Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pengintaian 17+

Hari Senin itu membosankan? ck. aku kasih yang spesial deh ya pagi-pagi gini... 😂😂😂

hahahaha... jadi, jujur aja... aku jerit-jerit pas ngetik part ini... oh tidak!!! otakku begitu kotor... perlu direndam deterjen pemutih ini mah... 🤣🤣🤣

jadi yaaa... selamat beromes ria... hahahha... 😂😂😂

===========================================================================

Empat pasang mata melotot. Empat pasang tangan naik ke mulut masing-masing, mencegah seruan kaget terlontar. Namun, mereka berempat saling pandang dengan raut yang tak percaya dengan apa yang mereka dengar.

"Ya Tuhan. Punya Bos besar dan panjang!"

Glek.

Mereka tanpa dikomando sama-sama semakin mendekatkan diri pada celah pintu. Namun, sayangnya celah itu tak memberikan kesempatan untuk mereka melihat apa yang terjadi di dalam.

"Kaget ya ngeliatnya?"

"Ya iya kaget, Bos."

Keempat orang yang sedang menguping sama-sama semakin melotot matanya mendengar percakapan Edelia dan Jack.

"Segitu kagetnya. Emangnya kamu nggak pernah ngeliat yang besar dan panjang gini?"

"Ya nggak pernah dong, Bos."

"Bener? Berarti yang pertama kali kamu liat punya aku dong?"

"Iya, Bos."

"Aduh. Aku jadi ngerasa tersanjung. Tapi, beneran nggak pernah ngeliat punya cowok lain gitu?"

"Apaan coba, Bos? Kayak saya yang kurang kerjaan aja ngeliat punya cowok lain."

Terdengar kekehan Jack yang membuat Tim Dapur semakin panas dingin. Otak mereka membayangkan akan selama apa Edelia melihat punya Bos mereka.

"Coba deh kamu pegang. Punya aku beneran beda sama punya cowok-cowok yang lain."

Glek.

Ya salam!

Vindy semakin mendekap mulutnya rapat-rapat. Matanya semakin melotot. Dilihatnya bagaimana wajah Tomi, Agung, dan Bagas yang mendadak berkeringat kompak.

"Nggak apa-apa saya pegang, Bos?"

"Nggak apa-apa dong. Jangankan dipegang, dielus-elus juga boleh."

"Keliatannya kuat dan keras, tapi ternyata lembut juga ya, Bos."

"Iya dong. Kuat dan keras, tapi juga lembut. Gimana? Kamu suka?"

"Ya suka, Bos. Saya suka punya Bos."

Keringat bercucuran membasahi wajah Tim Dapur. Air wajah mereka pun beraneka ragam. Benak mereka pun entah mengapa merasa ragu mendadak.

"Kita tutupin pintunya atau gimana?" tanya Bagas pelan.

Vindy melotot. "Ya kali kita ngebiarin mereka kayak gitu di sini. Kenapa nggak cari hotel aja coba?"

"Ngomong-ngomong," lirih Agung. "Kita ini memang di hotel loh."

Benar sekali.

"Syukurlah kalau kamu suka punya aku."

"Gimana nggak suka kalau punya Bos kayak gini?"

Jack terdengar terkekeh lagi, lalu menghirup napas. "Coba deh kamu elus ujungnya. Terasa banget bedanya."

"Wah! Iya, Bos. Ujungnya empuk-empuk gimana gitu."

"Ehm... mau nyoba ngerasainnya?"

"Maksud Bos?"

"Coba sini punya kamu. Coba masukin."

Glek.

Badan Vindy bergetar. "Me-Me-Mereka..."

Ketiga pria dewasa itu tampak mengap-mengap seperti leher mereka sedang diikat oleh tali tak kasat mata.

"Sini punya kamu... Pelan-pelan ya aku masukin..."

Edelia terdengar mendehem. "Ehm... Wah! Kalau dimasukin gini jadi berasa banget punya Bos besar dan panjang."

"Iya kan? Kerasa banget kan bedanya?"

"Iya, Bos."

"Jadi gimana? Kamu suka punya aku kan?"

"Suka, Bos. Suka banget. Apalagi pas udah dimasukin, rasanya emang beda banget."

"Hehehe. Pasti dong. Kan udah aku bilangin, punya aku itu beda dengan cowok lain. Nggak nyesel kan?"

"Nggak, Bos."

"Jadi, gimana? Mau lanjut?"

Glek.

Vindy geleng-geleng kepala. "Mereka belum nikah loh."

"Tapi, Bos pasti bakal tanggungjawab kok."

"Kan Bos emang mau nikahi Edel."

"Ini dasar otak cowok mesum semua ya!"

Mereka sibuk berdebat, sedang Tomi hanya diam membisu seribu bahasa. Tak tau harus berkata apa. Hingga kemudian, perdebatan itu dalam waktu singkat berubah menjadi senggolan-senggolan. Dan menit selanjutnya, badan Agung yang besar terjengkang setelah didorong oleh Vindy.

"Coba aku masukin lagi yang---"

"Gedubrakkk!"

Pintu ruangan Jack kali ini terbuka lebar. Agung tampak terjatuh di lantai, sedang Vindy, Bagas, dan Tomi membeku dengan posisi setengah berdiri di ambang pintu.

Jack dan Edelia yang duduk di sofa, sama-sama memutar tubuh, melihat ke belakang dengan mengerutkan dahi melihat pemandangan itu.

"Kalian?" tanya Jack bingung.

Tak menunggu waktu, Vindy masuk dengan wajah yang tampak serius. "Bos, maaf kalau kami kelewatan. Tapi, kan Bos sendiri yang nyuruh saya buat ngejaga Edel. Bos belum boleh ngapa-ngapain Edel loh sebelum ada pernikahan."

"Hukkk! Hukkk! Hukkk!"

Seketika saja Jack terbatuk-batuk. Syok mendengar perkataan Vindy.

"Pe-Pernikahan?"

Vindy mengangguk.

"Ka-Kalian masuk tiba-tiba ke ruangan saya dengan keadaan begini dan mendadak langsung membahas pernikahan saya dengan Edel?" tanya Jack kaget. "Kalian benar-benar perhatian." Jack menatap mereka satu per satu dengan tatapan tak percaya. "Orang tua saya aja belum ada yang membahas soal ini."

"Maaf, Bos." Agung berdiri dan berusaha meraih Vindy. "Anggap aja kami nggak tau apa-apa, Bos. Bos boleh lanjut kok."

"La-Lanjut?" tanya Jack bingung. "Saya ngelanjutin apa?"

"Ehm... yang besar dan panjang."

Mendengar perkataan Bagas, mereka semua kompak melihat pada Jack terang-terangan. Mereka hanya meneguk ludah dengan kasar melihat bagaimana satu kotak kardus yang berada di pangkuan Jack.

"Lihat kan!" geram Bagas. "Gara-gara kita Bos nutupin itunya pake kardus coba."

Jack menatap Edelia. "Mereka ngomongi apa?"

Edelia menggeleng. "Nggak tau, Bos."

"Kalian ini ngebuat saya bingung!" keluh Jack. Lalu, ia pun bangkit yang langsung membuat empat orang itu berteriak-teriak histeris.

"Bos, jangan!"

"Cukup Edel yang ngeliat!"

Mereka kompak memalingkan wajah.

Jack berkacak pinggang. "Ngeliat apa sih?" tanya Jack kesal. "Kalau kalian mau liat juga boleh kok. Siapa tau kalian juga pengen beli sepatu bola kan dalam waktu dekat."

Jeritan-jeritan histeris terhenti seketika.

"Se-Sepatu bola?"

Mereka langsung memutar badan lagi. Mendapati Jack yang berdiri dengan pakaian yang rapi.

Jack mengangguk. "Iya. Sepatu bola. Ini Edel lagi nanya sepatu bola yang bagus ke saya."

Mata mereka mengerjap-ngerjap.

"Ah! Yang bener, Bos?"

"Ma-Masa sepatu bola besar dan panjang?"

"Ya wajar dong sepatu bola saya besar dan panjang. Nih lihat!" Jack mengangkat kakinya. "Orang kaki saya besar dan panjang kok."

Agung tampak salah tingkah. "Te-Terus apa yang dimasukin, Bos?"

Jack menarik tangan Edelia hingga wanita itu berdiri. Tanpa aba-aba, seraya menahan tubuh Edelia di sisinya, Jack mengangkat satu kaki wanita itu.

"Nih! Edel nyoba sepatu saya."

"Jadi yang dimasukin itu kaki Edel?" tanya Vindy seraya melihat bagaimana kaki Edelia yang mengenakan satu sepatu bola.

"Ya iyalah yang dimasukin itu kaki Edel ke sepatu bola. Memangnya a---"

Ucapan Jack terhenti. Tanpa aba-aba ia sontak menoleh pada Edelia. Tepat di mana Edelia juga menoleh padanya.

Mata mereka saling menatap. Lalu, membesar kompak. Seakan baru menyadari betapa tepatnya mereka memilih kata-kata dalam percakapan tadi.

Jack menatap Tim Dapur.

"Ka-Kalian pikir kami ngapain hah?!"

"Ya wajar kami mikir gituan, Bos!"

"Bos juga sih sama Edel bahasanya besar panjang, pake acara mau dimasukin lagi."

Wajah Jack memanas. Begitu juga dengan Edelia.

"Wah! Wah! Wah!"

Jack mondar-mandir seraya mengipasi wajah dengan koran yang ia ambil di atas meja.

"Ini nih kenapa di Indonesia sering tersebar berita hoax!" geram Jack. "Yang didenger itu mesti dilihat juga biar beritanya utuh. Ini kalau kalian nyebarin berita sampe nggak tau kejadian yang sebenarnya, bisa rusak nama Edel!"

Edelia tampak menundukkan wajahnya yang merah padam.

"Kalian ini ya. Lagipula, kalau saya mau ngapa-ngapain Edel, itu pintu pasti saya kunci atas bawah. Pake gembok sebesar kepala."

"Bos!" desis Edelia.

Tim Dapur tampak mengulum senyum geli.

"Intinya...," lirih Jack kemudian. "Kami nggak ngapa-ngapain."

Tim Dapur kompak tersenyum dan manggut-manggut. Menerima penjelasan Jack dengan lucu.

"Kalau gitu, kami permisi dulu, Bos."

Jack mencibir. "Ya, silakan. Dan jangan lupa tutup pintu."

"Eh?"

"Hahaha." Jack tertawa. "Nggak perlu. Ini Edel bentar lagi bakal keluar juga kok."

Mereka terkekeh-kekeh geli karena perkataan Jack dan mengundurkan diri dari ruangan Jack. Menyisakan Jack yang tampak geli karena kejadian itu.

"Bisa-bisanya mereka mikir kita yang nggak-nggak."

Edelia tampak cemberut. Lalu duduk. "Saya kaget Bos nggak ngomong kalau ini adalah iya-iya."

"Hahaha. Kamu marah nih ceritanya?"

"Menurut Bos aja. Mereka udah mikir gitu. Pasti selama ini mereka juga mikir gitu."

Jack tersenyum cuek. Mengambil sepatu bola dari kaki Edelia dan menyimpannya kembali ke dalam kardusnya.

"Karena itu," kata Jack. "Kita nikah yuk? Biar orang nggak mikir kita yang aneh-aneh lagi."

Mata Edelia membesar. "Bos ngajak nikah kayak mau ngajak jalan aja."

"Hahaha." Jack tergelak mendengar pengandaian Edelia. "Memangnya apa susahnya nikah? Nggak susah kok."

"Setelah nikah itu, Bos. Apalagi dengan keadaan saya yang seperti ini. Bos tau kan saya udah punya anak? Kenan."

Jack meletakkan sepatunya di atas meja. Meraih tangan Edelia dan mengelus-elusnya dengan lembut.

"Aku bener-bener cinta kamu dan aku sungguh-sungguh dengan ngomong kalau aku beneran nerima kondisi kamu dan juga Kenan. Siapa yang nggak mau punya anak seperti Kenan?"

"Tapi..."

Jack bangkit. Melihat jam tangannya. "Bukannya sekarang shift kamu?"

Edelia melihat jam tangannya. "Ah, benar!" katanya. "Saya permisi kerja dulu, Bos."

Tapi, ketika Edelia akan beranjak, Jack justru menahan tangannya. Dan pria itu bertanya.

"Besok aku temenin nyari sepatu bola Kenan yuk?"

"Eh?"

Jack tersenyum meyakinkan. "Emangnya siapa yang lebih ahli soal sepatu bola selain aku di sini?"

Edelia tampak menimbang pertanyaan Jack.

"Besok jam sepuluh aku jemput di rumah."

Tapi, tak menunggu tanggapan Edelia, pria itu justru mendorong punggung Edelia menuju pintu.

"By the way, ntar kalau kamu kelamaan di ruangan aku, kamu jadi nggak mau ninggalin aku loh."

"Bos!"

Jack terkekeh. Tepat selangkah sebelum Edelia keluar dari ambang pintu, bibir Jack mendarat di puncak kepalanya.

"Kerja yang hati-hati, Calon Istri."

Edelia sudah berniat untuk menggeram pada pria itu, tapi Jack keburu menutup pintu. Membuat Edelia tak punya pilihan lain selain berjalan menuju dapur.

Sedangkan di balik pintu, tampak Jack yang menempel di pintu layaknya seekor cicak. Senyum lebar tersungging di bibirnya.

"Yes! Besok aku kencan sama Edel!"

*

tbc...

cie cie cie....

ada yang mau kencan loh, guys... 😁😁😁

ehm... kira-kira, mereka bakal ngapain aja ya? hahahha...

Pkl 09.41 WIB...

Bengkulu, 2020.06.22...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro