanya gadis itu lagi.

"Tidak tahu," ujar Elang datar.

"Eyang Ti suka bunga kemuning. Jadi, Keke dikasih nama Kemuning Kumalasari," tutur Kemuning.

"Saya tidak tanya."

"Ih, harus tau apa arti nama Keke. Nah, Elang tu berarti orangtua kamu mungkin suka burung Elang, ya?" tanya Kemuning lagi.

"Mungkin."

"Kok mungkin, sih? Jawabannya kaya ga yakin gitu. Masa kamu engga tau arti nama kamu sendiri. Kamu ga cocok ah pake nama Elang," cetus Keke.

"Protes saja ke orangtua saya."

"Nama lengkap kamu apa?"

"Elang Lucian Bagaskara."

"Nah, nama panggilan kamu, Luke aja."

"Tidak suka."

"Ih, kenapa ga suka? Kan bagus?"

"Kata siapa?"

"Kata Keke dong!"

"Keke itu siapa?"

"Ya, aku!"

"Namamu Kemuning, kan?"

"Iya, dipanggilnya Keke."

"Jelek. Lebih bagus Kemuning. Atau, Uning saja."

"Iiih, engga mau! Panggilnya harus Keke!"

"Terserah saya."

"Tapi, itu kan nama Keke!"

"Kata siapa?"

"Ya kata Keke lah!"

"Keke itu siapa?"

Kemuning memelototi cowok yang berdiri cuek di hadapannya.

"Kapan saya bisa masuk?" tanya Elang kalem dengan wajah tanpa dosa.

"Tunggu ampe Mama dan Papa pulang! Kamu tunggu aja di luar!" tukas Keke sengit sambil membanting pintu.

Napas gadis itu memburu memandangi pintu.

"Dasar cowok nyebelin! Bikin kesel! Biarin ga usah masuk!" omelnya dari ruang tamu.

Dengan wajah cemberut, Kemuning melangkah kembali menuju ruang tengah meninggalkan Elang yang berdiri di luar.

Baru saja ia hendak duduk di sofa, bel berbunyi lagi. Kemuning menoleh ke arah pintu di ruang tamu seraya mendengkus.

"Huh, ogah satu rumah ama cowok nyebelin kaya gitu. Muka setengah bule, namanya Elang. Mana ngeselin lagi!" gerutunya.

Bel berbunyi lagi. Kali ini bunyinya panjang dan berkali-kali seperti sengaja di main-mainin.

Keke menaikkan volume TV. Suara musik terdengar nyaring bersahut-sahutan dengan bunyi bel menciptakan perpaduan nada yang memekakkan telinga.

"Iiih, itu cowok bener-bener ngeselin sih!" teriak Keke gusar.

Dia mengentakkan kaki sebelum melangkah kembali menuju ruang tamu dan membuka pintu. Elang masih berdiri di situ, tepat di hadapannya.

"Kamu tuh ga sopan, tau?! Di rumah kamu engga punya bel, ya?!" teriak Keke berusaha mengalahkan suara musik dari ruang tengah.

Elang memandangi Kemuning sejenak sebelum merangsek masuk dengan cueknya. Kemuning melebarkan netra.

"Eeh, siapa yang suruh masuk?!" pekik gadis itu sambil menutup pintu dan mengejar cowok berjaket hijau yang melangkah cepat menuju ruang tengah.

Lelaki itu mencari-cari sesuatu di sekitar TV, lalu ke sofa. Ia berjalan dan meraih remote yang tergeletak pasrah di kursi busa panjang sebelum menekan tombol off. TV beserta suara musik pun terhenti.

"Kok dimatiin?!" tanya Keke dengan nada marah.

"Berisik."

"Kan ini rumah Keke. Terserah Keke, dong!"

"Saya, tamu. Wajib dihormati."

"Ih, kata siapa?"

"Kata saya."

"Tamu tuh mesti sopan. Lha, kamu?"

"Yang banting pintu siapa?"

"Keke."

"Berarti yang tidak sopan siapa?"

Kemuning diam sejenak. Gadis itu tampak berpikir.

"Itu kan karena Elang ganti nama panggilan Keke jadi Uning!"

"Memang kenapa kalau saya panggil kamu Uning?"

"Engga suka! Nama Uning tuh jelek!"

"Tapi, saya suka."

"Eeh? Hah? Ma-maksudnya? Kamu suka Keke? Kok cepet banget?"

"Percaya diri amat. Saya suka nama Uning. Bukan suka kamu!"

"Ih, nyebelin!"

"Itu menurut kamu."

Mereka berdua saling bertatapan. Keke menatap marah sambil memanyunkan bibirnya. Sementara Elang memandangi gadis itu dengan datar.

"Kamar saya di mana?" tanya cowok itu dengan muka polos setelah beberapa saat.

"Di atas!" sahut Keke ketus.

"Kok marah? Jangan galak, dong."

"Abisnya kamu tuh nyebelin!"

"Kapan?"

"Lha itu tadi!"

"Ah, saya biasa kok. Kamu saja yang teriak-teriak."

Sehabis berkata itu, Elang langsung melihat ke sekeliling hingga menemukan apa yang ia cari. Lelaki itu berjalan menuju tangga yang ada di ruang tengah, di sebelah kamar utama.

"Eh, kamu mau ke mana?" tanya Keke gusar seraya mengikuti langkah Elang.

"Ke kamar," jawab Elang tanpa menghentikan langkah.

"Emangnya Keke udah kasi izin?"

"Tidak perlu. Kan tadi kamu sudah memberi tahu."

"Keke cuma ngasi tau. Bukan ngizinin kamu!"

"Tapi, saya capek. Saya mau tidur."

"Ini masih sore! Ko udah mau tidur?"

"Terus, saya mesti apa?"

"Ngobrol dulu, kek. Makan, gitu."

"Tidak penting. Saya cuma ingin istirahat."

Elang sudah berhenti di depan sebuah pintu warna merah muda.

"Itu kamar Keke! Kamar kamu di sebelah sana!" cetus Kemuning.

Cowok itu menoleh ke arah yang ditunjuk Kemuning. Ia melangkah beberapa langkah sampai di tempat yang di tuju. Tangannya meraih gagang pintu dan mulai membukanya.

Elang memasuki ruangan cukup luas bernuansa biru. Ia meletakkan tas ranselnya di lantai dekat ranjang berkasur busa berukuran besar.

Keke ikut masuk ke kamar. Dia mengernyitkan hidung ketika melihat Elang melepas sepatu kets hitamnya.

"Ga sopan. Tadi kamu masuk pake sepatu, ya. Harusnya kan dilepas dulu tadi di ruang tamu," kecam Kemuning.

"Saya tadi buru-buru," sahut Elang datar.

Keke melebarkan mata saat Elang mulai membuka jaket hijau dan kaos putihnya. Penampakan dada yang bidang dan perut sedikit berotot pun terpampang di depan muka Kemuning.

"Iiih, pornoooo. Kalau buka baju di toilet, sana!" teriak Kemuning sambil memejamkan mata dengan telunjuk mengarah ke ruang kecil di pojok kamar. Mukanya memerah.

"Memang saya suruh kamu lihat?"

"Keke kan di sini! Jelas bisa liat, dong!"

"Apa saya suruh kamu masuk?"

"Ini kan rumah Keke!"

"Tapi, sekarang ini kamar saya."

Kemuning membuka netra dengan kesal.

"Kamu tuh susah banget ya kalau dibilangin!" sergahnya.

"Ya tidak usah menasihati saya."

"Belum apa-apa udah capek mikirin kamu!"

"Kapan saya suruh kamu memikirkan saya?"

"Iiiih, sebel!"

"Ya sudah. Jangan lihat, jangan pikirkan, jangan peduli. Uning, keluar. Saya mau mandi."

"Aku Keke! Bukan Uning!"

"Sama saja."

"Beda!"

"Orangnya sama."

"Keke ga suka dipanggil Uning!"

"Saya suka. Sudah sana."

Elang menghampiri Keke, lalu mendorongnya keluar pintu sebelum menutupnya kembali.

Keke memandangi kayu cokelat yang menghalangi pandangannya dari Elang dengan kesal.

"Elang nyebelin! Awas, nanti tunggu Mama dan Papa datang. Keke aduin kalau Elang tuh ga sopan!" teriaknya dari luar kamar sebelum mengentakkan kakinya dan berlalu meninggalkan kamar yang ditempati oleh Elang.

Cowok yang berada di dalam ruangan, hanya tersenyum menatap ke arah suara. Diam-diam dia merasa senang, seakan-akan telah menemukan mainan menarik di rumah itu.

***

"Keke ga suka Elang di sini, Ma," rajuk Kemuning begitu Nia dan Aryo tiba di rumah dan langsung melepas sepatu serta menaruhnya di rak dekat pintu.

"Lho, emangnya kenapa? Elangnya mana? Udah ditawarin makan belum?" cecar Nia seraya melangkah ke arah ruang tengah diikuti oleh Aryo dan Kemuning.

"Udah! Elangnya ga mau. Katanya lebih penting tidur daripada makan!" sahut Keke ketus.

"Masa, sih?" tanya Nia heran sambil meneruskan langkah menuju kamar utama. Kemuning berdiri di belakang sofa sembari melipat kedua tangannya. Wajahnya tampak cemberut.

Aryo yang ingin menyusul istrinya, membatalkan langkah. Ia berhenti sejenak dan mengamati sang putri sebelum berjalan menghampiri.

"Anak Papa kok manyun gitu sih mukanya? Kenapa?" tanya lelaki itu lembut sambil mengacak-acak rambut Kemuning.

"Itu, si Elang! Nyebelin! Keke ga suka dia di sini, Pa."

"Hmmm ... tadi Keke galak ga ama Elang?"

Kemuning diam.

"Cuma sedikit! Abisnya dia nyebelin, sih."

"Mungkin Elang lagi capek. Sudah, Papa mau mandi dulu."

Aryo berbalik dan berjalan menuju kamar. Kemuning mengempaskan tubuhnya ke sofa panjang. Tak lama berselang, Nia keluar dari ruangan itu dengan daster panjang kesukaannya, langsung melangkah ke arah dapur.

"Keke, kok makanannya masih utuh? Mama kan tadi masakin buat Keke dan Elang. Ko ga dimakan?" tanya Nia dari arah dapur.

Keke menoleh.

"Tadi Keke ditraktir pizza ama Gege, Ma. Setelah itu Keke dan Rere diajak ke rumah Gege. Tapi, Keke ga bisa ikut!" Wajah gadis itu kini tampak semakin kesal.

Nia muncul membawa beberapa piring dan mulai menatanya di meja.

"Lho, kenapa?" tanyanya.

Kemuning memutar bola mata.

"Kan Mama suruh pulang cepet buat nungguin tuh si orang nyasar! Kalo Keke tau dia datangnya sore kan Keke bisa main dulu ama Rere dan Gege."

"Eh, ga boleh gitu, Keke," sahut Nia. "Elangnya dibangunin dulu sana. Suruh makan dulu. Mama lagi panasin sebentar sayur dan lauknya."

"Kok Keke sih yang mesti bangunin?" tanya gadis itu gusar.

"Keke mau di dapur gantiin Mama?" tanya Nia balik.

Kemuning pun berdiri dengan muka ditekuk sebelum berjalan ke arah tangga dan menaikinya menuju kamar Elang.

Gadis itu berhenti di depan pintu cokelat. Tangannya mulai mengetuk pelan.

"Elang, bangun disuruh makan ama Mama," kata Kemuning pelan. Tak terdengar jawaban. Ia pun kembali mengetukkan jarinya lebih keras.

"Elaaaang, bangun disuruh makaaaan." Masih tidak ada suara dari dalam kamar.

Kemuning kesal. Dia mencoba memegang gagang pintu, ternyata tak terkunci. Gadis itu pun maembukanya dan masuk ke dalam.

Netranya menangkap sosok bertelanjang dada yang tengah tidur telentang begitu pulas di tempat tidur. Ia mencoba memejamkan mata dan berjalan mendekati dengan langkah hati-hati. Tak sengaja kakinya terantuk tas ransel yang tergeletak di lantai dekat ranjang berkasur busa. Kemuning pun sukses tersungkur ke arah tubuh Elang.

"Aaah!" teriak Kemuning dan Elang bersamaan.

Kemuning mendongak, lalu menoleh ke arah Elang. Dua pasang netra bertemu dan mengerjap dalam jarak begitu dekat. Dengan cepat Elang mendorong tubuh gadis itu hingga terguling telentang di atas pahanya. Ia pun menyeret tubuhnya bergerak mundur, lalu menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Kemuning yang belum sempat bangkit malah ikut terseret. Wajah lelaki itu terlihat tegang.

"Eh, saya tahu kalau saya ganteng. Tapi, bukan berarti kamu bisa coba perkosa saya begitu, dong!" teriak Elang sambil berusaha menutupi dada.

Kemuning berusaha bangkit, lalu duduk menyamping di antara lutut dan paha Elang sebelah kiri. Tak sadar, tangannya bertumpu pada paha kanan cowok itu. Ia melebarkan mata ke arah Elang tanpa menyadari posisinya. Mukanya tampak kesal mendengar ucapan lelaki di hadapannya.

"Siapa yang mau perkosa?!" jeritnya kesal.

"Lha itu tadi?" tanya Elang dengan ekspresi penuh dakwaan.

"Tadi Keke merem ga mau liat dada Elang. Kaki Keke terantuk, terus Keke jatuh!"

"Ah, masa? Saya tidak menyangka kamu ternyata mesum."

"Keke ga mesum!"

"Itu menurut kamu. Buktinya?"

"Kan tadi Keke bil-"

"Keke, ada apa sih kok rame sekali di si-" Nia yang muncul dari balik pintu seketika menghentikan ucapannya dengan mata melebar ketika melihat posisi tubuh dan tangan Keke di atas paha Elang.

"Kekeeeeee, Elaaaang, kalian lagi ngapaiiiiin?!" pekik Nia membahana.

Elang spontan mengangkat kedua tangan ke atas, lalu dengan tatapan polosnya menatap wanita itu.

Kemuning menatap mamanya bingung dan kemudian menyadari posisi tubuh dan tangannya. Ia pun akhirnya menjerit mengalahkan pekikan sang mama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro