Yang Berharap
Selamat malam Minggu minnaaa...
yuk malam minggu kita lalui bareng Jack... heheheh
============================================================================
"Good morning, Mommy Sayang!"
Ayuhdia menoleh, tepat ketika satu ciuman mendarat di pipinya. Jack mencium ibunya seraya merengkuh lembut pundak wanita paruh baya itu, sebelum beranjak menghampiri ayahnya.
Dua pria dewasa itu saling menatap beberapa detik, lalu tertawa. Jack memeluk singkat Michael dan ia merasakan tepukan singkat di punggungnya.
Duduk di kursinya, Jack mengendus-endus aroma soto di atas meja makan. Matanya sampai terpejam-pejam saking menikmati aroma itu.
Orang tuanya tertawa.
"Dimakan, Jack. Kamu nggak bakal kenyang kalau cuma ngendus aromanya," kata Michael.
Jack tersenyum lebar seraya mengedip-ngedipkan matanya dengan wajah sok imut yang mana itu tidak cocok sama sekali dengan gurat-gurat kedewasaan di wajahnya. Alih-alih membuat pria itu terlihat imut, Ayuhdia justru merinding karenanya.
"Biasa," tukas Michael cuek. "Dia pasti keracunan pare lagi."
Ayuhdia memandang Michael sekilas. Lain dengan Michael yang mengatakannya dengan enteng, Ayuhdia justru tampak menimbang argumen suaminya itu. Ia mendehem."Apa kamu beneran keracunan pare, Sayang?" tanya Ayuhdia seraya melihat Jack yang memeras seiris jerus di atas sotonya.
Mata Michael melotot besar, sama besarnya dengan pipinya yang menggembung karena suapannya. Berpaling pada Ayuhdia dengan raut tak percaya bahwa akhirnya Ayuhdia terhasut oleh omongannya.
"Kan, Hon..," kata Michael horor. "Sudah aku bilang ratusan kali. Setiap makan malam dengan tumisan pare, besoknya pasti Jack jadi aneh."
Ayuhdia berpaling pada Michael. "Apa benar?"
"Kamu nggak ngeliat sebanyak apa Jack makan malam tadi walaupun yang kamu masak adalah pare?"
Jack terkikik mendengar perdebatan orang tuanya. Acuh tak acuh, Jack justru menikmati suapannya. Bahkan sampai mengambil ayam suwir hingga memenuhi mangkoknya.
"Aku nggak ada keracunan apa-apa," kata Jack kemudian santai. "Nggak perlu cemas."
Ayuhdia menatap putranya khawatir. "Kalau bukan keracunan," lirihnya, "apa kamu mabuk pare?"
Jack tergelak mendengar pertanyaan bernada khawatir ibunya, tapi ia tetap menggeleng seraya sedikit merenung. "Kalaupun aku mabuk, aku bisa pastikan itu bukan mabuk pare." Jack terkikik lagi.
Dan itu bukannya membuat orang tua mereka lega, yang ada malah semakin horor.
Jack meletakkan sendoknya, mengusap tekuknya seraya tersenyum malu-malu. "Ehm... mabuk cinta deh kayaknya."
"Eh?"
Ayuhdia dan Michael merasa wajah mereka akan rontok dari tempatnya. Mata keduanya mengerjap-ngerjap melihat bagaimana raut wajah Jack yang seketika membuat Michael mual-mual sedangkan Ayuhdia sesak napas.
"Ma-Mabuk cinta?"
Jack tak menghiraukan pertanyaan Ayuhdia. Ia menegak habis air minumnya sebelum bangkit setelah menutup sendok garpunya.
"Sotonya enak banget, Mom," katanya. "Aku pergi ke hotel dulu ya. Mau cari duit yang banyak buat ngelamar anak orang. Hihihi. Biar dia bisa yakin kalau aku mampu menafkahi lahir dan batin."
Melenggang meninggalkan kedua orang tuanya yang tercengang di atas mangkok soto masing-masing, Jack pergi seolah tidak memberikan efek syok pada Ayuhdia dan Michael.
Michael terbatuk-batuk. "Jack itu serius atau main-main sih? Siapa yang mau dia lamar?"
Kepala Ayuhdia menggeleng. "Aku juga nggak tau itu anak serius atau lagi becanda."
"Masa kamu nggak tau? Dia kan anak kamu."
Mata Ayuhdia menyipit. "Anak kita."
"Hahaha. Tapi, anak kita semuanya lebih dekat dengan ibunya daripada bapaknya."
"Ehm... mungkin karena aku lebih banyak waktu luang bersama mereka di saat suami tersayang bekerja," kata Ayuhdia. Ia bangkit seraya menuang air di gelas Michael yang telah berkurang. "Lagi?"
Michael melihat mangkoknya yang kosong. Dengan menghela napas panjang ia berkata. "Kalau memaksa sih ya lagi."
"Nggak ada yang maksa," tukas Ayuhdia seraya berniat berpura-pura berlalu dari sana. Namun, rengkuhan di pinggangnya memaksa dirinya untuk terdiam di tempat. Ketika menoleh, ia mendapati wajah Michael yang geli.
"Kalau gitu, aku yang maksa deh," ujar pria itu. "Lagi."
Tawa renyah berderai dari bibir Ayuhdia. Ia menepuk tangan Michael dengan lembut. "Nggak usah pasang wajah manja gitu. Kamu udah tua."
"Justru itu. Katanya kalau tua kita kembali lagi seperti anak kecil," balas Michael tak ingin kalah dan membuat istrinya geleng-geleng kepala seraya beranjak.
Ayuhdia dengan telaten kembali menyiapkan soto di mangkok Michael. Dan entah mengapa, saat itu justru ia teringat sesuatu. Ia sontak menatap Michael.
"Kenapa?"
"Sepertinya Jack memang serius," kata Ayuhdia. Ingatannya memutar beberapa kejadian di belakang. "Nama wanita itu Edel."
*
Suara siulan yang nyaring terdengar. Membuat Tomi yang sedang bekerja di dapur dengan 3 orang cook helper tampak menghentikan pekerjaannya. Tomat di tangannya baru teriris setengah bagian ketika mendapati siulan itu berhenti di ambang pintu dapur.
"Selamat pagi semuanya!"
"Pagi, Bos!"
Jack tersenyum dan masuk dapur. Kedua tangannya di belakang pinggang, mengamati pekerjaan di sana.
Tomi menghampirinya seraya membawa sepiring nasi goreng. "Sarapan, Bos?"
"Ah, bener!" Ia menoleh pada Milka. "Milka, tolong antar nasi gorengnya ke ruangan saya ya."
Milka mengangguk. "Siap, Bos," katanya seraya mengambil nasi goreng itu dan menyiapkannya di nampan.
Susi tampak menghampiri Jack. "Bos keliatannya lagi seneng banget hari ini."
"Bener," kata Tomi setuju. "Lagi bahagia kenapa, Bos?"
"Itu..." Mata Jack mengerjap. Di luar prediksi, ia menatap Tomi dengan dahi berkerut. Hatinya bertanya, keliatan nggak berperikemanusiaan nggak sih kalau aku ngomong Edel baru aja nerima cinta aku?
Lalu, Soni datang mendekat seraya berkata. "Bos nggak usah bohong deh. Dari tengah malam kemaren grup udah pada heboh."
"Eh?" Jack menoleh pada Soni. "Grup? Ah... Grup." Mata Jack melotot ketika baru menyadari sesuatu. "Kalian ini rupanya emang demen ngegosipin saya ya?"
Mereka tergelak. Hanya Tomi terlihat tersenyum tipis.
"Kalian ngomongi apa aja?"
"Tentang Bos yang jemput Edel pulang?"
"Atau tentang Bos yang ngajak Edel jalan?"
Jack melongo. Lalu mengambil kesimpulan, semua orang di hotel pasti sudah mengetahui hubungan mereka. Jadi, untuk apa ditutupi?
"Kalian ini," lirih Jack geleng-geleng kepala. "Memang suka banget begosip."
"Ini bukan gosip, Bos," tambah Rinna. "Kan memang kenyataan."
Jack merenung, lalu menyeringai. "Bener juga ya. Hahaha."
"Jadi, Bos beneran serius dengan Edel?" tanya Soni.
"Kalian ini ya..." Jack menarik napas. "Kenapa nggak ada yang percaya kalau saya serius sih? Kalau saya nggak serius, nggak mungkin juga saya mau ngelamar dia dalam waktu dekat!"
Ups!
Jack menutup mulutnya. Melirik ke sekeliling dan tiba-tiba saja orang-orang di sana bertepuk tangan dan menyelamati dirinya.
"Selamat, Bos!"
"Selamat!"
"Aduh!"
Salah tingkah, Jack menggaruk kepalanya. Mendadak ia khawatir ini seperti mendahului takdir. Pamalik, Jack, pamalik.
"Ehm... nggak usah heboh dulu ya," pinta pria itu dengan wajah memelas. "Dan jangan disebarkan di grup ya."
"Loh, emangnya kenapa, Bos?" tanya Susi. "Bukannya kabar baik itu harus dibagi-bagi?"
Jack memutar otak dan menjawab. "Ini kejutan, Sus. Nggak surprise lagi dong kalau Edel tau."
"Ah! Bener-bener!"
"Ingat! Jangan ada yang ngebocorin di grup!"
Mereka tergelak dan Jack bernapas lega.
"Tapi, Bos. Kami jujur aja nggak nyangka loh kalau Bos beneran serius dengan Edel."
Jack berdecak mendengar komentar Rinna. "Memang susah kalau punya wajah humoris gini, dianggap becanda terus," rutuknya seraya menggaruk kepalanya sekilas.
Mereka masih tergelak. Lalu, Jack melirik pada Tomi. Tapi, karena pria itu terlihat seperti biasa, maka Jack memutuskan untuk bersikap biasa pula.
Setelah beberapa saat Jack mondar-mandir di dapur tanpa ada tujuan jelas, akhirnya ia pun keluar dari sana. Lagipula, sarapan keduanya sudah menunggu di ruangan.
Di ruangan, alih-alih menikmati nasi goreng itu, Jack justru mengirimkan pesan pada Edelia. Aduh, gimana ya ngomongnya. Baru saja delapan jam dua puluh enam menit tiga puluh detik aku nggak ngeliat Edel, tapi kok udah kangen banget ya?
Pagi, Edel Miaw Miaw
Lagi kangen aku ya?
Jack mengulum senyumnya ketika pesan itu terkirim. Seraya menunggu balasan, pria itu mengulurkan tangan. Meraih seiris tomat apel di atas piring nasi gorengnya dan memakannya.
"Ting!"
Pesan masuk dan Jack hampir terjatuh dari kursinya ketika terburu-buru meraih ponsel itu di atas meja.
Nggak kok, Bos.
Biasa aja.
Jack tercengang membaca balasan Edelia. Dengan geregetan ia kembali mengetik.
Kamu ini ya.
Masa romantisnya pas tengah malam aja?
Siang gini jadi balik sikap datarnya.
Dan kamu balik lagi manggil aku Bos?
Jack meletakkan kembali ponsel itu di atas meja. Senyum merekah ketika pesannya telah berubah menjadi centang biru. Dengan berdebar, Jack menunggu balasn pesan itu. Tapi... semenit, dua menit, tiga menit. Tak ada satu pesan pun ia terima. Membuat Jack kembali mengirim pesan pada Edelia.
Del.
Ia menggeram. Menunggu dengan penuh harap balasan wanita itu. Lalu, ponselnya berbunyi. Ketika ia membuka pesan, seketika saja Jack tersenyum malu.
Iya, Jack?
Aduh.
Kebayang kan bagaimana senangnya Jack?
*
Sebenarnya, memang begitulah wanita. Terkadang selalu saja memainkan pepatah lain di mulut lain di hati. Termasuk Edelia di pagi itu. Bohong sekali ketika ia mengatakan tidak rindu pada Jack. Nyatanya, hatinya langsung berbunga-bunga mendapati pesan dari pria itu. Bahkan, Edelia pun menyadari bagaimana jemarinya yang gemetar ketika membalas pesan itu.
Dan sekarang, justru Edelia yang harap-harap cemas menunggu balasan pesan dari Jack.
Ehm...
Aku kangen kamu sih.
Wah. Ini sepertinya memang kita harus nikah secepatnya deh.
Nggak kuat Kakanda menahan rindu seperti ini, Adinda.
Edelia merasakan pipinya memanas seketika. Dalam hati ia bertanya-tanya. Mengapa bisa Jack berkata semanis ini?
Diam-diam, ia meneguk ludah. Membaca pesan Jack selain membuat perasaannya menghangat, mendadak saja ia menjadi bimbang. Apa aku dan Jack bisa bersama?
"Ting!"
Pesan dari Jack masuk lagi.
Del, gimana kalau nanti kita bicara?
Banyak yang harus aku katakan.
Sekali lagi aku bilang.
Aku serius.
Dan aku benar-benar ingin menjadikan kamu milik aku selamanya.
Ya?
Edelia menarik napas dalam-dalam.
Apa aku berdosa kalau berharap, Tuhan?
*
tbc...
malam ini segini dulu ya... nantikan part besok... ada kejutan di part besok, kayaknya sih... hahahha... 😂😂😂
Pkl 20.04 WIB...
Bengkulu, 2020.06.27...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro