Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Semangkuk Rasa Panas

Selamat Malam Semuanya... 😍😍😍

Akhirnya dapat notif lagi dari ini cerita ini... cie cie cie... cung tangan siapa yang nungguin kelanjutan cerita ini? 🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️

Sebelumnya, Aku mau ngucapin: Selamat Hari Raya Idul Fitri, aku mohon maaf lahir dan bathin untuk semua kesalahan aku... Terutama karena nggak pernah ngasih extra part tiap cerita aku selesai... 🙏🏻🙏🏻🙏🏻😂😂😂

oke... jadi, kue lebaran masih banyak kan? hahahha... yuk, dimakan sambil ngebaca part 8... 🤣🤣🤣

selamat menikmati... 🤗🤗🤗

===========================================================================

"Edel?" Vindy mengerutkan dahi dengan heran. "Kamu udah datang jam segini?" Ia melihat ke jam tangannya. "Jam setengah dua belas?"

Semua mata langsung menoleh ke ambang pintu di mana Edelia baru saja masuk seraya membawa satu plastik dengan kedua tangannya. Wanita itu tersenyum kaku.

"Kok cepet banget?" tanya Rara. "Kamu nggak mau ngebantuin kita-kita buat nyiapin reservasi makan siang kan?"

Edelia melihat dengan cepat bagaimana meja di dapur telah penuh dengan makan siang. Dari sajian pembuka hingga hidangan penutup.

"Soalnya kalau iya," sambung Agung, "kamu jelas udah telat."

"Kecuali kalau kamu mau ngebantu pelayan buat angkut-angkut ini makanan ke depan," imbuh Bagas.

Edelia menggeleng. "Bu-Bukan... aku bukannya mau ngebantu reservasi siang ini," katanya seraya masuk dan meletakkan bingkisan itu ke island yang kosong. Ia beranjak menuju ke rak dan mengambil satu mangkok kaca ukuran sedang.

"Ngapain?" tanya Tomi. Lalu, ia mengendus isi plastik hitam itu. "Ini... sup?"

"Ehm... iya..."

Tak menghiraukan mereka yang mendadak melingkari dirinya, Edelia mengeluarkan isinya. Dengan pelan-pelan, ia menuangkan sup ikan itu ke dalam mangkok. Asap mengepul dari mangkok itu.

"Wah! Untung masih panas," kata Edelia senang. "Nggak sia-sia ngebut tadi."

"Kamu ngebut cuma biar sup ini tetap panas?" tanya Tomi.

Edelia mengangguk.

"Kamu kerja di dapur ya," kata Tomi. "Banyak kompor yang bisa kamu pakai untuk manasin itu sup."

"Ah..." Edelia mengangguk bodoh. Ia nyengir. "Bener juga."

Tim Dapur geleng-geleng kepala.

"Jadi, kamu bawain sup itu untuk apa?" tanya Vindy ingin tau. "Sup ikan mujair?"

Rara melirik Bagas. "Emangnya ikan mujair bisa dibuat sup?"

"Ya semua ikan bisa kok dibuat sup. Tergantung rasanya aja ntar. Hahaha. Ikan asin juga bisa dibuat sup, tapi mungkin nggak enak."

Edelia tersenyum malu. "Soalnya cuma ada ikan mujair sih."

"Terus untuk apa sup ikan ini?" tanya Vindy lagi.

Edelia menarik napas dalam-dalam. Vindy ini banyak nanya ya?

Dan sejujurnya, Edelia bingung harus menjawabnya. Makanya ia tak menjawab pertanyaan itu, melainkan meraih satu nampan kecil. Meletakkan mangkuk sup di atasnya. Lalu, ia beranjak.

"Eh... mau ke mana?" tanya Agung.

"Ada urusan bentar," jawab Edelia sekenanya seraya kabur dari dapur.

Tim Dapur hanya terbengong-bengong melihat Edelia yang pergi secepat kilat seraya membawa nampan.

"Oke!" Rara bertepuk tangan sekali. "Siap-siap buat ngidangin ini makanan ke depan."

Sementara Tim Dapur bersiap menyajikan hidangan reservasi siang itu, Edelia dengan kebingungan mencari-cari ruangan Jack. Ia sempat bertanya pada petugas keamanan sebelum akhirnya menemukan ruangan Jack. Dengan penuh semangat, Edelia berjalan menuju pintu tersebut.

Sesampainya di depan pintu, Edelia berhenti. Menguatkan hatinya dan bersiap untuk mengetuk pintu. Tapi, ia tidak mengantisipasi bahwa pintu itu akan membuka bahkan sebelum ia mengetuk. Jadi, spontan saja ia kaget mendapati pintu itu terbuka dan satu sosok tinggi keluar tanpa aba-aba. Membuat satu tangannya yang membawa nampan sontak menjadi goyah. Terutama ketika sosok itu menabrak nampannya.

"Aaah!"

Edelia hanya bisa melirih pelan ketika merasakan satu tangannya yang membawa nampan itu kewalahan.

Nampan itu bergoyang. Mangkuk di atasnya berguncang. Kuahnya tumpah ke mana-mana.

"Shit!"

Suara pria terdengar mengumpat karena kuah panas itu.

"What the fucking shit!"

Edelia mengangkat wajahnya dan mendapati bagaimana kuah panas dari sup ikan mujairnya membasahi kemeja pria yang baru saja keluar dari ruangan itu. Seketika saja ia panik.

"Ma-Ma-Maaf, Bos."

Jack mengangkat wajahnya dan mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

Edelia menciut ketakutan.

"Kamuuu!"

*

"Kamu ini benar-benar ya! Aduh! Astaga!"

Edelia hanya bisa melirik sedikit ketika mendapati rutukan demi rutukan yang Jack lontarkan pada dirinya. Tapi, ia bisa apa? Toh niatnya semula itu bagus loh. Mau minta maaf pada Jack.

Setelah masuk ke ruangan Jack dan meletakkan nampan sup itu di meja, Edelia membiarkan Jack menumpahkan kemarahan padanya. Lagipula, itu memang salah Edelia hingga Jack merasakan panas kuah sup itu di kulitnya, bukan di lidahnya.

"B-Bos, saya minta maaf."

Jack menggeram kesal melihat Edelia. "Kamu mau ngebunuh saya pakai kuah panas itu? Kulit saya bakal melepuh ini gara-gara kamu!"

Edelia tersentak. Bos benar, pikirnya.

Jadi, tanpa permisi Edelia segera berlari ke luar. Jack hanya terbengong-bengong melihat Edelia yang kabur dari ruangannya.

"Gila ya itu kucing cewek! Sekarang malah dia kabur! Persis banget kayak kucing yang abis ketahuan maling ikan!" Tiba-tiba pandangan mata Jack membentur nampan di atas meja. "Ini apa?"

Jack beranjak duduk ke sofa yang terletak di tengah ruangan. Melihat lebih dekat pada nampan tersebut.

"Sup ikan?" tanyanya dengan suara lirih. Jelas merasa bingung. "Ngapain Si Kucing Cewek itu bawa ikannya ke sini?"

Lalu, terdengar suara gaduh dari luar. Ketika Jack beralih, ia mendapati Edelia yang kembali datang. Mendadak saja sensor peringatan Jack berbunyi.

"Kenapa kamu datang lagi? Kamu mau ngapain? Belum cukup ngasih saya kuah panas?"

Edelia mengambil tempat di dekat Jack. Mendapati itu, Jack segera bergidik. Sedikit beringsut hingga mentok ke tangan sofa. Tapi, Edelia justru kembali mengikis jarak di antara mereka.

"Kenapa?"

"Buka bajunya, Bos."

Jack melotot, tak percaya dengan apa yang ia dengar. "Eh?" Jakun pria itu naik turun. "Bu-Buka baju saya?"

"Iya," jawab Edelia seraya menatap dada Jack yang basah. "Buka bajunya, Bos."

Jack mengerjap.

"Atau saya yang bukain?"

Jack mengap-mengap. "Memangnya kamu ma---"

Ucapan Jack terputus ketika menyadari bagaimana kedua tangan Edelia meluncur ke kancing kemejanya. Ia seketika panik.

"Kamu mau ngapain buka baju saya?" tanya Jack. Secepat kilat ia memandang berkeliling dan mendapati pintu yang setengah terbuka. "Mana pintu nggak ditutup lagi!"

Edelia mengangkat wajahnya. Menatap Jack. "Apa pintunya harus ditutup, Bos?"

Mata Jack terpejam dengan dramatis. Ini kenapa otak aku berasa kayak yang lagi korslet sih?

Rasa-rasanya Jack ingin sekali membenturkan kepalanya yang bermasalah.

"Kamu mau ngapain?" tanya Jack menggeram. Matanya semakin memejam dengan erat, sedangkan tangannya mengepal dengan kuat. Jack bertekad. "Jangan mentang-mentang kamu cewek jadi kamu pikir saya bakal pasrah. Saya bakal teriak kalau kamu sampai memperko---"

Jack kemudian merasakan ada sentuhan lembut dan dingin di dadanya yang membuat ucapannya terhenti. Membuat pria itu seketika membuka mata dan mendapati Edelia tengah mengolesi salep di dadanya.

"Kalau nggak diobati langsung," kata wanita itu, "nanti kulit Bos bisa melepuh dan luka."

Jack tertegun dengan mata berkedip-kedip.

Oh, jadi dia mau ngasih salep toh.

Eh?

Edelia meneguk ludahnya. Kembali menuangkan salep ke ujung jari telunjuknya. Memberikannya dengan pelan di dada Jack. Dan merasa gerah karenanya. Dalam hati ia berpikir. Yang kena siram kuah panas kan Si Bos, tapi kenapa kayaknya malah aku yang kepanasan ya?

Jari-jari tangan Edelia dengan bergetar menyusuri dada telanjang Jack dalam tujuan memberikan salep di sana. Tapi, tetap saja. Sentuhan itu membuat ia jengah. Tak berani menatap Jack, Edelia hanya berusaha untuk fokus memberikan salep itu.

Jack pun memilih untuk mengalihkan matanya dibandingkan harus menatap wajah Edelia yang tampak merona. Terutama dari posisi duduknya, ia bisa dengan jelas melihat bulu mata Edelia yang lentik tampak bergoyang-goyang saat pemiliknya berkedip.

Pria itu meneguk ludahnya. Anehnya, merasa kikuk.

I-I-Ini juga bukan kali pertama dia ngeliat aku kayak gini kan?

Untuk beberapa saat Jack justru merasa bingung. Ini tadi aku ketumpahan kuah panas, terus dikasih salep harusnya jadi dingin kan ya? Tapi, kenapa malah jadi tambah panas sih?

Edelia menarik jemarinya dari dada Jack. Menutup salep yang ia gunakan dan memasukkannya ke dalam kantung celananya.

"Udah, Bos," katanya tersenyum tipis seraya menarik napas dalam-dalam. Berusaha mengusir rasa aneh yang membuat ia merasa gugup. "Semoga dada Bos nggak luka."

Jack bergeming. Ia menarik napas panjang. Sejenak menenangkan dirinya. "Semoga saja. Karena kalau sampai dada saya luka, awas aja kamu!"

"Maaf, Bos," kata Edelia lagi tanpa sengaja justru kembali menatap dada telanjang Jack. "Saya benar-benar nggak maksud buat numpahin kuah panas ke Bos."

Jack menatap kemejanya yang masih basah. Geregetan antara ingin meremas kemejanya atau Edelia, Jack dengan kesal kembali misuh-misuh.

"Lihat ini!" tunjuknya. "Kemaren kaos saya sobek. Hari ini kemeja saya basah." Jack menarik kemejanya ke bagian hidung. "Mana bau ikan lagi! Nanti kalau saya digigit kucing gimana?"

Tangan Edelia terulur takut-takut. "Dilepas aja, Bos. Khawatir bener-bener diterkam kucing nanti."

Mata Jack melotot.

"Apa lagi..." Takut-takut, Edelia menatap Jack. "Apa badan Bos nggak lengket?"

Nah itu dia yang Jack rasakan. Tubuhnya lengket karena kuah itu. Maka tanpa aba-aba, mana dia memang kesal juga sih, Jack langsung saja melepas kemejanya.

Edelia mengerjap kaget ketika kemeja itu meluncur ke pangkuannya setelah dibanting oleh Jack.

"Kalau saya perhatikan," kata Jack dengan benar-benar bertelanjang dada sekarang dan tanpa sadar meraba dadanya yang keras hingga turun ke lekukan otot perutnya, "apa kamu memang sengaja mau buat saya ngelepas baju tiap kita ketemu?"

Blushhh!

Wajah Edelia memerah sampai ke telinga. Terutama karena memang kulit Edelia yang putih, maka kentara sekali kalau wanita itu tengah malu.

Jack memerhatikan Edelia yang mencubit-cubit jari jempol dan telunjuk di kedua tangannya secara bergantian. Ia menunduk dan menggeleng.

"Nggak, Bos. Saya nggak sengaja."

"Udah tiga kali dan kamu bilang nggak sengaja?" tanya Jack kesal. "Lalu, ini apa?" Jack menunjuk sup di meja. Kepulan asapnya telah sedikit berkurang. "Ngapain kamu bawa sup ikan ke sini? Memangnya mau ngasih umpan kucing?"

Edelia menggeleng, berkata. "Saya denger katanya Bos masuk angin. Makanya saya ke sini bawain sup ikan."

"Eh?"

"Biar badan Bos enakan dan nggak batuk-batuk lagi."

Jack mendehem. "Si-Si-Siapa yang bilang saya sakit?"

"Tim Dapur," kata Edelia. "Mereka bilang Bos tadi pagi batuk-batuk."

"Uhuuukkk!"

Kali ini ajaibnya Jack memang batuk. Tapi, bukan batuk karena sakit. Hanya saja karena itu Edelia segera mengangkat wajahnya.

"Bos beneran sakit?"

"Aduh!" Jack menggeleng. "Itu se---"

Mangkok sup langsung terangkat ke depan wajah Jack. "Dimakan, Bos. Ini ampuh untuk ngebuat tubuh Bos hangat."

Jack menggeleng. "Sa---"

Edelia menyodorkan sendok yang berisi kuah sup itu kepada Jack. "Buka mulutnya, Bos."

Jack kembali menggeleng.

"Ayoh, Bos. Biar Bos sehat. Jadi nggak batuk-batuk lagi."

Jack menyerah. Mulutnya terbuka sedikit dan Edelia dengan segera menyuapkan kuah itu.

Lidah Jack menyesap aneka rempah-rempah di sana dan seketika rasa hangat menjalari tubuhnya. Mendapati itu, Jack justru meraba dahinya sendiri.

"Apa aku beneran sakit ya?"

"Wah..."

Edelia menganga mendengar pertanyaan lirih pria itu. Ia meletakkan mangkok sup di atas meja dan mengulurkan tangan. Menyingkirkan tangan Jack dari dahinya, lalu menggantikan dengan telapak tangannya.

"Bos, pasti masuk angin," vonis Edelia. "Bos sering keluar malam ya?"

"Eh?"

"Makanya, Bos. Jangan keluyuran. Di atas jam sembilan malam harus sudah di rumah. Biar nggak masuk angin."

"Eh?"

Tak menghiraukan wajah Jack yang kebingungan karena nasihat dari Edelia, wanita itu tampak mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Di otaknya, Jack bertanya-tanya. Apa aja sih yang dia simpan di kantong celananya yang kecil itu?

Edelia tersenyum seraya memamerkan sebotol kecil minyak kayu putih dan uang logam Rp 500,00.

Jack mengerutkan dahinya. "A-Apa itu?"

Senyum masih terkembang di bibir Edelia. "Bos pernah dikerok?"

Seketika saja Jack tambah memucat.

*

tbc...

hayok hayok hayok... ramaikan dengan vote dan komen kalian... hihihiiii... 😂😂😂

see ya besok guys... 👋🏻👋🏻👋🏻

Pkl 21.05 WIB...

Bengkulu, 2020.05.27...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro