Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. Ternyata Rasamu Berbeda

Suara gaduh di luar terdengar jelas dari dalam ruangan yang Edena tempati. Pekikan kesakitan, suara tembakan pistol. Bunyi besi saling beradu, semuanya dapat Edena dengar dengan jelas.

Ada apa di luar sana? Apa tempat ini diserang? Oleh siapa?

Edena memejamkan matanya lebih rapat dari sebelumnya. Dia sudah pasrah. Sudah lelah. Jika kegaduhan di luar terjadi karena perkelahian antar geng dan ingin menculiknya, Edena sudah tidak perduli lagi. Biarkan saja. Toh, dia juga akan tetap mati pada akhirnya.

"Ibu ... Ayah ... apakah kalian sudah merindukanku?" Edena bergumam di keheningan dalam ruangnya sendiri. Mencoba sekali lagi menerjemahkan desiran angin di wajahnya. Merasa-rasa.

Pintu di ruangan Edena tiba-tiba di dobrak paksa dari luar. Edena menulikan telinga.

Dua orang berbadan kurus masuk sambil menodongkan pisau ke arah Dash. Satu temannya itu berlari ke arah Edena dan berdiri di belakangnya. Mengarahkan pisau ke leher Edena yang masih setia memejamkan matanya. Benar-benar membutakan inderanya.

Dash mengkeret kesal ketika melihat siapa yang datang setelah beberapa menit pintu di depannya di dobrak paksa dan dia ditodong senjata.

Zirad. Bajingan itu.

"Well, well, Bocah. Senang melihatmu tak berdaya seperti sekarang." Zirad masuk ke arena tempur dengan senyuman menyebalkan. Kemeja berwarna hitam itu sudah basah sebagian. Basah oleh darah dan keringat. Di tangannya bertengger satu pistol di sisi kiri dan pisau lipat di sisi kanan.

Zirad mengalihkan pandangannya ke sudut lain di mana gadisnya tengah ditawan. Zirad melemaskan lehernya. Baiklah!

"Jangan bergerak! Atau aku akan—"

Sebuah tembakan menyalak kencang sebelum ucapan pria itu selesai. Membuat tumbang seseorang yang menawan Edena, sedangkan di saat yang sama Zirad melempar pisau lipatnya dengan akurat dan cepat ke leher orang di belakang Dash.

Keduanya mati di saat yang sama.

Dash tidak bisa tidak melongo melihat itu, tetapi hanya sebentar. Gengsi juga dia mengagumi kecepatan Zirad menggunakan senjata.

"Rentangkan tanganmu." Dash mengikuti perintah Zirad. Dia bisa mendengar desingan peluru menabrak sesuatu yang keras. Dash menyeringai melihat borgol ditangannya terlepas ... rantainya??

"Apa-apaan ini?!"

"Diamlah! Masih untung tanganmu tidak kutembak mengingat kau masih berhutang nyawa denganku."

Dash mendelik. "Aku bisa menghabisimu sekarang jika aku mau!"

"Cih! Dengan wajah bengkak seperti itu? Kau akan mati dalam hitungan detik."

"Tapi buktinya aku masih hidup!"

"Bicara lagi kupastikan setelah ini aku bicara dengan mayat." Zirad melempar pistol lain pada Dash. "Jaga saja ruangan ini."

Zirad melangkah mendekati Edena. Mata gadis itu masih terpejam. Dia kenapa? Tertidur? Di keadaan seperti ini? Hebat sekali. Zirad berjongkok di belakang Edena lalu membuka borgol dengan kunci yang dibawanya.

"Hei!" Dash berteriak heboh melihat Zirad membuka borgol Edena menggunakan kunci. "Kenapa kau tidak bilang jika kau punya kuncinya!"

Zirad berdiri. "Memangnya kau Ibuku sampai aku harus memberitahu segalanya padamu? Ohoho." Zirad terkekeh mesum. "Jadi kau dari dulu diam-diam ingin menjadi simpananku, ya?"

Wajah Dash seketika memerah. "A—aku normal, Brengsek!"

Zirad tertawa puas. Tidak melanjutkan godaannya lebih jauh. Siapa pula yang tidak normal? Zirad jelas lebih suka gadis-gadis cantik. Apalagi jika secantik Edena.

"Hei, bangun. Kau tertidur?" Zirad mengelus pipi Edena pelan. Dia tertegun saat melihat air mata mengalir. Edena menangis? Apa dia bermimpi sesuatu yang buruk?

"Ibu, Ayah." Edena mengigau. Gadis ini benar-benar ya. Bisa-bisanya dia tertidur di saat kecamuk perang.

"Ibu, Ayah, aku ingin ikut. Jangan tinggalkan aku. Jangan tinggalkan aku!"

"Hei, Deyana!"

Seketika mata Edena terbuka lebar mendengar namanya disebut. Dia mendapati Zirad tengah berjongkok di depannya. Kedua tangan besar pria itu ada di kedua lengannya. Tadi Zirad mengguncang tubuh Edena karena tiba-tiba berteriak histeris.

"Kau kenapa? Apa terjadi sesuatu padamu?"

Edena sekejap linglung. Dia menatap Zirad. "Ucapkan nama itu sekali lagi."

"Deyana," sahut Zirad enteng.

Edena memegang wajah Zirad. Meraba-rabanya hingga ke leher dan menemukan yang ia cari. Sebuah luka di leher. Tersisa bekas lukanya saja, tetapi Edena tau luka ini tidak akan pernah berubah. Air mata Edena menggenang. Tangan kecilnya bergerak mengusap bekas luka itu.

"Kau ... jadi selama ini kau ..." Edena tertunduk. Tidak sanggup melanjutkan kata-katanya dan memeluk Zirad. Menarik kepala Zirad, membawa pria itu ke dalam pelukannya. Erat sekali. Edena terisak. Dia sudah tidak tahan. "Jadi benar. Jadi benar selama ini kau adalah laki-laki itu. Aku, aku tidak akan pernah salah mengenalimu. Aku tidak akan pernah keliru."

Edena memeluk Zirad lebih erat. Zirad tersenyum. Perlahan membalas pelukan Edena. Seperti ada rindu yang melebur. Seperti ada rasa bahagia yang membuncah ketika Edena tau pria di depannya ini ternyata laki-laki itu.

Laki-laki di toko jam antik yang selalu memakai hoodie dan nampak murung. Laki-laki yang punya bekas luka di leher saat Edena untuk pertama kalinya dapat melihat wajahnya. Laki-laki yang pernah menolongnya di gang sempit dulu. Laki-laki yang entah dulu dan sekarang selalu melindunginya.

"Terima kasih. Terima kasih karena kau tetap saja jadi malaikat pelindungku hingga sekarang."Edena melepas pelukannya. Matanya sempurna basah dan itu malah menyakiti hati Zirad. Ini pertama kalinya Zirad melihat gadisnya menangis.

"Sudah. Tidak apa-apa. Bukankah kau seharusnya senang?" Zirad mengusap air mata di pipi Edena dengan ibu jarinya. Merapikan rambut gadisnya lalu tersenyum. "Jadi kau sudah mengingatku?"

Edena mengangguk antusias. Tersenyum lebar. Senyumnya setelah segala ketegangan.

"Tentu. Aku sangat berterima kasih padamu. Kau adalah malaikat penolongku. Aku memang selalu mencarimu dari dulu, berharap kita akan bertemu lagi seperti sekarang agar aku dapat mengucapkan terima kasih secara langsung." Edena memberi jeda. "Terima kasih banyak. Sungguh terima kasih. Aku mewakili Ayah dan Ibu mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Kau ... adalah orang yang ada dalam wasiat Ayahku."

Zirad terdiam. Mencoba mencerna apa yang tengah terjadi di sekelilingnya. "Maksudmu ... kau menyukaiku?" tanya Zirad ragu.

"Tentu saja aku menyukaimu. Bagaimana aku bisa membencimu setelah semua perbuatan baikmu pada kami?"

Ada amarah yang menggelegak bersamaan dengan kecewa yang merayapi hati Zirad. setelah mendengar semua penjelasan Edena entah kenapa malah semakin menyakitkan. Ternyata Zirad salah. Dirinya salah besar mengira Edena juga memliki perasaan yang sama sepertinya.

Perasaan cinta yang terkadang akan membunuh dirinya karena tak tertahankan.

Ternyata berbeda. Rasa suka yang Edena miliki untuknya hanyalah perasaan kagum dan syukur karena kebaikannya dulu. Rasa yang wajar dimiliki penggemar kepada tokoh idolanya.

Sayang sekali.

"Tuan, kendaraan Anda sudah siap."

Zirad berdiri. Wajahnya langsung datar melihat Wira di sekitarnya. "Hm. Terima kasih, Wira." Zirad melangkah tanpa menoleh lagi pada Edena. Meringis saat luka di betisnya bergesekan dengan celana kainnya. Sial! Mengapa baru terasa sekarang?

Wira, sang pelayan setia itu segera mengekor. "Bagaimana dengan mereka, Tuan?"

"Hubungi Bryan. Dia akan menjemput mereka."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro