Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Mall Street

"Edena!" Sebuah kunci mengarah kepadanya yang dapat ditangkap dengan mudah. Edena melihat siapa pelakunya.

"Karla!" Edena berlari ke arah Karla lalu memeluknya erat. "Aku merindukanmu."

"Hm." Karla memeluk lebih erat. "Aku lebih merindukanmu."

"Aku yang paling merindukanmu."

"Aku yang sangat-sangat merindukanmu."

Edena tertawa. Pelukannya terlepas. "Kau ini. Selalu saja tidak ingin kalah."

"Yah, aku sangat tidak suka kekalahan."

"Yeah ... I know you."

Tidak. Kau tidak tau.

"Kita mau ke mana?" Edena menggoyang-goyangkan kunci mobil di tangan.

"Aaah, itu. Ayo kita jalan-jalan. Lama aku tidak mengelilingi kota megah ini. Kau 'kan yang paling tau jalanan di sini."

"Itu ide bagus! Ayo!" Edena merangkul lengan Karla. Berjalan sambil meloncat-loncat senang.

Tiba di luar gedung, sebuah mobil berwarna merah menyala menyambut mereka berdua.

"Aku tidak tau kalau kita punya mobil keren ini." Edena bersiul takjub. Seumur-umur baru kali ini dirinya melihat motor ini secara langsung. "Mobil Corvette yang legendaris dengan dapur pacu LT2 V8 berkapasitas 6.200 cc." Edena mengelus bodi mobil beken itu. "Dan diklaim dapat menempuh kecepatan 0-100 km/jam hanya dalam waktu 2,85 detik saja. Benar-benar Monster!"

Karla geleng-geleng kepala. "Dari mana kau tau soal semua itu? Kau sebelumnya bekerja di bengkel?"

"Enak saja!" Karla tertawa melihat Edena melotot, membuat wajahnya seperti ikan buntal keracunan. "Begini-begini, aku juga jago masalah mesin mobil! Oh ya, omong-omong ini punya siapa? Kau dapat dari mencuri?""

"Ya ... tentu saja ini milik Brian. Mana mungkin barang curian mewah ini mau kupinjamkan padamu."

"Nyenyenye .... Kau miming pilit!"

Karla mengacak rambut Edena gemas. "Sudahlah. Malam ini akan kubiarkan kau mengendarai mobil keren ini. Setuju? Hitung-hitung sebagai perayaan karena kau sudah kembali lagi ke sini."

"Kita akan ke Mall Street?"

Karla menggetuk kepala Edena pelan. "As you wish."

"Yeah! Itu yang kutunggu-tunggu, Baby!"

Edena membuka pintu mobil semangat. Duduk di jok kemudi sambil tersenyum lebar. Ah, ini akan jadi malam yang menyenangkan.

Tiba di Mall Street, jalanan yang sengaja dikosongkan itu ramai oleh berbagai lapisan manusia. Laki-laki dan perempuan, tapi hanya ada anak muda di sini. Orang tua sangat tidak disarankan berada di jalanan saat malam hari. Angin malam tidak baik untuk kesehatan tulang.

Disebut Mall Street karena sesuai artinya, yakni balapan jalanan. Di tempat ini, di beberapa waktu seperti sekarang, akan digelar balapan jalanan ala New York. Di mana akan ada satu penantang yang akan berduel dengan satu orang yang menjadi pemenang di balapan sebelumnya.

Edena turun dari mobilnya bersama Karla menuju seseorang yang dikenal Die. Dia selalu menjadi tempat mengadu nomor sebelum bertanding.

"Hei, Yo! Lihat siapa yang datang, Teman-teman!"

Semua orang di sekeliling Die bersorak melihat Edena, orang yang disambut Die. Beberapa di antaranya mengadu tos mereka. Bilang lama tidak jumpa dan merindukan aksi jalanannya.

"Ternyata kau cukup dikenal di sini, Sweetheart," bisik Karla.

Edena tersenyum bangga. "Tentu saja. Aku selalu ke sini saat tidak ada tugas dari Ayah."

"Ke mana saja kau, Baby? Kami kehilangan pahlawannya selama beberapa pekan." Die mendekat setelah mengurus beberapa hal. Rambut jabriknya berubah warna, campuran biru dan hitam. Memikat dan menggoda.

"Aku ada beberapa masalah, tapi hanya masalah ringan. Setelah semuanya selesai, aku langsung mampir kemari."

Karla berbisik pada Edena kalau dia akan menemui seseorang. Edena mengiyakan sambil terus berbicara dengan Die. Mereka berpisah.

"Kau mau melemaskan otot-ototmu, hah?" lanjut Die.

"Yeah! That's why I'm here."

"Bagus sekali! karena kebetulan jagoan baru kita sedang ada di sini sekarang. Kau bisa masuk dan jadi penantangnya."

"Ada orang baru?" Die mengangguk. "Dan dia berhasil memecahkan rekorku?"

Die mengangguk lagi. "Rekornya sepuluh detik dalam 50 km/jam."

"Apa?!" Edena terkejut setengah mati. "Itu gila! Siapa yang akan percaya?"

"Aku juga tidak, Baby." Die mencebik tidak peduli. "Tapi itulah kenyataannya. Kap mobilnya sampai tidak bisa disentuh saking panasnya."

"Dia pasti sedang marah."

"Hm, mungkin, dan dia datang lagi malam ini. Dia bahkan membayar lima kali lipat dari kemarin."

"Gila! Sinting!" Edena bertepuk tangan. "Hanya orang-orang gila yang dapat menyumbangkan uangnya padamu. Itu pun hanya kau buat mabuk saja."

Die terkekeh. "Bisnis tetaplah bisnis." Memamerkan segepok uang di tangan.

Die menuntun Edena ke arena balapan. Track-nya sudah siap. Mobil Edena-secara tekhnis milik Brian-juga sudah ada di samping sebuah mobil hitam bergaris putih. Jendelanya yang juga hitam membuat Edena tidak bisa melihat siapa pengemudi di dalamnya. Gelap segelap-gelapnya, sama seperti hidupnya.

"Ah! Kenapa aku jadi ingat itu lagi? Sadar, Edena! Sadar!" Edena menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dia datang ke sini karena ingin mengusir pikiran itu.

"Kau baik-baik saja, Baby?" Die menyetuh pundak Edena, memastikan keadaannya.

"Ya. Aku baik."

"Bagus. Balapan kali ini kau hanya melewati satu gedung di sana, memutarinya lalu kembali lagi kemari."

Edena mengangguk mantap melihat track yang ditunjuk Die. Itu mudah. Jaraknya mungkin tidak kurang dari tiga puluh kilometer saja. Edena masuk ke dalam mobilnya, memasang sabuk pengaman. Dia melihat Karla melambaikan tangan di sisi jalur. Edena mengacungkan jempolnya.

Seorang wanita berpakaian minim maju. Berdiri di antara mobil Edena dan lawannya. Wanita itu mengambil syal merah di lehernya. Menunjuk Edena dan lawannya bergantian, memastikan mereka siap.

Tangan wanita itu terangkat ke atas. Memberikan tanda untuk masing-masing pengendara menyalakan mesin, bersiap. Edena menginjak pedal gas dan rem bersamaan. Mobil Brian berasap, membuat orang-orang di sekitar Edena berteriak heboh.

Hitungan mundur lantang disuarakan. Tepat dihitungan ketiga, wanita tadi menurunkan syalnya bersamaan dengan kedua mobil yang melesat. Semua orang di bagian start bersorak, mendukung jagoan mereka masing-masing.

Balapan jalanan dimulai.

Di sisi kemudi ....

Edena menyeringai saat ia berhasil menyalip lawannya. Memasukkan gigi, Edena melesat seperti sebuah misil ditembakkan. Meluncur mulus tanpa hambatan. Speedometer-nya menunjukkan angka di atas batas normal. Edena berteriak girang.

"Ini gila! Apanya yang sepuluh detik? Ini saja dia tertinggal!"

Tapi kesenangan Edena segera dilumat saat mobil hitam itu melewatinya tanpa aba-aba. melintas bagai angin berhembus.

"Sial! Sepertinya dia mulai serius. Baiklah, kalau begitu kau akan melihat siapa taring jalanannya di sini!"

Edena menginjakkan kakinya di kopling secara penuh, menggerakkan tuas perseneling ke gigi tertinggi, lalu menginjak gas perlahan dan semakin dalam. Mobil Edena meledak. Dia benar-benar seperti melayang dengan kecepatan setinggi itu.

Sedikit lagi berhasil mendahului pesaingnya, Edena melihat tikungan, perempatan jalan.

Sial!

Edena menurunkan giginya habis-habisan, menginjak rem sampai ban mobilnya berdecit keras dan meninggalkan jejak hitam. Berbelok tajam menghindari mobilnya keluar jalur. Edena hampir saja terlempar ke bahu jalan jika dia kehilangan momentumnya. Dia menekan pedal gas lagi setelah mobilnya stabil.

"Uwaahh! Apa itu tadi? Aku berhasil menggunaan powerslide di Moto GP itu? Wuhuuuu! Ya, Baby! Akhirnyaaa."

Edena masih memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi saat tiba-tiba tiang listrik yang ada di bahu jalan akan roboh. Edena lagi-lagi menginjak rem. Tak tanggung-tanggung, rem kaki dan tangan sama-sama tak bisa menghentikan laju mobilnya ketika tiang itu semakin dekat menyentuh tanah, menimpa mobil Edena.

Edena membanting mobilnya ke kiri, mencoba menghindar menjauh, berbalik arah. Namun, sayang. Tiang itu lebih dulu menghentikan lajunya.

Mengenai bagian belakang mobilnya hinga penyok.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro