Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Nggak-Nggak Atau Iya-Iya?

yang lagi rebahan aja siapa hayo??? hahahha 😅😅😅

buat nemenin kalian yang nggak ada kerjaan siang ini, sengaja banget aku hadirkan Jack... 😂😂😂

btw. judulnya buat kalian mikir apa coba? 🤣🤣🤣

ya udah, buruan baca deh. dan seperti biasa... cari tempat yang sepi ya... hahhaha 😂😂😂

===========================================================================

"Kreeekkk!"

"Duug!"

"Auuu!"

Suara yang pertama adalah suara pintu ruang penyimpanan yang terbuka dari luar. Cukup menjadi tanda bahwa ada seseorang yang akan masuk.

Suara yang kedua adalah suara keranjang berisi kentang yang dipegang oleh Edelia, namun terlepas dari tangannya. Keranjang itu sontak saja jatuh.

Suara yang ketiga adalah suara jeritan Jack yang mendapati keranjang kentang jatuh menimpa kakinya. Seketika saja membuat pria itu kesakitan.

"B-Bos!" seru Edelia dengan panik.

Wanita itu segera saja mengangkat keranjang kentang dari atas kaki Jack. Memunguti kentang-kentang yang berhamburan. Sedang Jack tampak berjingkat-jingkat menahan rasa sakit dan kaget yang menghantamnya dalam waktu bersamaan.

"Adudududuh!"

Rara menghampiri Jack. "Bos kenapa?"

Seketika saja Jack menoleh pada Rara dan mendelik tajam. "Kalau mau masuk di pintu diketok dulu, Ra."

"Ketok pintu?" tanya Rara bingung. "Sejak kapan masuk ke ruang penyimpanan harus ketok pintu, Bos? Ntar kalau yang jawab hantu gimana?"

Jack menggeram. Sedang seolah baru menyadari sesuatu, Rara langsung mengulum senyum.

"Ketok pintu itu biar yang di dalam tau kalau ada yang mau masuk ya, Bos?"

"Ka-Ka-Kamu..."

Edelia bangkit. "Ke-Kentangnya sebanyak apa, Ra?"

Rara tersenyum geli. "Aduh. Apa di ruang penyimpanan ini AC-nya rusak ya? Kamu kepanasan ya, Del?" Jari telunjuk Rara mencolet sedikit pipi Edelia. "Pipi kamu keliatan merah kayak udang kepanasan."

Mata Edelia mengerjap.

Menahan kekehan gelinya, Rara mengambil keranjang kentang dari tangan Edelia. "Kamu kelamaan. Sini biar aku yang bawa ke dapur."

"Ehm... Ra---"

Jack menahan tangan Edelia. Membiarkan Rara untuk keluar dari ruangan itu. Menunggu hingga pintu itu tertutup.

"Bos apa-apaan sih?" geram Edelia. "Itu Rara pasti udah mikir yang nggak-nggak."

Jack tersenyum dan manggut-manggut. "Bukan mikir yang nggak-nggak, tapi mikir yang iya-iya."

Mata Edelia kembali melotot.

Jack seketika mencubit kedua pipi Edelia. "Ih... gemes deh. Pengen aku usel-usel rasanya."

"Bos!"

Jack menarik turun tangannya. Ia menatap Edelia dengan tatapan sayang. "Kamu kangen aku?"

Kepala Edelia menggeleng-geleng kaku. "Nggak..."

"Ah! Kenapa sih cewek itu suka banget lain di mulut lain di hati?" tanya Jack. "Jangan gitu, Del. Kalau kamu kangen aku, bilang aja. Karena aku juga kangen kamu."

Edelia menggaruk bibir bawahnya karena kesal menggunakan gigi. Melihat itu Jack justru mengedip-ngedipkan mata.

Jadi pengen juga.

"Saya nggak kangen, Bos," kata Edelia.

"Tapi, kamu ngubungi aku, Del."

"Oh... itu..."

Jari telunjuk Jack mendadak menempel di bibir Edelia. Entah kenapa kali ini tatapan Jack sedikit berubah. Ia berkata.

"Aku tau loh kamu bilang ke Tomi kalau kita dekat."

Edelia melongo.

Jack tersenyum. "Tuh kan bener." Raut wajah Jack terlihat begitu bahagia. "Kamu kangen aku. Terus bilang ke orang-orang kalau kita dekat." Pria itu menarik napas. "Sepertinya kamu mulai ada perasaan ke aku kan?"

Edelia tak mampu mengatakan apa-apa. Terutama dengan keberadaan jari Jack di depan bibirnya.

Melihat kebisuan Edelia, perasaan Jack menjadi tambah riang gembira. Ia menarik tubuh Edelia masuk ke dalam pelukannya. Merengkuhnya dan mengusap-usap punggung Edelia berkali-kali dengan lembut. Membiarkan wajahnya sedikit beristirahat di puncak kepala Edelia.

Edelia meneguk ludahnya. Merasakan bagaimana satu sisi wajahnya menempel pada permukaan bidang dada Jack. Tak ada celah yang memisahkan mereka. Bahkan Edelia bisa mendengar riuh debar jantung Jack di dalam sana. Sama riuhnya dengan debaran milik dirinya.

"Ehm...," gumam Jack lirih. "Rasanya damai kan meluk aku kayak gini?"

Edelia terdiam.

Dan diam itu membuat Jack justru semakin tersenyum lebar.

Beberapa saat, mereka tidak melakukan apa-apa selain berdiri sembari berpelukan di tengah-tengah rak-rak yang berisi berbagai macam sayuran. Wortel, kentang, kol, lobak, bawang daun, cabai, tomat, dan berbagai jenis sayuran lainnya menjadi saksi bisu keheningan mereka.

Lalu, perlahan-lahan, Jack sedikit mengurai pelukan itu. Menahan kedua lengan atas Edelia dengan tangannya, ia memandangi bola mata Edelia yang bening dengan senyum di wajahnya.

"Tiap pagi, tiap siang, tiap sore, bahkan tiap malam... sepanjang kamu tidur, aku bisa kok meluk kamu kayak gini," ujar Jack dengan lembut pada Edelia. "Tinggal kamu bilang aja mau aku lamar kapan."

Edelia seperti baru mendapatkan kewarasannya ketika mendengar perkataan Jack. Ia seketika menarik diri, melepas dari Jack. Membuat pria itu tersenyum kecil.

Wanita itu terlihat mengusap telapak tangannya yang berkeringat ke celemek yang ia kenakan.

"Oke... kalau gitu, kamu lanjutin aja kerjaan kamu," kata Jack. "Aku juga mau pergi dulu."

Edelia mengangguk kaku.

"Tenang aja. Aku akhir-akhir ini sering pergi dan nggak nemui kamu bukan karena aku ada cewek lain kok. Aku ini tipe pria setia. Aku bilangin aja ya, Del. Kodrat cowok cakep itu adalah setia. Kalau dia nggak setia, berarti dia nggak cakep," yakin Jack pada Edelia. "Kamu percaya aku kan?"

"Ehm... itu..." Edelia meneguk ludahnya berulang kali. Jack benar-benar membuat dirinya tak mampu berkata apa-apa lagi.

Jack sedikit membungkuk demi menyejajarkan wajahnya dengan wajah Edelia. Dengan tersenyum menatap lekat-lekat wanita itu, ia berkata.

"Nanti pesan aku dibalas ya?" tanyanya sambil mengedipkan satu mata. "Aku pergi dulu."

Dan seperti Jack tidak mengetahui bagaimana dirinya mampu membuat Edelia syok, kaku, dan tak mampu bicara hingga berkeringat dingin, pria itu justru memajukan wajahnya.

Edelia sontak memejamkan mata. Menggigit bibirnya, tapi seketika saja perasaannya seperti gurun pasir yang mendapat setetes embun pagi.

Satu kecupan Jack berikan di dahi Edelia.

Membuat wanita itu semakin merasa dirinya benar-benar tidak berdaya.

*

Kenan tengah men-dribble bola ketika ia mengamati Jack yang duduk di bawah pohon. Walau pria itu mengenakan masker, tapi dari sorot mata Jack dengan keadaan setengah terpejam itu, Kenan mengetahui dengan pasti apa yang terjadi. Iseng, Kenan menendang bola di kakinya. Tepat mengarah pada Jack.

Sepersekian detik sebelum bola menghantam wajahnya, kepala Jack refleks bergerak. Dahinya menyentuh bola itu dan bola mental. Terpantul beberapa kali di tanah sebelum berhenti bergerak.

Kenan tertawa. "Kamu lagi mikirin apa, Jack?"

Mikirin Mama kamu, Ken.

"Kayaknya lagi seneng banget."

Iya dong. Udah ngobatin kangen sih.

Jack mendehem. Berusaha untuk menjaga sikap. Tapi, ya itu. Susah sekali. Menahan perasaan bahagia itu sama susahnya dengan menahan desakan untuk buang air besar. Rasanya mau meledak jiwa raga deh.

Kenan mengambil posisi kesukaannya. Duduk di atas bola dan menatap Jack dengan bertopang dagu.

"Kalau ada kebahagiaan itu bagi-bagi, Jack."

Di balik maskernya, Jack menyeringai. Pengen sih biar kita bahagia bertiga bareng-bareng. Tapi, kan Mama kamu belum ngasih lampu ijo beneran.

"Kamu ini, Ken," elak Jack. "Bahagia apanya coba?"

"Ehm... kamu lagi jatuh cinta ya?" tebak Kenan.

Mata Jack melotot. Melihat itu, Kenan tertawa.

"Hahaha. Ternyata bener. Sama siapa?"

Sama Mama kamu, Ken.

Jack menggeleng. "Nggak ada kok. Beneran deh."

Mendengar usaha Jack untuk menampik, Kenan semakin tertawa-tawa. Seketika saja Jack memutar otaknya.

"Kamu pernah jatuh cinta nggak?"

Kenan mendengus. "Aku masih kecil kali, Jack. Nggak boleh cinta-cintaan dulu sama Mama."

"Berarti kalau Mama ngebolehin, ya kamu mau dong jatuh cinta."

Wajah Kenan memerah. Kali ini gantian Jack yang tertawa.

"Hahaha. Tell me, Ken. Tipe kamu yang kayak gimana?" tanya Jack antusias.

Kenan tersipu malu. Ia mengulum senyum dan menggeleng. "Nggak ada tipe ah."

"Oh... kamu pasti suka tipe cewek feminin ya? Yang lemah lembut dan gemulai gitu?" Jack tertawa terbahak-bahak. "Iya iya?"

Mau tak mau, Kenan ikut tertawa. Ia bangkit dari duduknya dan mengambil bola. "Kita mau latihan nggak nih?"

"Hahaha. Kenan ternyata tipe ceweknya yang feminin!" seru Jack seraya turut bangkit. Ia merengkuh pundak bujang kecil itu. "Mau aku bantu nyari cewek nggak? Keponakan aku banyak loh."

"Apaan sih," lirih Kenan geli. "Kini aku cuma mau main bola dulu."

Jack tertawa.

*

Jack melihat jam dinding. Memperkirakan bahwa saat itu sepertinya Edelia telah sampai di bedengannya. Mengecek ponselnya, Jack mendapati bahwa pesannya telah dibaca. Tapi, sayangnya tidak dibalas.

Ia segera mengetik.

Udah di rumah belum, Del?

Lama Jack menunggu balasan dari Edelia, hingga kemudian satu pesan masuk.

Udah, Bos.
Ehm... Bos belum tidur?

Belum.
Masih sibuk.

Semalam ini masih sibuk?

Ya dong.
Kan sibuk mikirin kamu.

Jack mengulum senyum. Ah, sudah aku cium dan peluk, kayaknya Edel agak pinteran dikit.

Bos...
Jangan gitu.
Saya jadi nggak enak.

Membaca pesan Edelia yang satu itu membuat sisi jahil Jack meronta-ronta ingin mengusili Edel. Rasa-rasanya dia mau membalas seperti ini: mau aku kasih tau yang enak?. Atau yang parahnya: ntar kalau udah nikah, ada kok yang lebih enak.

Tapi, sekuat tenaga Jack menepis ide itu. Kalau Edel jadi takut sama aku gimana?

Jack membuang napas dalam-dalam.

Oke oke.
Jadi, tadi ngubungi aku apa ada yang mau diomongin?

Yah, siapa tau gitu kan Edel mendadak pengen bilang perasaan dia ke aku. Dasar aja Rara tadi nganggu. Ih, padahal aura romantisnya udah dapet coba.

Mungkin di mata Jack, berduaan dikelilingi sayur mayur adalah romantis versi terbaru.

Sebenarnya saya emang ada yang mau dibilang sih, Bos.

Tuh kan.

Mau ngomong apa?
Kakanda siap mendengarkan Adinda Sayang.

Jack terkekeh. Berasa lagi syuting film kolosal. Hihihi.

Saya mau beliin sepatu bola buat Kenan, Bos.
Tapi, bingung.
Modelnya yang kayak gimana?
Bos bisa nunjukin beberapa model sepatu bola ke saya?

Jack melongo saat membaca pesan Edelia. Jadi, dia ngubungi aku buat nanyai sepatu bola?

Argh!

Ini cewek nggak ada romantis-romantisnya ya.

Tapi, mendadak sesuatu terlintas di benak Jack. Ia dengan cepat membalas pesan itu.

Tentu saja Kakanda bisa membantu Adinda.
Besok akan Kakanda tunjukkan pada Adinda.

Senyum terbit di bibir Jack.

Well well well... Ini bukannya tanda bahwa Edelia mulai menerima aku ya?

Ah!

Jack dan pikiran positif itu adalah dua kesatuan yang tak terpisahkan. Ehm... walau terkadang lebih dominan pikiran kelewat positif sih.

*

Keesokan harinya, tepat beberapa saat setelah Edelia masuk ke dapur walau jam shift-nya belum dimulai, Jack muncul di ambang pintu.

Mengabaikan godaan Tim Dapur yang mencie-ciekan dirinya, Jack berusaha untuk tidak tersenyum lebar. Juga berusaha untuk tidak berseru seperti ini: Edel! Come to Papa, Baby!

Jack yakin. Pisau besar di tangan Edelia akan mendarat di lehernya.

Ia mendehem. Berusaha menghadirkan kewibawaan seorang bos yang tidak ia miliki sama sekali.

"Ada perlu sama saya, Bos?"

Jack geleng-geleng kepala melihat Bagas.

"Saya?"

Ia juga menggeleng pada Agung. Dan sebelum yang lain ikut-ikutan ulah Bagas dan Agung, Jack segera mengangkat tangannya. Menunjuk Edelia.

"Shift kamu belum mulai, Del. Ke ruangan saya sebentar ya! Ada yang perlu saya tunjukin ke kamu."

Mata Edelia mengerjap. Beneran Bos ngomong kayak gitu di depan orang-orang?

Glek.

Mengedipkan sebelah matanya, lantas Jack berlalu seraya berkata. "Nggak pake lama."

Sepeninggal Jack, wajah Edelia memanas dengan godaan demi godaan dari Tim Dapur. Tidak ada pilihan lain, dengan segera saja Edelia permisi dan berlari keluar dari sana.

"Ckckck. Memang lain orang yang lagi kasmaran," kata Vindy. Lalu, ia tersadar sesuatu. Melirik pada Tomi yang tampak melepaskan celemeknya.

Pria itu terlihat biasa-biasa saja. Efek dari tidak ada yang mengetahui perasaannya.

"Aku jadi penasaran," kata Agung. "Kira-kira ngapain ya Bos manggil Edel ke ruangannya?"

Bagas melirik. "Menurut kamu, Gung?"

"Eh... nggak mungkin kan siang-siang gini?"

Vindy tertarik. "Apa yang nggak mungkin siang-siang gini?"

Bagas dan Agung mendehem berulang kali. Membuat Vindy jadi penasaran.

"Ehm..." Gadis itu mengusap-usap dagunya. "Aku jadi penasaran... kira-kira Bos dan Edel ngapain ya?"

Bagas dan Agung hanya cengar-cengir tidak jelas hingga membuat Vindy berkata.

"Aku mau ngeliatin mereka ah."

Mata Bagas dan Agung melotot. "Kamu mau ngintip Bos dan Edel?"

"Nggak ngintip. Cuma ngeliat bentar kok."

Mengabaikan pelototan Bagas dan Agung, Vindy melenggang keluar dari dapur. Kedua pria itu tampak saling pandang. Lalu, entah apa yang merasuki mereka hingga Bagas dan Agung pun menyeret Tomi. Tomi memberontak, tapi akhirnya tak berdaya ketika Bagas dan Agung membawa dirinya mengikuti Vindy yang menuju ke ruangan Jack.

Sesampainya di sana, pintu ternyata tidak tertutup rapat. Menyisakan celah yang membuat mereka berempat tercekat ketika mendengar suara Edelia yang terkesiap.

"Ya Tuhan. Punya Bos besar dan panjang!"

*

tbc... 

hahahaha...

dah, aku biarkan kalian berimajinasi sesuka hati deh ya...🤣🤣🤣

Pkl 13.29 WIB...

Bengkulu, 2020.06.21...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro