゛thirteen.〃
[Full name] dekati satu sosok di sana; sedang duduk bertopang dagu dengan sebelah tangan, sementara tangan kanannya bergerak asal memegang pulpen di atas lembaran kosong.
Gadis itu intip dahulu apa yang sedang dilakukan orang tersebut sebelum terus berjalan maju. Lalu duduk di kursi depannya.
Melirik sekilas, sosok itu hanya mengucapkan kalimat to the point dan kembali merunduk ke coretannya di atas meja, "kalo kamu nanya Atsumu ke mana, aku gak tau. Jiwa kembaran kami udah putus."
[Name] mengerut bingung akan kalimat akhir yang didapatinya. Dia hanya membalas untuk kalimat pertama, "gak apa-apa, aku bukan nyari Atsumu kok. Aku emang mau ngobrol aja sama kamu."
Miya Osamu, laki-laki itu masih tampak cuek menggambar asal-asalan di buku kosongnya. Dia lagi-lagi hanya berucap jutek, "tapi aku lagi gak mood ngomongin Atsumu sekarang."
[Name] tilik wajah kembaran orang yang disukainya ini. Osamu memiliki kelopak yang agak sayu, berbeda dengan Atsumu yang tampak tajam dengan banyaknya binaran ekspresi. Kalau Atsumu adalah pengekpresian keramahan dan terbuka, maka Osamu adalah pengekspresian kedamaian. Setidaknya itu perbedaan mereka dari sudut padang seorang [full name] ini.
"Aku gak mau ngomongin Atsumu, kok?" Hanya sepenggal kalimat itu yang bergema sebelum kembali lenyap terkibas senyap. Osamu tampak tak berniat menyahut lagi.
Jadilah [name] yang kembali berucap, "ngomong-ngomong, jadi kamu udah kenal sama Hinata?" Gadis itu menyampaikan maksudnya datang ke hadapan Miya berhelai kelam tersebut.
"Kan dikenalin kamu waktu itu," Osamu itu akhirnya kembali menjawab.
"Masa?"
"Iya. Masa lupa?"
[Name] terlihat berpikir, "perasaan aku cuman nyebut namanya doang?"
"Iya, sama aja kayak ngenalin kan."
Kini [name] tatap lagi pahatan wajah yang bentukan satu laginya telah menempati hatinya tersebut. Mungkin merasa di perhatikan, Osamu itu menegap; menatap sosok di depannya.
"Kayaknya kamu bukan orang yang udah bisa sok kenal dari namanya doang," gumam [name] masih sambil menatap wajah itu.
"Kenapa gak bisa? Aku kenal, namanya aku kenal," bela pemuda itu.
"Soalnya kamu bukan Atsumu," kini [name] tatap manik Osamu, tanpa tahu bahwa iris itu melebar kecil tadi, "kan katanya kamu gak sama kayak Atsumu?"
"Emang," Osamu merundukan wajah lagi. Kembali mencoret buku.
"Jadi?"
[Name] lihat Osamu itu hanya menaikan sebelah alisnya masih sambil merunduk.
"Udah kenal?"
Pertanyaan itu sengaja Osamu ambangkan tanpa respon sejenak, sebelum kemudian mulutnya terbuka, "belum."
"Aha. Aku tau itu," [name] terkekeh. Teringat lagi saat Osamu itu dan Hinata serempak menyahut bahwa mereka sudah saling kenal di kantin waktu lalu. Padahal nyatanya, mungkin hanya Hinata saja yang sudah mengenal Osamu. Itu pun karena lelaki itu adalah orang yang disukainya sendiri.
"Tapi apa kamu gak penasaran? Sama adik kelas itu, Hinata," tanya [name] lagi. Berikutnya ia menjabarkan, "dia sama kayak aku, suka memperhatikanmu."
Pulpen yang bergerak itu terhenti sejenak, [name] ikut mengalihkan atensi; menatap hasil gambaran yang mungkin saja sudah selesai. Namun yang dibuat Osamu dari tadi sebenarnya hanya coretan asal.
Sampai akhirnya suara Osamu itu terdengar, "susunan kalimatmu jelek." Katanya, membuat [name] mengernyit bingung.
Gadis itu tersadar beberapa menit setelahnya, "m-maksudnya dia sama kayak aku gitu, suka memperhatikan orang yang disukainya," benarnya. Agak salah tingkah dengan guratan merah tipis dan kegugupan. Namun merasa masih aneh, ia melanjutkan, "eh, y-ya, maksudku di sini aku memerhatikan Atsumu, sementara Hinata memperhatikan kamu sebagai orang yang disukainya, g-gitu."
Osamu tatapi saja wajah di hadapannya dengan mencoba tenang.
Padahal kata pemuda itu tadi, jiwa kembarannya dengan Atsumu sudah putus. Namun kenyataannya tetap saja kedua pemuda kembar itu masih punya satu selera yang sama.
Bahwa bentuk salah tingkah [name] adalah hal yang paling menarik menurutnya.
-; ebb and flow ;-
Tawa besar tersembur dari mulut sang makhluk kecil. Menertawakan apa entahlah. Namun sepertinya menertawakan diri sendiri. Atau tepatnya menertawakan kehebatan diri sendiri.
Manusia lain yang juga bersama di sana, kompak saling memutar bola mata. Memafhumi kebesaran kepala walau tubuhnya kecil seperti itu.
Salah satunya Kinoshita Hisashi; langsung menyahut mencari celah, "pelari tercepat sih katanya. Tapi pas ada rintangan merayap bergelantungan di tongkat, kamu susah raihnya, tuh?"
Kedua manusia lain tertawa. Makhluk kecil itu tak terima.
"Hei! Tinggi tongkatnya 2,3 meter, tau! Kau pikir bagaimana aku tidak kesusahan meraihnya, hah?!"
Kini ketiga kepala itu yang tertawa.
Ennoshita Chikara lalu yang menyahut, "tapi ada adik kelas pendek yang katanya loncatannya tinggi, tuh? Kukira orang pendek emang punya loncatan tinggi. Ternyata kau en--eh iya iya ampun." Ucapannya terpotong kala dilihatnya subjek yang ia bicarakan memelototkan mata besar.
"Itukan adik kelas! Dia mungkin bisa loncat, tapi pasti gak bisa lari cepat, hah!"
Nishinoya Yuu adalah orang yang sedang diolok saat ini. Tadi pemuda itu baru saja menyombongkan diri karena ia memenangkan perlombaan lari antara kelasnya dan kelas lain yang juga dapat jadwal olahraga yang sama.
"Tapi dia lincah banget lho. Aku pernah lihat adik kelas itu waktu main dodgeball pasangan. Bahkan tanpa partner cowoknya dia tetep bisa jaga diri sendiri," Kazuhito Narita ikut bersuara.
"Dia pendek, tapi kayaknya masih kecilan kamu," Kinoshita membatas tinggi Nishinoya namun sengaja dilebihkan dikit. Yang terus dihina kini geram.
"Ya! Terus saja terus! Aku yakin masih hebatan aku dari dia, huh!" Sungut makhluk kecil itu. Menepis tangan Kinoshita yang melakukan rasis padanya.
Seraya tertawa, Kinoshita Hisashi menempatkan atensi ke luar jendela. Di mana sekarang baru ia sadari bahwa mereka tengah berjalan di koridor yang menghadap taman di tengah gedung sekolahnya. Di sana cukup sepi. Itu karena memang lebih asik berkumpul di taman samping dari pada di sana.
Tapi Kinoshita menyipitkan mata kala dilihatnya terdapat dua orang manusia di sana. Satunya berhelai nyentrik yang agak samar seperti ia kenali. Kinoshita menghentikan langkahnya kala ia lihat si nyentrik itu menarik seorang wanita.
"Kinoshita?" Ennoshita memanggil. Terheran ia kenapa temannya itu tiba-tiba berhenti.
"Oh, duluan aja, nanti aku nyusul. Ada urusan yang aku lupa," kata Kinoshita itu. Lalu bergerak menjauhi temannya dan mengikuti arah ke mana si helai nyentrik itu pergi.
Kinoshita mengekorinya lewat koridor. Karena itulah, ada batasan di mana ia tidak dapat melihat dengan jelas dari atas sini. Setidaknya Kinoshita masih dapat memerhatikan kedua orang itu.
Kinoshita Hisashi yakin, bahwa yang ia intai saat ini adalah Miya Atsumu begitu lihat poni khasnya. Wajahnya menghadap ke arahnya namun hanya separuh yang terlihat karena separuhnya terhalangi tembok di mana mereka bersembunyi saat ini.
Detik berikutnya, Kinoshita tak tau apa yang terjadi karena lengan Miya Atsumu itu ditempelkan ke tembok. Tapi Kinoshita yakin, Miya pirang itu sedang memiringkan kepalanya seraya memepetkan diri.
kinoshita:
[name]... emang atsumu
udah punya pacar?
.
.
.
↓continue↓
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro