Romantic-Night
Ify hanya bisa dapat diam, tak berani membuka suaranya selama di dalam mobil menuju perjalanan pulang mereka. Sesekali ia melirik ke samping, memperhatikan Rio yang masih diam dengan rahang mengeras. Sorot matanya begitu dingin, tajam dan menakutkan.
Ify menghela pelan dengan hati-hati. Ia tau bahwa Rio sedang dalam kondisi hati tidak baik. Dan yang Ify harus lakukan hanyalah diam tak usah mengganggu suaminya. Membiarkan Rio mendinginkan kepalanya.
Semuanya berawal dari hasil rapat Rio tadi siang yang tidak berjalan lancar, ditambah dengan kedatangan pihak kejaksaan yang tiba-tiba untuk memeriksa Laporan Audit Internal Perusahaan yang seharusnya secara sakral tak boleh tersentuh siapapun.
Rio bersikeras bahwa ada yang menjebak perusahaanya lagi.
"Kamu mau makan apa?" tanya Rio dingin masih dengan tatapan lurus.
Ify terhenyak sesaat.
"Nggak perlu, kita langsung pulang aja" jawab Ify tenang.
Rio mengangguk sekali, mempercepat laju kecepatan mobilnya.
Sesampai di Apartemen, Rio tetap tak membuka suaranya lagi, pria itu langsung masuk ke kamar mandi, mengganti pakaianya, keluar kamar dengan ponsel dan laptop, berdiam fokus di ruang tengah, berkutik dengan laptopnya.
Tak mempedulikan istrinya.
Ify mengigit bibirnya, dengan jemari yang terus bergerak tak tenang. Ia tak berani keluar dari kamar.
"SAYA TIDAK PERNAH MENERIMA LAPORAN APAPUN!"
"KALAU KARYAWANMU TIDAK BISA BEKERJA DENGAN BAIK. PECAT MEREKA SEMUA!"
"INI SUDAH KEDUA KALINYA!"
"APA SAYA YANG HARUS TURUN TANGAN LANGSUNG UNTUK MENENDANG KELUAR KALIAN SEMUA ??"
"BODOH KALIAN SEMUA!"
Ify memejamkan kedua matanya, hatinya semakin gusar mendengar teriakan kemarahan Rio entah dengan siapa. Ify yakin suaminya sedang berbicara melalui panggilan telfon.
Ify berjalan mondar-mandir di dalam kamar, tak tenang sekaligus takut. Tapi ia tidak bisa membiarkan Rio terus marah-marah seperti itu. Ia juga kasihan dengan Rio. Ify merasa harus melakukan sesuatu dan menenangkan suaminya.
Ify memberanikan diri melangkah ke pintu kamar, menggerakan knop dengan hati-hati, ia membuka pintu kamar.
Ify meneguk ludah dalam-dalam, kedua matanya menangkap Rio sedang duduk di ujung sofa dengan kepala tertunduk dan tangan kanan menggenggam kuat ponselnya.
Ify berjalan mendekat, langkahnya sangat pelan. Jujur, Ify juga takut.
Tangan kanan Ify perlahan bergerak, mencoba menyentuh Rio.
"Kamu mau aku buatkan ko—"
Ify tersentak dengan kedua mata terbuka sempurna, Rio langsung menepis kasar tanganya yang menyentuh bahu Rio. Ify mengigit bibirnya lagi, menahan ketakutanya dan menahan gejolak aneh menyerang tubuhnya. Dada-nya terasa sesak.
"Jangan ganggu gue!" tajam Rio masih dengan posisi yang sama.
Ify berusaha mengangguk dengan hati pedih.
"I..ya. Ma.. Maaf"
Perlahan Ify segera membalikkan tubuhnya, merasakan dadanya semakin terasa sesak. Kedua matanya memburam, dan tangan yang sedikit gemetar. Ify mengigit bibirnya kuat-kuat sembari melangkah kembali menuju kamarnya.
Ify ingin menangis rasanya!.
Ify berjalan dengan langkah lemah dan gemetar, perasaanya bercampur aduk, sedih, takut, kecewa, dan pedih. Ify menahan untuk tidak mengeluarkan air mata disini. Ia ingin secepatnya masuk kedalam kamar.
Namun, langkahnya terhenti di depan pintu, seseorang mencegahnya untuk menggerakan knop. Sebuah tangan kekar menarik tubuh kecilnya, membalikanya dan memeluknya erat.
"Maaf"
"Maafkan aku, maafkan aku"
"Maafkan aku Dafychi"
Air mata Ify yang tertahan sedari tadi langsung menerobos turun, mengalir deras di kedua pipi pucatnya. Ify terisak kecil, melepaskan rasa sakit dan takut yang ditahanya sejak tadi.
Rio memeluknya semakin erat!.
Ify semakin membenamkan wajahnya pada dada bidang Rio, membiarkan suara tangisanya semakin memecah. Rio menciumi puncak kepalanya, mengalirkan perasaan bersalahnya yang besar.
Rio membelai lembut rambut panjangnya.
"Maafin aku sayang. Aku minta maaf"
"Udah jangan nangis ya"
Raut wajah Rio menunjukkan penyesalan dan rutukan keji ke dirinya sendiri, serta rasa bersalah yang tak terkira. Ia hampir lepas kendali lagi dengan Ify. Rio terus mencoba menenangkan istrinya yang masih terisak dalam pelukanya.
Ify perlahan menarik tubuhnya, melepaskan pelukan Rio meskipun isakan kecil masih keluar dari bibir mungilnya.
Rio menyentuh kedua pipi Ify, membelainya lembut.
"Maafin aku ya" ucap Rio dengan raut sendu.
Ify menganggukan kepalanya beberapa kali.
"Ja.. Jangan diula.. diulangi la... lagi" balas Ify dengan suara serak tak beraturan.
"Iya sayang maaf"
"Aku minta maaf" ucap Rio, lalu mencium kening Ify singkat.
Rio menghapus bekas air mata yang ada di kedua pipi Ify dengan jemari tanganya. Menatap lekat wajah istrinya yang seperti anak kecil. Kepala Ify tertunduk, memandangi kedua kaki Rio dan miliknya.
"Kamu jangan marah lagi" ucap Ify dengan suara melirih.
"Iya sayang"
"Aku takut"
"Maaf" balas Rio sangat tulus.
Ify mengangguk kecil, mengangkat kembali kepalanya untuk membalas tatapan Rio yang menyorot tenang dan lembut tak seperti beberapa menit yang lalu. Tatapan menakutkan, tajam dan siap membunuh siapa saja.
Ify mencoba untuk tersenyum walau terasa sedikit sulit. Otot-otot diwajahnya masih menegang akibat kejadian tadi. Ify menjijtkan kakinya, kemudian mendorong tubuhnya mendekat.
Cuppp—
Ia memberikan ciuman singkat pada bibir Rio.
Kedua mata Rio terbuka sempurna dengan alis Rio terangkat, terkejut dengan yang dilakukan istrinya barusan.
"Biar kamu nggak marah-marah lagi"
Rio terkekeh pelan sembari menganggukan kepalanya. Rio mengacak-acak puncak kepala Ify dengan gemas. Rasa kesal dan amarahnya telah pergi begitu saja berganti dengan perasaan damai, tenang, dan nyaman.
"Mmm.... Mau nonton midnight nggak?" ajak Rio
"Nonton? Bioskop?" tanya Ify balik,
"Hmm"
"Nggak mau, takut" tolak Ify dengan tatapan bergidik. Bayanganya teringat dengan kejadian dulu yang menimpa dirinya dan Rio.
Rio tertawa pelan,
"Nggak apa-apa, nggak akan terjadi kayak dulu lagi." bujuk Rio.
Ify berpikir sejenak, ia jujur takut tapi melihat Rio sepertinya sangat menginginkanya membuatnya mempertimbangkan lagi. Siapa tau dengan ini perasaan Rio semakin tenang dan dapat sedikit melupakan masalahnya.
"Yaudah ayo" balas Ify mengiyakan.
Rio tersenyum senang.
"Siap-siap sana" suruh Rio.
Ify mengangguk kecil, kemudian segera masuk ke dalam kamar untuk mengganti bajunya.
Tak selang berapa lama, mereka berdua segera berangkat menuju Mall terdekat. Rio juga sengaja mengajak semua pengawal-pengawalnya nonton bersama, selain sebagai pilar perlindungan, Rio ingin memberikan hiburan untuk mereka yang sudah bekerja keras melindungi dan menjaganya selama ini.
****
Rio dan Ify telah berada di dalam ruang bioskop, pertunjukan film akan dimulai 10 menit lagi, tak disangka banyak orang yang menonton film semalam ini. Seluruh kursi pun hampir penuh mulai dari atas dan bawah.
Rio dan Ify memilih tempat duduk di seat E No. 9 dan 10.
Hanya satu film yang terjadwal di tengah malam ini. Mereka akan menonton Film . Rio dan Ify pun tak tau menau Film ini tentang apa dan asal langsung masuk saja, karena yang memesankan tiket untuk mereka adalah salah satu pengawal Rio.
Ify meletakkan minumanya di lubang kursi sebelah, ia melirik ke arah sebelahnya ada dua pasangan muda yang nampak sedikit tua darinya. Mereka terletak di posisi paling ujung sendiri.
Ify berdecak pelan, "Kok suka duduk yang pojok-pojok" gumamnya dalam hati.
Rio melepaskan jaketnya, membalutkanya di tubuh Ify.
"Kan tadi udah aku suruh bawa jaket" tukas Rio.
Ify menunjukan seringai tak berdosa.
"Males" balasnya singkat.
Rio hanya bisa geleng-geleng melihat tingkat istrinya.
Lampu mulai meredup, layar putih di depan sana melebar perlahan. Rio dapat merasakan tangan Ify mengengamnya erat, ia memperhatikan raut wajah Ify yang sedikit menegang bersamaan dengan lampu didalam ruangan mulai padam.
"Jangan takut sayang" bisik Rio, ia menarik kepala Ify agar bersandar di bahunya, memberikan ketenangan pada gadisnya.
Ify menghela pelan, merasa sedikit legah. Film pun mulai terputar. Ia mencoba menikmati dalam diam, membiarkan tangan Rio yang terus bermain di puncak rambutnya.
"APA-APAAN INI?"
"FILM MACAM APA INI?"
"MAMPUS!"
Tubuh Ify seketika terasa menegang, keringat panas-dingin mulai bercucur di pelipisnya, kedua matanya bergerak cemas tak berani menatap ke layar. Ia tak menyangka film yang dilihatnya bergenre Erotic-Romance dan banyak adegan yang menurutnya sama sekali tak pantas dipandang mata.
Fyi aja, Film ini adalah skuel ke dua dari Film fifty shades of grey dan baik Ify maupun Rio tak pernah tau tentang Film tersebut. Jadi, mereka terpaksa harus terjebak disini dengan perasaan campur aduk!.
Ify memberanikan diri mencuri-curi pandang, melirik ke arah Rio. Pria itu nampak sangat tenang, kedua matanya menyorot datar ke depan, seolah menikmati film tersebut. Rio tak bersikap cemas dan gugup seperti dirinya.
Ify mengigit bibirnya, rasanya ia ingin berteriak dan keluar dari ruangan ini. Ia merasakan tanganya sedikit gemetar, bukan karena takut tapi ia hanya gugup. Film ini mengacaukan pikirannya! Sungguh!.
"Kenapa sayang?"
Mampus! Rio pakek ngomong segala! Dan sekarang pria itu sedang menatap Ify dengan tatapan heran. Mungkin, Rio mendapati gerak-gerik tubuh Ify yang sepertinya tak tenang.
"Nggak apa-apa" jawab Ify mencoba sebiasa mungkin. Ia segera mengalihkan pandanganya tak ingin lama-lama bertatap mata dengan Rio.
Rio mengedikkan bahu, dan kembali fokus menatap layar.
Ify meneguk ludahnya lagi entah sudah berapa kali, adegan disana semakin tak senonoh dua manusia berbeda gender disana sedang berciuman dikamar mandi dengan penuh napsu dibawah guyuran air shower. Suara desahan terdengar keras di sound-system ruangan.
Ify menutup kedua matanya, tak berani melihat kelanjutanya. Mimpi apa dia semalam harus melihat film seperti ini dan bersama dengan suaminya!.
Ify sama sekali tak bisa menikmati film ini, mungkin hanya dia saja yang merasa tidak nyaman dan ingin pergi keluar. Ia bergedik ngeri memikirkan apakah adegan-adegan itu akan ia lakukan juga di malam pertamanya dengan Rio?.
Mati aja lo Fy! Mati disini! Pura-pura mati sudah!! Atau pingsan sejam gitu!!
Ify terus merutuk dalam hati, jantungnya semakin berdetak kencang, desiran aneh terus-terusan menyerangnya. Berharap Film ini cepat selesai. SECEPAT MUNGKIN TUHAN!!. Ia sudah tak tahan lagi ingin pergi dari sini.
Ify melirik Rio lagi, Pria itu masih tetap bersikap sama, malah terlihat semakin tenang. Seolah tak perlu ada yang dikhawatirkan dengan film itu. Rio terlihat menikmati filmnya. Ify mendesis pelan, sedikit kesal dengan Rio.
Ify mengalihkan pandanganya ke sebelah, dengan tak sengaja. Niatnya hanya ingin menghindari pandang dari wajah Rio.
"Astaghfirullah"
Kedua mata Ify membuka sempurna, tubuhnya yang sudah tegang bertmbah dua kali lipat menegang mendapati apa yang sedang dilihat kedua mata sucinya. Dua pasang yang ada disebalahnya saat ini sedang bercumbu mesra dan baju yang dipakai oleh si gadis sudah berantakan dengan semua kancing terbuka.
"Ah... sayang..."
MAMPUS LO FY!!
Dengan cepat Ify mengalihkan pandaganya kembali, napasnya tecekat hampir kehabisan oksigen. Ia sangat shock. Mulutnya terbuka lebar, dengan kedua mata mengerjap kosong. Dosa apa ia mendapatkan tontonan seperti ini!.
Ify menggeratkan tanganya yang masih berada digenggaman Rio. Tubuhnya terasa panas, dinginnya AC ruangan sama sekali tak memberikan efek pada tubuhnya. Ify ingin pingsan saja rasanya. Kepalanya terasa pusing.
Ify tak kuat lagi Tuhan! Maafkan Ify yang masih suci ini Tuhan! Maaf Tuhan!
Ify menatap Rio dengan tatapan ingin menangis.
"Yo aku pingin pulang. Kepala aku pusing" rengek Ify.
Rio langsung menolehkan kepalanya, menatap Ify yang memberikan tatapan takut dan memohon. Rio mengerutkan kening, bingung sekaligus kaget.
"Kamu sakit sayang?"
Ify tak menjawab hanya bisa mengeluarkan suara rengekan pelan. Rio mendadak tambah bingung. Mata Rio beralih, tak sengaja mendapati pemandangan di sebalah Ify.
"Ahh..." serah Rio mendapatkan jawaban dari tingkah Ify yang seperti ini.
"Kamu mau pulang?" tanya Rio lagi.
Ify menganggukan kepalanya dengan cepat. Rio terkekeh pelan, ekspresi Ify sangat lucu dan menggemaskan.
"Yaudah ayo"
Rio meraih tangan Ify, mereka berdua segera berdiri dari kursi dan berjalan menuju pintu keluar. Rio menyuruh pengawalnya agar tetap melanjutkan film saja, tidak perlu mengikutinya.
Rio merengkuh pinggang Ify, ia melihat istrinya tertunduk dengan wajah sedikit pucat. Rio sedikit bersalah mungkin Ify kaget dengan film yang di tontonnya tadi. Namun, Jika disuruh jujur Rio sebenarnya merasakan gugup dan cemas seperti Ify, bedanya dia sangat pandai mengontrol raut wajahnya dan dirinya sendiri untuk tenang.
"Kamu mau beli minum?" tawar Rio dan dijawab gelengan oleh Ify.
"Aku pingin pulang" lirih Ify pelan.
Rio menganggukan kepalanya, menuruti saja keinginan istrinya. Mereka berdua segera berjalan menuju parkiran paling atas dekat dengan gedung bisokop.
Rio membenahkan sabuk pengaman Ify, gadis itu masih saja tertunduk dan diam. Rio menjadi bertambah khawatir. Rio merapikan rambut Ify yang menutupi wajahnya, menyelipkan rambut Ify dibelakang telinga agar lebih jelas mengamati wajah istrinya.
Rio melihat jam tanganya, menunjukkan pukul 1 dini hari.
"Kamu nggak apa-apa sayang?" tanya Rio cemas.
"Nggak kok" jawab Ify lemah.
Rio pun memilih secepatnya menjalankan mobil dan beranjak dari sana.
***
Ify langsung masuk ke dalam kamar, membanting tubuhnya diatas kasur, menarik selimut dan memejamkan kedua matanya. Rio menatap istrinya sebentar, gadis itu masih mengenakan sepatu sneakers dan tas yang berada di tubuhnya.
Rio mendekati Ify, melepaskan sepasang sepatu di kaki Ify, kemudian menarik tas Ify agar lepas dari tubuh istrinya. Rio duduk dipinggir kasur, membelai rambut panjang Ify.
"Fy, sikat gigi dan cuci kaki dulu" suruh Rio
Ify membuka kedua matanya pelan-pelan, menatap Rio yang sedang tersenyum hangat ke arahnya, jemari tangan kanan Rio membelai pipinya lembut.
"Aku boleh tanya?"
Rio mengangkat satu alisnya. "Silahkan" jawabnya singkat.
Ify terdiam sebentar, berpikir.
"Film tadi...."
"Kenapa?"
"Mmm... nggak jadi" urung Ify merasakan bibirnya sangat sulit untuk mengutarakanya.
Rio tertawa pelan, setidaknya ia dapat sedikit mengerti arah pertanyaan gadisnya. Rio menarik kedua tangan Ify, membangunkan tubuh Ify untuk duduk.
Rio menarik Ify ke dalam pelukanya, memberikan rasa tenang, hangat dan nyaman kepada Ify.
"Maaf" lirih Ify pelan.
"Untuk?"
"Ak... aku belum siap"
Rio menghela berat, melepaskan pelukanya ia menatap Ify dengan tatapan tajam.
"Fy, aku udah sering bilang kan kalau aku nggak apa-apa. Aku akan menunggu. Aku nggak maksa kamu."
"I...ya"
"Udah nggak usah dipikirin lagi" pinta Rio.
"I...iya" serah Ify dengan perasaan semakin bersalah. Pikiranya akhir-akhir ini semakin tak tenang. Ify ingin secepatnya mencari jalan keluar agar tidak diselimuti perasaan kacau dan ketakutan seperti ini terus menerus. Sangat menyiksanya!.
Rio segera berdiri, lalu membopong tubuh Ify, dan berjalan ke kamar mandi. Ify awalnya sedikit terkejut, namun ia membiarkan saja. Ify mengalungkan kedua tanganya ke leher Rio, menyenderkan kepalanya di dada bidang suaminya.
Mereka berdua pun sama-sama melakukan aktivitas sebelum tidur, cuci kaki-tangan, sikat gigi dan cuci muka. Rio bernapas legah, akhirnya Ify dapat tersenyum lagi walau raut wajahnya masih terlihat lumayan pucat.
Rio memeluk tubuh Ify dari belakang dengan satu tangan kekarnya, mereka berdua sama-sama menyikat gigi dengan kedua mata menatap ke kaca besar yang memantulkan wajah mereka berdua disana.
"Asssshh—" pekik Rio pelan. Ify tiba-tiba menumpuhkan kaki kecilnya di atas kedua kakinya. Rio melihat gadis itu terkekeh pelan membuat Rio akhirnya ikut tertawa.
Rio dan Ify saling mengusapkan handuk di wajah satu sama lain, menghilangkan bekas air yang masih membashi wajah mereka. Ify mengalungkan kedua tanganya ke leher Rio, membiarkan suaminya mengikat rambutnya ke belakang.
"Udah?" tanya Ify dan dianggkui Rio.
"Gendong belakang" rajuk Ify menunjukan sisi manjanya.
Rio tak bisa membantah dan hanya menuruti saja permintaan Ify. ia segera berjongok di depan Ify, menerima tubuh Ify dibelakang punggungnya. Setelah itu ia berdiri, untuk keluar dari kamar mandi.
Rio berdiri disamping kasur dan dengan sengaja membanting tubuh Ify membuat gadis itu memekik keras.
"RIO SAKITT!!" teriak Ify terlihat kesal.
Rio membalikkan tubuhnya menatap Ify yang menatapnya tajam. Ia tertawa senang tak mempedulikan istrinya yang masih meringis memegangi punggungnya. Rio pun ikut naik ke atas kasur, mendekati Ify.
"Nggak boleh cium!" tolak Ify dengan cepat menutup bibirnya.
Rio menjauhkan tubuhnya, mengurungkan niatnya, ia menatap Ify dengan kening berkerut.
"Kenapa? Kan udah halal!"
"Kalau cium harus bayar!" tajam Ify.
"Berapa? Aku bayar berapapun! " balas Rio dengan wajah sombongnya. Rio mengeluarkan dompet yang masih ada dibelakang saku celananya.
Ify mendesis kesal melihat bagaimana sikap sok suaminya.
"Berapa?" tantang Rio lagi.
" 1 ciuman 100 juta" bentak Ify tak terima.
Rio memicingkan senyumnya, memberikan smrik khas.
"Cuma segitu?" tanya Rio dengan nada remeh. "Gampang!"
Ify melongo tak percaya dengan ucapan Rio barusan. Suaminya ini benar-benar bikin naik darah!.
"Kalau gitu 1 ciuman 500 juta!" ralat Ify dengan cepat.
Rio mengangguk-anggukan kepalanya dengan tatapan santai.
"Oke. Tapi ciumanya nggak cuma di bibir aja" balas Rio dengan memberikan tatapan menggoda ke istrinya membuat Ify langsung gugup.
Ify merasakan jantungnya mulai berdetak tak karuan lagi desiran aneh itu kembali menyerang sekujur tubuhnya. Ia meneguk ludahnya.
"Em.. emangnya dimana aja?" tanya Ify sok polos.
Kening Rio kembali mengkerut, memberikan ekspresi seperti orang yang sedang berpikir keras.
"Mmm... dimana aja sesuka aku" balasnya dengan seringai nakal.
"HUAAAAA!!" teriak Ify dan cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.
"DASAR OM MESUM!!"
Tawa Rio langsung meledak, menggoda Ify juga menjadi salah satu hobi tambahanya. Melihat wajah polos dan menggemaskan istrinya adalah hiburan tersendiri yang tak bisa ia dapatkan dimanapun. Hiburan yang tidak bisa terhitung berapa nilainya.
Rio menarik-narik selimut Ify,
"Fy kasih night-kiss dulu!" rengek Rio.
"NGGAK!!" bentak Ify menahan selimutnya kuat-kuat agar tidak terbuka oleh Rio.
"Kan kemarin nggak dikasih"
"Bodo!! Ciuman aja sama bantal!"
"Nggak kerasa Fy, beda kalau sama bibir kamu"
"RIOOOO!!!" teriak Ify semakin histeris dibalik selimutnya.
Rio menahan tawanya, Ia semakin ingin menggoda Ify.
"Yaah... Fy masak malam ini abang Rio nggak dapat jatah lagi?"
"Nggak peduli!! Bodo amat!!"
"Sedihnya abang"
"NAJIS!!"
"Adek Ify jahat !"
"RIOO MENJIJIKAN!!"
Rio tertawa keras, ia mengusap-usap lengannya sendiri merasakan ngeri ditubuhnya setelah mengucapkan kalimatnya tadi. Yang sangat memalukan dan hal yang sangat tabu untuk ia keluarkan dari mulutnya.
Rio membaringkan tubuhnya, menumpuk dua bantal dan menyandarkan kepalanya. Ia menatap Ify yang masih tertutup dengan selimut. Senyumnya kembali mengembang.
"Kalau nggak dikasih sekarang, besok pagi dua kali lipat ya"
Dengan cepat Ify membuka selimutnya, menatap Rio setejam mungkin. Ify mendesis pelan,
"Yaudah cepatan!" ucapnya pasrah bercampur kesal.
Rio terhenyak, sedikit kaget dengan balasan Ify yang diluar dugaan. Rio tersenyum licik, tentu saja tak akan menyia-nyiakan hal itu! Sayang sekali bung kalau dilewatkan!.
"Mendekat sini" suruh Rio seenak jidat.
Ify menghela berat, menuruti suaminya. Ia mengeserkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Rio. Ify menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskanya dengan pelan, menyiapkan mental dan detakan jantungnya yang ingin meledak. Meskipun ia kesal namun perasaan gugupnya tak bisa tersembunyikan. Walaupun Rio sudah berulang kali menciumnya, tetap saja Ify selalu gugup dan panas-dingin sendiri.
"Tutup mata gih" suruh Rio, menghadapkan tubuhnya ke Ify.
"Banyak banget sih maunya!" kesal Ify bertambah.
Rio menahan senyumnya, menatap istrinya semakin lekat dan intens.
"Udah cepetan. Tinggal cium aja la—"
Mulut Ify langsung dibungkam oleh bibir Rio. Kedua mata Ify membulat sempurna, ia melihat dengan jelas wajah Rio dengan kedua mata tertutup rapat. Kedua tangan Ify perlahan mengepal, menyembunyikan rasa gemetarnya.
Ify merasakan hangatnya sentuhan Rio bergerak lembut di bibirnya. Ify pun perlahan menutup kedua matanya, membalas ciuman Rio yang semakin lama semakin menuntut dalam.
Keheningan malam terpecahkan dengan suara kecupan dan desahan dari bibir mereka yang penuh gairah.
Rio bergerak ke atas tubuh Ify tanpa melepaskan ciumannya, ia menahan kedua lengannya agar tubuhnya tidak menindih Ify. Dada bidangnya menyentuh Ify.
Ify mulai kehabisan napas, meminta Rio untuk berhenti, namun Rio terlalu larut dan menikmati ciuman panas mereka. Rio menurunkan ciumanya, mengganti sasaranya pada leher jenjang Ify yang begitu putih.
Ify tanpa sadar mengangkat dagunya, memberikan akses bebas kepada Rio. Ia merutuk dalam hati dengan kelakuannya. Dalam hati ingin berhenti tapi tubuhnya melawan dan meminta sentuhan lebih. Rio benar-benar memberikan sentuhan yang memabukkan untuknya.
"Yo..." erang Ify menggit bibirnya kuat menahan desahan di bibirnya yang semakin lepas kendali.
Ify memejamkan kedua matanya kuat, merasakan bibir Rio yang semakin intens menciumi lehernya, menciptakan bercak-bercak merah disana. Ify meremas rambut Rio sebagai pelampiasan, dan desahanya terus saja lolos tak dapat ia kontrol lagi.
Tubuh Ify menegang hebat, Ia merasakan ciuman Rio semakin merambat ke bahunya kemudian turun di dada polosnya. Ify menahan rasa gemetarnya, pikirannya mulai kacau. Apakah Rio akan melakukannya malam ini? Ify taku setengah mati.
Ify mengigit bibirnya kuat-kuat, mencoba untuk tenang dan merilekskan otot-ototnya, mencoba menikmati setiap sentuhan yang diberikan suaminya. Ify menghembuskan napasnya pelan, ia meyakinkan dirinya sendiri.
Yah.. Jika Rio memang melakukannya, ia akan membiarkan saja. Ia akan mencoba untuk siap! Ia akan berusaha menghilangkan rasa takutnya.
Ify terdiam lama dengan perasaan bingung, tak merasakan sentuhan lagi ditubuhnya. Perlahan ia memberanikan diri membuka kedua matanya, Ify terhenyak, menemukan Rio yang masih diatasnya dan sedang menatapnya dengan senyuman hangat.
"Rio tidak melakukannya?" batin Ify terkejut.
Rio merapikan rambut Ify dengan tangan kananya, membelai lembut setiap lekuk wajah istrinya, menikmatinya sampai puas. Perlahan Rio mendekatkan wajahnya ke arah telinga Ify.
"Desahan kamu sangat sexy"
Ify langsung mendorong tubuh Rio dengan kasar, rasanya ingin menendang pria itu! Ucapan Rio berhasil membuat pipinya langsung merona. Ia malu setengah mati. Ify segera menarik selimut dan menutupi sekujur tubuhnya. Ia benar-benar sangat malu.
Sedangkan Rio berbaring kembali disamping Ify dengan tawa yang meledak-ledak. Rio menoleh ke Ify yang bersembunyi di dalam selimut.
"Selamat malam, istriku" ucap Rio tulus sembari mengacak-acak rambut Ify yang tak tertutup selimut.
Rio menarik selimutnya sendiri, dan segera memejamkan kedua matanya duluan. Rio merasa mengantuk.
Ify membuka selimutnya pelan-pelan, kemudian menoleh kesamping, mendapati suaminya telah menutup kedua mata dengan rapat. Kedua sudut Ify terangkat, membentuk senyuman kecilo.
"Selamat malam juga, suamiku" lirih Ify pelan.
Ify mendekatkan tubuhnya ke Rio, memiringkanya lalu melingkarkan tangan kiri-nya di atas tubuh Rio, mencari kehangatan di tubuh Rio. Setelah itu, Ify memejamkan kedua matanya, mencoba untuk terlelap.
"Semoga hari besok lebih indah dari hari ini"
"Terima kasih Tuhan"
****
#Cuap-CuapAuthor
Terima kasih banyaak udah terus baca "EL" dan nungguin "EL" semogaa part ini feelnya dapat bapernya juga dapat Amin. Maaf juga adeganya agak beberapa yang dewasa, maaf banget hehe. Semoga tambah sukaaa yaa MAKASIH BANYAK SEMUANYA.
Oh ya Follow Instagram >> lulukhf_stories , kalian bisa tanyakan apapun ke adminya disana, dan akan diadakan banyak games berhadian disana juga jadi pantengin aja yaa. JANGAN LUPA DI FOLLOW :D makasih banyaakk.
Jangan lupa Comment dan Vote SELALU PALING DITUNGGU :D DAN JANGAN BOSAN-BOSAN BACA "EL" TUNGGUIN NOVELNYA DAN TETAP BACA CERITA INI SAMPAI TAMAT . MAKASIHHH :D
Salam,
Luluk_HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro