Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sakit Yang Terlalu Parah

Selamat malam semuanya... 😁😁😁

hiks, maaf sebelumnya karena telat update... 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

tapi, ada sesuatu yang menghalangi buat update kemaren itu... sorry.... 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

jadi, part ini semoga bisa menghibur hati kalian yang sedih nunggu dari kemaren... hehehhe... 😘😘😘

===========================================================================

Jack menyusuri jalan seraya menarik travel bag-nya.

Perubahan karena kehadiran seseorang?

Jack menatap kakinya yang melangkah.

Nggak mungkin banget kan aku mendadak punya perasaan gitu ke Si Kucing itu?

Jack melintasi pintu dapur. Masih dengan menatap langkah kakinya sendiri. Tomi yang memegang piring di depan pintu dapur, bengong.

Tapi, ya ampun. Sebelum dia muncul, hidup aku memang damai sentosa. Dan tepat setelah kemunculan dia, semua terasa kayak jungkir balik.

Jack berbelok, tepat ketika pintu Chef Junan terbuka. Tangan Chef Junan terangkat, tapi Jack terus melaju.

"Seandainya ada permainan yang lebih seru. Atau ada sesuatu yang membuat hidup ini lebih menarik."

"Ya Tuhan. Mengapa hidup hamba seperti ini?"

"Seandainya ada sesuatu yang membuat hidup ini lebih menarik, Tuhan..."

Langkah kaki Jack seketika berhenti. Wajahnya terangkat dan mulutnya menganga. Teringat oleh perkataannya sendiri.

Seandainya ada sesuatu yang membuat hidup ini lebih menarik, Tuhan.

Jantung Jack seolah berhenti berdetak. Teringat bagaimana ketika ia mengucapkan kalimat itu untuk yang pertama kalinya dan lantas ia langsung menemukan seseorang yang mengatai dirinya sebagai Bule Imitasi. Dan kemudian, ketika ia mengucapkan hal yang serupa untuk kedua kalinya, kilat langsung menggelegar. Seolah sedang menyetujui surat perjanjian kematian dirinya.

Itu benar kan? Itulah yang terjadi akhir-akhir ini kan?

Sial.

Itu bukan karena ucapannya sendiri yang meminta sesuatu yang membuat hidup ini lebih menarik kan?

Jack memucat.

"Sesuatu itu bukan dia kan, Tuhan?"

*

"Kayaknya Bos memang sakit deh."

"Karena kalau Bos sehat, Bos nggak bakal ngelewatin sarapan penuh gizi buatan aku."

"Dan nggak cuma itu. Bos juga nggak makan siang."

"Boro-boro makan siang, Bos aja nggak minta diantarkan minum."

"Astaga. Aku nggak nyangka efek masuk angin kalau ke separuh bule itu benar-benar membahayakan."

"Dan liat kan? Tadi Bos bawa travel bag."

"Jangan-jangan khawatir nggak bisa nyetir balik ya?"

"Astaga. Padahal kan ada ojol."

"Mungkin alergi pake kendaraan orang."

"Eh, lagipula. Bos kan paling nggak suka dihebohi orang."

"Gimana kalau pas naik ojol Bos malah diminta foto bareng?"

"Ah... bener-bener..."

"Apa yang bener?"

Tim Dapur kompak mencelat dari lingkaran gosip yang mereka buat. Masing-masing memegang dada dan mengumpat beraneka kata.

"Ya Tuhan, Del."

"Sebangsa jelangkung ya."

"Muncul kok tiba-tiba sih?"

Edelia tertawa pelan dan ia melihat pada Tomi. "Kok belum pulang, Tom?" tanyanya.

Perlahan, lingkaran gosip itu membubarkan diri. Tapi mereka masih melirik-lirik Edelia seraya menggerutu kecil karena kaget.

"Ini baru mau pulang," kata Tomi. "Tadi kami cuma lagi ngomongi Bos bentar, makanya belum pulang."

"Emangnya Bos kenapa?"

Vindy memutar-mutar botol saos. "Kayaknya Bos beneran sakit deh. Tadi Bos datang bawa travel bag. Terus nggak sarapan, nggak makan siang, dan nggak minum."

"Eh?"

"Kayaknya sakit Bos lebih parah," kata Bagas. "Nggak mungkin cuma masuk angin biasa."

Edelia tertegun.

"Lagipula Bos sih. Masa udah kerokan malah ke mana-mana nggak pake baju. Itu sama aja kayak nyuruh angin tambah banyak yang masuk," kata Rara geleng-geleng kepala.

Edelia menggigit bibirnya. "Beneran Bos belum makan apa-apa?"

Mereka kompak mengangguk.

Tanpa sadar, Edelia menggigit kukunya. Apa Bos tambah sakit gara-gara kemaren nggak pake baju ya?

"Kalau nggak makan buat Bos tambah sakit gimana?"

Edelia melirik Agung.

"Kan kasian Bos kalau tambah sakit," lirih Rara. "Apa baiknya kita panggil dokter aja ya?"

Vindy melirik Rara. "Kamu lupa kalau Bos semacam alergi gitu sama dokter?"

"Ah... bener."

Mata Edelia mengerjap-ngerjap. "Padahal kalau masuk angin sih harusnya bisa cepet sembuh kalau istirahat sama makan dan minum yang hangat-hangat," katanya lirih. "Kayak sop, terus minum teh serai."

Tim Dapur manggut-manggut.

"Oke," kata Rara kemudian. "Gimana kalau kita masakin Bos sop dan buatkan teh serai?"

Mereka mengangguk.

"Tom, kamu masakin sop ya dibantu sama yang lain. Terus siapa yang bisa buat teh serai?"

"Teh serai itu loh cuma teh dikasih serai," jelas Edelia. "Buatnya ya gam----"

"Ya udah!" potong Vindy. "Kamu yang buat."

"Terus yang lain bakal siapkan cemilan hangat buat Bos," kata Bagas penuh semangat.

Maka akhirnya Tim Dapur menyiapkan makanan untuk Jack. Sekitar tiga puluh menit kemudian, sop ayam makaroni, segelas teh serai, serta rebusan pisang dan ubi jalar telah siap di atas nampan.

Mereka mengelilingi nampan itu.

"Jadi," kata Agung. "Siapa yang mau ngantar ini ke ruangan Bos?"

Mereka kompak mendehem, hingga kemudian Vindy berkata. "Kita hompimpa aja."

"Ah!"

Mereka menyetujui ide itu.

"Tumben kamu pintar, Vin."

Vindy mencibir mendengar perkataan Bagas.

Mereka membuat lingkaran. Lalu mengulurkan tangan ke tengah-tengah, kemudian bernyanyi.

"Hompimpa alaihum gambreng!"

Mata mereka dengan cepat melihat. Mencari telapak tangan siapa yang berbeda. Semua orang entah bagaimana kompak menelungkupkan telapak tangannya. Hanya ada satu orang yang telapak tangannya terbuka.

Mereka menyeringai, sedang Edelia memucat.

Ya salam. Bos pasti tambah sakit ngeliat wajah aku.

*

Jack bertahan memejamkan matanya. Menahan napas beberapa saat, lalu baru mengembuskannya. Keringat bercucuran membasahi wajahnya. Hingga beberapa urat di dahinya tampak bertonjolan karenanya.

Ini bukan kayak aku yang mendadak feel something ke kucing itu kan?

Dia? Cewek kayak dia?

Yang bener aja.

Jack menarik napas dalam-dalam.

So, tell me, Jack. Why do you always think about this cat everytime?

Nggak setiap waktu, by the way.

Oke. Lebih dari separoh? Atau... kenapa sekarang kamu mikirin dia?

Karena... karena aku ngosong aja nggak ada yang dipikirin.

Hadeh... nyari alasan kok yang sebego itu sih? Itu beneran alasan pria berusia 31 tahun?

Lagipula, cuma gara-gara itu nggak lantas membuktikan bahwa aku mendadak punya perasaan ke dia kan? Yang bener aja.

Jack mengembuskan napas lalu, mendesah.

"Nggak mungkin banget aku bisa punya perasaan ke dia."

"Perasaan ke siapa, Bos?"

Jack merasa ada suara yang berbicara padanya. Jadi, ia membuka mata dan mendapati wajah miring Edelia di hadapannya.

Tangan Jack goyah.

"Adudududuh, Bos," ujar Edelia panik melihat bagaimana tangan Jack yang bergetar.

Sekuat tenaga Jack mempertahankan posisi headstand-nya. Tapi, kaget karena mendadak melihat wajah Edelia membuat ia goyah. Lantas, ia pun terjatuh di lantai.

"Gedubraaakkk!"

"Awww!"

Edelia mendekati Jack. "Bos nggak apa-apa?"

Jack berusaha berdiri. "Ini Bumi kenapa berasa kayak goyang-goyang sih?" rutuknya. "Ini kayak yang bumi lagi jungkir balik gara-gara..."

Edelia berusaha menahan tubuh limbung Jack. "Bos?"

"... kamu."

Eh?

Jack mengerjap-ngerjap. Seperti ada sesuatu yang membingungkan di sini.

Mata kucing Edelia menatap mata Jack yang menyorotkan kebingungan. Kedua tangannya dengan mantap menahan tubuh Jack hingga bisa berdiri dengan kokoh.

"Bos nggak apa-apa?"

Beberapa saat, Jack tidak menjawab. Melainkan menatap lurus pada kedua bola mata Edelia.

Kalau memang Tuhan ngirim ini kucing buat mengubah hidup aku jadi lebih menarik, pikir Jack, kenapa aku harus nolak? Toh itu kan memang permintaan aku.

Edelia mengerutkan dahinya. "Bos?" panggil Edelia pelan. "Bos baik-baik aja?"

Bukan jawaban yang didapatkan oleh Edelia, melainkan tangan Jack yang balas memegang lengan atasnya. Seketika membuat Edelia tersentak.

"Kenapa, Bos?"

Tatap mata Jack tak berpindah dari mata Edelia. "Berdasarkan informasi karyawan," kata Jack kemudian yang membuat Edelia semakin bingung. "Kamu belum menikah."

Dengan susah payah, Edelia meneguk ludahnya.

"Benar?"

"Ehm... itu..." Otak Edelia berpikir. Aku memang belum pernah menikah. Tentu saja aku nggak bohong ke Bos. Jadi, Edelia mengangguk. "Saya belum menikah Bos."

"Mungkin perlu menjadi referensi untuk pembuatan daftar riwayat hidup di masa yang akan datang," lirih Jack, "Tapi, saya perlu menanyakan ini sekarang. Apa kamu sedang berada dalam suatu hubungan?"

"Hu-Hubungan?" tanya Edelia mengernyitkan dahinya. "Hubungan apa, Bos?"

"Pacar."

"Aaah..."

"Kamu punya?"

Edelia menggeleng. "Nggak punya, Bos."

"Ehm..." Jack manggut-manggut. "Cowok yang deket?"

Kepala Edelia sedikit meneleng ke satu sisi. Sekilas melirik langit-langit ketika berpikir dan menjawab. "Ada."

"A-Ada?" tanya Jack lesu. "Ooh..."

Tangan Jack terjatuh dari lengan Edelia.

"Galih dan Pebri," lanjut Edelia tersenyum.

Jack menatap Edelia horor. "Dua orang?"

Dengan penuh semangat, Edelia mengangguk. "Mereka itu sahabat saya yang paling baik hati, Bos. Kami udah kenal sekitar dua belas tahun yang lalu. Mereka juga punya pacar yang baik ke saya, Bos. Bahkan pernah pacar mereka bawain saya oleh----"

"Wait!" potong Jack. "Sahabat kamu?"

Edelia mengangguk. "Iya. Temen dekat saya, Bos. Mereka itu cowok yang paling deket dengan saya selain Kenan."

Jack mengerjap. Merasa familiar dengan nama itu. "Kenan?"

"Aaah..." Edelia meneguk ludahnya. "Anak cowok yang umurnya baru 12 tahun akhir Januari kemaren."

Jack menarik napas dalam-dalam. Bola matanya berputar dramatis dan matanya terpejam sekilas. Ketika ia membuka mata, ia bertanya pada Edelia.

"Kamu nggak ngerti ya waktu saya tanya cowok yang deket dengan kamu?"

"Eh?"

"Maksud saya itu cowok yang sedang berusaha menjadikan kamu pacarnya," jelas Jack. "Masa kayak gitu aja nggak ngerti."

Edelia mengerucutkan bibirnya.

"Oke, make it clear!"

Edelia bingung.

Jack berkacak pada satu pinggang, sedang tangannya yang lainnya mengacungkan jari-jarinya satu persatu saat berkata.

"Pertama, kamu belum menikah dan itu artinya kamu nggak punya suami." Jack melihat Edelia mengangguk. "Kedua, kamu nggak punya pacar," lanjutnya dan Edelia kembali mengangguk. "Dan ketiga, nggak ada cowok yang lagi deket dengan kamu dalam rangka ingin berpacaran dengan kamu."

Edelia mengangguk. "Bener, Bos."

Mengabaikan kaos oblongnya yang basah dengan keringat, pun celana sepakbolanya yang juga basah oleh keringat, Jack menahan tubuh Edelia di hadapannya.

Hidupnya yang semula damai berubah karena Edelia. Dalam kurun waktu empat hari, wanita itu sudah sukses membuat ia jungkir balik. Merasakan berbagai gejolak emosi yang anehnya..., kenapa juga aku masih mau ngeladeni ini cewek?

Tak mungkin Tuhan menghadirkan seseorang yang biasa bila yang terjadi adalah perubahan-perubahan yang membuat ia tak tenang hati. Dari emosi yang tak terkendali hingga ingatan yang membawa Edelia kembali ke benaknya untuk ke sekian kali.

Padahal, baru empat hari!

Bayangkan, Jack.

Betapa cewek ini ngebuat hidup kamu jadi lebih berombak dibandingkan dengan ombak di pantai!

Jack memantapkan hati. Tentu saja Tuhan sudah berbaik hati karena menghadirkan momen ini di hidupnya.

Kalau perlu penekanan lagi, aku... seorang Jack Rhodes yang selalu ramah pada siapa pun dan tak mudah tersulut emosinya, ketika berhadapan dengannya mendadak menjadi semacam kelelawar yang saat tidur malah tersiram sinar matahari. Panik. Tak terkontrol. Terasa begitu fluktuatif.

Dan sekarang, Jack menyadari. Ini terasa begitu... mendebarkan.

Sudah terlalu lama bagi Jack merasakan jantungnya terpacu dengan keras. Tapi, semenjak ia mengenal Edelia, organ tubuhnya yang satu itu seakan menjadi aktif kembali.

Bahkan kalau ingin diakui, tak ada hari di mana ia melihat Edelia dan jantungnya tidak spontan berdegup kencang. Dirinya menjadi tidak tenang setiap berada di dekat wanita itu.

Awalnya, Jack mengira itu karena kewaspadaan dirinya akan hal-hal menakutkan yang akan Edelia lakukan. Tapi, bagaimana kalau yang debaran dan ketidaktenangan itu justru menyiratkan hal yang lain?

Apa aku benar-benar jatuh cinta?

Oh... Jack memantapkan dirinya. Memaku tatapan mata Edelia. Tak membiarkan wanita itu untuk mengalihkan pandangannya dari mata Jack yang kelam.

"Ngomong-ngomong," kata Jack kemudian, "kamu mau jadi pacar saya?"

Mulut Edelia seketika menganga karena pertanyaan itu.

"Ya Tuhan," desisnya. "Saya nggak nyangka kalau sakit Bos separah ini."

*

tbc...

yaaak guys... jangan lupa untuk vote dan komen ya... biar aku tambah semangat buat update nya... hehehhe 😂😂😂

Pkl 20.39 WIB...

Bengkulu, 2020.05.31...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro