Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

゛two.〃

Dua sosok mirip satu sama lain melangkah membelah jalan setapak. Jalan pintas katanya. Mereka tidak memilih melewati jalan raya walau selalu lenggang. Ini jalur langganan kedua Miya bersaudara. Tidak, tidak. Mungkin tepatnya hanya Miya Osamu. Dengan sederhananya pemuda itu kadang melewati jalur ini memakai sepeda.

Sementara Atsumu, biasanya menggunakan jalur sisian jalan raya.

[Full name] gadis yang digiring kedua kembaran itu ternyata baru menyadari, bahwa rumah mereka bertiga berletak sama. Menghadap ke luasnya laut.

"[Name]," Atsumu memanggil seraya menghentikan langkah. Pemilik nama tersebut ikut demikian, sementara satu pemuda lain terus berjalan dengan cuek. "Bantu aku beli bahan makanan dulu, yuk." kata Atsumu, ibu jarinya menunjuk supermaket sederhana di sampingnya.

Gadis yang ditawarkan tanpa pikir panjang mengiyakan, membuat Atsumu merespon dengan senyuman. Pemuda itu selanjutnya menggulirkan atensi, "Samu, beli bahan makanan dulu," ucapnya agak keras lantaran lawan bicaranya terus memperjauh jarak.

Namun Osamu, pemuda itu tetap memperpanjang jarak. Tak menoleh sama sekali. Ia hanya mengendikan bahu. Sampai Atsumu hanya bisa menghela nafas melihatnya.

"Atsumu... Apa Osamu tidak suka aku menganggu anjingnya?" gadis di sana bertanya. Menatap satu sisanya dari dua makhluk kembar yang berhelai jingga.

Atsumu memindahkan kembali atensi, wajah tak enak ia dapati dari raut [name]. Mencoba memperbaiki, Atsumu melukis senyum. Kemudian menjawab seraya terkekeh, "gak kok. Udah kubilang Osamu orangnya memang seperti itu. Tapi baik kok, agak nyebelin aja juteknya."

"Benar? Aku tidak maksa, sih, buat liat anjingnya," balas [name] lagi. Rela menghapus niat modusnya yang tidak baik demi kenyamanan sang tuan rumah.

"Gak apa-apa," Atsumu tetap meyakinkan. Berpikir mungkin [name] akan ragu terus saat ini, pemuda itu tanpa aba-aba menarik pergelangan si gadis untuk diajakinya masuk ke dalam supermarket. "Ayo, sekalian kita makan malam."

Demikianlah akhirnya. Dengan sentuhan di pergelangannya, [name] memusnahkan semua rasa tidak enaknya. Berikutnya dikuasai ego untuk tetap bersama makluk berhelai jingga ini.

"Kau bisa masak?"

Atsumu mengangguk, memilih saus kalengan mana yang telihat enak, "ya, hidup berdua mengharuskanku bisa masak."

"Hm, kupikir Osamu yang bisa masak. Kelas sepuluh dulu aku kadang lihat dia suka bawa bekal," [name] tak ikut memilih. Lagipula menu direncanakan oleh tuan rumah, dirinya hanya berinisiatif untuk membantu membawakan ranjang.

"Yaah, Osamu emang bisa. Tapi dia gak segampang itu mau buatin aku sarapan..."

"Wah, beneran?"

"Udah kubilang Osamu itu nyebelin."

[Name] terkekeh. Kini merasa senang.

Bagaimana tidak?

Perasaannya untuk Atsumu sudah tumbuh sejak kelas sepuluh. Walau mereka berbeda kelas, [name] tetap mendapatkan eksistensi sang Miya berambut jingga. Tampak akrab dalam setiap gerombolan, kakak kelas, adik kelas, bahkan murid kelasnya. Itulah yang membuat Atsumu terlihat bersinar.

[Name] sering melihat senyum pemuda itu yang disebarkan kala si empunya berbincang di koridor dengan temannya.

Hanya saja waktu itu, [name] tak lebih berani untuk menyapa. Sehingga hanya melihat dari jauhlah yang ia lakukan. Namun di kelas sebelas ini, tanpa basi Atsumu menyapanya. Menyapa setiap teman sekelasnya. Mendapat kesempatan itu, tentu saja [full name] memakainya dengan baik. Dia ingin selalu dilempar senyum itu.

-; ebb and flow ;-

Kedua pasang remaja sampai di sebuah rumah khas berpanggung. Atsumu menggeser pintu, mulai menjejaki rumahnya tak lupa mengajak sang tamu.

[Full name] masuk, menutup kembali pintu dengan mandiri, ia ikut melepas sepatu kemudian. Di sebelah tempatnya berdiri, sepasang sepatu tersusun rapi. Tak salah lagi, itu sepatu milik Osamu.

Miya Atsumu menggiring [name] ke ruang televisi sekaligus ruang tamunya. Mempersilahkan sang tamu duduk di sofa, Atsumu sendiri malah hanya melempar tasnya di sofa lain. "Sebentar, aku ambilin minum."

Televisi besar membentuk bayangan gadis yang terduduk dalam sofa single. Keadaan rumah ini begitu sepi. Tentu saja. Hanya diisi dua orang. Atsumu bercerita, katanya ibunya sudah tiada. Sementara ayahnya kini berjuang sendiri. Memutuskan hidup terpisah dari orang tuanya adalah pilihan dua remaja Miya ini.

Katanya Osamu juga rajin mengambil kerja part-timer kala waktu luang, dan rutin saat libur panjang. Atsumu sendiri katanya yang suka malas-malasan, pemuda itu yang mengaku sendiri pada [name] seraya tertawa.

Perlu dideskripsikan seperti apa ruangan ini? Hanya ruang televisi sederhana, diisi beberapa sofa, meja, rak, dan televisi utama. Tak ada hiasan, tak ada foto. Memang apa yang diharapkan dari rumah seorang laki-laki?

[Name] memutar kepalanya ke belakang. Suara derap kaki, dan derap halus tiba-tiba saja hadir dari arah tangga. Bukan parno akan suatu hal, [name] hanya penasaran.

Sosok Osamu yang sudah berpakaian santai, lah, yang didapati gadis itu kala sudah sepenuhnya turun. Di samping pemuda berhelai kelam, ada sebuah makhluk berbulu coklat lembut berputar kecil.

"Itu Gin?" celetuk sang gadis langsung. Hewan yang disebut menghentikan gerakannya dan hanya mengendus.

"Ah, ya..." jawab Osamu tersebut. Tampaknya agak canggung sejenak. Sebelum aksen tak peduli tampak lagi pada kharismanya. Pemuda itu melangkah mendekati rak televisi, meraih sebuah tali di atasnya, ia menoleh lagi pada [full name] yang tampak gemas ingin mengelus hewan berbulu yang mengikutinya. "Gin aku ajak keluar dulu. Nanti balik." katanya menjelaskan.

Mengikat tali pada kalung di leher anjing jenis shiba inu itu, Osamu mengajaknya untuk keluar. Baru akan memulai langkah, eksistensi kembarannya kembali memasuki ruang televisi. "Mau kemana, Sam?"

"Jalan."

"Nyari makanan Gin?"

"Ya."

Atsumu melirik [name] seraya memindahkan dua gelas ke atas meja.

Buru-buru [name] mencari sesuatu ke dalam kantung belanjaannya, lalu menariknya keluar, "aku sudah beli, loh." katanya.

Dengan secepat itupun seekor makhluk berbulu menerjang. Majikan yang memegang kendali dibuat tertarik sedikit.

'Guk!'

[Name] agak terjingkat. Kaget betul dengan reaksi sang anjing yang super cepat. Kini shiba inu bernama Gin itu sudah duduk di atas panggkuan satu-satunya gadis di sana. Mengendus, menggoyangkan buntutnya. Mengabaikan penuh majikan di belakangnya.

Alih-alih memekik riang seperti reaksi rata-rata penyuka hewan, [full name] malah terdiam. Melongo menatap anjing menggemaskan tersebut. Ia lirik sang majikan; merasa tak enak apalagi ekspresi datar itu terlukis.

"...dia sepertinya menyukai ini, Osamu?" [name] berucap takut-takut. Dari awal, dia menganggap Osamu seperti tak menyukainya.

Dan mendapat interaksi aneh dari gadis itu, Osamu jadi menghela nafas setelah sekian lama menjeda.

"Maaf merepotkanmu, Gin sangat tajam merasakan radar makanan," ujarnya. Osamu mendekati sofa. Berdiri di depan [name] dan anjing miliknya. Dengan itu akhirnya ia melepaskan kembali pengait kalung. "Aku akan ambil mangkuk makannya."

[Name] pun ditinggal dengan anjing yang masih mencoba meracuni dirinya, yang dalam artian membuatnya gemas. Atsumu yang sedari tadi memperhatikan itu mengambil duduk di sisi [name]; di sofa lain lantaran gadis itu mengambil sofa single.

Atsumu melempar kekehan, tangannya terjulur. Secepat itu pula ia dapat perlakuan negatif dari sang hewan berbulu, "lihat, entah kenapa dia sangat tidak menyukaiku." Ucapnya seraya tertawa. Mencoba mengelus lagi, namun anjing itu tetap menghindar seraya menggeram.

Kala tangan [name] yang justru terulur, dengan ajaib anjing itu memberikan respon yang kelewat positif; langsung menyambar elusan tangan. [Name] terkekeh.

"Wah, dia kayaknya sangat menyukaimu. Jarang banget aku liat Gin seperti itu pada orang baru," Atsumu tampak terlihat sebal. Ingin mencoba mengelus sekali lagi, namun respon negatif tetap diterimanya. Menyerah, ia pun mendesah, "ini pasti ajaran Osamu."

[Name] terkekeh saja. Kedua tanganya sibuk memanjakan sang anjing dari kepala sampai buntut.

Tak lama Osamu datang dari arah tangga, langsung dapat semburan saat itu juga.

"Heh, bisa gak kamu ajarin Gin jangan judes-judes banget ke aku?"

Benar. Itu kata Atsumu. Menatap sebal sang pengurus anjing.

Osamu yang baru saat itu menyadari respon Gin terhadap orang baru sebaik itu lantas memberikan komentar, "jarang-jarang lihat Gin seramah ini." Katanya.

Direspon oleh [name] hanya dengan kekehan geli sambil tetap memanjakan Gin.

"Gin itu pintar. Tau mana yang baik, mana yang buruk," Osamu berucap lagi. Langsung dapat delikkan sebal dari Atsumu.

"Kalau aku tidak baik sudah kuusir dia dari rumah."

Mengabaikan kalimat itu, Osamu menaruh mangkuk makanan, "mana makanannya, biar aku ganti uangnya sekalian."

"E-eh tidak usah! Aku ingin membelikan itu untuk Gin, jadi tidak usah diganti," [name] cepat merespon. Memberikan bungkus makanan pada Osamu. Dengan cerdik sang anjing mengendus mengikuti.

Osamu memberi makan di bawah, membuat anjing itu turun dari pangkuan, dan malah membuat [name] lantas ikut turun juga dari sofa.

"Hhh, yasudah aku buat makan malam dulu, baru kita belajar, ya [name]," Atsumu yang terabaikan bangkit. Hendak berjalan lagi menuju dapur. Namun [name] dengan cepat mengekor.

"Aku ikut!"

Hingga kini tinggalah Osamu dengan anjingnya. Menatap lamat ke arah dapur, di mana punggung gadis itu menghilang.

.

.

.

continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro