Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Nilai Inspiratif

"Memang, tempat paling enak untuk kumpul, ya, di rumahnya si Pati. Luas, adem, banyak makanan lagi.", Wisnuwardhana berucap girang sembari menghirup napas dalam. Udara yang masuk ke rongga hidungnya begitu menyegarkan.

"Kalau soal makanan, lo paling seneng," sahut Anusapati yang dibalas cengiran dari sang empu.

Seorang wanita melangkah mendekati pondok yang menjadi tempat berkumpulnya Singasari's Squad itu. "Ini Tante bawakan kue untuk kalian. Kebetulan banget baru matang," cetus wanita itu meletakkan piring berisi kue di depan Singasari's Squad.

"Gak perlu repot-repot, Tante. Kita jadi gak enak," ucap Wisnuwardhana sungkan.

"Halah, ngomongnya begitu. Dalam hati lo pasti kegirangan, kan?" Anusapati menyikut Wisnuwardhana.

"Jangan buka kartulah, Bro," bisik Wisnuwardhana.

"Tante gak repot sama sekali, kok. Tante malah senang karena kalian datang," ucap wanita itu lagi. "Ah, iya, Jaya, Mama lupa ngasi kamu uang jajan. Ini, ya, untukmu."

Tohjaya menggeleng. "Tidak usah, Tante. Eh, Ma. Jaya masih ada uang, kok," tolaknya.

"Bicara apa kamu, hah? Biar begini-begini, Mama juga Mamamu. Jangan tolak pemberian Mama, dong." Wanita itu menarik tangan Tohjaya dan memberikan uang untuknya.

"Terima kasih, Ma."

"Sama-sama. Ya sudah, Mama masuk, ya. Kalian yang rajin belajarnya." Pesan wanita itu sebelum pergi meninggalkan Singasari's Squad.

"Woahh .... Enak juga jadi lo, Jay. Dikasi duit tanpa perlu bersusah payah," komentar Wisnuwardhana sembari mencomot kue di atas piring.

"Jujur, aku tidak menginginkannya. Bisa tinggal bersama dengan Mama Arini dan Pati saja aku sudah senang, tetapi aku juga tidak bisa menolak pemberian Mama Arini. Aku tahu Mama Arini melakukan ini karena rasa bersalah. Melihat Mama Arini sedih pun, aku tidak tega," tukasnya tanpa menatap Wisnuwardhana sebagai lawan bicaranya.

"Gue senang lo mau tinggal bareng gue dan mama, Jay. Gue juga berterima kasih karena lo memikirkan mama sampai sebegitunya. Yah, pokonya, sebagai saudara, kita harus saling menjaga dan melindungi. Kalau ada masalah, kita bicarakan baik-baik. Jangan sampai, apa pernah terjadi terulang kembali."

Penuturan Anusapati sontak membuat Arok bertepuk tangan. "Gak kusangka kau bisa mengucapkan kata-kata bijak begitu, Pati. Aku senang melihat kau sudah mulai dewasa, tapi maaf, ya. Aku, tuh, gak yakin kalau kau bisa bicara dengan kepala dingin sama Jaya jika kalian ada masalah. Lo, kan, termasuk emosian juga."

"Mulut lo, tuh, kalau ngomong suka ngasal. Gue bisa bicara dengan kepala dingin. Buktinya, gue gak marah saat Jaya melukai gue. Sebelum melakukan tindakan, gue ajak dia bicara secara empat mata." Anusapati memberi pembelaan atas dirinya sendiri.

"Bener, sih, tapi kau gak melakukan itu padaku. Kau gak bicara dan langsung mengambil tindakan. Kau membuatku terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma selama beberapa hari. Untung aku masih diberi kesempatan untuk hidup." Arok masih dapat mengingat kejadian di mana Anusapati menyerang dan melukainya.

Ansupati bergeming tanpa kata di tempatnya. "Ya, maaf. Gue akui belum bisa mengendalikan emosi dengan baik, tapi, ya, intinya gitu. Kita harus saling terbuka satu sama lain demi menghindari kejadian serupa kembali terjadi."

"Kuharap tidak ada lagi masalah yang membuat kita terpecah," kata Dedes angkat suara setelah lama menjadi pendengar.

"Aamiin," sahut Kertanegara cepat. "Sekarang kita mulai diskusi, sebelum pembicaraan kalian semakin panjang dan melantur ke mana-mana."

"Siap, Pak bos," balas Arok duduk anteng di tempatnya.

Singasari's Squad memasuki mode serius. Mereka mulai berdiskusi mengenai kompetisi film pendek remaja yang disarankan bu Lena. Sebelum melangkah lebih jauh, mereka mencari tahu terlebih dahulu profil dan sepak terjang kompetisi yang melahirkan berbagai film pendek yang unik, inspiratif dan tentunya memberi hiburan bagi siapa saja yang menontonnya.

"Film-film yang menjadi juara kebanyakan menginspirasi. Tidak hanya remaja seperti kita, tetapi juga bagi orang dewasa. Film kita juga harus memiliki nilai inspiratif di dalamnya jika menginginkan kemenangan," komentar Tohjaya setelah selesai mencari profil dan sepak terjang kompetisi film pendek remaja yang bergengsi itu.

"Kira-kira apa yang menjadi nilai inspirasi dari cerita kita?" Arok bertanya dengan wajah serius.

"Wajahmu serius, tetapi tidak bisa memikirkannya dengan benar," komentar Kertanegara. Ekspresi Arok sangat serius, tetapi ia tidak sepenuhnya memahami apa yang dikatakan teman-temannya.

"Ya, kan, aku nanya karena gak tahu. Kalau gak kupasang wajah serius, nanti jadi masalah lagi," balas Arok memberikan penjelasan. Ia berusaha ikut dalam obrolan serius itu.

"Tapi Arok benar, karena gue pun, gak bisa menemukan nilai inspiratif yang ada dalam cerita kita. Apakah cerita kita sama sekali gak ada nilai inspiratifnya?" Wisnuwardhana ikut bergabung dalam pembicaraan.

"Tragedi berdarah Singasari bukankah diawali oleh rasa egois?" Dedes memberikan pendapatnya.

"Benar sekali. Di mana Ken Arok berkeinginan memiliki Dedes. Dia adalah pengawal Tunggul Ametung, tetapi dengan teganya dia menghabisi nyawa sang Akuwu Tumapel." Tohjaya memberikan sedikit penjelasan.

"Pada akhirnya, gak cuma Tunggul Ametung aja yang binasa, tapi Ken Arok juga kehilangan nyawa menggunakan keris yang digunakannya pada Tunggul Ametung. Bukan Tunggul Ametung yang membalas dendam, tapi darah dagingnya sendiri," sahut Anusapati.

"Keegoisan melahirkan dendam yang tidak berkesudahan. Seperti itulah akhirnya. Di mana para penguasa Singasari naik takhta menggunakan cara yang keji. Sebenarnya bukan hanya Singasari, tetapi kerajaan-kerajaan lain juga. Demi jabatan dan kekuasaan, mereka bisa berperang dan menghabisi nyawa saudara dan keluarga sendiri."

"Karena di zaman itu, peperangan bukanlah hal yang aneh. Malah hidup tanpa berperang belum dikatakan hidup sempurna." Kertanegara menyambung ucapan Tohjaya. Ucapan lelaki itu terdengar kejam, tetapi begitulah adanya.

"Kerta, ucapanmu terdengar sangat kejam. Seperti tidak ada kasih sayang antara saudara atau keluarga di masa kerajaan yang akhirnya membuatnya mereka berperang." Dedes merasa ucapan Kertanegara terlalu berlebihan.

"Faktanya memang seperti itu, kan, Des? Aku hanya mengatakan lewat sudut pandangku saja. Jika itu terdengar begitu kejam untukmu, maka aku minta maaf. Tetapi, aku tidak akan menarik kata-kataku," balas Kertanegara berpendirian teguh atas ucapannya sendiri.

"Tidak perlu memasukkan perkataan Kerta dalam hati, Des. Dia memang begitu." Tohjaya mencoba menenangkan Dedes.

Wisnuwardhana mengangguk pelan. Isyarat bahwa dirinya setuju dengan perkataan Tohjaya. "Gak tahu aja si Dedes kalau Kerta bisa melakukan apa yang dikatakannya barusan," ungkapnya dalam hati.

"Kembali ke topik pembicaraan, film kita memiliki nilai inspiratifnya sendiri. Tapi, secara tersirat. Penonton harus menemukan nilai inspiratif itu sendiri, tanpa kita jelaskan secara gamblang." Anusapati menarik atensi teman-temannya ke pokok pembicaraan.

"Benar. Penonton diajak aktif memahami pesan moral dalam cerita. Kita juga harus mengevaluasi film kembali dan melakukan beberapa perbaikan," cetus Kertanegara.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro