Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tarik Ulur Layangan

ohayo minna.... 😘😘😘

cie... siapa yang udah mantengin notif dari tadi... 😂😂😂

jadi, part 12 siap melaju ke ruang baca kalian semua... sejauh ini..., perasaan cerita ini masih kental komedinya ya... ntar... tunggu, drama nya bakal muncul ntar... hihihihi... 😅😅😅

==========================================================================

Mungkin salah satu alasan mengapa Jack sangat disukai oleh orang-orang adalah karena kepribadiannya yang hangat pada siapa pun. Terlahir sebagai anak bungsu dari keluarga berada, namun memiliki seorang ibu yang mengerti dengan pasti bagaimana perlahan naik dari posisi di bawah, menjadikan dirinya perpaduan yang pas untuk keseimbangan antara pria dari keluarga terpandang yang tidak sombong. Semua orang menyukainya. Dari anak kecil hingga orang dewasa. Pembawaannya yang riang gembira pun semakin menjadikannya pribadi yang disukai orang banyak. Apalagi oleh karyawan-karyawannya.

Jack akan membalas sapaan karyawannya dengan senyum terkembang. Pun tak menjadi masalah bila ia duluan yang menyapa. Jadi, sebenarnya... bisa dikatakan bahwa Jack tidak memiliki alergi sosial pada siapa pun.

Ketika ia menilik ke belakang, harus jujur ia katakan bahwa hidupnya memang monoton. Layaknya sebuah film, hidupnya benar-benar datar tanpa klimaks. Sepintas mungkin itu adalah kehidupan yang diinginkan setiap orang. Hidup tenang dan teratur, tapi tidak untuk Jack. Jauh di dalam dirinya, ada suara yang meraung-raung. Jiwa bebas dan petualang di dalam sana seperti diikat simpul yang ingin ia lepas. Entah mengapa, tapi akhir-akhir ini ia ingin membebaskan diri. Ingin kembali merasa adrenalin yang terpacu, keringat yang memercik atau pun napas yang putus jadi satu-satu.

Dan sekarang? Jack menatap pada bola mata Edelia. Menyadari bahwa pertemuan pertama antara dirinya dan wanita itu bukanlah dalam kategori pertemuan romantis ala film-film percintaan di bulan Februari. Dan tentu saja, wanita di hadapannya pun bukan tipe wanita memikat seperti di film-film tersebut.

Edelia Prasetyani, wanita berambut hitam sepunggung itu memang bukan wanita yang kecantikannya membuat pria sontak merasa lutut lemas seketika. Semua yang ada di dirinya tampak biasa-biasa saja, terlihat sederhana. Tapi, ketika Jack mencoba mencermati lagi wanita itu untuk beberapa saat, maka Jack entah mengapa merasa ada desiran aneh yang membuat perutnya bergejolak.

Mungkin karena sepasang bola mata kucing Edelia yang tampak bening. Dan yah, itu semakin menyadarkan Jack mengapa lantas ia tanpa sadar sering menjuluki Edelia sebagai Kucing Cewek. Mata Edelia itu terlihat begitu berbeda dengan hiasan bulu mata lentik yang lebat dan ketika ia berkedip-kedip, lantas saja mengingatkan ia akan kucing peaknose yang menggemaskan. Tapi, sayangnya Edelia tidak se-peaknose kucing itu sih. Hidung Edelia tidak bisa dikatakan mancung atau pun pesek. Yah, standarlah kalau menurut Jack. Namun, ternyata yang standar dan sederhana itulah yang membuat ia terlihat begitu padu.

Menurunkan arah tatapannya, Jack baru menyadari bahwa kalau ada satu yang memesona dirinya dari Edelia maka itu adalah bibir merah mudanya. Terlihat begitu alami dan Jack telah menduga 90% bahwa merah muda itu benar-benar warna bibir Edelia dari sononya, bukan karena lipstik atau sebangsanya.

Glek.

Jack berpikir akan mencari tau kemungkinan 10% lainnya suatu saat nanti. Tapi, sekarang... ketika ia memberikan waktu untuk menilai Edelia, ia lantas berpikir. Gimana bisa ceritanya wanita yang baru aku kenal beberapa hari bisa membuat hidup aku jadi kayak naik roal coaster gini?

Maka begitulah satu kesimpulan tertarik dalam benak Jack.

Edelia adalah 'sesuatu' yang dikirimkan Tuhan untuk membuat hidup aku lebih menarik.

Lantas, kenapa aku harus menolak?

Maka jangan heran bila akhirnya Jack berkata dengan suara parau. "Ngomong-ngomong, kamu mau jadi pacar saya?"

Jack terdiam menunggu respon Edelia. Ia menyadari, dari skala 1-10, cara dirinya ketika meminta Edelia untuk menjadi pacarnya adalah cara yang paling buruk. Mungkin hanya bernilai 0,5. Tanpa basa-basi. Tanpa pendahuluan yang semestinya. Atau paling tidak, walaupun ia sudah 6 tahun tidak berpacaran, seharusnya ia masih ingatlah dasar-dasar meminta seorang wanita untuk menjadi pacar.

Berpakaian yang layak, beri hadiah, dan ucapkan beberapa kalimat romantis. Dan Jack?

Perhatikanlah kaos oblong dan celana sepakbola yang ia kenakan saat ini. Basah karena keringat setelah seharian ia memaksa dirinya untuk berolahraga di dalam ruangan itu. Jangankan berharap ia berpakaian dengan layak, bahkan saat ini pakaian yang ia kenakan bisa tidak beraroma keringat saja sudah merupakan keajaiban dunia.

Beri hadiah? Jack lupa apa yang diinginkan seorang wanita ketika ada pria yang mengajaknya untuk pacaran. Coklat? Boneka? Ough. Itu bukan semacam hadiah yang akan ia berikan pada lusinan keponakannya kan?

Tapi, tentu. Yang paling bermasalah di sini adalah beberapa kalimat romantis. Mungkin sebaiknya Jack memulai dengan sedikit puisi. Oh, Edelia. Saat pertama kulihat kamu di pantai malam itu, kupikir kamu adalah semacam putri duyung yang mengajakku berenang dalam lautan asmara bersama.

Oh-ho.

Memikirkannya membuat Jack merinding disco. Ia tak yakin puisi semacam itu akan membuat kesan yang berbeda. Tapi, yaaah. Bukan berarti ia harus memulai dengan kata 'ngomong-ngomong'.

Sial!

Pria mana yang mengawali ajakan pacarannya dengan 'ngomong-ngomong'?

Mungkin dulu yang cedera bukan kaki aku aja, tapi otak aku juga.

Jack meneguk ludahnya.

Tapi, masalahnya adalah... ajakan pacarannya tadi itu murni spontanitas. Bagi seorang pemain sepakbola, pikir Jack membela dirinya sendiri dari penghakiman dirinya sendiri pula, spontanitas itu semacam Tuhan. Dan memercayai naluri adalah hal yang sama pentingnya bagi pemain sepakbola.

Ya Tuhan, Jack.

Bukan berarti Edelia ini semacam bola yang harus ditendang. Tapi, yah memang harus Jack akui setelah terlambat, sepertinya spontanitasnya mengajak Edelia pacaran adalah ide yang buruk. Jelas, mengajak wanita berpacaran tidak bisa disamakan dengan situasi di lapangan sepakbola. Di lapangan segala sesuatunya harus diatasi dengan cepat dan tangkas, tapi di percintaan sepertinya harus diatasi oleh perabaan situasi yang tepat.

Did I say percintaan?

Deg!

Jack semakin merasakan dirinya tak karuan. Terutama ketika ia merasakan bagaimana sepasang mata kucing Edelia menatapnya tak berkedip. Dalam hati, pria malang itu berharap. Say something, Del. Jangan buat aku tegang atas bawah kayak gini.

Eh?

Lalu, terdengar suara Edelia yang seakan tercekik.

"Ya Tuhan... Saya nggak nyangka kalau sakit Bos separah ini."

Ketegangan Jack lenyap seketika. Bagai asap pembakaran sampah keluarga yang membumbung pelan-pelan ke atas karena tertiup angin, lalu lenyap.

Tubuhnya seolah kehilangan tenaga.

Dari sekian banyak kemungkinan ditolak, yang memang harus Jack akui itu adalah risiko menjadi seorang pria, tapi tetap saja. Penolakan semacam 'saya nggak nyangka kalau sakit Bos separah ini' bukanlah jenis penolakan yang ia pikir akan ia dapatkan.

Sudahlah ditolak, eh pakai acara dibilang sakit parah lagi.

Mata Jack tertutup dramatis.

Ya Tuhan.

Sekalinya nembak, eh ditolak. Ditolaknya juga segini ngenesnya. Dianggap sakit parah.

Salah hamba apa, Tuhan?

*

Kamu mau jadi pacar saya?

Jujur saja, wanita mana yang masih bisa berpikir jernih ketika mendapatkan satu pertanyaan itu. Tapi, tetap saja. Itu bukan seperti Bos yang mendadak jatuh cinta ke aku kan?

Jadi, jangan salahkan Edelia ketika kalimat konyol itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

"Ya Tuhan. Saya nggak nyangka kalau sakit Bos separah ini."

Mendapati mata Jack yang tertutup dramatis, Edelia meneguk ludahnya. Sontak saja ia merasakan genggaman tangan Jack di lengan atasnya mengendur dan akhirnya tangan itu terjatuh bagai tak berdaya melawan gaya gravitasi. Begitu pun dengan wajahnya yang tertunduk seketika.

"Er--- Bo...s..."

Jack mengangkat wajahnya yang merah padam, spontan menyentak. "Apa?"

Membuat Elena ciut seketika. Takut-takut, ia menunjuk nampan di atas meja yang terletak di tengah-tengah ruangan Jack. "Makan, Bos."

Mata Jack menyolot. "Memangnya mana ada pria yang abis ditolak masih bisa makan, heh?"

"Eh?"

Jack beranjak. Meraih satu handuk kecil dari punggung sofa. Mengelap keringatnya dengan wajah tertekuk. Lalu, seraya menggantungkan handuk itu di lehernya, ia berkacak pinggang dan berbalik. Menyemprot Edelia.

"Kalau kamu mau nolak saya, apa nggak ada cara yang lebih halus lagi? Nolak pake cara kampungan kek. Maaf, Bos, tapi Bos terlalu baik buat saya. Setidaknya kan dengan begitu harga diri saya masih utuh. Lagipula, itu memang sesuai kenyataan juga," rutuk Jack panjang lebar dengan manyun. "Ini malah ngomongi saya sakit parah?"

Edelia cemberut. "Lah, gimana ceritanya saya nggak mikir Bos sakit parah kalau mendadak Bos nanya saya buat jadi pacar Bos."

Satu lampu berpijar di benak Jack.

"Apa itu artinya kalau saya mintanya nggak mendadak, kamu mau jadi pacar saya?" tanyanya kemudian. "Apa saya perlu ngasih tau kamu dulu kalau saya mau ngajak kamu pacaran? Semacam aba-aba gitu?"

"Eh?"

Edelia menggaruk tekuknya. Kebingungan tercetak dengan sangat jelas di wajahnya.

"Yang bener-bener aja deh, Bos. Ngapain juga Bos mau saya jadi pacar Bos?"

"Memangnya kenapa?" tanya Jack. "Saya cowok, kamu cewek. Kita sama-sama nggak ada terikat dengan siapa pun. Manusiawi kan kalau kita pacaran?"

"Yaaah..."

Seringai mendadak terbit di wajah Jack. Sebiji harapan di hatinya seolah sedang mendapat siraman hujan di pagi hari. Siap bertunas dan tumbuh.

Sepertinya masih ada peluang.

Oke, umpan dua satu.

Berkelit melewati center back.

Tendangan voli.

"Mau?"

"Nggak."

Sayang, tendangan berhasil diamankan dengan tepat oleh kiper.

Sudut bibir Jack berkedut. Rasa-rasa ingin mengumpat. Aku pikir tadi ia berubah pikiran.

"Daripada itu, Bos," lirih Edelia kemudian. "Ayoh, makan dulu. Selagi masih hangat."

Jack mendengus. "Sudah nolak saya, kamu nyuruh saya makan?" Dia berdecak. "Apa wanita zaman sekarang memang seperti ini?"

"Apa, Bos?"

"Walaupun sudah nolak, tapi tetap nggak mau kehilangan salah satu cowok yang suka dia? Makanya tetap aja berusaha ngasih perhatian gitu?"

Wajah Edelia serasa akan rontok dari tempatnya. Ini Bos ngomong apa sih?

"Jujur aja. Kamu sedikit ngerasa nggak rela untuk bener-bener nolak cowok kayak saya kan?" Mata Jack memicing. "Oh. Saya tau. Ini taktik cewek."

"Taktik apaan, Bos?"

"Taktik 4-4-2?" Jack menyeringai dan membuat Edelia semakin bingung. "Ini taktik tarik ulur layangan, heh?"

Edelia melongo.

"Well, but the good news here is..." Jack mengusap rahangnya. "Itu berarti kamu sebenarnya ada sedikit perasaan ke saya." Senyum Jack terkembang saat pria itu menyugar rambut pirangnya yang lengket karena keringat. "Nggak heran sih. Mana ada cewek yang bisa melepaskan diri dari pesona saya? Saya ini udah cakep, baik hati, rajin menabung, idaman semua calon mertua se-Indonesia Raya dan ramah pada siapa pun." Ia tergelak kecil. "Bahkan saya pernah masuk artikel olahraga tahun 2014. Sepuluh atlet nasional yang memesona di dalam dan luar lapangan." Jack berdecak. "Ckckck. Memang nggak sia-sia Mommy ngidam tahu isi pas hamil saya dulu."

Dahi Edelia semakin berkerut layaknya kulit jeruk purut yang kisut karena seharian kejemur. "Ini Bos ngomong apa sih?"

Jack menarik napas. Sedikit membungkukkan badan di depan Edelia hingga wanita itu terkejut karenanya.

Jack tersenyum. Kali ini memang kesengajaannya untuk menampilkan senyum memikatnya. Ia berkata dengan suara lirih. Perpaduan antara serak-serak basah dan dalam yang membuat perut Edelia bergejolak.

"Saya bakal ladeni tarik ulur layangan kamu."

Eh? Sejak kapan aku main layangan?

"Dan perlu kamu tau aja, saya terlahir untuk mengejar target. Semua orang menyukai saya. Jadi, saya akan memastikan kalau kamu pun pelan-pelan akan menyukai saya juga. Saya bisa pastikan kamu nggak bakal kuat menghadapi serangan demi serangan yang akan saya luncurkan." Jack menatap mata Edelia hingga ia resah. "Kamu bakal lihat kalau saya benar-benar serius untuk pacaran dengan kamu."

Eeeh?

Jack menegapkan tubuhnya. "Sekarang, untuk ngelayani tarik ulur layangan kamu," katanya seraya menoleh pada makanan di atas meja, "saya pikir saya bakal makan."

Setidaknya hal itu membuat Edelia mengembuskan napas lega.

"Tapi," lanjut Jack dengan seringai di wajahnya, "kalau kamu suap."

"Eh?"

Mata Jack berkedip-kedip manja. Oh, sifat anak bungsunya keluar.

"Cuap ya? Biar saya makannya banyak."

Edelia bergetar seluruh tubuh. Ini Bos sakit atau keracunan ubur-ubur sih?

*

tbc...

hahahaha... aduh, aku sih waktu ngetiknya ga bisa nahan ketawa sih... tapi, emang dari Daddysitter kan aku emang mau buat karakter Jack yang gokil gitu... eh, setelah pertemuan pertama dia dan Edel, karena pertemuan mereka juga bermasalah, jadi mau ga mau emosi dia agak terganggu kan. nah, akhirnya sekarang aku bisa mengembalikan sifat asli Jack dengan ngebuat dia menerima kehadiran Edel di hidupnya... tapi, sekarang sih kayaknya malah Edel yang ngeri gara-gara Jack berubah mendadak... 😂😂😂

Pkl 09.05 WIB...

Bengkulu, 2020.06.01...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro