Pekerjaan Baru
halo semuanyaaa.... selamat malam Minggu... 🤗🤗🤗
cie-cie yang udah pada ngumpul di lapak ini, makasiiih yaaa... 😘😘😘
===========================================================================
Edelia Prasetyani mengabaikan rasa dingin yang membuat tubuhnya menggigil dan menaikkan laju kecepatan motor yang ia kendarai. Giginya bergemelatuk lantaran angin justru membuat ia semakin kedinginan.
Malam hari, basah kuyup, berkendara dengan motor... oke, itu adalah kombinasi yang pas untuk tiba di rumah dengan gemetaran seluruh badan.
"Ma?"
Satu suara menyambut Edelia ketika ia menerobos masuk ke rumah bedengannya.
"Mama kenapa basah gitu?"
Tak menghiraukan pertanyaan itu, Edelia meraih handuk yang tergantung di bagian belakang rumah, lalu beranjak ke kamar mandi.
"Mama mau aku masakin air panas?"
Untuk pertama kalinya semenjak ia pulang, Edelia menoleh ke sumber suara itu. Beberapa detik ia diam, lalu berkata.
"Nggak lama kan, Ken?"
Kenan, anak cowok berusia 12 tahun itu mengangguk. "Nggak bakal lama kok, Ma," katanya. "Mama tunggin bentar ya di kamar mandi."
Edelia tersenyum dan masuk ke kamar mandi. Dengan segera ia melepas semua pakaian penuh pasir yang melekat di tubuhnya.
"Ah, sial!
Edelia menggerutu mendapati rambut sepunggungnya juga kotor dengan pasir.
Selagi menunggu ketukan dari Kenan, Edelia mau tak mau mulai membersihkan rambutnya. Dengan menggunakan ember berisi air, Edelia memasukkan rambutnya ke dalam sana dan mulai mengucek-uceknya. Persis seperti sedang mencuci pakaian.
Lalu, pintu terketuk.
"Ma? Ini airnya udah siap."
"Oh, iya!"
Dengan segera Edelia menutupi tubuhnya dengan handuk, membuka pintu dan Kenan dengan sigap menuangkan satu dandang air panas ke dalam ember besar. Ia pun menambahkannya dengan air bak hingga air itu berubah menjadi air hangat-hangat kuku.
"Aku masakin lagi, Ma. Siapa tau nanti kurang."
Edelia mengusap kepala Kenan. "Anak siapa sih baik banget."
Kenan mengelak. "Kotor ih," katanya seraya keluar.
Edelia terkekeh kecil karenanya.
Dan air hangat benar-benar membuat Edelia kembali merasa hidup. Rasanya seperti ada seribu tangan yang memijit sekujur tubuhnya.
Setelah membersihkan diri dan membilasnya berulang kali, Edelia tidak ingin melihat Kenan sampai memasakkan air untuknya sebanyak tiga kali hingga ia memutuskan untuk menuntaskan mandinya.
Ketika ia selesai berpakaian dan keluar dari kamar seraya memperbaiki letak handuk di atas kepalanya, hidung Edelia menghirup aroma lezat.
Kenan muncul dari dapur, membawa satu nampan.
"Kamu masak apa, Ken?"
"Mama mau?" tanyanya. "Aku masak mie kuah. Biar Mama nggak kedinginan."
Edelia tertawa. "Ini benar-benar seperti sedang di surga," desah Edelia seraya duduk melantai.
"Benar kan?" Kenan tersenyum lebar dan meletakkan mangkok tersebut ke meja bundar di hadapan Edelia. Menyajikannya pada ibunya.
Edelia segera menikmati mie kuah itu. Menyeruput kuahnya gurih seraya memejamkan matanya. "Ini benar-benar enak."
"Cuma mie kuah," kata Kenan geli seraya beranjak.
"Tapi, ini memang mie kuah yang paling enak," ucap Edelia tersenyum. Sembari menikmati mie kuahnya, ia mengamati bagaimana Kenan beranjak ke sisi ruangan.
Kenan membentangkan satu kasur berukuran 90 sentimeter yang semula tergulung di sudut ruangan. Merapikan seprainya dan meletakkan bantal serta guling di atasnya.
Mengembuskan napas panjang, rasa enak mie yang tengah ia nikmati tak lagi membuat ia senang. Kunyahannya terhenti melihat Kenan yang kemudian membaringkan tubuh di kasur itu.
"Mudah-mudahan nanti suatu saat kita bisa pergi ke rumah kontrakan yang punya dua kamar ya, Ken?"
Mata Kenan yang semula ingin memejam, terbuka seketika. Ia menoleh pada Edelia, lalu mengangguk. "Ya, Ma."
Mungkin akan lebih baik kalau Kenan membalas perkataannya dengan jawaban emosional khas para remaja yang sedang diterpa hormon pubertas. Tapi, Kenan seolah tidak mengalami itu. Dan sifat kedewasaan itulah yang membuat Edelia antara bersyukur dan tersiksa.
Hidup berdua dengan putranya, Edelia hanya mampu menyewa satu bedengan kecil untuk mereka berdua. Terletak di dekat Kantor Lurah Jembatan Kecil, Edelia tinggal di bedengan 'serba satu'. Begitu Edelia menyebut bedengannya.
Bedengannya memiliki satu teras kecil, satu ruang kecil serba guna (entah ruang tamu atau apalah orang menganggapnya), satu kamar tidur, satu dapur, dan satu kamar mandi yang terletak di belakang, dekat dengan tempat menjemur pakaian. Tapi, mengingat sewa bangunan sekarang sudah tidak murah lagi, Edelia setidaknya bersyukur tinggal di sana. Terutama karena bedengannya dekat dengan kantor lurah dan sekolah dasar. Hal itu cukup meringankan pengeluaran Edelia. Dan satu hal yang paling ia syukuri, ada satu lapangan sepakbola yang menjadi tempat Kenan biasa bermain sepakbola tiap sore.
Tapi, Edelia bertekad untuk segera pindah dari sana. Bukan karena ia tidak suka melihat Kenan bermain sepakbola, tapi sebentar lagi Kenan akan masuk SMP dan memulai kehidupan remajanya. Edelia menyadari bahwa Kenan mungkin harus memiliki privasinya sendiri.
Keinginan yang sederhana. Tapi, Edelia merasa nyeri memikirkannya. Entah apa ia bisa mewujudkannya atau tidak mengingat penghasilan dirinya yang tak menetap. Terutama karena baru saja seminggu yang lalu ia dipecat dari pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga. Alasannya hanya satu. Dia singleparent. Singleparent yang baru berusia 27 tahun. Singleparent yang masih terlihat begitu cantik dan muda layaknya seorang gadis pada umur 27 tahun.
*
Keesokan harinya, setelah merapikan rumah dan memasak, Edelia duduk bersantai di ruang serba guna bedengannya. Ia baru saja melayangkan iklan ke sekian kalinya di grup Facebook. Menyasar ke berbagai Forum Jual Beli Bengkulu, Edelia mengiklankan kue-kue ulang tahun sederhana buatannya. Itu adalah salah satu hal yang bisa membuat ia bertahan sampai sejauh ini.
Biasanya dalam seminggu Edelia mendapatkan setidaknya empat pesanan kue ulang tahun. Walaupun untungnya tidak seberapa –nyaris hanya berkisar lima belas ribu per kue- setidaknya itu benar-benar berguna untuk membeli keperluan sehari-harinya. Tapi, untuk pengeluaran bulanan, seperti uang sekolah dan uang sewa bedengan? Edelia tidak yakin.
Jadi, Edelia hanya punya dua pilihan. Tambah giat mengiklankan kuenya –padahal ia baru saja merintis usaha itu sekitar dua bulan, yang sebenarnya itu telah termasuk prestasi mengingat pesanan yang datang lumayan banyak dalam jangka waktu yang terbilang baru itu- atau ia harus mencari pekerjaan tambahan. Pekerjaan yang tidak akan memandang status dirinya sebagai singleparent dengan satu anak.
Tapi, mencari pekerjaan bukanlah hal yang gampang. Sebenarnya bukan masalah pekerjaannya, tapi lagi-lagi karena statusnya. Edelia sempat menjadi pembantu rumah tangga, tapi tidak bertahan lama. Hanya dua minggu. Begitu majikannya tau status ia yang sebenarnya, Edelia langsung dipecat. Khawatir kalau Edelia akan merebut suaminya. Mereka berdalih: banyak pembantu yang kegatalan menggoda majikannya.
Edelia tidak menyalahkan pandangan mereka, tapi sekarang Edelia benar-benar kewalahan. Ia harus mendapatkan pekerjaan baru.
Uang sewa perlu dipikir, uang sekolah Kenan perlu dipikir, dan sebentar lagi Kenan akan masuk SMP. Masuk SMP perlu uang yang besar.
Kembali, Edelia mengembuskan napas panjang. Akhirnya, dengan berat hati ia membuka aplikasi Whatsapp dan mencari kontak seseorang.
Galih.
Apa kabar?
Aku mau minta tolong.
Aku sekarang lagi nyari kerjaan.
Kalau-kalau kamu ada tau lowongan pekerjaan, tolong kasih tau aku ya.
Dan kalau bisa, yang nggak bakal mempermasalahkan status aku.
Makasih.
Melihat pesan itu terkirim, Edelia diam-diam berdoa di dalam hati. Galih adalah salah satu dari teman yang ia miliki di sini. Sebenarnya agak mustahil dirinya bisa memiliki teman, tapi Galih yang masih tergolong sebagai tetangganya adalah putra dari Bu Mega. Seorang bidan yang rumahnya dekat dengan Puskesmas. Bidan yang kebetulan membantu proses persalinannya dulu. Yang mana adalah bidan yang sangat baik hati karena justru menolak pembayaran dari Edelia. Mengingat wanita itu tak memiliki apa pun untuk bisa membayar jasanya kala itu.
Dan hingga kini setelah 12 tahun berlalu, Bu Mega masih sering menjenguk dirinya. Perhatian dari keluarga Bu Mega membuat ia sedikit bisa menikmati hidup. Ternyata ada orang yang bisa menerima keadaan dirinya.
Beberapa saat kemudian, ketika satu pesanan kue masuk ke inbox akun Facebooknya, Edelia juga mendapatkan pesan balasan dari Galih.
Aku nggak tau kamu mau apa nggak.
Kemaren kayaknya ada temen aku bilang tempat kerjanya butuh asisten koki.
Jantung Edelia seketika berdebar. Ia dengan cepat mengetik.
Boleh.
Di mana?
Edelia tak menunggu lama hingga Galih membalas pesannya.
Sayangnya, ini untuk shift malam, Del.
Dari jam tiga sore sampai dua belas malam.
Edelia tertegun. Jam dua belas malam?
Galih kembali mengirimnya pesan.
Dan tempatnya di hotel.
Hotel Gajah Putih di Pantai Pasir Putih.
*
tbc...
ini masih part-part awal guys... 😁😁😁
masih sellooow ya... hehehehe... 😅😅😅
jangan lupa tinggalkan vote dan komennya... 😘😘😘
Pkl 21.32 WIB...
Bengkulu, 2020.05.16...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro