Penjajahan Pikiran
halo buat semuanya... 😚😚😚
berjumpa lagi di cerita ini... 😏😏😏
btw. ga nyangka komen di part 16 kemaren rame... hehehe... pada menduga-duga apakah Kenan anak kandung Edel atau ga... 😅😅😅
jadi, menurut kalian nih... enaknya Kenan anak kandung atau bukan? 😂😂😂
oh iya... baca ini jangan lupa vote dan komen ya... sekali lagi aku bilang makasih, karena vote kalian, terutama komen kalian itu ngebuat aku semangat nulis... ga tau aja kalian kalau tadi sore aku mendadak hilang ide. aku ajak makan dulu, guling-guling dulu, sampe bersihkan kandang ayam coba biar pikiran aku rileks [yang follow ig aku pasti ngeliat story aku tadi pas bersihin kandang ayam] 🤣🤣🤣
hahahaha...
===========================================================================
Ini mengingatkan Jack akan anime Detective Conan. Plot twist.
Apa hubungannya tentang Edelia yang belum aku ketahui dengan lapangan sepakbola?
Jack mendehem. "Ehm... Apa harus ke lapangan beneran?"
"Iya." Edelia mengangguk. "Nanti Bos bakal tau semuanya."
Jack menggaruk tekuknya. "Well... oke kalau begitu. Minggu depan saya ke sana. Tapi, kita ketemuan di mana? Lapangan bola kayaknya lumayan luas deh."
Edelia memikirkannya. Apa aku kasih patokan aja ya? Di bawah pohon? Atau di mana?
Melihat Edelia yang berpikir, Jack mengeluarkan ponselnya. "Berapa nomor ponsel kamu? Biar hari Minggu aku telepon aja kalau aku udah sampe di sana."
Maka Edelia menyebutkan. "Nomor saya 085x xxxx xxxx."
Jack menahan senyum di bibirnya dan menyimpan nomor itu. Langsung saja ia mencoba menghubungi Edelia.
Ponsel Edelia bergetar. Ketika ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, ia dengan polos bertanya.
"Eh? Ini berarti Bos jadi punya nomor saya dong."
Jack tertawa terpingkal-pingkal.
*
Jack berguling-guling di atas kasurnya. Ke kiri ke kanan ke kiri ke kanan.
Ah, memang lain yang lagi jatuh cinta ya.
Baru dapat nomor teleponnya aja dia udah girang setengah mati.
Tapi, gimana lagi ya? Jack tertawa. Emang rasanya seneng banget deh.
Jack kembali melihat kontak Edelia di ponselnya yang ia beri nama Edel Miaw Miaw. Hahaha. Membuat Jack geli sendiri.
Lalu, Jack membuka aplikasi Whatsapp. Terbersit di benaknya untuk mencoba menghubungi Edelia malam itu.
Del, angin pantainya kencang?
Ehm... Jack menggeleng. Pertanyaan itu seperti menjadikan Edelia sebagai tim penjaga cuaca pantai saja.
Dan ketika ia masih memikirkan beberapa opsi pesan yang bisa ia kirim, ia justru mendadak penasaran dengan foto profil Whatsapp Edelia. Dengan penuh semangat dan rasa penasaran, ia menekan foto profil Edelia.
Foto yang manis.
Edelia tersenyum lebar hingga mata kucingnya menyipit. Sedang melingkar sepasang tangan di leher wanita itu, seorang anak cowok memeluk Edelia dari belakang. Wajahnya tak terlihat karena anak cowok itu mencium satu pipi Edelia.
Jack mengusap-usap dagunya.
"Adeknya Edel?" tanya Jack pada dirinya sendiri. Ia mengamati sepasang tangan yang terkesan kurus dan panjang itu. Kulitnya terlihat putih bersih, seperti Edelia. Lalu, Jack sedikit tertarik dengan rambutnya yang terlihat pirang. Kurang lebih seperti warna rambutnya, hanya lebih gelap.
Kemudian, Jack kembali fokus pada senyum Edelia. Selama ia kenal Edelia, yang sebenarnya baru enam hari, ia harus mengakui bahwa ia belum pernah melihat Edelia tersenyum selebar itu.
Jack menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan.
"Aaah... aku ingin seumur hidup ditemeni senyum kayak gini, Tuhan."
*
"Hei, you!"
Edelia tersentak dari lamunannya. Ia menoleh pada Chef Junan yang berdiri di sebelahnya dengan tatapan menyipit. Seolah-olah siap untuk mengiris-ngiris dirinya.
"A-Apa, Chef?"
"Kamu melamun saat ngupas wortel?" tanya Chef Junan tajam. "Dari tadi nggak selesai-selesai tau!"
Edelia melihat tangannya. Benar saja. Wortel itu wortel yang sama dengan wortel yang ia pegang dari sepuluh menit yang lalu. Seketika saja Edelia bangkit dan berkata.
"Maaf, Chef, maaf."
Tangan Chef Junan mengangkat sutil dan memukulnya ke kepala Edelia sekilas. "Buruan. Saya mau masak."
"Iya, Chef, iya."
Edelia menarik napas dalam-dalam. Merasakan kehadiran Vindy di sebelahnya.
"Kamu kenapa? Lagi ada masalah?"
Edelia menoleh. "Hehe. Nggak kok. Cuma..."
"Capek?" tebak Vindy, lalu ia menarik napas dalam-dalam. "Sama. Aku juga capek." Ia mengembuskan napasnya dengan teramat panjang. Satu tangannya yang bebas mendarat di pundak Edelia. "Tapi, tenang aja. Besok Senin kan? Berarti kamu libur dong."
Edelia mengangguk. "Iya. Aku beneran mau istirahat rasanya. Hehehe."
"Tapi, kerja di sini enak kan ya?"
Tak ragu, Edelia mengangguk.
"Iya dong. Kan ada aku." Vindy terkikik.
"Dasar gila."
Vindy mencebik seraya melampar sepotong kentang dadu pada Bagas. Pria itu mengelak seraya tertawa-tawa.
"Nggak suka banget ngeliat aku senang," kata Vindy pada pria itu.
"Emang nggak."
"Dasar."
Edelia hanya tersenyum kecil melihat mereka dan tetap mengerjakan tugasnya. Bukannya apa. Ia tak ingin kena omel Chef Junan. Padahal akhir-akhir ini Chef Junan sudah mulai menyukai dirinya.
"Selamat sore, Tim Dapur."
Suara khas satu itu membuat wortel dan pisau terlepas dari tangan Edelia.
"Selamat sore juga, Bos."
Edelia meneguk ludahnya.
"Wah. Ini wortel jangan lupa dicuci, Del."
Buset deh. Cepat banget langkah kaki si Bos ke sini.
Yah lagipula bukan hal yang aneh karena Edelia memilih mengupas di ujung meja yang dekat dengan pintu.
Sontak Jack sudah berjongkok demi mengambil wortel dan pisau yang terjatuh ke lantai. Ia memberikannya pada Edelia.
"Hati-hati, Asisten. Ini pisau tajam," kata Jack.
Edelia menundukkan wajahnya.
"Kalau lantainya luka gimana coba?"
Wajah Edelia kaku ketika tawa pecah di sana. Spontan membuat ia mengangkat wajahnya. Menatap Jack tak percaya.
"Hahaha."
Jack melihat Tim Dapur lainnya. Lalu menunjuk hidungnya sendiri. "Eh, yang saya bilangin bener kan? Kalau lantainya luka gimana coba? Masa iya kita bawa lantai dapur ke rumah sakit?"
"Hahaha. Bos bisa aja."
"Edel jangan digoda gitu, Bos."
"Ntar dia nggak mau kerja lagi gimana coba?"
"Kan kasian sama Chef Junan."
Jack menggaruk kepalanya. Nyengir tanpa ada rasa berdosa sama sekali. Ia malah beralih pada Edelia dengan tatapan jenaka.
"Iya iya. Yang bener itu gini kan?" Jack menatap Edelia. Bibirnya tersenyum lembut ketika melanjutkan perkataannya. "Hati-hati, Asisten. Ini pisau tajam. Kalau tangan kamu luka gimana?"
Tiiiitttt...
Seketika saja Edelia merasa jantungnya tak lagi berdetak.
*
Beruntung besok adalah hari Senin dan itu menandakan bahwa Edelia libur. Ia mungkin tak bisa ke hotel besok dengan keadaan jantung yang tak bersabahat.
Setelah kejadian di dapur tadi, Edelia susah payah menenangkan dirinya sendiri. Tangannya gemetaran parah. Semoga saja Jack tidak melihat itu. Kalau iya, Edelia pikir ia akan gantung diri karena malu.
Tapi mau bagaimana pun...
Edelia menarik napas ketika merebahkan diri di kasur. Seumur hidup Edelia baru mendengarkan hal seperti itu dari Jack. Bagaimana bisa ia dapat tenang coba?
Lagipula, pikir Edelia. Ngapain juga Bos hari Sabtu Minggu masih ke hotel? Kayak yang kurang kerjaan aja.
Edelia menutup matanya. Berusaha untuk mengenyahkan suara Jack yang berulang kali menggaung di benaknya. Ia butuh jantung yang tenang untuk bisa tidur.
Sedangkan di kamar yang berbeda, justru seorang pria memilih untuk benar-benar tidak tidur. Melainkan melihat foto seorang wanita yang tengah tersenyum lebar di ponselnya.
Oke oke.
Aku jujur. Itu foto emang aku ambil dari profil Whatsapp Edelia. Emangnya kenapa coba?
Jack mengusap-usap senyum itu dengan ujung jari telunjuknya.
Ah, ini kalau aku yang meluk dari belakang kayaknya bakal lebih bagus deh fotonya.
Jack terkikik.
Aduh! Udah deh! Kumat gilanya, lirih Malaikat sambil menepuk dahinya.
Nggak bisa gitu kamu buat dia waras lagi? tanya Setan dengan kepala puyeng.
Diapain coba?
Dijampi-jampi gitu?
Kenapa nggak kamu aja yang ngeluarin itu yang ngerasukin si Jack?
Please, deh. Dia bukan kesurupan. Boro-boro ada yang ngerasuki, lah Setan aja udah ngeri duluan ngeliat dia kayak gini.
Jack memang tidak tertolong lagi. Ia masih saja melihat foto Edelia. Dan tak henti-hentinya ia berandai-andai bila ialah yang memeluk Edelia dari belakang.
"Tapi, kalau aku meluk dari belakang terus aku cium pipi juga," kata Jack berpikir, "ntar wajah cakep aku nggak keliatan dong ya? Ehm..." Jack mendehem. "Pilihan yang sulit, Bung."
Ia tampak berpikir seolah itu adalah masalah serius yang harus segera ia pecahkan.
"Ah, bener!" seru Jack. "Biar Edel aja yang cium pipi aku!"
Blushhh...
Jack mengulum senyum. Tersipu malu. Dan wajahnya memanas.
"Nggak gitu juga sih sebenarnya. Tapi... hihihi." Jack terkikik. Satu tangannya mengusap-usap pipi. "Nggak bakal nolak kalau iya. Lebih dari pipi juga nggak masalah." Jack kembali terkikik. "Hamba siap Tuhan, sungguh lahir dan bathin siap."
Masuk akal ngomong omes gitu ke Tuhan?
Emang udah beneran gila deh ini, Bule Imitasi.
"Edel kira-kira suka muka aku mulus atau nggak ya?" tanya Jack. "Kalau ntar bibir dia lecet gara-gara jambang aku gimana?"
Jack langsung khawatir.
"Ya kali tiga hari sekali aku mesti cukuran. Ehm... ini gara-gara Daddy sih makanya aku ada jambang gini." Mata Jack berkedip-kedip. "Eh, kalau Mommy nggak nikah sama Daddy ya aku nggak bakal ada dong."
Ia tertawa.
"Dah. Ntar kapan-kapan aku tanyain aja ke Edel langsung dia suka muka aku yang gimana. Kan hubungan itu harus menyenangkan dua belah pihak. Hihihi."
Dan begitulah yang terjadi sepanjang malam. Padahal malam semakin larut, tapi ia masih senyum-senyum tidak jelas dengan pikirannya sendiri seraya memeluk erat bantal guling.
Hingga kemudian Jack menarik napas dalam. "Ya Tuhan. Lancarkan pendekatan hamba ya. Katanya kalau berbakti sama orangtua hidupnya bakal berkah. Hamba cuma minta Edel kok jadi jodoh hamba."
Kali ini Jack menatap sayu foto Edelia.
"Bayangkan, Tuhan. Hiks. Umur udah segini," lirih Jack mengadu. "Masa iya boboknya masih meluk bantal guling?"
*
"Ma..."
Edelia merasakan pelukan di pinggangnya saat ia baru saja meletakkan tumis kangkung di piring yang telah berisi nasi hangat. Ia sedikit memutar tubuhnya.
"Udah siap?"
Kenan mengangguk. Melongok melihat piring di tangan Edelia dan berkata. "Masa sarapan kangkung, Ma? Mama nyuruh aku tidur pas belajar?"
Edelia tertawa. "Yang ngomong makan kangkung buat ngantuk itu bohong."
"Mama ini nggak percaya. Tiap aku makan kangkung aku pasti ngantuk," keluh Kenan.
Edelia mengambil nasi dan kangkung itu dengan sendok. "Jadi mau sarapan nggak?" tanyanya menyodorkan sendok itu.
Bola mata Kenan berputar-putar. "Ya daripada lapar di sekolah. Aku nggak mau jajan di kantin. Makanannya nggak enak."
Edelia tersenyum ketika Kenan memasukkan suapan itu ke dalam mulutnya. Ibu dan anak itu kemudian beranjak ke depan. Duduk dengan tenang seraya Kenan menghabiskan sarapannya.
"Mama hari ini nggak kerja kan?"
Edelia menggeleng. "Nggak. Kenapa?"
"Nanti kita masak kue yuk, Ma? Malam tadi Om Galih ngasih strawberry," kata Kenan. "Aku masukin ke kulkas."
Edelia menoleh ke kulkas yang terletak di ruang serba guna mereka. Kulkas satu pintu itu Edelia beli bekas di grup jual beli Bengkulu.
Bertopang satu tangan di atas meja, Edelia bertanya. "Kamu mau kita masak kue apa?"
"Yang mudah aja, Ma. Nggak usah beli bahan banyak-banyak." Kenan menyudahi sarapannya dan dengan begitu sopan menutup sendok di pinggir piring. Meminum air tehnya. "Yang penting bisa dimakan aja."
"Oke oke," kata Edelia. "Mama ke pasar dulu untuk beli bahannya."
Kenan mencium pipi Edelia.
"Hati-hati di jalan, Sayang," pesan Edelia seraya melepas kepergian Kenan.
Selepas kepergian Kenan, Edelia memanfaatkan waktunya untuk beres-beres rumah. Dari mengepel hingga menyetrika. Yah, termasuk menyetrika baju Jack. Setelahnya dengan cepat Edelia menyimpan baju Jack ke lemari pakaiannya. Ia sedikit khawatir kalau-kalau Kenan mendadak merajuk lagi.
Edelia ke pasar sekitar jam sembilan pagi. Hanya membeli margarin, telur, tepung, dan gula. Ia langsung pulang setelahnya.
Jam satu siang, Kenan pulang sekolah. Ia begitu semangat hingga menyalakan kamera ponselnya seraya masuk ke dalam rumah.
"Halo, semuanya. Hari ini aku dan Mama yang paling cantik di dunia bakal masak kue sama-sama."
Edelia yang baru bangun dari tidur siangnya kaget mendapati kamera di depan pintu kamarnya. Jelas ia terbangun karena suara Kenan.
"Ken!" jerit Edelia panik. "Ini anak ya!"
"Mama baru bangun tidur siang ternyata." Kenan tertawa dan menghentikan rekaman videonya. "Masak sekarang, Ma?"
Mengucir rambutnya di atas kepala menjadi ekor kuda, Edelia berkata. "Ganti baju dan makan dulu, abis itu kita masak."
"Siap, Ratu!"
Kenan segera mengerjakan perintah Edelia. Mengganti bajunya dengan baju sepakbola bertuliskan nama pemain sepakbola asal Argentina, Messi.
Selagi Kenan makan siang, Edelia menyiapkan bahan-bahan di dapur. Ia mengeluarkan loyang dan oven kecil dari bawah meja kompor. Wanita itu hanya geleng-geleng kepala ketika mendapati Kenan menyelesaikan makan siangnya tak lebih dari lima menit.
Kenan mengelap tangannya di serbet dan bertanya. "Kita masak cake strawberry, Ma?"
"Kalau nggak, kamu mau apa?"
"Yang mudah aja, Ma. Kayak Mama buat pie susu itu gimana?" tanya Kenan.
"Ganti susunya dengan strawberry?"
Kenan mengangguk-angguk. Matanya membesar. "Gimana, Ma?"
Edelia mengacak-acak kepala Kenan. "Bentar. Kita ambil dulu blendernya."
Jadi dimulailah acara masak-masak mereka.
Dengan telaten Edelia pertama-tama membuat adonan kulit pie. Mencetaknya di loyang pie yang berukuran 20 sentimeter.
Selanjutnya Edelia membersihkan strawberry dan memblendernya hingga menjadi jus. Memasaknya dengan api sedang menambahkan gula dan sedikit garam. Kemudian ia memberikan tepung maizena yang telah dilarutkan dengan sedikit air. Mengaduknya pelan hingga mengental. Lalu memasukkan beberapa buah strawberry yang telah ia iris-iris ke dalamnya sebelum memadamkan kompor.
"Sini kulitnya, Ken."
Kenan memberikan kulit pie pada Edelia. Dengan hati-hati Edelia menuangkan vla strawberry tersebut ke kulit pie yang sebelumnya telah Kenan tusuk-tusuk dengan garpu. Dan pie itu pun dipanggang di oven.
"Dah," kata Edelia. "Kita tunggu bentar. Mudah-mudahan enak ya."
Kenan tersenyum lebar melihat ke dalam oven. "Masakan Mama pasti enak."
*
Jack menguap ketika turun dari kamarnya. Walaupun ia masih mengantuk, tapi Ayuhdia dari tadi sudah mengultimatum dirinya untuk turun dan makan siang.
"Tumben kamu hari ini nggak ke hotel," kata Michael membuka percakapan siang itu di meja makan.
Jack mengisi nasi di piringnya. "Lagi males, Dad."
"Oh ya?" tanya Ayuhdia tak percaya. "Padahal Sabtu dan Minggu kamu datang, eh pas hari Senin malah nggak datang?"
"Apa hari kerja kamu udah berubah?" sambung Michael.
Iya dong.
Kan ngikutin hari kerja Yayang Edel.
Hahaha.
Jack tersenyum dan menggeleng. "Nggak kok. Cuma mau cari suasana baru aja."
"Hubungannya dengan jadwal kerja?"
Mata Jack berkedip-kedip. Tak bisa menjawab pertanyaan itu. Dan ia kemudian berusaha menikmati makannya dengan mata yang terkantuk-kantuk.
Sial.
Tadi malam ia tidur jam berapa sih?
Jam empat apa ya?
Yang Jack ingat, pagi tadi ia nyaris disiram air seember oleh Ayuhdia karena belum bangun padahal sudah jam tujuh pagi. Langsung saja dia ngacir mandi dan turun sarapan walaupun dengan badan lemas. Karena itulah Jack berpikir untuk pergi ke hotel agak siang. Tapi, setelah kenyang karena sarapan...eh, Jack malah tertidur lagi. Akhirnya keputusan ia buat. Sekalian saja tidak pergi ke hotel.
Memangnya kenapa?
Suka-suka aku dong mau datang atau nggak. Lagian, kalaupun datang aku nggak bakal ketemu Edel.
Memikirkan 24 jam tak bertemu Edelia, membuat Jack berpikir untuk menghubungi wanita itu. Jadi, setelah makan ia langsung saja melesat ke kamar dan meraih ponselnya.
Tapi, ketika ia akan mengirim pesan, jempolnya tak sengaja justru menekan fitur status. Semula ia akan kembali ke bagian pesan, tapi mendadak saja matanya memicing melihat satu status milik Edel Miaw Miaw di sana.
Jack melihat video itu.
Edelia dengan kaos rumahan membuka oven kecil. Dengan mengalasi tangannya menggunakan serbet bersih, ia menarik loyang pie dari dalam sana.
Jack meneguk ludahnya melihat pie strawberry itu. Mendadak perutnya bergemuruh.
Terdengar suara anak cowok.
"Look this, Guys! Ini namanya pie strawberry spesial buatan Chef andalan kita, Edelia Quinn."
Ujung bibir Jack berkedut. Enak aja Edelia Quinn, rutuknya. Edelia Rhodes ya. Sembarangan ini anak ngomongnya. Aku kutuk jadi remah-remah kulit pie baru tau rasa.
Edelia tampak terkekeh pelan. "Mau dicoba sekarang?'
Air liur terbit membuat Jack meneguk ludahnya.
"Ini rasanya pasti enak banget loh," kata Edelia dengan mata memicing. "Soalnya dimasak dengan penuh cinta."
Jack meraung.
Edelia kejam!
*
tbc...
oke, fyi guys... ini totalnya 2.300++ di word ya... 😎😎😎
ehm... buat besok, part 18 bakal berisi tentang pertandingan sepakbola Kenan. pas kan ya besok hari Minggu? heheheh... 😁😁😁
Pkl 20.46 WIB...
Bengkulu, 2020.06.06...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro