Hal Yang Tak Terduga
selamat datang di part 37... mungkin nggak lama lagi cerita ini bakal selesai... 😁😁😁
jadi, nikmati ya... 🤗🤗🤗
============================================================================
Lama Tidak Terdengar, Begini Keadaan Jack Rhodes.
7 Fakta Menarik Tentang Jack Rhodes. Nomor 3 Akan Membuat Kamu Tercengang!
Tinggal Di Bengkulu, Jack Rhodes Memang Memilih Mundur Dari Dunia Sepakbola?
Melihat Kenan, Satu-Satunya Anak Yang Berhasil Menarik Jack Rhodes.
Drama Pertandingan Bola, Ada Jack Rhodes.
Tak Hanya Tampan, Mantan Pemain Timnas Jack Rhodes Memiliki 7 Pesona Lainnya.
Jack meringis melihat judul-judul yang berseliweran dari tadi di berbagai portal media online. Semua yang muncul selama tiga jam terakhir pasti membawa nama dirinya. Aduh! Auto bakal berdatangan lagi ini Tante-Tante yang nawari anaknya ke aku.
"Tok! Tok! Tok!"
"Jack?"
Jack terdiam. Sedikit mengintip dari balik bedcover yang menutupi dirinya, ia melihat pintu kamarnya yang terkunci.
Berkat berita-berita yang muncul, setelah pulang tadi Jack segera ke kamar dan mengurung diri. Memadamkan lampu dan bersembunyi di balik bedcover. Belum siap kalau harus diinterogasi saat ini.
"Mungkin dia tidur."
Terdengar suara Michael.
"Aku tau anak aku, Hon. Dia nggak tidur. Paling sekarang dia lagi ngumpet di balik selimut."
Jack tercengang. Wah! Mommy ternyata ada bakat jadi cenayang ya.
"Udah udah. Besok aja ngomongnya."
Ayuhdia terdengar menarik napas kasar. "Tapi, dia juga belum makan malam."
Jack menyeringai. Mau ngejebak aku pake makan malam? Dikira aku ini sebangsa anak umur empat tahun apa?
"I'm sure he had dinner bareng itu anak. Siapa namanya? Kenan?"
Mata Jack berkedip-kedip.
Ya salam. Ternyata Mommy dan Daddy udah ngeliat itu video.
Jack meringis.
Mampuslah.
Bukan begini caranya aku mau mengenalkan mereka. Ya kali lewat video-video amatiran.
"Ayoh! Let him rest. Dan ngomong-ngomong, ini pinggang aku agak nyut-nyut."
"Kamu sih kenapa tadi nyangkul! Sini aku pijat dulu!"
Jack mengembuskan napas lega. Menyadari bahwa beberapa detik kemudian kedua orangtuanya telah berlalu dari depan pintu kamarnya.
Tapi, ternyata Jack belum bisa tenang, Pemirsa.
Ponselnya bergetar.
Naas, Jack spontan saja menekan pemberitahuan pesan yang baru masuk itu. Terlambat sudah. Dia tidak bisa berpura-pura offline sekarang.
Mas Ab
Aku nelepon berulang kali, nggak diangkat.
Geram, Jack membalas.
Mau ngomong apa?
Hahahaha.
Aku udah ngeliat pertunjukan sore ini.
Btw. Mommy bolak-balik ngubungi aku soal video dan berita yang muncul beberapa jam terakhir ini.
Kamu udah cek twitter?
Dahi Jack mengerut.
Kenapa dengan twitter?
#HeroJack masuk trending.
Jack memejamkan matanya. Mampus sudah.
Untuk kategori orang yang memutuskan tinggal di kota kecil agar nggak menarik perhatian khalayak rame, ehm... ternyata kamu tau cara membuat dunia seketika heboh ya.
Untuk kategori orang yang biasanya rada pendiam, ehm.... ternyata Mas tau cara ngejek panjang lebar ya.
Hahaha.
Jadi, to the point aja.
Kamu memang cuma berhubungan dengan anaknya...
Atau you have some relationship with his Mom?
Jack tau.
Menyebarnya video itu pasti ujung-ujungnya adalah pertanyaan ini. Soalnya bukan apa. Jack baru sadar bagaimana tadi sore ia dengan lantang mengatakan bahwa Edelia adalah orangtua tunggal. Sudah jelas kalimat itu memberikan beberapa pemahaman bagi yang mendengar.
Memangnya sebanyak apa orangtua tunggal yang bakal dibela mati-matian oleh Jack?
Yah, Jack tentu saja akan membantu siapa pun. Tapi, sampai melibatkan perasaan seperti tadi sore? Tentu saja itu lain ceritanya.
Pria itu masih bimbang harus bagaimana menjawab pertanyaan itu ketika satu pesan lainnya masuk.
Claressa Rhodes
Uncle...
Kenapa wajah Kenan bisa hancur begitu?
Jack geleng-geleng kepala.
Ini nggak bapak nggak anak kenapa malah buat aku pusing malam-malam?
Namanya juga berkelahi.
Ya wajar dong muka dia jadi hancur.
Kalau jadi cakep itu artinya bukan berkelahi, tapi berdandan.
Jack keluar dari kolom pesan Claressa. Melihat satu pesan baru yang masuk beberapa detik yang lalu.
Kenan
Jack, apa lusa kita bisa ketemu?
Jack menarik napas dalam-dalam. Terus kenapa juga dengan anak ini? Mau nantang aku berkelahi beneran?
Besok juga bisa.
Jangan, besok Mama nggak kerja.
Jack manggut-manggut. Bener juga. Besok kan Edel libur.
Wait!
Ngapain juga ini bocah ngajak aku ketemuan diam-diam? Berasa kayak lagi janjian sama selingkuhan aja!
Oke.
Lusa aku ke rumah.
Jangan.
Aku tunggu di simpang aja.
Kita ngomong di tempat lain.
Jack bergidik.
Ini beneran mau ngapa-ngapain aku ya? Ehm... nggak tau aja ini anak. Walau aku pemain bola, tapi gini-gini waktu kecil aku sama Mas Ab juga latihan pencak silat. Seragam Merpati Putih aku pun masih ada.
Oke.
Lusa jam empat aku tunggu di simpang.
Dan setelah pesan itu terkirim, dengan cepat Jack memutuskan untuk memadamkan notifikasi Whatsapp. Dia perlu kedamaian. Setidaknya ia butuh istirahat setelah kejadian tadi sore yang ternyata lebih menghebohkan dibandingkan dengan prediksinya.
Sebenarnya Jack tidak mengira bahwa perbuatannya tadi akan berakibat seperti ini. Ketika di perjalanan, ia memang mengunggah video pertandingan tadi di Instagramnya. Memang, respon yang datang begitu banyak. Tapi, yang tidak Jack duga adalah bagaimana kemudian video itu seolah beranak pinak dan memperbanyak diri sehingga tersebar ke mana-mana. Belum lagi ditambah video-video para penonton yang merekam kejadian di pinggir lapangan tadi.
Jack menutup matanya. Siap-siap aja dalam waktu dekat aku dihubungi pihak stasiun televisi.
*
Kalau ada yang mengira bahwa hanya Jack yang menjadi pusing malam itu, maka tentu saja itu hal yang salah. Satu hal yang lupa Jack antisipasi adalah ketika niat baiknya untuk melindungi Edelia di lain sisi justru membuka identitas diri yang selama ini tidak Edelia ceritakan pada siapa pun di hotel. Alhasil, grup menjadi heboh. Terutama ketika Jack berkata dengan begitu jelas: Edelia adalah ibu yang hebat untuk Kenan. Membesarkan anak seorang diri nggak pernah menjadi hal yang mudah bagi wanita mana pun.
Sudah bisa dipastikan menjadi seheboh apa grup Tim Dapur karena berita itu.
Edelia hanya bisa menghela napas panjang melihat pemberitahuan pesannya terus berdatangan tak henti-henti dari tadi. Mayoritas dari mereka menanyakan hal yang sama. Apa benar Edelia sudah memiliki anak?
Wanita itu menarik napas dalam-dalam.
Jauh di dasar hatinya, tak sedikit pun ia menyalahi Jack yang dengan begitu frontal telah mengungkap jati dirinya di depan banyak orang. Toh! Sebenarnya Jack mengatakan hal itu di depan orang-orang yang memang sudah mengenal bagaimana kehidupannya. Tapi, Edelia tidak mengira video yang menyebar akan sampai berakibat seperti ini.
Seraya menguatkan diri dengan beberapa kemungkinan, dipecat misalnya, Edelia akhirnya membuka pesan itu. Tanpa membaca seluruh isi pesan, Edelia menulis.
Maaf sebelumnya.
Bukan bermaksud menutupi.
Tapi, aku memang sudah memiliki anak.
Namanya Kenan.
Dan sekarang dia sudah berusia 12 tahun.
Setelah pesan itu terkirim, Edelia dengan segera keluar dari aplikasi tersebut. Lalu, menonaktifkan ponselnya. Lagipula, setelah kejadian tadi sore, Edelia merasa tubuhnya benar-benar lelah. Ia hanya ingin beristirahat.
*
"Gimana keadaan kamu, Ken?"
Kenan yang baru saja bangun dari tidurnya pagi itu, masih setengah sadar ketika Edelia telah menghampiri dirinya. Ia duduk dan merasakan tubuhnya terasa bagai remuk di beberapa tempat. Tanpa sadar, ia mengernyit menahan sakit.
Edelia menatapnya dengan cemas. Melihat bagaimana wajah Kenan terlihat membiru di sudut bibir.
"Sakit ya?" tanya Edelia lagi.
Tapi, layaknya kaum lelaki pada umumnya, Kenan menggeleng. "Nggak, Ma."
Edelia menarik napas panjang. Mengusap kepala Kenan.
"Lain kali jangan berkelahi lagi, Sayang," lirih Edelia. "Kalau kamu kenapa-napa, Mama yang nggak tahan ngeliatnya."
Kenan bangkit. "Aku juga nggak mau berkelahi, tapi bukan berarti aku nggak bisa berkelahi," tukasnya kemudian seraya beranjak ke belakang.
Edelia hanya bisa menenangkan diri mendengar perkataan Kenan. Lalu, ia berseru seraya mengejar Kenan ke belakang.
"Kamu hari ini nggak usah sekolah. Tadi Mama udah minta izin ke wali kelas kamu."
Di depan pintu kamar mandi Kenan mengangguk dengan patuh. Lagipula, Kenan cukup tau kalau dia memang butuh istirahat hari itu.
Dan selagi menunggu Kenan mandi, Edelia dengan segera menyiapkan sarapan untuk Kenan. Sengaja sekali Edelia bangun pagi-pagi dan memasakkan nasi uduk kesukaan Kenan. Ia pun telah memasak sambal tempe, tahu, dan ikan teri. Tiga telur ceplok. Irisan timun dan bihun tumis. Rencananya, nanti Edelia juga akan membeli ayam di tukang sayur.
Edelia menyiapkan seluruh lauk pauk di meja depan. Ketika Kenan selesai mandi, terang saja bujang itu keheranan. Ia menatap Edelia yang tersenyum padanya. Tangan wanita itu melambai, mengisyaratkan pada Kenan agar segera duduk.
Edelia mengambil piring dan menyiapkan nasi untuk Kenan, beserta lauk pauk. Kemudian menyerahkannya pada putra semata wayangnya itu.
Kenan mencuci tangannya.
"Ayoh! Makan yang banyak."
Kenan mengerjap-ngerjap ketika memulai suapan pertamanya. Melirik dengan ekor mata bagaimana kemudian Edelia juga mulai menikmati sarapan pagi itu.
"Ma..." Kenan merasa tenggorokannya tercekat ketika memanggil ibunya.
Wajah Edelia terangkat. Melihat Kenan yang menghentikan sarapannya. "Kenapa? Ada yang nggak enak ya?"
Kenan menggeleng. "Mama kenapa masak banyak kayak gini?"
"Oh..." Edelia meletakkan beberapa irisan timun di piring Kenan. "Biar kamu makan banyak." Wanita itu tersenyum pada Kenan. "Abis berkelahi badan kamu pasti sakit kan?"
Mata Kenan mengerjap.
"Makan yang banyak, biar badannya nggak sakit lagi."
Wajah Kenan tertunduk. Menatap nasi dan dua telur ceplok di piringnya dengan pandangan berkabut. Ia mengerjap-ngerjapkan mata. Berusaha mengusir kabut itu dari matanya.
"Hari ini," kata Edelia. "Apa kamu mau Mama masakin kue?"
Berusaha untuk tetap melanjutkan sarapannya, Kenan hanya mengangguk. Tetap dengan menundukkan wajah.
"Nanti Mama masakin brownies buat kamu," kata Edelia dengan nada riang.
Sebisa mungkin Kenan berusaha agar tidak menjatuhkan air matanya di depan Edelia. Hingga beberapa kali ia nyaris merasa tersedak oleh makanannya. Tapi, setidaknya ia berhasil menyelesaikan sarapannya dan menahan desakan air matanya. Ketika ia merasa air mata yang menggenang di pelupuk matanya menghilang, pelan-pelan ia mengangkat wajah.
*
Dari kejauhan Jack mampu mengenali sosok Kenan yang telah menunggu dirinya di pinggir jalan itu. Anak itu terlihat mengenakan kaos santai, celana jeans bewarna pudar, dan menyandang satu ransel di punggungnya.
Dua detik selanjutnya, Jack menghentikan laju mobilnya tepat di depan Kenan. Ia menurunkan kaca dan berkata.
"Ayoh, masuk."
Dalam hati Jack meringis. Ini persis sekali seperti cowok-cowok nakal yang suka main di belakang istri sahnya. Dan tinggal nunggu waktu buat dapat azabnya. Hiks.
Kenan masuk.
Setelah memastikan bujang kecil itu memasang sabuk pengamannya, Jack melajukan mobilnnya.
Ia melirik melalui spion dalam. "Gimana keadaan kamu?"
"Cuma memar-memar dikit," jawab Kenan datar.
Jack manggut-manggut. Ia terpikir untuk bertanya pada anak itu. Kamu nggak kepikiran buat jadi atlet pencak silat aja?
Alih-alih, Jack justru bertanya. "Kita mau ke mana?"
"Ke tempat yang sepi."
Glek.
Benak Jack bertanya-tanya. Di mana tempat sepi untuk jam empat sore? Ehm... bukannya jam pulang kerja biasanya berdampak pada keramaian? Terutama karena akses pantai di Bengkulu yang tergolong sangat mudah. Biasanya jam sore justru menjadikan jalanan di Bengkulu lebih ramai.
Kemudian, Jack membelokkan kemudi. Berputar arah.
Kenan menoleh. "Kita mau ke mana?"
"Kan katanya mau ke tempat sepi."
Mendengar jawaban itu, akhirnya Kenan diam. Memilih untuk menutup mulutnya. Sedangkan Jack merasa sedikit geli karena senang mampu membalikkan perkataan itu kepada Kenan.
Jack ternyata membawa Kenan menuju ke pantai hutan bakau. Yang mana pintu masuknya berjarak tidak lebih dari satu kilometer dari Hotel Gajah Putih.
Mobil Jack melintasi jalanan berbatu itu dengan perlahan. Melewati rimbunan pohon-pohon tinggi di kanan kiri jalan. Lalu, di tempat yang Jack rasa cocok sesuai dengan permintaan Kenan, Jack menepikan mobilnya.
Ia segera melepas sabuk pengamannya dan segera turun. Membiarkan Kenan di belakang, ia justru bersemangat menuju ke bibir pantai. Berbeda dengan keadaan pantai-pantai lainnya di Bengkulu, suasana pantai bakau cenderung sepi. Tak banyak pengunjung yang pergi ke sana.
Tak lama kemudian, Jack merasakan kehadiran Kenan. Melirik sekilas, Jack melepaskan satu sandalnya dan duduk di atasnya. Tak disangka, Kenan mengikuti jejaknya.
Jack sudah berniat menanyakan apa maksud Kenan mengajaknya bertemu, tapi kedahuluan oleh Kenan yang langsung membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sesuatu. Menyerahkan satu kotak bekal pada dirinya.
Pria itu menerima dengan dahi berkerut. "Apa ini?" tanyanya seraya mengendus-endus aromanya dari luar tanpa membuka penutupnya.
Menatap ke depan seraya memeluk asal lututnya, Kenan menjawab enteng. "Brownies."
"Brownies?"
"Kenapa?" tanya Kenan. "Nggak mau? Itu Mama yang masak."
Mata Jack melotot. "Siapa yang bilang nggak mau?" gerutu Jack seraya menyisihkan kotak bekal di sisi tubuhnya. Jaga-jaga kalau mendadak Kenan berubah pikiran.
Suasana sore itu sebenarnya terasa begitu syahdu seperti sore di pantai pada umumnya, tapi entah mengapa Jack merasa berbeda. Maka dari itu, setelah memastikan browniesnya aman, ia menoleh pada Kenan.
"Kamu kenapa ngajak aku ketemuan?" tanyanya.
Bergeming. Tetap menatap lurus memerhatikan ombak pantai yang bekejar-kejaran, Kenan berkata.
"Aku mau ngucapin terima kasih."
"Oooh..."
"Kamu udah buat orang yang menghina Mama minta maaf."
Jack meringis. Sekilas matanya berputar mengamati keadaan sekitar. Merasakan bagaimana aura di sana berubah dengan begitu cepat.
"Padahal selama ini aku selalu berusaha biar mereka minta maaf ke Mama," lirih Kenan pelan. "Tapi, nggak pernah bisa."
Jack meneguk ludahnya.
Ia menepuk pundak Kenan dan berkata. "Kamu masih kecil. Ada hal-hal tertentu yang nggak bisa diselesaikan oleh anak seusia kamu. Nanti kalau kamu sudah besar, pasti kamu bisa."
Kenan terdiam untuk beberapa saat dan Jack juga memutuskan untuk tidak bicara apa pun. Memberikan waktu untuk Kenan. Hingga kemudian ia berkata dengan suara serak yang membuat jantung Jack terasa berhenti berdetak.
"Ka-Kalau kamu menikahi Mama... apa kamu mau berjanji untuk selalu melindungi dan membahagiakan Mama?"
Jujur saja. Berkali-kali Jack membayangkan akan sebahagia apa dirinya bila suatu saat Kenan mau menerima dirinya sehingga ia bisa menikahi wanita yang ia cintai itu. Ia berkhayal bahwa mungkin ketika Kenan menyetujui dirinya untuk menjadi suami Edelia, ia akan melompat kegirangan dan berteriak sekuat tenaga. Tapi, sekarang? Semua imajinasinya keliru. Tak ada satu pun dari khayalannya yang tepat untuk mewakili perasaannya. Ia bukannya tak bahagia, tapi ia merasa sesuatu yang berbeda.
Kepala Kenan kemudian tertunduk. Bersembunyi di puncak lututnya.
"Aku hanya ingin Mama bahagia, Jack."
*
tbc...
gimana perasaannya?
Pkl 12.00 WIB...
Bengkulu, 2020.06.30...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro