Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

e m p a t

Siang ini aku meminjam sepeda milik pegawai hotel untuk membawaku ke pantai. Selama mami masih ada pekerjaan aku dilarang berenang di tempat umum, alhasil selama dua hari ke belakang aku hanya berenang di kolam renang hotel dan membantu om Pram di dapur. Sebisa mungkin aku juga menghindari Hera.

Sepeda yang baru saja kuparkirkan di dekat pohon kelapa terjatuh saat seorang anak kecil menabrakan sepedanya ke arahku bak tabrak lari. Aku meringis saat kakiku tertimpa sepeda.

"Tante Ken!"

Belum selesai masalahku yang satu, sudah datang seseorang yang kuhindari.

"Tante Ken, gak pa-pa?" Hera memelukku seraya menangis. "Mana yang sakit, Tante?"

Aku mengusap puncak kepala Hera, lalu menatapnya. "Tante gak pa-pa, kok."

"Kaki Bu Dyta berdarah. Sebaiknya kita kembali ke hotel." Tisha mengangkat sepeda yang menimpaku dan membantuku berdiri. "Bu Brianna pasti sangat khawatir."

"Hanya luka kecil, kok, Mbak."

"Tante Ken gak boleh sakit. Ayo kita pulang!" Hera terus merengek.

Tisha mengangguk setuju. "Saya telepon supir hotel dulu."

Melihat Hera yang tidak menghentikan tangisnya membuat setitik rasa bersalah muncul ke permukaan. Setelah pertanyaan Hera dua hari yang lalu, aku langsung pamit ke kamar untuk istirahat, bahkan tidak ikut makan bersama di resto hotel.

"Hera sayang sama Tante Ken."

c a n d y t a

Mami menatapku dengan khawatir. "Ada luka dalam, Gi?"

"Tidak, Bu. Hanya luka gores yang memang lumayan dalam dan biru-biru karena tertimpa sepeda." Mbak Gia baru saja selesai menempelkan plester pada lukaku.

"Sayang, kok kamu bisa sih, jatuh gitu? Mami 'kan sudah mengingatkan jangan keluar sendirian. Tunggu mami selesai meeting 'kan bisa."

"Mam, calm down. Aku gak pa-pa. Lukanya kecil, kok."

Mami menggeleng, kemudian memelukku. Kenapa hari ini aku banyak mendapat pelukan. "Mami khawatir sama kamu, Ken. Mami tidak mau kamu terluka."

Aku membalas pelukan mami. Sementara Hanung hanya diam di sofa dengan Hera dipangkuannya. Setelah aku sampai di hotel, mami dan Hanung menemuiku di kamar, mereka nampaknya baru selesai meeting membahas pembangunan hotel.

"Pokoknya kamu tidak boleh ke mana pun sendirian." Mami melerai pelukan kami.

"Tante Ken main sama Hera aja!" seru Hera yang melompat ke arahku.

"Hera," panggil Hanung.

"Tante ini mamanya Tante Ken, ya?" Mami mengangguk. "Tante Ken sebentar lagi mau jadi mamaku."

Tiga orang dewasa di kamar ini menegakan tubuhnya termasuk aku. Hanung berdiri dari sofa. "Hera."

"Papa bilang aku mau punya mama. Namanya Mama Ken, ya 'kan, Pa?"

Mami tersenyum. "Wah, kalau gitu, Hera harus manggil Tante dengan sebutan oma."

"Bri!" Hanung menatap mami tak setuju. "Hera masih anak-anak."

Mami membalas tatapan Hanung. "Bercanda."

"Mam," aku menggeleng.

"Kenapa?" Hera menatap kami bergantian. "Tante Ken gak mau jadi mama Hera? Hera nakal, ya?"

"Hera, tunggu di sini." Hanung membawa mami keluar.

Aku menghela napas kasar. "Hera, tante Ken gak bisa jadi mama Hera. Karena setiap papa-mama pasti memiliki cinta."

"Tante Ken gak cinta sama papa?"

"Bukan. Bukan tante. Tapi papa Hera yang gak cinta sama tante."

"Tapi papa sering merhatiin Tante Ken. Papa sayang sama Tante Ken."

Itu karena dia sedang berusaha menjadi ayah yang baik untukku, dan menarik perhatian mami.

c a n d y t a

"Aku antar ya, Mam."

Mami menggeleng. "Kamu istirahat di kamar. Maaf mami tidak bisa tinggal lebih lama. Pak Yasa mendadak mengabari mami."

Aku mengangguk. "Iya, Mam. Pasti penting makanya pak Yasa telepon Mami."

"Ya sudah, mami berangkat sekarang ya."

"Hati-hati, Mam." Kami berpelukan sebelum mami dan mbak Gia memasuki mobil hotel yang dikendarai Hanung.

"Bu Dyta, maaf, Hera terbangun dari tidurnya, mencari pak Hanung, Bu, nangis di kamar." Tisha menghampiriku setengah berlari.

Merasa bertanggungjawab atas Hera, aku pun menyusul bocah itu di kamarnya. Hera berteriak memanggil Hanung dengan mata memerah.

"Hera, sini sayang." Aku berjalan sedikit meringis karena lukaku belum sepenuhnya sembuh.

"Tante Ken! Papa gak ada. Hera ditinggal sama papa." Hera memelukku erat.

"Nggak. Papa nggak ninggalin Hera. Papa ada urusan sebentar, nanti ke sini lagi, kok." Aku mengusap punggung Hera hingga tenang. "Tidur lagi, Nak."

"Nyanyiin Hera dong, Tante. Hera gak bisa tidur."

Aku membaringkan tubuhnya di tempat tidur, kemudian mengusap punggungnya.

When I was just a little girl
I asked my mother what will i be
Will I be pretty?
Will I be rich?
Here's what she said to me

Que sera, sera
Whatever will be will be
The future's not ours to see
Que sera, sera

When I was just a child in school
I asked my teacher what should I try
Should I paint pictures?
Should I sing songs?
This was her wise reply

Que sera, sera
Whatever will be will be
The future's not ours to see
Que sera, sera

When I grew up and fell in love
I asked my sweetheart what lies ahead
Will there be rainbows day after day
Here's what my sweetheart said

Que sera, sera
Whatever will be will be
The future's not ours to see
Que sera, sera
What will be, will be
Que sera, sera

"Hera sudah tidur, Bu."

Aku menghela napas lega.

"Saya baru lihat Hera sedekat ini dengan seseorang selain pak Hanung."

Itu artinya aku spesial di hati Hera, 'kan? Di hati Hera, Ken, bukan papanya. Kenapa harus berdebar layaknya kamu jatuh cinta?

c a n d y t a


—Salam donat💙
13/04/20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro