Dipecat Sebelum Bekerja
Selamat siang semuanya... 👋🏻👋🏻👋🏻
ehm, ini pasti pada sibuk masak kue lebaran ya... hehhehe... 👩🏻🍳
sekalian buat istirahat, yuk baca lanjutan cerita ini dulu... 😘😘😘
===========================================================================
Jack bersiul-siul seraya menutup pintu mobilnya dengan tekanan yang pas. Sejenak memandang sekitaran tempat parkir, tatapan matanya membentur jendela yang ditutupi kaca bening bersih di seberang sana. Tepatnya jendela di bagian belakang dapur Hotel Gajah Putih. Memang, dibandingkan dengan memarkirkan mobilnya di pelataran depan, Jack lebih memilih parkir di belakang. Alasannya satu, biar ia masuk lewat pintu lorong dapur. Ia akan mampir ke sana dan berkata.
"Selamat pagi semuanya."
"Pagi, Bos!"
Tim Dapur dengan kompak menyahut sapaan Jack di depan pintu ketika pria itu melintas.
Jack tersenyum ramah, seperti biasanya. Terutama ketika Tomi tampak menyodorkan satu piring berisi makanan pada Jack.
"Sarapan, Bos?"
Tangan Jack terulur untuk mengambil satu potong sandwich berisi potongan ikan tuna dan sayuran berlumurkan mayonaise dan saos dalam porsi yang tepat. Ia menggigit sandwich itu dengan mata setengah terpejam.
"Selalu enak seperti biasanya, Tom," puji Jack. Ujung lidah Jack bergerak mengusap setitik mayonaise yang menempel di bibir atasnya. "Benar-benar surga dunia."
"Terima kasih, Bos."
Lalu, mata Jack melihat-lihat ke belakang tubuh mereka. "Saya nggak ngeliat Santi. Ke mana dia? Biasanya dia kan baru pulang pagi-pagi gini. Atau dia udah pulang malam tadi?" tanya Jack. "Tumben dia berani pulang tengah malam."
Tim Dapur tampak saling lirik-lirik.
"Dia dimarah sama Chef Junan lagi ya?" Jack kembali menggigit potongan sandwich selanjutnya.
Kemudian, Rara yang menjawab. "Chef Junan udah ngusir Santi, Bos."
"What?" kaget Jack. "I didn't hear about that. Kapan?"
"Sabtu kemaren, Bos," jawab Vindy.
Jack sekilas menatap botol saos di tangan Vindy. "Kok saya nggak tau?"
"Kayaknya waktu itu Bos sibuk main drone," jawab Agung.
Jack mengangguk. Rasa-rasanya ia sedikit merasa salah tingkah ketika mendengar jawaban Agung. Gimana bisa owner sebuah hotel malah sibuk main drone?
Jack mendehem sejenak. Beralih pada Tomi dan mengambil sandwich selanjutnya. "Terus berarti kamu full seharian ngebantu Chef Junan?"
Tomi tersenyum seraya menghela napas panjang. "Untungnya sih nggak, Bos. Soalnya kemaren Chef Junan udah dapat asisten baru."
Satu alis Jack naik.
"Cewek, Bos," kata Bagas. "Nggak tau deh kenapa Chef Junan selalu aja dapat asisten cewek untuk shift malam."
Jack hanya angguk-angguk kepala saja mendengar perkataan Bagas. Tanpa sadar melirih berkata. "Mungkin karena kalau malam cowok lebih suka buat ngumpul main dengan teman-temannya, sedangkan cewek milih malam karena kalau pagi dia mesti beres-beres rumah."
"Oooh..."
Jack tergelak.
"Bos serius nggak sih?" tanya Rara kemudian.
"Hahahah." Jack meraih potongan sandwich terakhir dari piring Tomi. "Sekali lagi, thanks, Tom."
"Besok Bos mau sarapan apa?"
"Ehm... Bubur oatmeal kayaknya enak."
"Siap laksanakan, Bos!"
Mata Jack mengedip satu dan lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke ruangannya. Meninggalkan Tim Dapur yang masih mengamati kepergiannya hingga menghilang di belokan.
"Beruntung banget aku dapat majikan ramah kayak Pak Jack," lirih Rara.
"Udah ramah, baik, cakep lagi," kata Vindy.
"Yah..." Agung mendesah di antara Rara dan Vindy. "Sebagai seorang cowok aku memang harus mengakui. Bos itu tipe pria sempurna."
Bagas berdecak sekali. "Seandainya kaki Bos nggak cedera parah."
"Kalau nggak cedera, Bos nggak mungkin di sini dong," kata Tomi.
Mereka manggut-manggut.
Tomi beranjak dari depan pintu dan berseru. "Milka!"
Seorang cewek tergopoh-gopoh mendekati Tomi. "Ya, Chef?"
"Jangan lupa bersihkan dapur dan cek semua bahan-bahan sayuran dan lain sebagainya," kata Tomi pada steward[8] itu. "Nanti sore ada asisten Chef Junan yang baru. Jadi, mungkin dia butuh adaptasi bentar. Usahakan biar keadaan dapur kondusif biar dia bisa belajar pelan-pelan."
Milka mengangguk. "Siap, Chef."
"Dan ini." Tomi menyerahkan piring kosong di tangannya pada Milka.
"Baik, Chef."
Sedang di perjalanan menuju ke ruangannya, Jack meraih ponsel dalam saku celananya. Ia dengan segera menekan kontak Pak Gunawan.
"Halo, Pak Gun."
"Iya, Bos?"
"Saya dengar asisten koki untuk shift malam ganti ya?" tanya Jack. "Apa benar?"
"Ma-Maaf sebelumnya, Bos. Pagi ini saya rencananya baru menemui Bos karena masalah itu. Chef Junan mengeluh karena asisten sebelumnya tidak cakap, Bos. Pekerjaan jadi berantakan."
"Ooo..." Jack membuka pintu ruangannya. "Ya sudah. Saya hanya ingin tau saja. Semoga asisten yang baru bisa sesuai dengan kemauan Chef Junan."
Tepat ketika Jack duduk di kursinya, panggilan itu ia padamkan. Kemudian, ia membuang napas panjang.
"Ehm... hari ini aku mau ngapain ya?"
*
Jack rasa-rasanya gila sendiri hingga menyandarkan punggungnya ke dinding. Kakinya ia selonjorkan di atas lantai dan memandang congklak yang ada di hadapannya.
"Sebegini membosankannya hidup hamba, ya Tuhan? Sampe-sampe datang hotel bukannya kerja eh malah ngelantai main congklak? Mana main congklak seorang diri lagi? Ini kayak aku lagi mempertarungkan otak kanan dan otak kiri aku sendiri." Jack mengembuskan napas panjang. "Seandainya ada permainan yang lebih seru. Atau ada sesuatu yang membuat hidup ini lebih menarik."
Jack kemudian beralih pada ponselnya.
Itu pun ia tak tau pasti akan melihat apa. Ia hanya membuka aplikasi sosial media secara bergantian. Facebook, Twitter, Instagram, lalu balik lagi ke Facebook, Twitter, Instagram... kemudian begitulah berulang kali.
Lalu, menit selanjutnya, seraya menarik napas dalam-dalam, Jack bangkit dari acara duduk melantainya. Ia menepuk bokongnya dan berkacak pinggang.
"Gimana kalau aku muter-muter aja?"
Jack melihat jam tangan mahal di pergelangan tangan kirinya.
"Waktu yang pas. Jam empat sore. Keliling pantai. Tepe-tepe. Siapa tau nemu cewek cantik."
Jack lalu memasukkan ponsel ke kantung celana jeans yang ia kenakan. Pergi ke toilet pribadinya, ia bercermin. Sedikit merapikan rambut pirangnya yang sedikit acak-acakan menjadi lebih acak-acakan lagi.
"Ehm... sometime yah cewek itu lebih suka dengan cowok tipe badboy gitu."
Jack menyeringai. Mengamati tubuh tegapnya yang dibalut kaos longgar bewarna putih dengan sedikit motif di bagian dada kiri.
Setelah yakin akan penampilannya, ia pun keluar dari ruangannya.
Bersiul-siul, ia melintasi lorong belakang. Berbelok, sebelum melewati dapur.
Berbeda dengan kebanyakan hotel di Bengkulu, hotel-hotel di daerah pantai hingga saat ini masih menerapkan gedung resepsionis dan kantor pada bangunan satu lantai. Jadi,tak heran apabila akses keluar masuk Jack dari hotel selalu memungkinkan dia untuk bertemu dengan hampir semua karyawan di sana.
Tepat ketika Jack akan melintasi pintu dapur, ia melihat seorang wanita yang tak asing lagi di matanya. Langkah pria itu sontak terhenti.
Dahi Jack berkerut hingga beberapa lipatan. Tangannya terangkat. Jari telunjuknya bergerak-gerak dalam insting seolah ingin turut mengingat.
Wajah yang nggak asing.
Kaki Jack kembali melangkah. Kali ini pelan-pelan. Ketika ia menghampiri wanita yang baru saja keluar dari ruang beku penyimpanan bahan-bahan makanan yang berada tepat di seberang dapur, lidah Jack sontak saja berkata.
"Kamu...?"
Wanita itu sontak menghentikan kakinya yang semula akan kembali menuju ke dapur. Ia menoleh dan terperanjat saat melihat wajah Jack yang bengong menatapnya.
"Ah, iya! Benar!" seru Jack. "Itu kamu!"
Karena setengah dari dinding dapur itu ditutupi kaca tembus pandang, sontak saja tim dapur bisa mendengar seruan dari Jack. Mereka kompak menghentikan pekerjaan masing-masing. Tertarik dengan apa yang membuat Jack berseru sedemikian hebohnya sore itu.
Wanita itu panik. Matanya melotot. Tapi, kemudian ia berkata.
"Aku nggak tau kamu."
Jack melongo, tapi tersadarkan ketika dilihatnya wanita itu beranjak masuk ke dalam dapur.
"Hei!" seru Jack. "Kamu ngapain masuk ke dalam dapur?"
Tim Dapur kompak mengedip-ngedipkan matanya.
"Kamu ngapain sih ngikuti aku? Kamu penguntit atau apa?"
"Nah! Kamu ingat kan! Ternyata ini memang kamu!"
"Ingat apa? Aku nggak ingat apa-apa."
"Apa gara-gara kepentok pinggang aku, terus kamu jadi amnesia?"
"Dengar, aku bener-bener nggak tau maksud kamu apa. Kamu salah orang kayaknya."
"Salah orang? Enak aja. Aku yakin, kamu cewek malam minggu itu! Si anak kucing yang nyusahin aku malam-malam."
"Nggak! Kamu salah orang."
"Heiii! Seenaknya ya ngelupain orang yang udah ngegendong kamu malam-malam!"
"Nge-Nge-Ngegendong?"
"Ah! Kalau aku bilang saat itu kamu ngamuk-ngamuk karena dikira aku mau nyium kamu, apa kamu ingat?"
"Aaaah!"
Sontak saja Jack gelagapan saat mendadak wanita itu maju menghambur pada Jack. Membekap mulut Jack dan mendesis di telinga pria itu.
"Jangan ngomong yang aneh-aneh. Aku mohon. Aku baru kerja di sini. Jangan buat aku kena masalah. Lagian, kenapa kamu sampe nemui aku di sini? Mau balas dendam karena aku kasar malam itu? Aku minta maaf. Tapi, aku mohon. Jangan sampe kamu ngebuat aku dipecat di hari pertama aku kerja."
Jack meronta-ronta dalam keinginan untuk melepas tangan itu dari mulutnya. Ia ingin berteriak juga tak bisa.
"Teman-teman, mohon maaf semuanya. Aku yakin di sini ada kesalahpahaman. Omongan cowok gila ini nggak usah didengerin ya. Dia memang otaknya rada-rada nggak beres."
Tim Dapur tampak kaku di tempat masing-masing.
Rara berusaha berkata. "Ehm... Edelia... itu..."
"Aku nggak tau kenapa cowok ini ngikuti aku. Malam Minggu kemaren aku nggak sengaja ketemu dia."
"Ehm..." Agung meneguk ludahnya. "Cowok itu..."
"Uppp... Le---pas... upp..."
Edelia mendelik. "Diam nggak sih? Kalau kamu mau aku lepasin, kamu harus janji untuk diam dan pergi. Jangan pernah ngikuti aku lagi. Kejadian malam itu kita anggap selesai. Oke?"
Bagas menatap dengan raut meringis. "Bos..."
"Aku tau, Gas. Aku harap kalian nggak ngadu ke Bos kalau ada penyusup penguntit masuk ke dapur. Aku nggak mau kena masalah cuma gara-gara cowok yang rambutnya kena kuah sate padang kayak dia ini."
Jack melototkan matanya. Rambut kuah sate padang?
Sekuat tenaga ia ingin mendorong tubuh Edelia lepas dari tubuhnya. Tapi, Edelia menahannya dengan erat. Salah-salah nanti ia justru salah dorong. Kan gawat kalau dia justru mendorong yang empuk-empuk.
"Ini kenapa ribut-ribut? Sampe kedengaran ke ruangan saya?"
Jack melirik. Mengucapkan syukur ketika mendapati Chef Junan masuk ke dapur. Akhirnya, pertolongannya akan tiba.
Dan tentu saja pertolongan itu akan tiba.
"Bos?" Chef Junan memandang Jack dengan mata melotot kaget. "Edelia, ini ada apa? Kenapa kamu giniin Bos?"
"Maaf, Chef. Saya nggak mau buat masalah. Tapi, saya janji saya bakal ngusir cowok gila ini secepatnya. Saya nggak tau kalau dia nekat ngikuti saya karena kejadian malam Minggu itu."
"Co-Co-Cowok gila?" Chef Junan seketika histeris.
"Yang penting saya mohon, Chef. Jangan bilangin ke Bos kalau ada cowok gila yang ngikuti saya ke mana-mana. Saya nggak mau dipecat, Chef."
Tim Dapur kompak menutup mata dengan dramatis.
Chef Junan mendekat dengan mata melotot dan wajah memerah. "Saya malah yakin mulai sekarang kamu udah nggak bisa kerja lagi di sini!"
"Ke-Ke-Kenapa, Chef? Gara-gara cowok gila ini? Saya berani jamin, Chef. Saya nggak ada hubungan apa-apa dengan dia. Saya jamin dia nggak bakal lagi ngendap-ngendap masuk ke dapur dan buat kekacauan di sini."
Jack meronta.
"Diem nggak sih, Bule Imitasi?! Lama-lama kesel juga aku gara-gara kamu. Kalau aku sampe dipecat, awaslah kamu ya! Nggak bakal aku lepasin kamu seumur idup!"
"Oh, God!" jerit Chef Junan. "Edelia! Gimana bisa kamu ngomongi Bos dengan sebutan Bule Imitasi?"
"Yah emang kenyataannya dia ini bule imi---" Edelia mengerjapkan matanya. "Apa, Chef? Tadi Chef ngomong apa?"
Chef Junan meringis dramatis dengan raut histeris. "Beliau ini Bos! Bos kita! Pemilik Hotel Gajah Putih!"
"E---? Chef becanda ah! Masa cowok nggak waras gini---" Edelia menoleh dan tatapannya langsung tertangkap tatapan tajam Jack. "Di-Dia Bos kita, Chef?"
Seketika, kekuatan Edelia seakan lenyap terbang ke angkasa. Memanfaatkan itu, Jack dengan segera menyentak tangan Edelia lepas dari mulutnya. Wajahnya terlihat mengelam.
"Aaah. Jadi ini asisten koki yang Chef pilih kemaren?" tanya Jack. "Wanita yang seperti ini?"
Chef Junan meneguk ludahnya. "B-B-Bos, saya minta maaf. Saya nggak tau kalau cewek ini terlahir tanpa otak di dalam kepalanya."
Edelia membeku di tempatnya berdiri. Kakinya seakan tak mampu berdiri lagi. Terutama ketika Jack malah mendekatinya, berkacak pinggang di hadapannya, dan menunduk demi menatap kedua matanya.
"Ehm..." Jack mendehem. "Jadi, aku atau kamu yang penguntit di sini, heh?"
Glek.
Jantung Edelia terasa tak lagi berdetak di dalam dadanya. Ia bahkan tak bisa menarik napas karena pertanyaan itu.
"Well... kamu tinggal pilih," lanjut Jack. "Aku yang pergi atau kamu yang pergi?"
Edelia tak berdaya dengan pertanyaan itu.
Dipecat tanpa sempat bekerja? Hebat sekali kamu, Del!
*
8. Pelayan yang bertugas untuk membersihkan semua area dapur dan mengerjakan pekerjaan ringan lainnya, seperti membersihkan sayuran, mengupas kentang, dan lain sebagainya.
tbc...
🙈🙈🙈 aduh... aku ga kebayang deh ya kalau berada di posisi kayak gitu...🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️
hiksss... sampai jumpa di part selanjutnya... 😌😌😌
Pkl 11.06 WIB...
Bengkulu, 2020.05.18...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro