19. Zirad x Edena: Cemburu
“Siapa di sana?”
Dash segera menutup mulut Edena. Mereka tidak boleh ketahuan.
Dash mengambil topeng di tangan Edena lalu memakainya. Dash kini dapat melihat dengan jelas dalam gelap.
Aku tidak bisa membunuh mereka jika ada Edena di sini.
Terpaksa ....
“Kau sembunyi dulu. Pastikan kau tidak menimbulkan suara.”
“Kau bercanda?” Edena menyingkirkan tangan Dash yang melindunginya. “Aku ini juga bisa berkelahi. Kau lupa?”
Demi apapun Dash sangat ingin membentak gadis dungu ini sekarang, tetapi yang keluar dari mulutnya hanyalah ...
“Pastikan kau tidak mati.”
Edena mendecih. Menarik dengan cepat pistol di pinggang Dash. Dash diam saja. Dia siap dengan kepalan tangannya. Seseorang yang tadi bersuara itu mematikan senter yang tadi bergerak-gerak. Sepertinya dia tahu ada orang di sini. Sikapnya waspada.
Dash melepas topeng di wajahnya. Melemparkannya ke arah berlawanan dari orang yang mendatangi mereka. Fokusnya teralihkan. Dash segera mengambil kesempatan itu, menarik kerah bajunya dan melayangkan tinju sekuat tenaga.
Orang itu langsung pingsan.
Edena menganga takjub. Ternyata rumor Dash yang bisa membunuh orang dalam sekali pukulan bukan hanya mitos. Dia benar-benar orang nomor tiga setelah Bryan. Tentu saja yang pertama adalah si penjaga gerbang bisu itu.
“Ayo.” Dash menggandeng tangan Edena. Mereka bergerak turun ke arah tangga. Genset cadangan itu akan menyala lima menit lagi.
Mereka harus cepat.
Arga juga sudah pergi ke lokasi yang sudah ditentukan Dash sebagai titik akhir. Mereka akan bertemu di sana lalu kembali ke New York.
Argh, memikirkan New York membuatnya mengingat donat lezat mereka.
“Kita mau ke mana?” tanya Esena saat mereka berhasil keluar gedung tanpa masalah. Melewati gang sempit di antara dua gedung.
“Kita akan pulang.”
Edena diam. Dia pasrah saja mengikuti langkah Dash.
“Kenapa kau diam? Kau tidak senang kita pulang?”
“Aku senang. Aku hanya merasa ini terlalu mudah. Itu saja.”
Dash berhenti melangkah. Menatap Edena tidak mengerti.
“Apa maksudmu?”
Edena menghela nafas. Membalas tatapan Dash lempeng. “Yaaa selama aku di penjara bersamanya, melihat segala tingkah lakunya, aku tau kalau dia itu licik dan sangat berkuasa. Jadi kupikir ... pelarian kita ini terlalu mudah, dan itu tidak membuatku senang. Firasatku mengatakan kalau ini sebuah jebakan.”
“Dia benar.”
Suara angkuh itu menyahut penjelasan panjang lebar Edena. Dash terkesiap. Dia langsung menyembunyikan Edena di belakang punggungnya.
Siapa dia? Bukankah dia pria di hotel itu? Jangan-jangan!
“Tepat sekali, Bocah Kecil. Otakmu memang secerdas yang kuduga. Aku ini pria perlente yang memergokimu tengah mencuri mobilku. Jelas kau akan ingat. Aku ini tampan.”
Apa-apaan itu? Dia membanggakan dirinya di depan musuhnya?
“Ada dua kesalahan besar yang telah kau perbuat sehingga aku harus mengurusnya secara langsung. Hah, dan itu sangat menyebalkan. Kau tau?”
Pria itu memainkan pisau di tangannya. Membolak-balikkan lalu memutarnya dengan lihai. Tatapannya tidak lepas dari dua mangsa di depannya. Dia mirip seorang psikopat gila!
“Aku sudah seringkali mengampuni nyawamu. Aku bahkan berbaik hati mengirimmu pulang tanpa biaya apapun, tapi sialnya—“
Pisau yang dipegang Zirad melesat ke arah Dash. Terbang lurus mengincar kepalanya.
“Awas!” Dash menunduk bersama Edena di belakangnya.
Pisau itu menancap di sebuah kayu yang dibawa seseorang. Berdiri tidak jauh dari Dash dan Edena.
“Lemparan Anda masih seakurat biasanya, Tuan.” Balok kayu itu turun perlahan. Menampakkan wajah seorang yang tegas dan memakai kacamata.
Brengsek! Dash mengumpat tidak terima. Posisinya kenapa bisa rentan begini?
Dash terjebak. Seperti kata Edena, ini jebakan!
“Ke mana si Arga itu?” Dash berbicara lirih. Penghubung komunikasi mereka benar-benar terputus. Lost contact.
“Jangan cemaskan teman kecilmu itu, Bocah. Aku mengantarkannya dengan tubuh lebam. Lihat? Aku benar-benar murah hati, bukan? Aku bisa saja membunuhnya dengan sekali hentakan.”
Tanpa menjawab Dash sudah merengsek maju. Mengarahkan tinjunya ke pelipis Zirad. Dash dikuasai amarah. Itu membuatnya naas. Pertahanan tubuhnya terbuka, dan dia kehilangan Edena yang langsung di seret pergi oleh Wira.
“Edena!”
Zirad meraih kedua pundak Dash dengan mudah. Mengangkatnya ke udara lalu melemparkannya sekuat tenaga. Dash meringkik ngilu. Punggungnya ngilu berbenturan dengan tembok di belakangnya.
Dash meludah darah. Sial! Dash tidak mengira jika pria ini kuat juga.
Zirad tidak membiarkan Dash bernafas lebih banyak. Dia sudah mengincar kepala Dash dengan kaki kananya, tetapi dapat ditepis dengan mudah. Zirad mundur. Saat hentak kaki kanannya tiba di tanah, Zirad memutar tubuhnya membuat kaki kirinya mengenai wajah Dash telak.
Serangan tak terduga.
Dash kembali terduduk. Dash bahkan belum genap berdiri, tetapi dia sudah dibanting dua kali ke tanah.
Zirad meraih leher Dash. Mengangkat Dash tinggi-tinggi membuat lawannya tercekik. Kaki Dash mencoba menendang Zirad. Namun, bukannya bisa lepas, Dash makin merasa lehhernya ditekan kuat dan makin diangkat setinggi mungkin.
Zirad sedang kalap. Kalang kabut ketika melihat Dash berhasil membawa gadisnya kabur. Zirad tidak akan main-main lagi. Apa yang menjadi miliknya tidak akan bisa direbut orang lain.
Brengsek tak tau diri ini ... lebih baik kau mati saja!
Zirad sudah mengambil pistol di pinggangnya. Mengarahkannya pada kepala Dash, bersiap menarik pelatuk.
“JANGAN!” suara tercekat disertai tarikan di lengan Zirad menginterupsi kematian di ujung tanduk itu.
“Lepaskan dia! Lepaskan!”
Itu Edena. Zirad menatap nanar pemandangan mengerikan di depannya. Edena ternyata berhasil kembali dan datang hanya untuk menyelamatkan Dash.
Pegangan Zirad terkulai begitu saja melihat gadisnya berteriak-teriak bahkan menggigit lengannya agar dirinya melepaskan Dash. Zirad mundur dua langkah. Membiarkan Edena di sekitar Dash.
Sekarang, sekarang entah kenapa bagian dalam dirinya terasa berdenyut sakit.
Sakit yang sulit dijelaskan mengapa. Zirad benci sekali melihatnya.
“Dash, Dash kau tidak apa-apa?” Edena panik luar biasa. Wajahnya sampai memerah karena takut, tetapi tidak ada air mata di sana.
Dash di sampingnya mengangguk-ngangguk. Memegang lehernya yang linu. Dash sungguhan akan mati jika Edena tidak menghentikan aksi brutal tadi. Pria ini ... musuh yang sangat berbahaya. Namun, akan menguntungkan jika menjadi sekutunya.
Edena berdiri. Matanya yang merah menantang mata Zirad yang tak kalah diamuk amarah. Zirad menggigil. Gemetaran tangannya karena rasa cemburu, kesal, benci ketika Edena masih saja peduli pada seseorang yang jelas-jelas lemah seperti itu.
Zirad rasanya ingin menenggelamkan kepalanya ke tanah saking bencinya melihat pemandangan tadi. Namun, yang bisa dilakukannya sekarang hanya membalas tatapan benci Edena padanya.
“Tidak cukup? Tidak cukup untukmu mengurungku dan memperlakukanku seenakmu di penjaramu itu? Tidak cukup bagimu terus-terusan membuatku menderita?”
Edena muak. Dia sudah muak meladeni segala tingkah gila Zirad. Sudah cukup Edena menjadi bonekanya selama ini.
“Aku hanya ingin menolongmu.”
“Menolong?! Menolong katamu?! Kau sebut perbutanmu MEMBUNUH TEMANKU DENGAN MENOLONG!!”
“Ya itu karena salahmu!” Zirad balas membentak. Tidak terima dirinya yang disalahkan. “Semuanya salahmu. Jika saja kau tidak ikut dengan Bocah Brengsek itu, jika saja kau tetap diam di kamarmu, semua ini tidak akan terjadi!”
“Ya. Semuanya memang salahku. Bahkan kehadiranku di dunia ini adalah sebuah kesalahan.” Edena berbisik lirih. Sorot matanya sekilas berubah sendu, tetapi hanya sebentar. Edena kembali mendongak, menantang Zirad angkuh. “Jika semua ini memang salahku, maka kenapa tidak dari dulu saja kau bunuh aku?! Hah?! Bunuh saja aku! BUNUH KUBILANG!!”
DOR! DOR!
“EDENA!!”
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro