Gosip
Selamat malam semuanya... 👋🏻👋🏻👋🏻
menjelang ending ini ya... semoga semuanya siap menerima kenyataan... 😂😂😂
jadi, silakan dinikmati... 🤗🤗🤗
===========================================================================
"Ssst..."
Edelia mengerjap. Ia melihat ke sekitar. Mendapat senyum kaku dari cook helper di sana. Milka yang sedang bersih-bersih tampak menatap dengan sorot yang membuat Edelia merasa tak enak. Wanita itu meraba tekuknya. Benaknya bertanya-tanya. Apa ada yang salah?
Masih dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi pikirannya, Edelia menghampiri Agung yang tengah memiliah-milah daging. Ia mendehem sedikit. Membuat pria berbadan besar itu menoleh.
"Gung," lirih Edelia menyebut nama pria itu.
"Ya?"
"Ini ada apa ya?" tanya Edelia.
"Maksudnya ada apa?"
"Ini kok berasa ada yang aneh," kata Edelia dengan suara rendah. Ia menoleh ke sekeliling. Merasa ketidaknyamanan yang melanda. "Perasaan nggak kayak biasa."
Dahi Agung berkerut. "Aku nggak ngerti. Perasaan nggak ada yang aneh deh."
Edelia menarik napas dalam-dalam. Melihat Agung yang kembali fokus pada pekerjaannya, sedang ia sendiri kemudian meraih sebuah bawang bombay dan memegangnya pelan.
"Ting!"
Edelia merogoh saku celananya. Ada pesan dari Jack di sana.
Del...
Aku kelaparan.
Tolong antar makan siang ke ruangan aku dong.
Mata Edelia membesar. Dan cepat membalas.
Mau makan apa?
Maunya sih makan kamu.
Tapi, siang ini makan apa aja nggak apa-apa kok.
Wajah Edelia memanas membaca balasan pesan dari Jack. Tapi, ia dengan segera beranjak menyiapkan bahan-bahan. Berhubung Jack mengatakan dirinya telah kelaparan maka Edelia memutuskan untuk memasak nasi goreng saja untuk pria itu.
Edelia pergi ke ruang penyimpanan. Mengambil udang, baso, sosis, dan beberapa sayuran. Dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan itu.
Vindy melirik. "Ada pesanan masuk?"
"Nggak... ini Bos yang mau makan."
"Ooo..." Vindy manggut-manggut.
Tak butuh waktu lama untuk Edelia kemudian berhasil menyajikan sepiring nasi goreng di piring. Lengkap dengan beberapa sayuran di atas. Dan untuk minuman, Edelia hanya menyiapkan segelas air putih.
"Tok! Tok! Tok!"
Edelia mengetuk pintu ruangan Jack dan sedetik kemudian, pintu itu terbuka. Wajah Jack muncul di hadapannya dengan tersenyum lebar.
"Ayoh masuk!"
Jack beranjak ke belakang tubuh Edelia dan mendorong punggung wanita itu sehingga masuk ke dalam ruangannya. Ia dengan segera duduk dan mengamati Edelia yang menyajikan makan siangnya yang terlambat siang itu.
Edelia tersenyum simpul melihat Jack yang kemudian makan dengan lahap. Membuat Edelia mengira bahwa Jack sama persis seperti korban bencana alam yang belum mendapat bantuan dari pemerintah.
Jack melirik pada Edelia. Menyodorkan sendok yang berisi nasi. "Mau?"
"Nggak." Edelia menggeleng. "Cuma seneng aja ngeliat kamu makan. Lahap banget."
Jack menutup mulutnya sebelum nasi di dalam sana muncrat berhamburan keluar. Ia terkekeh.
"Soalnya enak banget," puji Jack. "Kamu masaknya pake cinta sih. Jadi buat aku ketagihan."
Edelia berusaha menenangkan hatinya. Bukannya apa, tapi Jack rasanya terlalu ahli dalam membuat Edelia terbang melayang hanya karena kata-kata. Pria itu seperti terlahir dengan banyak stok cara memuji di benaknya. Rasa-rasanya, setiap saat pujian Jack tidak pernah gagal dalam menyenangkan hati Edelia.
"Ehm... Jack..."
"Iya?"
Edelia menatap wajah pria itu. Dan entah mengapa ia teringat oleh kejadian semalam. "Yang kemaren..., kakak kamu bilang apa?"
"Hueeekkk!"
Jack tersedak. Secepat mungkin meletakkan kembali piringnya di atas meja dan meraih gelasnya.
Edelia mengusap-usap tekuk dan punggung Jack yang lebar. Mencoba membantu Jack meredakan batuk-batuknya.
"Kamu nggak apa-apa?"
Jack menarik napas dalam-dalam setelah berhasil mengusir nasi yang tersangkut di tenggorokannya dan meredakan batuknya. Ia menarik selembar tisu dan mengelap mulutnya. Menoleh, ia menatap Edelia dna menggeleng.
"Mas Ab nggak ngomong apa-apa kok."
Tapi, Edelia tak percaya. "Masa?"
Jack mengangguk. "Udah, kamu nggak usah mikirin Mas Ab."
"Ehm..." Edelia manggut-manggut. "Aku malu. Masa dipergoki sama kakak kamu dalam keadaan seperti itu."
Kunyahan Jack melambat. Benar juga, pikirnya. Cewek mana yang mau tertangkap basah calon kakak ipar dalam keadaan sedang berciuman.
Jack mendehem.
Calon kakak ipar. Hihihihi.
"Aku takut dia mikir aku cewek..."
Jack menelan kunyahannya. Melirik dan mendapati wajah kaku Edelia. "Apa?"
"Ntar dia mikir aku cewek..." Edelia meneguk ludahnya. "Nakal."
Kali ini Jack benar-benar menuntaskan makan siangnya. Menegak habis air minumnya dan bertanya pada Edelia dengan raut bingung. "Mencium pacar sendiri, apa itu artinya nakal?" Dahinya berkerut. "Terus kalau cewek nyium pacar orang namanya apa?"
Mulut Edelia terbuka, tapi tidak ada suara yang keluar.
"Mas Ab nggak mikir gitu kok. Yang ada malah aku yang dikira udah ngapa-ngapain kamu," kata Jack setengah menggerutu. "Intinya, kamu tenang aja. Dia nggak mikir kamu yang aneh-aneh."
Tapi, ucapan Jack tidak sepenuhnya menenangkan keresahan Edelia. "Bukannya apa," lanjut Edelia bingung. "Tapi, seharian ini aku merasa agak ada yang beda."
"Yang beda?" Jack menatap kedua bola mata Edelia yang tampak bergerak-gerak tak tenang. "Apa?"
Edelia menggeleng. "Nggak tau. Tapi, berasa ada yang aneh. Suasana di dapur kayaknya sedikit berbeda." Wanita itu menarik napas dan tampak berpikir. "Tadi aku juga merasa kok Milka agak beda ngeliat aku."
Jack mengerti. Tapi, ia menenangkan. "Sudah, itu cuma perasaan kamu aja. Semua kayak biasa kok."
Edelia diam. Maka, Jack kembali berusaha menggodanya.
"Itu mungkin karena kamu kangen aku, jadi berasa ada yang beda."
"Jack." Mata Edelia membesar.
Kedua tangan Jack naik dan mencubit pipi Edelia. "Uh! Gemes deh," kata pria itu geregetan. "Nah!" Mata Jack berbinar melihat senyum di bibir Edelia. "Kalau senyum kayak gini kan jadi tambah cantik."
Hasilnya, mendengar perkataan Jack, Edelia malu.
"Ehm..." Akhirnya, Edelia bangkit dengan membawa piring bekas Jack makan siang. "Aku balik ke dapur ya. Nanti aku dicariin Chef."
Jack mengangguk. "Kerja yang hati-hati ya, Calon Istri," kata Jack seraya turut berdiri dan memberikan satu kecupan di dahi wanita itu.
Tersenyum kecil, Edelia mengangguk.
Ketika Edelia telah keluar dari ruangan Jack, pria itu mengembuskan napas panjang. Entah mengapa perasaannya justru tidak tenang karena perkataan Edelia tadi.
Itu mereka nggak bakal macam-macam ke Edel kan?
Argh!
*
Edelia baru saja selesai menyisihkan perkakas-perkakas kotor ketika ia merasakan tangannya ditarik oleh Vindy. Kebingungan, Edelia pasrah saja ketika Vindy menyeret dirinya ke ruang istirahat. Dan tak hanya itu, gadis itu ternyata justru membawanya ke toilet.
Di depan wastafel, Vindy akhirnya berhenti berjalan. Semula Edelia pikir Vindy benar-benar akan menarik dirinya ke bilik toilet.
"Kenapa, Vin?"
Vindy terlihat cemas. "Ehm... gimana ya ngomongnya?" Ia tampak kebingungan. Menatap Edelia dengan serba salah.
"Ngomong apa?"
Ragu-ragu, Vindy kemudian bertanya. "Kamu ada denger-denger gosip yang lagi beredar di sini?"
"Gosip?" tanya Edelia bingung. Ia menggeleng. "Gosip apa?"
Vindy menarik napas dalam-dalam. "Aku juga sebenarnya nggak sengaja dengar tadi. Pas aku lagi meriksa stok ikan di dalam ruang beku, ternyata lagi ada yang begosip di ruang penyimpanan."
Entah mengapa, seakan mengerti, Edelia merasa jantungnya seperti berhenti berdetak. "Tentang aku?"
Berat, tapi Vindy mengangguk.
*
Sekitar setengah jam yang lalu di ruang penyimpanan. Di saat Vindy memeriksa ikan di ruang beku.
"Ck! Kenapa juga ada yang mau mesan ikan saos pas Bagas libur?" gerutu Vindy. "Males banget aku ngurusi ikan. Mana amis, licin, eh nggak ada rambut lagi. Persis kayak Chef Ikan di sini."
Vindy menarik satu box. Mengeluarkan satu plastik ikan nila dari dalam sana. Masih dengan menggerutu, ia kemudian mengembalikan box itu ke tempat semula dan meletakkan ikan yang ia ambil di satu wadah terpisah. Ia beranjak. Berniat untuk mendorong pintu pemisah antara ruang beku dan ruang penyimpanan, namun sesuatu yang ia dengar membuat ia terdiam di sana.
"Barusan dia pergi ke ruangan Bos. Kayaknya sih ngantar makan siang Bos."
Dahi Vindy berkerut. Ini mereka pada ngomongin Edel?
"Menurut kamu, Bos tau nggak ya kita ngomongi Edel pagi tadi?"
"Iya. Aku rada takut dipecat."
"Nggak mungkin kita dipecat. Lagipula, yang kita omongi benar kok. Edel itu punya anak di luar nikah."
Mata Vindy membesar seketika.
"Hamil di luar nikah. Jadi, itu anaknya nggak punya Bapak."
"Kalau gitu beneran kasihan Bos kan? Cowok baik-baik malah dapat cewek nggak bener."
"Aku baru tau juga. Sebelum kerja di sini, kemaren dia pernah jadi pembantu, tapi dipecat nggak sampai sebulan. Karena menggoda suami majikannya."
"Ckckckck. Aduh!"
"Cewek begitu mah nggak bisa hidup kalau nggak merayu cowok. Ih!"
"Padahal keliatan orangnya kayak yang baik-baik gitu kan?"
"Serigala berbulu domba."
"Lagipula, kalau cewek baik-baik masa udah hamil pas umur 14 tahun?"
"Pergaulannya memang nggak bener itu. Mana kasihan sih lihat anaknya. Ckckckck. Nggak punya bapak, eh punya ibu malah kayak Edel."
Vindy mendengarkan tiap kata yang dilontarkan Susi, Rinna, dan Milka. Dua orang cook helper dan seorang steaward itu membuat Vindy seolah membeku di tempatnya berdiri. Antara ingin keluar atau terdiam di sana, akhirnya Vindy memilih untuk tetap mendengarkan semuanya.
"Kira-kira kenapa coba Bos sampe mau sama Edel ya?"
"Perasaan dia juga nggak cantik-cantik amat kan ya?"
"Kayak nggak tau aja."
"Apa?"
"Memangnya kenapa coba cowok mau sama cewek walau itu cewek udah punya anak gede?"
"Ih! Apaan?"
"Apalagi kalau bukan karena pelayanannya yang hot!"
Tangan Vindy dengan erat memegang wadah ikannya agar wadah itu tidak jatuh saking kagetnya mendengar komentar satu itu. Me-Mereka bilang apa?
"Maksud kamu?"
"Nggak mungkin kan Bos sampe yang ngejar dia kayak gitu kalau Edel nggak ngapa-ngapain si Bos? Pasti itu mah. Namanya juga udah punya anak, pasti ahli dong urusan ranjang. Mana ada cowok yang nggak bakal jadi takluk kalau udah kecanduan gituan?"
"Hahahaha."
Mereka tertawa cekikikan. Membuat perut Vindy mual-mual.
"Mungkin aja kan sekarang mereka lagi ngapa-ngapain gitu di ruangan Bos. Hihihi."
Vindy menarik napas dalam-dalam. Lalu, dengan menenangkan diri, ia pun menekan daun pintu. Membukanya dengan perlahan.
"Kreeekkk!"
Ketiga gadis itu terlonjak kaget melihat Vindy yang keluar dari ruang beku. Wajah mereka pucat pasi dan tampak salah tingkah.
"Che-Chef..."
Vindy tersenyum. Mengangkat wadah ikan di tangannya, menunjukkan ikan nila di sana. "Aduh. Tadi aku tu bingung mau keluar kapan. Tapi, kalian begosipnya nggak berenti-berenti sih. Bisa-bisa aku jadi manusia beku."
Mereka terlihat kompak meneguk ludah dengan panik.
Melintasi mereka, Vindy hanya tersenyum kecil ketika berkata. "Bukannya kalian digaji buat kerja ya?"
"I-Iya, Chef."
"Kalau begitu ya kerja, jangan hobinya begosip."
*
Tubuh Edelia terasa dingin. Matanya menatap kosong pada Vindy. Dengan bibir yang gemetaran, Edelia berusaha bicara.
"Si-Siapa saja yang gosipin aku, Vin?"
Vindy menarik napas dalam-dalam. "Aku bukannya nggak mau ngasih tau." Dengan sengaja, Vindy menceritakan apa yang ia dengar tanpa menyebutkan siapa saja mereka yang bergosip tadi. "Cuma aku nggak mau keadaan jadi tambah nggak enak."
Edelia tampak gelisah. "Terus kenapa ngasih tau aku?"
Ah, benar juga, pikir Vindy . Gadis itu mengelus tangan Edelia. "Maksud aku biar kalau kamu ngerasa ada yang nggak enak, ya nggak usah didengerin. Lagipula, kami kan cukup tau gimana hubungan kamu dengan Bos."
Jack...
Mata Edelia membesar.
Apa dia juga sudah mendengar gosip ini?
Seketika saja rasa panik semakin menjadi-jadi melanda Edelia. Ia segera melepas diri dari Vindy.
"Kamu mau ke mana, Del?"
Bingung, tak tau apa yang harus ia lakukan, wanita itu menjawab lirih. "Aku mau nemui Bos dulu."
Dan belum sempat Vindy bicara, Edelia sudah berlalu dari sana. Berlari secepat yang ia bisa, Edelia segera menuju ke ruangan Jack. Bahkan tanpa kesopanan sedikit pun, ia langsung masuk ke ruangan Jack. Membuat pria itu terlonjak kaget bangkit dari kursi.
"Edel?" Jack menatap pada Edelia dengan raut bingung. Melihat bagaimana wanita itu terlihat panik saat mendekatinya. "Kamu kenapa?"
Edelia menatap wajah Jack. Bibirnya bergetar, napasnya kacau, dan matanya terasa panas. "Ka...kamu udah dengar?"
"Dengar apa?"
Wanita itu terlihat meneguk ludah. "Yang mereka bilang tentang aku."
Sekejap, Jack merasa syok dengan perkataan itu. Tapi, dengan cepat ia tersenyum. Ia menggeleng. "Aku nggak tau maksud kamu."
Edelia terdiam beberapa saat melihat wajah Jack. Ketika pria itu berlahan mendekatinya, Edelia merasa tubuhnya seolah tanpa rasa tanpa tenaga. Yang bisa ia lakukan hanya menengadahkan kepala, berusaha tetap melihat kedua bola mata Jack.
"Kamu bohong," lirih Edelia pelan.
Jack menarik napas dalam-dalam.
"Kenapa kamu nggak nanya ke aku, Jack?" tanya Edelia. "Kenapa kamu nggak nanya ke aku soal gosip itu?"
Jack meraih kedua tangan Edelia. "Karena aku nggak percaya dengan omongan mereka," kata Jack. "Jadi, untuk apa aku nanya ke kamu?"
Edelia terdiam.
"Aku tau kamu gimana, Del." Jack mencoba menenangkan Edelia. Tangannya meremas tangan Edelia dengan lembut. "Nggak usah dengerin mereka. Mereka memang sukanya ngomongi orang yang nggak bener."
Edelia menatap Jack tanpa kedip. "Bagaimana kalau benar?"
Remasan tangan Jack terhenti. Membalas menatap pada mata Edelia. "Maksud kamu?"
"Bagaimana kalau yang mereka katakan benar?"
Jack membeku. Masih berusaha mencerna maksud pertanyaan Edelia.
"Bagaimana kalau yang mereka katakan benar?" ulang Edelia. Napas Edelia terasa bagai tersendat ketika ia berusaha untuk tetap bicara. "Kamu baru beberapa bulan mengenal aku, Jack. Apa kamu tau siapa suami aku dulu?"
"Edel..." Kerongkongan Jack terasa tercekat.
"Aku nggak pernah menikah. Memang nggak pernah menikah seperti yang orang-orang bilang." Edelia menundukkan wajahnya. "Aku pikir di sini nggak bakal ada orang yang tau tentang masa lalu aku, tapi ternyata aku salah. Bengkulu terlalu kecil."
"Edel," lirih Jack bergetar. "Apa maksud kamu?"
"Aku pikir aku bisa hidup dengan tenang dengan kamu, Jack. Tapi, itu nggak mungkin."
"Aku nggak ngerti apa yang kamu bilang, Del," kata Jack dengan suara bernada kengerian.
"Kamu tau wanita seperti apa yang ingin kamu nikahi?" tanya Edelia dengan suara terluka. "Wanita yang bahkan punya anak tanpa pernah menikah."
Petir terasa menyambar tepat di wajah Jack. Mendengarkan hal itu dari mulut orang lain ternyata lebih mudah bagi Jack dibandingkan dengan mendengarnya langsung dari Edelia.
"A-Apa kamu bilang, Del?"
Mata Edelia berkabut. Menatap dengan sorot luka saat memaku tatapan mata Jack. "Aku nggak pernah menikah. Aku melahirkan Kenan tanpa ada suami. Dibuang keluarga. Bahkan ketika aku berharap bisa memulai kehidupan baru dengan kamu, ibu kamu nggak setuju." Edelia menarik napas dalam-dalam. "Aku harusnya tau aku wanita seperti apa."
Jack tertegun di tempatnya berdiri. Semua perkataan Edelia membuat perasaannya kacau balau. Jantungnya benar-benar terasa bagai tak berdetak lagi. Bahkan ia merasa dunianya telah kiamat saat itu juga.
"Aku memang bukan wanita baik-baik, Jack," lirih Edelia. "Aku wanita kotor."
Jack tak mampu bicara. Ia mendengar ketegasan di suara Edelia. Tapi, ia bisa merasakan bagaimana senyum suram yang terukir di bibir wanita itu menyiratkan luka yang dalam.
Ketika Edelia mengangkat wajahnya, Jack tertegun.
Untuk pertama kalinya ia melihat wajah Edelia berlinang air mata dengan sedemikian terlukanya. Hatinya terasa bagai diiris. Rasanya pilu melihat wanita yang ia cintai dalam keadaan seperti itu. Tapi, otak Jack terasa kosong. Ia bahkan tak mampu bergerak sedikit pun ketika Edelia berkata.
"Aku wanita kotor, Jack. Dan aku rasa, aku sangat tidak tau diri kalau sampai mengharapkan kamu."
Saat wanita itu berbalik dan meninggalkan ruangannya, Jack terjatuh lemas di lantai. Nyawa seakan pergi meninggalkan tubuhnya. Tak percaya dengan apa yang telah Edelia katakan pada dirinya.
Suara-suara terasa memekakkan batinnya.
Edel wanita yang nggak benar?
Jack menepis pertanyaan itu. Nggak mungkin.
Tapi, dia sendiri yang mengatakan itu.
Dia hamil tanpa suami.
Jack memejamkan matanya. Seketika muncul wajah Edelia di benaknya.
Aku ingin percaya kalau dia adalah wanita seperti yang ia bilang. Wanita kotor. Wanita nggak benar.
Tapi, entah mengapa. Aku nggak percaya itu.
Untuk hal yang nggak aku mengerti, aku percaya Edel nggak seperti itu.
*
tbc...
gimana perasaannya? 😁😁😁
jadi, silakan tunggu lanjutannya besok yaaa... 👋🏻👋🏻👋🏻
Pkl 20.52 WIB...
Bengkulu, 2020.07.05...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro