Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

゛twenty eight.〃

Senja mulai termakan gelap. Air laut pun mendebur buas, meninggi merayapi daratan. Melindas sebuah istana pasir, menghapus sebuah jejak kaki.

Tak hanya laut yang meraung, sesungguhnya hati [full name] pun demikian begitu. Namun masih tertahan saja seluruh emosi itu di dalam sana. Padahal kakinya sudah melemas ketika Osamu Miya menariknya pergi dari pemandangan itu.

Si gadis sendiri pun bingung. Kenapa bisa tak ada air mata padahal kepingan hati sudah rontok?

Apakah karna sudah dapat menebak bahwa Miya Atsumu adalah senja yang sulit digapai?

Saat ini dipikiran [name] hanya terdapat satu ketukan fakta baru.

"...tadi itu... Cewek cantik itu... Pacarnya, kan?"

Osamu terkesiap kala tiba-tiba [full name] mengeluarkan suara di tengah kecanggungan ini. Terlebih pemuda itu memang sedang tenggelam dalam pikirannya sejak tadi.

Sulit untuk menjawab, Osamu akhirnya hanya membalas dengan dua huruf, "ya."

Namun begitu tegas bagi [name] saat ini.

"Pacar sungguhannya? Maksudku... bukan seperti perempuan yang lain sebelumnya?"

Osamu lagi-lagi memberi jawaban tegas tak terbantahkan, "ya."

Membuat [name] tak dapat berkata-kata lagi mengenai hal itu.

"Tapi kata kamu, Atsumu itu belum punya pacar?"

Hingga selanjutnya gadis itu berhasil merangkai sebuah pertanyaan yang membuat Osamu makin bingung sendiri bagaimana harus menyikapi.

Pembahasan yang Osamu bimbangi sedari lama bagaimana harus menjawabnya.

"Kamu tau dia udah punya pacar... Tapi kamu gak bilang sama aku dan malah menutupinya," ucap [name], memandang sendu namun suaranya masih terdengar stabil.

"Kamu tau dia udah punya pacar... Tapi kenapa kamu mau bantu aku deketin Atsumu?"

Tak kaget lagi. Sebab pertanyaan seperti itu, sudah sering Osamu simulasikan dalam benaknya belakangan ini. Namun kenapa ia masih tak bisa menjawabnya?

"Osamu... Apa ini salah satu 'rahasia Atsumu yang belum aku ketahui'?" [name] bertanya. Seolah sedang mengintrogasi Osamu kini.

Padahal tadi saat melihat pemandangannya langsung, [name] itu tidak dapat berkata. Tapi sekarang malah keluar juga ribuan pertanyaan dari benaknya.

Ya memang siapa yang bisa paham dengan kondisi seperti ini jika berada di posisi [full name]?

Osamu memalingkan wajah, seraya itu bergumam, "maaf," dengan pelan. Kepalanya itu berikutnya menatap lurus, "maaf [name] aku--"

"Aku mau kamu menjelaskan semuanya sekarang, Samu. Semuanya. Baik yang kamu bilang sisi Atsumu yang tidak aku ketahui, keburukannya, dan semuanya," potong [name], berani meminta dengan tepat apa yang ingin ia dengar sekarang.

"...apakah kamu... Sengaja nyembunyiin hal ini dari aku?" tebak [name]. Langsung membuat Osamu melebarkan mata sejenak. Tak menyangka gadis itu akan menebaknya.

Makin terbebani, Osamu menghela napas berat.

Ini memang salahnya sendiri yang mau-mau saja repot masuk ke dalam lingkaran kisah cinta ini. Masuk sebagai 'orang sok baik' yang mau membantu mendekatkan orang lain.

Padahal nyatanya semua hal itu adalah bentuk keegoisan sendiri.

Keegoisan Osamu untuk memberi Atsumu kebahagiaan.

Dan keegoisan Osamu juga agar bisa dekat dengan [full name].

Dari awal, perjanjian toples itu adalah sebuah percobaan tak menjanjikan. Apakah Atsumu bisa berpaling atau tidak.

Dan semua percobaan Osamu yang melibatkan perasaan terdalam [name] telah gagal total dengan kembalinya sang ujung benang. Shimizu Kiyoko.

"[Name], kamu tau, Atsumu suka menolak pernyataan gadis lain kan? Dia... sudah sejak hampir dua tahun belakangan ini tak pernah menjalin status yang resmi dengan orang lain lagi," Osamu mulai berucap. Sebisa mungkin menjelaskan keadaan yang sebenarnya, "walau dia memang suka berganti teman jalan, walau sesering apapun dia... Berciuman... Tapi dia gak pernah klaim para perempuan itu sebagai pacarnya..."

"...itu yang kumaksud kenapa Atsumu itu brengsek," Osamu terdiam dulu. Mengharapkan respon, namun ternyata hanya dilewati hening, "dia gak pernah lagi pacaran, dia gak pernah lagi serius sama satu cewek--"

"--itu karena cewek yang tadi adalah pacarnya, kan?" potong [name] tiba-tiba.

Osamu merunduk, "Shimizu... Dia pacar terakhir Atsumu. Dia juga sebenarnya yang menyebabkan Atsumu jadi seperti ini."

"Itulah kenapa Atsumu tidak pernah mau meresmikan status. Atsumu masih menunggu Shimizu, dia masih berharap bahwa hubungannya dengan gadis itu masih terjalin. Itu karena... Atsumu... Masih," Osamu makin merunduk. Akhirnya ia malah menggumam sangat pelan satu kata terakhir, "mencintainya."

"Aku tau sebenarnya Atsumu juga menderita di saat-saat itu. Aku tau bahwa Atsumu sepertinya ingin sekali terlepas dari harapan itu. Namun [name]... Aku yakin kamu mengerti---bahwa alasan 'masih mencintai' adalah alasan yang tegas tak terbantahkan," jelas Osamu. Lalu jadi terdiam.

"...dia terlalu memaksakan diri, ya," [name] merespon kini. Tersenyum kecil walau rasanya pahit.

"Ya. Dia terlalu berharap, dia terlalu keras kepala," Osamu menyetujui. Namun tampak ingat juga bahwa sejujurnya [name] pun mungkin sama keras kepalanya.

"Tapi dia berhasil," [name] mengambil napas dalam-dalam, kemudian melanjutkan, "perjuangannya untuk tetap menunggu selama ini berhasil..."

"Dia--" suara [name] mulai bergetar. Sepertinya efek dari kejadian tadi baru menjalari hatinya, "---Atsumu telah mendapatkan kembali orang yang dicintainya."

Menarik lagi napas dalam-dalam agar menahan air matanya, [name] pun mengembuskannya saat itu juga, "kamu tau? Saat ini aku sedang kecewa pada banyak hal. Kecewa pada diriku sendiri yang terlalu naif. Dan kecewa padamu yang seperti sedang ikut mempermainkanku bersama Atsumu."

Miya Osamu membelalak luas. Benar-benar tertohok dalam hatinya.

"Dibanding Atsumu yang menyakiti perasaanku secara langsung. Kamu kurasa lebih jahat karena ternyata menyakitiku secara diam-diam."

"Secara halus."

"Secara baik-baik."

Osamu benar-benar tak dapat berkata. Semua hal yang diucap [name] benar-benar telah menampar buas sisi egoisnya yang tertanam.

"Kenapa kamu melakukan ini, Osamu?" [name] menanyakan dengan nada pelan.

Miya berhelai kelam yang mendengarnya hanya menatap buih ombak saja seraya mencari jawaban.

"Maaf," pemuda itu lagi-lagi mengucapkan kata tersebut, "aku sendiri sadar kalo ternyata aku mengambil jalan yang salah. Bahkan sampai mengorbankan perasaanku sendiri."

[Name] melirik tanpa bergerak Osamu di sampingnya.

"[Name], aku memang bodoh. Sangat bodoh," rutuk Osamu pada dirinya sendiri. Tampak benar-benar menyesal dari kernyit wajahnya. "Padahal sejujurnya aku juga mencintaimu. Tapi dengan bodohnya aku ingin memberikanmu pada kembaranku. Dengan bodohnya sengaja menyakitimu."

[Full name] sukses terbelalak kala mendengar penuturan Miya Osamu tersebut.

"Hanya karena muak melihat Atsumu menderita dengan perasaanya sendiri, aku jadi sengaja ingin memberikanmu padanya," Osamu masih berucap sendiri. Dia tidak memperdulikan bagaimana [name] merespon semua kejujurannya ini. Yang dia inginkan hanya menjelaskan semuanya.

Hal yang sudah dia buat rumit sendiri.

"Dan ternyata aku salah. Pilihanku untuk merelakanmu pada Atsumu itu adalah jalan yang salah."

"Seharusnya aku tidak melepaskanmu begitu saja dan memendam perasaanku."

"Daripada membuat Atsumu mencintaimu dan melepaskan cinta lamanya, lebih baik dari awal aku berusaha saja untuk membuat kamu mencintaiku."

Osamu menarik napas, lalu membuangnya, "tapi kalo sudah berlaku jahat begini, aku gak bisa lagi bilang kalau kamu harus mencintaiku saja daripada Atsumu. Karena pada akhirnya kita ini tetap kembaran. Sama-sama brengsek."

Kini Osamu terdiam. Tak ada lagi yang ingin dia ucapkan selain umpatan untuk kebodohan diri sendiri.

Dengan ini, maka berakhir sudah.

Perjanjian toples mereka telah tertelan ombak entah ke mana sejak dulu.

Niat baiknya agar Atsumu bisa berhenti menderita juga tak bisa dikatakan sukses. Walau Miya pirang satu itu kini telah medapatkan kembali separuh jiwanya yang hilang, tapi rencana awal Osamu telah gagal total.

Tidak hanya itu, Osamu juga sepertinya telah mutlak gagal dengan perasaannya sendiri.

Berbalik lantaran tak ada respon dengan jeda waktu lama, Osamu dapati ternyata [full name] telah tertunduk dalam.

Cemas, Osamu lantas memanggil, "[name]...?"

Osamu tak bisa seenaknya mengangkat kepala atau menepuk bahu sang gadis begitu saja karna merasa tidak pantas setelah menyakiti perasaan gadis itu. Namun masih khawatir, akhirnya Osamu merundukkan badan saja, dan mengintip [name] dari sana.

Alangkah kagetnya pemuda itu saat mendapati [name] terpejam dengan pipi basah.

"[N-Name]?" Osamu panik. Bingung harus melakukan apa sebab dia adalah orang yang juga membuat gadis itu menangis.

"Aku... J-juga ngerasa bodoh, Osamu..." [name] berucap sambil terisak. "P-padahal kamu... Udah memberitahuku bahwa A-Atsumu gak pantes di perjuangin... T-tapi aku masih keras kepala."

Osamu tatapi kepala [name] yang tertunduk itu dengan alis yang melonggar iba.

"A-aku sangat keras kepala... S-sangat bodoh... Demi Atsumu yang kamu udah peringatin, aku sampai menyakiti banyak perasaan orang lain," tangan [name] terangkat. Mengusap air mata yang terus membasahi pipinya itu.

Gadis itu teringat lagi bagaimana dia menolaki semua perasaan yang orang lain peruntukkan untuknya. Dia juga ingat bagaimana terasa menyakitkannya melihat Hinata Shouyou tertolak.

Padahal kenyataannya ia sadar, bahwa Hinata tertolak ternyata gara-gara dia juga. Gara-gara Osamu ternyata mencintai seorang gadis keras kepala macamnya.

Perasaan sakit yang [name] dapat dari Atsumu benar-benar bagaikan sebuah karma dari apa yang dia lakukan pada orang lain juga.

"Osamu... A-aku tidak mau melihat rasa sakit hati yang lain. Ini ternyata sangat sakit, t-tapi tanpa sadar aku telah memberikan perasaan semacam ini bagi orang lain..." [name] menggerakan satu tangan lainnya untuk meraba rasa sakit di dadanya.

"B-bagaimana..."

Tidak hanya [name] yang merasa sesak. Sesungguhnya, Miya Osamu juga ikut merasakan sesak atas apa yang dilihatnya.

"B-bagaimana... Aku bisa membalas seseorang yang mencintaiku?" Tanya [name]. Sudah benar-benar merasa lelah selalu mengejar cintanya sendiri tanpa melirik ke belakang.

Di mana ada orang yang sedang mengejarnya juga. Minta untuk ditunggui juga.

"B-bagaimana... Aku b-bisa membalas perasaanmu dan lainnya yang sudah mencintaiku...?"

[Full name] telah ditampar keras bagaimana dampaknya jika menjadi orang yang keras kepala.

Sekarang yang dia harapkan agar tak ada lagi yang tersakiti karnanya.

"Osamu... T-tolong buat aku jatuh cinta padamu..."

Jika bisa, daripada terus saling mengejar, [name] merasa lebih baik memutuskan untuk berhenti dan menunggu sampai datang orang yang benar-benar mampu mencintainya secara tulus.

Sehingga tak ada yang namanya sakit hati berantai.

Tapi kayaknya permintaan yang [name] ucapkan tadi termasuk salah satu keegoisan juga.

Osamu Miya yang berdiri di hamparan pasir putih yang sama dengan [name], bagai bisa ikut merasakan pula ada sebuah ombak yang berusaha membombardir untuk meruntuhkan segalanya.

Sebab itu lah dengan perlahan akhirnya tangan Osamu bergerak untuk menggapai [full name] di sana agar tak runtuh. Pemuda itu angkat kepala sang gadis, lalu mengusap air yang senada dengan ombak di pipi gadis tersebut.

"Aku di sini, [name]," ucap Osamu itu membalas ucapan sang gadis tadi. "Aku di sini... Masih dengan perasaan yang sama sejak setahun yang lalu..."

Pertahanan Osamu untuk tidak menyentuh [name] dengan dirinya yang jahat itu ia tepis sudah. Sebab, Osamu tak mau gadis itu terkibas ombak buas sendiri.

Pemuda itu pun membawa tubuh [name] ke dalam rengkuhannya.

Setidaknya jika berdua, mungkin mereka tak akan hancur diporak-porandakan ombak.

"Aku di sini... Dengan perasaan yang akan sama untuk ke depannya," ujar pemuda tersebut, berbisik pelan di dalam rengkuhan.

Osamu lalu mengusap pelan kepala [name], "kamu... Gak usah maksain diri untuk membalas perasaanku. Karna mereka... tak semudah itu bisa kamu bolak-balikkan."

[Full name] masih sesenggukan di dalam sana.

Sejujurnya mungkin bukan Osamu yang jahat. Tapi dia sendiri yang tanpa sadar membuat Osamu untuk jadi jahat.

Miya Osamu dan Kinoshita Hisashi, adalah orang baik yang mau-mau saja punya perasaan tulus untuk [name] yang bodoh seperti ini.

"Makanya... Tidak terpaut kamu mencintaiku atau kembaranku, aku tetap akan mencintaimu, [name]."

.

.

.

kecewa gak sama endingnya?

aku kecewa kayak ada yg kurang sreg gitu.

tapi y udala ya aku lagi gak sempet bengongin ending lama lama lagi.

so, how about epilogue? adain jangan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro