Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Terekspos

yang nungguin part 41... cuuung! 🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️

btw. di part ini aku mau menunjukkan bahwa karma itu selalu ada ya... entah karma baik atau karma buruk... 😂😂😂

jadi, silakan dinikmati... 🤗🤗🤗

===========================================================================

Hari kedua di mana Ayuhdia dan Jack belum bertegur sapa. Walau dengan jelas bagaimana kedua orang ibu dan anak itu terkadang saling lirik, tapi mereka sama-sama tidak ada yang berniat untuk mulai menegur. Michael sudah berupaya membujuk istrinya, tapi wanita seperti Ayuhdia tidak hanya lembut, terkadang ia bisa lebih keras dari batu karang sekalipun.

Michael menenangkan diri pagi itu. Nggak akan lebih dari tiga hari, tenang saja.

"Malam tadi tumben kamu tidur cepat, Jack."

Jack melirik sekilas seraya mengunyah sarapannya. "Ehm... berasa capek aja."

"Kamu? Capek?" Abraham mendengus tak percaya. "Aku lebih percaya besok BBM gratis sehari."

Jack meringis mendengar tukasan tajam Abraham. Garpu di tangan kirinya terangkat. "Mas? Perhatian? Aku lebih percaya besok listrik gratis sehari."

Michael tertawa. "Kalian nggak malu dilihat Essa?"

Claressa geleng-geleng kepala. "Opa? Apa nanti kalau aku ada adik juga akan sering berantem?"

Abraham seketika tersedak mendengar pertanyaan Claressa. Wajahnya terasa panas. Matanya sontak saja melirik tajam pada putrinya itu.

"Sa, selesaikan sarapan kamu."

Claressa memanyunkan mulutnya. "Nanti kalau aku ada adik, aku bakal jadi kakak yang penyayang. Nggak boleh ada yang nganggu adik aku. Termasuk Daddy."

Jack mengulum senyum mendengar perkataan Claressa. Dia bertaruh, omongan Claressa bukan omongan kosong belaka. Rekor perkelahiannya dulu bisa menjadi bukti bahwa gadis kecil itu tidak main-main.

Ketika selesai sarapan, Abraham mengejar Jack yang menuju ke kamarnya. Sembari menaiki tangga, Abraham berseru.

"Jack!"

Jack bergidik. Dengan cepat ia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Membuat Abraham menggedor-gedor pintu itu dengan kesal.

"Jangan ngabur!"

"Aku nggak kabur!"

"Okey, kalau gitu open the door. We need to talk, okey?" tanya Abraham. "Boys talk."

Jack mendengus. Beranjak dari pintu. "I am not a child anymore, Mas. Nggak ngaruh bujukan gitu."

"Seriously? I never forget about the time when you came into my office just because Wenny Trianjela."

Bola mata Jack berputar-putar malas. "Cewek itu udah jadi masa lalu. Nggak ngaruh sama sekali."

Abraham menggeram. "Bukan masalah ceweknya. Tapi---"

"Karena statusnya?" tanya Jack memotong perkataan Abraham.

"For God's sake!" geram Abraham. "Bisa buka pintunya dulu baru kita ngobrol? Ini berasa kayak apa coba ngomong dipisahi pintu gini."

Jack mencibir walau jelas-jelas Abraham tidak melihatnya. "Aku mau dengerin musik pake earphone, so silakan cuap-cuapnya." Jack tergelak ketika sebelum earphone menyumbat telinganya, ia mendengar suara rutukan Abraham.

Berbantalkan kedua tangan di bawah kepala, Jack menatap langit-langit kamarnya. Ini beneran kebiasaan Mommy. Kalau ada apa-apa pasti ngadu ke Mas Ab.

Jack mendengus. Tapi, nggak mungkin banget kan Mas Ab bakal lama di sini. Paling lama Minggu besok dia udah balik. Ehm... ini udah hari Kamis. Tinggal dua hari lagi. Aku tahan kok.

Musik yang mengalun membelai indra pendengaran mendadak membuat ia teringat pada Edelia, yang sebenarnya itu tidak mengherankan sama sekali. Bahkan bisa dikatakan apa pun bisa membuat Jack teringat pada wanita itu. Melihat kucing lewat, ia ingat Edelia. Melihat ikan di piring, ia ingat Edelia. Semut menggigit tangannya, ia ingat Edelia. Ehm... parah memang kalau sudah jatuh cinta. Maka, ia pun mengirimkan pesan pada wanita itu.

Ntar malam aku datang lagi.
Kayak jam kemaren.
Bawain cemilan ke ruangan ya.

Ketika pesan itu terkirim, Jack mengerjap-ngerjapkan mata. Ia membaca pesan itu dan mendadak merasa ngeri sendiri. Ini kenapa berasa kayak cowok yang lagi mau diem-diem selingkuh sih?

Ia terkekeh sekilas dan menggeleng.

Ini bukan kayak suami yang mau selingkuh. Ini lebih kayak Romeo yang lagi diam-diam mau menemui Juliet. Hiks. Cinta yang masih terhalang restu Mommy.

Jack berdoa. Dalam hati berharap agar hati Ayuhdia akan melunak. Lagipula, mana ada seorang ibu yang tahan melihat anaknya sedih?

Detik selanjutnya, ia memejamkan mata. Berniat untuk menjadi ular lagi pagi itu.

*

Ntar malam aku datang lagi.
Kayak jam kemaren.
Bawain cemilan ke ruangan ya.

Edelia mengulum senyum melihat pesan yang baru masuk ke ponselnya pagi itu. Tepat ketika ia baru saja selesai masak lauk pauk untuk Kenan.

Benaknya berpikir sesuatu.

Cemilan?

Kira-kira dia mau makan cemilan apa ya?

Nah, salah satu dampak jatuh cinta pada wanita biasanya seperti ini. Tiba-tiba saja merasa bingung untuk memasak apa. Padahal bukankah salah satu dampak jatuh cinta pada pria biasanya adalah hal yang sebaliknya? Apa pun yang dimasak oleh wanita yang ia cintai, itu akan terasa nikmat.

Edelia hilir mudik di lorong bedengannya yang panjang dan lebarnya tidak seberapa itu. Satu tangan berkacak di pinggang dan satu tangan lainnya mengusap pelipisnya pelan. Berpikir.

"Ting!"

Satu pesan masuk lagi ke ponselnya. Edelia membacanya dan yang itu bukan pesan dari Jack.

Mbak, bisa pesan pie strawberry satu loyang buat besok siang nggak?

Dahi Edelia berkerut.

Kapan aku ada buka orderan pie strawberry? pikirnya bingung.

Maka Edelia segera membalas pesan itu.

Pie strawberry, Mbak?
Bukan kue ulang tahun?

Bukan, Mbak.
Ini aku lihat postingan di wall Facebook Mbak.

Dahi Edelia berkerut. Kapan aku ada buat postingan pie strawberry di Facebook?

Bahkan kalau dipikir-pikir lagi, semenjak dirinya bekerja di Hotel Gajah Putih, Edelia sudah tidak membuka orderan kue ulang tahun lagi. Bukan karena dia merasa sudah jadi orang kaya. Tapi, memasak dengan tubuh lelah selalu membuat Edelia rendah diri. Merasa tidak optimal. Lagipula, Edelia lebih memilih memanfaatkan waktu paginya untuk beres-beres dan beristirahat. Dan karena itulah, Edelia pada akhirnya juga sudah lama tidak membuka akun Facebooknya. Notifikasi yang masuk pun tidak pernah ia lihat.

Jadi, ini postingan apa?

Edelia menekan link yang dikirim padanya. Tiga detik kemudian ia telah melihat postingan yang dimaksud.

"Look this, Guys! Ini namanya pie strawberry spesial Chef andalan kita, Edelia Quinn."

Dahi Edelia berkerut melihat video yang ternyata diunggah Kenan sekitar dua bulan yang lalu dan menandai dirinya.

Wanita itu manggut-manggut. Pantas saja. Karena akun Facebooknya memang hanya berisi postingan kue-kue yang ia jual, maka tak heran kalau nomor baru yang menghubunginya itu mengira bahwa ia pun menjual pie strawberry.

Mata Edelia berkedip-kedip dan menjawab.

Oke, Mbak.

Dan sekarang Edelia berpikir. Berapa harganya?

*

Jack melangkah cepat melewati resepsionis yang tersenyum pada dirinya. Tak membiarkan wanita itu menegur dirinya lebih jauh.

Langkahnya yang lebar dengan hitungan menit sudah mengantarkan dirinya di depan ruangannya. Dari luar ia sudah melihat cahaya lampu yang menyala dari dalam sana.

Kemaren, sebelum ia dan Edelia berpisah, Jack menyempatkan diri memberikan wanita itu kunci cadangan ruangannya. Memang niatnya seperti ini. Biar ia tidak perlu repot-repot menyeret Edelia ke ruangannya. Biar ketika ia membuka pintu ruangannya, maka Edelia-lah yang pertama ia lihat dan menyapa dirinya.

"Jack."

Ah...

Rasanya seperti ada dawai surga yang sedang dipetik oleh musisi ternama dunia. Membuat seluruh sudut hati pria itu tak ubahnya bagai gurun pasir yang tengah dilanda kekeringan bertahun-tahun dan mendadak mendapat limpahan hujan. Begitu melegakan.

Jack menutup pintu di belakangnya. Bergegas untuk duduk di sebelah Edelia. Dan tatapannya langsung teralihkan pada hidangan di atas meja.

"Wah!"

Jack langsung saja mencomot sepotong pie strawberry di sana. Menggigitnya dengan cepat dan mengunyahnya dengan lahap.

Edelia melihatnya dengan tatapan yang berbinar-binar. Terutama karena mata Jack yang tampak memejam karena nikmat.

"Ini benar-benar surga dunia," puji Jack. "Walau sebenarnya ini lebih cocok untuk sarapan besok."

Wajah Edelia tersipu. "A-Aku nggak tau mau bawain makanan apa," katanya terbata dan malu.

"Di makan menjelang tengah malam juga enak kok. Nggak melanggar hukum."

Jack meraih potongan yang lainnya. Membuat Edelia keheranan. Memikirkan sebesar apa mulut Jack sebenarnya.

"Ta-Tapi," lirih Edelia kemudian. "Aku juga bawa satu loyang lagi kok."

Jack menoleh. "Satu loyang lagi?"

Edelia menunjuk ke meja Jack. "Kamu bawa pulang, untuk sarapan besok."

Mata Jack menatap Edelia dengan ketakjuban. "Kamu ini bener-bener calon istri idaman." Ia meneguk teh hangatnya. "Gawat ini gawat."

"Gawat kenapa?"

Jack mendesah. Lalu menyandarkan punggungnya di punggung sofa. Matanya bergerak liar tanpa arah ke sana kemari. Seolah sedang berpikir.

"Aku nggak kebayang harus olahraga serajin apa biar perut aku nggak buncit kalau dimanja masakan kamu."

Jack sukses membuat wajah Edelia memerah malu. Wanita itu tampak mengalihkan wajahnya dari tatapan Jack. Jangankan ditambah oleh kata-kata manis, sekadar tatapan saja sudah membuat wanita itu panas dingin seperti ketika demam menyerang.

Dalam hati Jack sudah lompat bolak-balik kegirangan melihat wajah Edelia yang merona merah. Tapi, jangan anggap semua cukup sampai di sana. Nyatanya, kepala Jack sudah terlalu banyak memiliki kata-kata manis lainnya untuk wanita itu.

"Tapi," kata Jack kemudian seraya meraih sepotong lagi. Memandangnya lamat-lamat. Membolak-balikkan potongan segitiga pie strawberry itu. "Apa kamu beli strawberry ini di toko buah yang beda?"

"Eh?" Edelia mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap bingung pada pria itu. Menggeleng. "Walau bukan toko buah, tapi ini strawberry segar yang dikirim dari Curup. Aku udah sering beli sama orang ini kok. Emangnya kenapa?"

"Rasanya kok asam banget ya?" tanya Jack memicingkan mata. "Saking asamnya, di lidah aku kayak pahit gitu."

Edelia menggeleng. "Tadi aku udah cicip jus strawberry-nya kok. Manis asam seperti biasa."

"Asam ini. Nggak ada manisnya sedikit pun," tukas Jack setengah membanting pie itu kembali ke atas piring."

"Kamu udah makan dua potong dan baru ngeluh sekarang?" tanya Edelia polos. Wajahnya berkerut-kerut karena bingung.

Pertanyaan Edelia membuat Jack terbatuk. Ya benar juga. Sudah makan dua potong baru ngeluh asam?

"Ka-Kamu nggak percaya aku?"

Edelia mengerucutkan bibirnya. Dengan bersungut-sungut, Edelia mengambil sepotong. Menggigit ujung pie itu, tapi dalam hitungan detik yang begitu cepat, Edelia mendadak saja membeku.

Di depan wajahnya, Jack dengan kilat jenaka yang menggoda di matanya, tampak mengunyah pelan potongan pie strawberry yang ia ambil dari mulut Edelia. Sukses membuat wanita itu merasa napasnya terhenti seketika.

Jack tersenyum menggoda. "Kalau sekarang malah rasanya manis banget."

"Jack!" seru Edelia dengan mata membesar.

Pria itu tergelak. Mengambil sisa pie di tangan Edelia. Menyuapkannya pada wanita itu, tapi dengan niatan nakal di benaknya.

Seakan tak puas-puasnya membuat Edelia terkaget-kaget dengan perlakuannya, Jack kembali melakukan hal yang serupa.

Ehm... mengapa makan pie strawberry bisa menjadi begini romantis? pikirnya.

Bibir Jack perlahan merayap. Pelan-pelan semakin banyak memasukkan pie itu di dalam mulutnya. Mengikis jarak yang tak seberapa antara bibirnya dan bibir Edelia. Dan ketika semua pie lenyap di mulut mereka, maka itu adalah waktunya untuk bibir pria itu mendapatkan hidangan penutupnya.

"Krekkk!"

Pintu ruangan terbuka. Membuat kedua insan itu terlonjak kaget bersamaan. Tapi, belum begitu mengagetkan ketika Jack melihat siapa yang tiba-tiba masuk ke ruangannya dengan begitu tidak sopannya. Terutama dengan ponsel yang terangkat. Membuat Jack seketika bertanya lirih dengan ngeri.

"Mas mau nangkap basah aku buat laporan ke Mommy?"

*

tbc....

kira-kira berapa part lagi ini selesai ya? hahahaha 😂😂😂

Pkl 23.45 WIB...

Bengkulu, 2020.07.03...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro