7. HAH?!
Hidup itu bukan sesuatu yang dapat dijalani dengan mudah. Edena sangat tahu itu.
Hidup tidak pernah seperti lagu-lagu orang yang harusnya dibiarkan mengalir begitu saja. Jalani saja.
Bulshit! Itu benar-benar omong kosong!
Mereka hanya pintar membual karena hidup mereka jauh lebih nyaman dari dirinya.
Setelah kehilangan Ayahnya, Edena tau kenyataan pahit berikutnya akan menerpa hidupnya. Menerpa masa remajanya.
Ibunya akhirnya mulai mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan rumah tangga. Edena dan Marlon sendiri tetap bersekolah.
Awalnya berjalan normal. Ibu mereka mendapat pekerjaan dengan gaji layak, Edena dan Marlon sekolah dengan nyaman, tapi tiba-tiba Ibu Edena terkena stroke sehingga harus dirawat secara intensif di rumah sakit.
Edena yang baru naik ke kelas dua SMP berpikir keras bagaimana caranya dia membayar perawatan rumah sakit Ibunya yang sangat besar itu?
Seketika pundak Edena semakin berat.
Edena mengetatkan rahang. Dia memutuskan menggantikan pekerjaan Ibunya dan berhenti sekolah tanpa sepengetahuannya.
Marlon tetap Edena paksa bersekolah. Edena tidak ingin adiknya itu juga menganggur.
Lagi pula buat apa?
Cukup Edena saja yang menggantikan posisi Ayah dan Ibunya.
Marlon kini berusia sepuluh tahun. Edena dua belas.
Wali kelas Marlon memutuskan memasukkan adiknya ke jenjang berikutnya dengan cepat, di umurnya yang sekarang.
Marlon ternyata anak yang cerdas. Dia selalu memenangkan setiap lomba yang diikuti. Edena turut bangga.
Meski Edena tidak tau tentang hal itu, Edena yakin Marlon telah melakukan hal benar.
Di Filipina, sebenarnya anak berumur sepuluh tahun tidak bisa menempuh ke jenjang SMP. Maksimal umur yang diperbolehkan adalah 12-16 tahun.
Masa belajarnya pun empat tahun.
Tapi karena wali kelas Marlon bersikeras memasukkan adiknya ke SMP di umurnya yang baru sepuluh tahun, akhirnya Marlon bisa ada di sana. Ada di antara deretan murid-murid berprestasi lainnya.
Marlon bahkan bisa menyelesaikan rubik dalam waktu 5 detik.
Dan Edena akhirnya mulai bekerja menggantikan Ibunya.
Pekerjaan Ibunya tidak terlalu berat. Hanya menjaga sebuah toko jam tua di sudut gang, tak jauh dari rumah mereka. Semua perabotan di dalamnya adalah jam antik. Memang sangat tua dan cantik.
Seminggu sekali harus dibersihkan dari debu agar tetap terawat.
Pemiliknya dermawan. Lelaki tua dari generasi ketiga penerus toko ini sesekali membawakan Edena makanan kecil. Memperhatikan keluarga kecil mereka.
Shift di toko ini ada dua. Edena tidak menjaganya sendirian saja sepanjang hari. Edena bergantian shift dengan seorang lelaki. Edena tidak tau siapa namanya. Mereka hanya berpapasan setiap pergantian shift. Lelaki itu juga terlihat misterius. Selalu memakai tudung jaket jika Edena ada di sekitarnya.
Edena pernah melihat wajahnya sekali. Tampan dan ... Edena tidak tau bagaimana menggambarkannya lagi. Lelaki itu sudah menutupi wajahnya sebelum Edena benar-benar memperhatikan.
Tertutup sekali.
Tapi bukan itu bagian pentingnya.
Inilah. Ini dia asal muasal dari semua hal menyakitkan ini hingga sakitnya pun terbawa kemana saja Edena pergi.
Malam itu, Edena ingat benar. Tahun 2019 saat jam antik begitu digilai dan berharga mahal.
Toko jam ini juga menjual beberapa jam antik. Dipajang di etalase paling besar di pojok ruangan. Edena sedang bersiap pulang seperti biasa. Toko jam itu buka hampir 24 jam. Giliran Edena usai ketika subuh. Baru buka lagi jam tujuh pagi dan diganti karyawan laki-laki itu.
Edena sudah mengemasi barang-barangnya. Menyapu dan mengepel lantai sebelum pergi. Hendak mengunci toko, tapi sesuatu dari arah belakang mengganggu Edena. Bunyi seperti sesuatu dicongkel. Edena mendekat.
Apakah pencuri? Edena bersiap dengan tangan terkepal.
Dulu di sekolahnya dia bukan hanya ditakuti karena tubuhnya saja, tapi juga karena pukulannya yang kuat. Setidaknya sejauh ini belum ada laki-laki yang bisa menumbangkannya. Jadi Edena sama sekali tidak khawatir.
Dugaan Edena benar. Ada pencuri. Mereka hanya berdua, dan sasaran mereka adalah jam antik besar yang berada di sudut ruangan.
Jam antik itu memang tidak terlihat menarik. Namun, daya jualnya tak ternilai. Memang letaknya tersembunyi agar tak dilirik orang.
Sepertinya dua pencuri ini tau apa yang mereka incar.
Edena berjalan mengendap-ngendap. Mematikan saklar lampu, dan tanpa menunggu kekagetan di wajah para pencuri itu hilang, Edena sudah melayangkan tinju kanannya dan satu tendangan untuk yang lain.
Mereka terlempar. Membentur tembok dibelakang. Suara rusuh dan erangan kesakitan segera memenuhi langit-langit ruangan.
Ini tempat yang Edena kenal betul. Jadi tidak sulit menebak di mana mereka berada.
Secepat kilat Edena memukul mereka lagi hingga pingsan saat salah satunya mencoba membalas.
Edena mengambil benda yang dipakai untuk membuka etalase kaca, menghidupkan lampu. Edena mengernyit melihat wajah mereka. Asing. Mungkin pendatang baru.
Dengan gerakan cepat Edena mengikat tubuh keduanya dengan tali yang ia ambil di gudang kuat-kuat. Meninggalkan mereka lalu pulang.
Memukul memang sama sekali tidak sulit bagi Edena. Di angkatannya, Edena adalah orang yang bertubuh paling besar dan tinggi. Itu dikarenakan dia adalah anak yang paling sehat di antara teman-teman lain yang kurus dan kekurangan gizi. Filipina saat itu sempat diterpa berbagai krisis. Salah satunya gizi buruk. Bersyukur saja waktu itu masih ada Ayahnya hingga mereka bisa melaluinya dengan baik.
Namun, entah kenapa setelah tiba di New York dia jadi yang paling kerdil?
Keesokan harinya dua pencuri itu ditangkap polisi, dan dimulailah teror yang Edena alami.
***
“Oh, hai. Selamat malam. Terima kasih sudah bertamu selarut ini.”
Edena hanya menganga. Laptop di pangkuannya tergelatak begitu saja.
Dash di sampingnya juga tidak kalah terkejut.
Suara ramah dan bersahaja itu bukan muncul di dalam layar laptopnya, di mana ribuan robot lebah itu berada, tetapi tepat di depan mereka.
Di kamar hotel Edena.
“Cepat bawa mereka, dan bersihkan tempat ini. Kita harus menjamu 'tamu' dengan layak." Pria berjas hitam itu menatap Edena sejenak, memalingkan wajah lalu keluar dari ruangan.
Edena masih terpaku pada keterkejutannya. Diam saja saat dirinya diringkus dan dibawa dua orang berpakaian serba hitam.
Sedangkan Dash tidak berhenti meronta dan melawan. Memanggil Edena berkali-kali, membuat tiga orang yang memegangnya harus memukul kepalanya keras agar diam.
Mereka dibawa ke sebuah tempat. Edena tidak tau di mana. Matanya ditutup.
Dia juga tidak kuasa melawan ketika kesadaraan menghentaknya. Mengingatkan posisinya yang berada dalam kepungan musuh.
Dia mungkin akan mati hari ini.
Ini di Arab Saudi bukan? Mungkin dirinya akan di hukum mati atau tangannya akan dipotong, seperti hukum mereka.
Edena tidak bisa mengatupkan matanya meski di balut kain hitam.
Otaknya masih berpikir keras tentang kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Sama sekali tidak ada dalam jangkauan pikirannya akan tertangkap tanpa perlawanan. Semua ke-kerenannya tadi seketika mengendap.
Edena membayang. Apa ada yang membocorkan rencananya?
Ini sungguh tidak masuk akal!
Edena meraba kain di matanya. Tangannya juga diikat.
Tidak ini nyata. Ini benar-benar nyata.
Haish, niatnya lari ke Riyadh karena ingin menghindari geng itu, malah kedatangannya ke mari menyambut bencana lain.
Edena mendesah pasrah. Dia jelas akan mati kali ini.
Hei, para pembaca, aku sendiri tidak menyangka salam perpisahanku akan secepat ini.
Dash? Entahlah.
Anak itu mungkin berbeda mobil dengannya. Edena sama sekali tidak mencium bau tubuhnya. Sama halnya dengan Brian, Edena juga sangat mengenali bau tubuh anak satu itu. Khas sekali. Seperti bau permen karet rasa mint.
Sesuatu seperti itu.
Mobil yang membawa Edena berhenti. Dia dituntun keluar. Edena menurut saja. Percuma juga melawan. Setidaknya ada sepuluh orang yang ada di sekeliling Edena.
Sangat jelas dari ketukan sepatu, hembusan nafas, dan aroma yang berbeda.
Jadi lebih baik diam dan mengamati. Jika ada kesempatan, langsung kabur saja tanpa perlu memikirkan hal lain.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama Edena dibekuk seperti ini. Tertangkap basah. Ini sudah puluhan kali. Apalagi di awal-awal Edena mulai mencuri.
Sering. Dua kali sehari bahkan. Seperti minum obat rutin saja.
Edena menaiki lift. Bunyi ‘ting’ sebagai lambang buka dan tutupnya pintu lift menjadi tanda. Edena menghitung. Mereka berhenti di lantai dua puluh lima. Pergantian lantai lift setidaknya memakan waktu tiga puluh detik.
Ting!
Mereka tiba di sebuah ruangan. Edena dibawa masuk ke dalam lalu penutup matanya dilepas.
Lima orang yang ikut mengantarnya ke dalam pergi ke luar. Digantikan beberapa pelayan wanita yang segera menggiring Edena ke kamar mandi.
“Hei, hei, kalian mau apa? Aku bahkan belum bernafas sejak ketegangan tadi.” Edena kali ini berani meronta. Berusaha menolak kemana para 'gadis' ini akan membawanya.
“Kami akan mempersiapkanmu, Nona Muda.” Seseorang yang paling dekat dengan Edena menjawab.
“Hah?”
“Kami juga mulai saat ini adalah pelayan pribadimu. Nona Muda bisa meminta apapun kebutuhan Anda.”
“HAH?!”
***
Ahh, apalagi ini? Hehe.
Diriku juga tidak tahu. Nikmati saja.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro