Ch. 28: Pertarungan Kecil
Wordcount: 1.732 words
Sudah cukup bengong seperti orang bodoh. Ini situasi genting.
Fokusku langsung tertuju pada Aiden yang tak kunjung bergerak saat Julian dan Zenia sudah menerjang maju. Spontan kakiku melangkah menghampiri anak itu. Tangan Marlo yang hendak menahan kutepis tanpa banyak pikir.
Kuraih lengan Aiden, berniat menariknya agar sadar. Namun, aku sama sekali tidak bisa membuatnya bergerak. Seolah-olah yang yang kutarik ini bukan manusia, melainkan patung batu yang amat berat.
Aku mulai panik. Namanya berulang kali kuserukan sambil berusaha menyeretnya mundur. Jantungku berdebar makin kencang sampai rasanya tubuhku akan ambruk ke tanah.
Pandanganku terus berpindah fokus antara Aiden yang mematung dan Julian yang berusaha menghajar si cewek. Sialnya, ada cewek lain yang muncul, menghajar Julian dengan tinju berbalut tanah tebal berkerak.
Zenia tidak kudapati keberadaannya. Theo mungkin masih diam di tempat. Marlo tahu-tahu sudah berada di sampingku, mencoba menarik Aiden yang masih tak bergerak satu senti pun.
Menoleh ke kiri, kutatap lamat-lamat bayangan Aiden yang terlilit. Aku tidak paham betul, tetapi yang pasti ini adalah ulah cewek itu. Dia menjerat bayangan seseorang untuk mengunci pergerakan orang itu.
Seingatku masih ada satu orang yang tadi bersembunyi, barangkali sedang berhadapan dengan Zenia. Kurasa orang itu ditugaskan untuk menangkap target yang berhasil dikunci oleh cewek sialan itu.
Rahangku mengeras sampai kepalaku berdenyut. Aku harus melakukan sesuatu pada cewek itu supaya Aiden lepas dari jeratannya.
Lengan Aiden yang membatu kulepas. Baru satu langkah ke arah si cewek sialan, lenganku digaet oleh Marlo. Dia menatapku dengan raut kusut tak karuan. "Mau ngapa---"
Lagi-lagi kutepis tangannya agar bisa kembali melangkah. Akan tetapi, kali ini dia bergerak cepat. Tanpa ragu dia menyelipkan kedua tangan di antara badan dan lenganku, kemudian mengangkatku ke depan tubuhnya. "Jangan sembarangan maju, Fel!" seru Marlo melengking agar suaranya terdengar di tengah kerusuhan ini.
"Kampret! Lepasin! Kau yang jangan sembarangan pegang! Gila, ya!" Aku menjerit kesetanan sambil mengayun-ayunkan kaki dengan liar, berharap mengenai lutut atau tulang kering Marlo agar dia melepaskanku.
"Kamu kesambet apa?! Fel, diem dulu!" sahut Marlo tak kalah nyaring.
Bermacam-macam kata kasar telah kuserukan dan aku mulai lelah memberontak, tetapi Marlo masih kuat menahan. Tak kusangka dia mampu dengan badannya yang kerempeng itu.
Aku berhenti memberontak karena tidak mau buang-buang tenaga. Diam menyaksikan Julian digiring lebih jauh oleh si cewek bertinju batu. Mereka bergantian menyudutkan satu sama lain di pinggir jurang.
Di sisi lain, pohon-pohon bergetar. Ada satu yang tumbang. Dedaunan rontok bertebaran, sebagian hangus disambar semacam arus listrik sebelum jatuh ke tanah berkerikil. Sudah pasti ada Zenia di sana. Aku hanya melihat dua sosok yang bergerak dengan cepat, saling tinju pun saling tendang.
"Kak!" Theo berseru menyadarkanku. Jaketku dia pegang erat sambil berseru, "Cepat turun, Kak! Kak Marlo kena jebakan!"
"Ah---eh?"
Pegangan Marlo sudah melonggar. Aku bisa turun dengan mudah. Kabar buruknya, sekarang dia mematung seperti Aiden. Sontak aku menoleh pada cewek sialan yang pasti sudah kuhajar dari tadi kalau tidak ditahan oleh seseorang yang sekarang malah terjerat.
Sekarang tidak hanya satu tangan cewek itu yang hilang. Keduanya hilang, hanya dari ujung jari sampai pertengahan lengan atas, dan sisa lengannya penuh retakan hitam. Dia tidak melakukan gerakan mencurigakan, hanya mengukir senyum lebar secara perlahan. Itu membuatnya terlihat makin menyeramkan.
Sebelum pergi menghajar cewek itu, aku berbalik memegang erat kedua pundak Theo. "Pergi dari sini. Jangan sampai ketangkep." Dia tidak merespons, hanya menatapku dengan pandangan kosong.
Tidak ada waktu untuk mendesaknya sampai dia melangkah pergi. Segera aku berbalik menerjang cewek yang mirip hantu itu. Tidak ada yang menghalangi karena semua sibuk dengan lawan masing-masing atau sedang membatu.
Si cewek tidak berusaha menghindar, tetapi senyumnya luntur tepat sedetik sebelum tinjuku menyasar pipinya. "Makan nih tinju! Cewek sialan!" jeritku nyaring memekakkan telinga.
Tak hanya lenganku yang terayun kala melayangkan tinju. Sekujur tubuhku bergerak, memberi momentum lebih besar pada tinju barusan sampai cewek sialan itu terpelanting baru jatuh ke tanah.
Refleks aku menoleh ke belakang. Aiden dan Marlo sudah bisa bergerak. Bayangan Aiden yang tadinya terjerat kembali pada empunya dalam sekejap.
Kembali menghadap depan, aku langsung menjatuhkan bokong ke tanah. Wajahku hampir jadi samsak tinju. Ada kesempatan, aku menendang tulang kering cewek hantu itu kuat-kuat sampai dia mengerang kesakitan.
Buru-buru aku berbalik mencakar tanah untuk bangkit, kemudian berlari secepat mungkin menyambar Aiden dan Marlo. Dengan napas terengah-engah aku kembali menoleh ke belakang. Dalam posisi jongkok, cewek itu sibuk memegangi pipi juga tulang keringnya yang baru saja kutendang sambil berteriak pada rekan-rekannya.
Kucengkeram kaus dua cowok di hadapanku. Di depan wajah mereka aku membentak, "Goblok! Bego! Kita kabur, sekarang!"
Tidak ada yang melawan. Di tengah perkelahian yang berkecamuk, aku menyeret mereka ke tepi jurang diekori oleh Theo yang rupanya tidak pergi menurutiku.
"Kita loncat turun?!" jerit Marlo mengalahkan keributan di latar belakang.
"Emangnya ada jalan lain?!" Aku menyalak. Emosi campur aduk pun adrenalin memuncak. Aku tidak lagi peduli kami akan selamat atau tidak asal bisa keluar dari kekacauan ini.
Aiden mengintip ke bawah sebentar, lalu kembali menatapku dengan mata membelalak. "Ini gak kayak yang waktu itu, Fel! Kita bakal terjun bebas ke bawah, bukan meluncur!"
Tanah berguncang hebat sebelum aku menyahut. Atensi kami berpindah pada orang-orang di latar belakang yang sempat terabaikan. Gerakan mereka ikut terhenti, celingak-celinguk seperti orang bodoh sementara tanah pijakan mulai retak.
Longsor di saat seperti ini?!
Tak ada yang sempat bertindak kala pijakan hancur lebur. Kami semua terjun bebas dari ketinggian sekian meter diiringi jeritan histeris.
Anginnya terlalu kencang dan banyak debu bertebaran di udara. Aku tak sanggup membuka mata. Jantungku rasanya tersangkut di tenggorokan, minta dimuntahkan.
Saat aku yakin kami hanya beberapa meter lagi dari maut, punggungku menghantam sesuatu yang bukan tanah berbatu ataupun dahan pohon. Belum sempat bernapas lega, badanku terpental ke udara. Tangan kusilangkan di depan wajah untuk menghindari benturan dengan bebatuan yang ikut jatuh bersama kami tadi.
Sesaat napasku tercekat, lalu aku berteriak saat jatuh dan terpental lagi. Aku pernah ingin main trampolin, tetapi ini bukan saat yang tepat!
Lima kali lagi jatuh dan terpental baru aku bisa berbaring diam di atas permukaan yang tak kutahu apa. Sekujur tubuhku gemetar hebat. Aku butuh waktu hampir satu menit untuk menyingkirkan tangan sendiri dari wajah dan membuka mata.
Kurasa aku baru saja mengencingi celanaku. Entah sungguhan atau hanya perasaan. Kalau bisa, aku ingin pingsan saja sekarang. Langit cerah membuatku menutup mata lagi.
"Guys ...."
Aku mendengar suara Marlo. Suaranya bergetar.
"K-kalian masih hidup, kan?" Dia bertanya.
Hening sejenak baru ada yang menjawab, "Entah." Itu Julian.
Aku ikut menyahut, "Kayaknya aku sempat mati."
Ada yang tawanya lepas. Dari suaranya yang menggemaskan, itu Aiden. "Jadi kamu barusan mati suri?"
Aku ikut tertawa jadinya. Setelah tenang, aku membuka mata lagi. Menoleh ke kiri dan ke kanan, aku makin tenang mendapati semua temanku ada di sini. Theo dan Zenia juga ada. Begitu juga dengan ransel-ransel kami.
Anehnya, mereka yang berniat menangkap kami beberapa saat lalu tidak ada di sini. Tempat kami mendarat juga tak kalah aneh. Permukaan ini tadinya empuk, lalu sekarang perlahan mengeras.
"Nah, turunin pelan-pelan," pinta seseorang di bawah sana.
Sesaat aku lupa kami baru saja jatuh dari ketinggian sekian meter dan sekarang tengah berada di atas pijakan yang mengambang di udara. Suara itu baru saja menyadarkanku.
Aku baru mau mengesot ke tepian saat ada yang berseru, "Kalian yang di atas sana jangan banyak gerak!" Sontak gerakanku terhenti. Ngomong-ngomong, itu suara yang berbeda. Penyelamat kami sepertinya ada dua orang atau lebih.
Perlahan pijakan ini turun dengan mulus. Setidaknya sampai melakukan kontak dengan dedaunan serta ranting pohon di bawah.
"Duh, ini pohon-pohon ngalangin," keluh orang yang baru saja menyuruh kami tidak banyak bergerak. Sepertinya dialah yang membuat dan mengendalikan permukaan tanah ini.
"Yaelah, gencet aja. Susah amat!" sahut orang yang satu lagi.
Menoleh ke samping, kulihat Aiden sudah dalam posisi duduk bersila. "Pohonnya ngalangin, ya," celetuknya menoleh pada dedaunan pohon yang mengintip di samping pijakan. Tanpa basa-basi lagi, Aiden melakukan gerakan melibas ke kiri dan kanan. Pepohonan yang menghalangi langsung terhempas menjauh.
"BUSET!"
"EH, ANJIR!"
Begitulah tanggapan kedua penyelamat kami di bawah sana.
"Sama-sama!" seru Aiden girang, padahal dia baru saja melakukan tindak perusakan alam.
Pijakan mengambang ini kembali bergerak turun hingga menyentuh permukaan bumi. Di hadapan kami berdiri dua orang yang kuperkirakan umurnya tidak jauh berbeda denganku. Mungkin mereka lebih tua satu atau dua tahun.
Seorang cowok yang tangannya terus terulur ke depan sampai pijakan ini menyentuh permukaan bumi mendengkus sebal. Dia menepuk-nepuk tangannya, lantas berkacak pinggang. "Mana makasih-nya?"
Dia memang baru saja menyelamatkan nyawa kami, tetapi dia kelihatan menyebalkan. Sebelas dua belas dengan Julian.
Bersama-sama kami mengucapkan terima kasih dengan nada yang tentu berbeda-beda. Julian dan Theo terdengar tidak ikhlas.
Di samping cowok tersebut, ada cewek yang kira-kira lebih tinggi lima senti darinya. Dengan senyum ramah mengembang pada wajahnya, dia melangkah mendekati kami. Tangan berbalut perban putih dia ulurkan padaku. "Kenalin, aku---hmn ... panggil aja Natha."
Kusambut uluran tangannya terus berdiri dengan kening mengerut. "Itu bukan nama aslimu, ya?"
Cewek yang mengeklaim "Natha" sebagai namanya itu tertawa kecil. "Kita ini udah jadi buronan. Ngapain ke sana kemari pake nama asli?"
"Buronan mana yang ngenalin dirinya duluan, woy!" seru si cowok di samping. Pemikiranku tadi salah. Dia ini lebih mudah tersulut emosinya daripada Julian. Bagus sekali.
Natha mengendikkan bahu dengan tampang tak acuh. "Gapapa, ih. Kita kan sama-sama buronan BPE---mungkin bakal jadi buronan kota juga."
Di belakangku Marlo menepuk-nepuk pakaiannya guna menyingkirkan debu yang menempel. "Sekali lagi, makasih udah nolong kami. Kalo boleh---"
"Tujuan kalian nyelametin kami apa, hah?" potong Julian langsung pada intinya.
Cowok yang belum membagikan namanya bersedekap menatap Julian. Pipinya berkedut-kedut tanda sebal. "Itu mulut minta dicekokin cabe, ya?"
Seketika Natha menyikut pinggang cowok itu, membuatnya menjerit tertahan. "Mulutmu juga gitu, tahu." Kembali menghadap kami, dia berkacak pinggang dengan senyum jenaka menghiasi wajah. "Kami nyelametin sesama buronan buat direkrut. Nah, kalian pasti bertanya-tanya. Direkrut buat apa? Gitu, kan?"
"Langsung aja, dah. Gak usah banyak bacot." Kali ini si cowok berhasil menghindari sikutan maut Natha.
Di sampingku Aiden mengangguk setuju sambil bersedekap. "Bener, tuh. Langsung ke intinya aja. Banyak basa-basi ntar keburu diserang lagi."
Natha mendengkus sebal. Pipinya mengembung. "Mereka udah kabur, tapi iya deh." Dia lebih dahulu menetralkan ekspresi. "Kami butuh banyak tenaga buat memberontak, makanya aku sama Riel ditugasin buat nyelametin sesama buronan sekalian ngerekrut."
"Woy! Ngapa namaku disebut!" Cowok bernama Riel itu berseru garang. Natha mengabaikannya, fokus padaku dan yang lainnya.
Aku menelan ludah sebelum bertanya, "Memberontak?" Astaga, itu kedengaran seperti pertanyaan bodoh.
Natha mengangguk. "Iya, memberontak. Emangnya kalian mau kabur-kaburan terus? Gak mau sekalian ngehancurin organisasi sialan itu?"
Ah, tujuannya sama dengan Aiden. Dia juga ada benarnya. Kami tidak bisa terus-terusan melarikan diri.
Clou's corner:
Uw, tokoh-tokoh baru~ Selanjutnya bakal gimana, ya? Hehe
Btw dari sini bakal berubah total lagi ಥ‿ಥ suer, ini yang terakhir kali terus udahan :')) capek rewrite mulu
Pembaca lama baca tiga versi nih wkwk
24-04-2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro