゛four.〃
Laut nampak surut, tanda mentari mulai kembali menemani. Biru yang menghampar luas di sana nampak berkilau kembali setelah ditimpa cahaya redup semalaman. Dara laut memekik bebas bak memenuhi lingkup laut dengan suaranya. Terbang berputar dengan gerombolannya, menemani nelayan yang mulai bekerja.
Sementara anak sekolah, siap untuk meraup setiap ilmu. Sudah rapi di pagi hari dengan seragamnya. Tampak berkelas apabila bergerombol berjalan daripada kumpulan nelayan di pinggir laut sana.
[Full name] berangkat cukup siang kini. Sehingga terik sudah dapat menyinarinya. Berjalan lewat rute biasa dirinya ke sekolah. Tak mau mengambil bus. Katanya, jalan sambil menyesap suasana laut di pagi hari itu yang terbaik.
Berjalan di pinggir trotoar, [name] dapat lihat lukisan laut nyata yang kian luas. Tak pernah bosan ia tatapi. Kadang sampai terbuai dengan gelombang air yang mendayu. Seperti saat ini. Kesadarannya tenggelam, jadi termenung sepanjang jalannya.
Kalau saja ia tidak mendengar ramai-ramai suara, mungkin sepanjang jalan [name] akan terus melamun. Gadis itu kembali menatap lurus. Ramai-ramai suara itu berasal dari sana. Gerombolan anak berseragam sama dengannya.
Salah satu dari mereka sangat [name] kenali. Tampak nyentrik dalam pemandangan biru laut dan biru langit di atasnya. Dia indah, seperti matahari tertelan laut di sore hari.
Miya Atsumu.
Selalu nampak cerah di mana pun pemuda itu berada.
Seperti kini, asik bercanda dengan teman-temannya di depan sana. Selalu tampak hangat seperti udara pantai di siang hari cerah. Bahkan bisa menjalarkan rasa itu ke dalam hati [name] saat itu juga.
Tak perduli lagi pada eksistensi yang lain. Bahkan ia memutuskan untuk tidak memperdulikan kalimat Osamu waktu lalu.
-; ebb and flow ;-
Miya Osamu menatap sosok yang menghampiri dirinya itu di kantin. Tebakannya benar kalau sosok itu akan langsung seenak jidat menyedot minumannya. Kebiasaan. Osamu menghela nafas.
"Huh, musim panas gini makin buatku tambah hitam," sosok itu berucap. Menggeser kembali gelas lemon tea dingin ke arah sang pemilik. "Mungkin aku harus mulai pakai apa itu, yang disebut Atsumu waktu itu. Krin--sun--,"
"Sunscreen," Osamu membenarkan. Kemudian melahap makanannya lagi dengan tenang.
"Iya sunscreen. Atsumu punya gak? Aku ke rumahmu nanti, mau minta."
Tanaka Ryuunosuke, pemuda ini termasuk komunitas nelayan di daerah rumahnya. Osamu dekat dengannya karena jarak rumah mereka yang cukup dekat. Di tambah, Osamu sendiri memang suka menghabiskan waktu di pinggir laut.
Tanaka mendesah panjang. Ingin pemuda itu tak ikut dalam pekerjaan semacam itu. Namun keluarganya memang hanya mencari pendapatan dari sana. Namun menjaga penampilan tetap menjadi bimbangannya.
Merespon ucapan Tanaka tadi, Osamu hanya mengendikkan bahu. Tanda tak ingin repot menjawab.
"Eh, eh--" Tanaka itu kembali bersuara. Kini menegapkan duduknya. Atensinya menatap lurus. Tepatnya ke belakang Osamu. "Itu Fushimi? Si Atsumu sekarang dekat sama Fushimi?"
Osamu tak menoleh. Walau begitu ia tetap bisa membayangkan gambaran pemandangan di belakangnya, "iya mungkin. Gak peduli."
"Bukan gak peduli-pedulian--Fushimi, kan, gebetannya Aran-san!" Tanaka mendecak, menggelengkan kepala.
Osamu hanya mengendikkan bahu. Sudah dibilang ia tidak peduli dengan urusan kembarannya itu.
"Aku juga waktu itu lihat, Atsumu di belakang sekolah dengan seorang cewek. Lihat gelengan dan rautnya, tampaknya seperti pernyataan yang tertolak," kata Tanaka lagi, cowok itu akhirnya terlihat seperti mendumel sendiri lantaran Osamu yang tampak tak peduli, "mau dia itu apa, sih? Padahal ceweknya yang waktu itu dia deketin."
"Gak usah ngomongin Tsumu," itu respon kembarannya kala Tanaka selesai menyerocos panjang. "Dia itu cuman cowok brengsek mainin cewek doang."
Tanaka tampak mengangguk menyetujui tanpa terduga, "bener. Bikin sebel aja sering ditembak cewek tapi gak ada yang dia terima. Sok banget keren."
Dan itulah kenapa Osamu dan Tanaka bisa dekat satu sama lain.
-; ebb and flow ;-
Miya Osamu berlangkah gontai menuruni tangga rumahnya. Di belakangnya, derap ringan mengikuti. Siapa lagi kalau bukan Gin yang setia dengan majikannya walau belakangan kemarin telah nampak bibit-bibit pengkhianat.
Berjalan menuju pintu rumahnya, Osamu menggeser pintu tersebut. Benar dugaannya, sesosok perempuan adalah dalang dari teriakan permisi tadi.
Namun yang tak disangka adalah bahwa itu seorang [full name]. Tampak memasang wajah canggung kini menghadap sang tuan rumah.
"Atsumu gak ada di rumah," kata Osamu langsung ke poin utama.
"B-bukan itu, tadi Atsumu mengirim pesan katanya aku bisa melanjutkan tugas di rumahnya sebelum terakhir dikumpul besok. Tapi ia menyuruhku ke menunggu dulu..." [name] berusaha menjelaskan serincinya.
Sebenarnya dari awal gadis itu ragu datang sendirian ke rumah Atsumu. Namun kata pemuda jingga itu sendiri, Osamu tidak akan terlalu mengurusi. Jadi tidak apa. Walau begitu [name] akhirnya tetap merasa canggung.
"Ya sudah, masuk dulu," Osamu mempersilahkan setelah sebelumnya ia menghirup nafas berat. Baru ketika gadis itu memasuki rumah dan melepas sepatu, Osamu menghembuskan nafasnya.
Gin di sisi Osamu sudah bergerak riang. Tampaknya sudah mengenali bau [name]. Membuat gadis itu jadi melunturkan sedikit rasa canggungnya.
Osamu membawa tamu ke ruang televisi. Dugaannya benar lagi kala Gin kini berpindah ke sisi [name]. Osamu merasa sebal.
"Tunggu aja di sini," kata pemuda itu. Melangkah menuju tangga kamarnya, "Gin ayo."
Makhluk berbulu yang dipanggil hanya menatap dua orang tersebut bergantian seraya menggoyangkan ekor.
"Gin."
Osamu memanggil lagi, namun anjing itu hanya bergerak sedikit sebelum menoleh kembali ke arah [name].
[Full name] sendiri inginnya ditemani makhluk berbulu tersebut. Namun merasa tak enak pula dengan Osamu. Akhirnya gadis itu mengibaskan tangan pelan.
Dengan itu shiba inu tersebut kembali mengikuti majikan sebenarnya. Meninggalkan [name] sendirian di ruangan itu.
---------
Beberapa menit cukup lamanya Miya Osamu akhirnya kembali turun. Merasa sebal dengan isi pesan dari Atsumu yang mengatakan sebentar lagi akan pulang.
Masalahnya ada seseorang yang menunggu kembarannya itu di sini. Sendirian.
Osamu tentu tidak mau repot menemaninya karena urusan gadis itu bukan pada dirinya. Tetapi Miya Atsumu.
Namun mencoba setidakpeduli apapun Miya Osamu, faktanya ia tetap mempunyai rasa kemanusiaan.
Dilihatnya [name] masih duduk sendiri di atas sofa seraya membuka lembaran bukunya.
Osamu mendesah.
Pemuda itu mengambil duduk di sofa lain. [Name] baru menyadari kala pemuda itu duduk.
"Atsumu katanya sebentar lagi," ucap pemuda itu. Melapor.
[Name] mengangguk. Sebenarnya ia juga mendapat pesan tersebut. Gadis itu kembali dengan rentetan kalimat bacaan di bukunya.
Mereka terdiam.
"Dibilang, kamu tuh gak usah berjuang keras buat Atsumu."
Osamu memecah keheningan. Berhasil membuat [name] kini menatap dirinya. Dahi gadis itu tampak berkerut, sebelum kemudian suara menyusul.
"Emang kenapa, sih?" tanyanya. Entah kenapa tiba-tiba jadi agak sebal dengan Osamu yang selalu menyuruhnya untuk menyerah.
"Gak baik."
"Gak baik gimana?"
"Kamu gak tau."
"Makanya kasih tau."
Osamu membuang nafas, "kamu emang gak pernah dengar kalau Atsumu sering nolak cewek yang nembak dia?"
[Name] terdiam. Dia tau itu.
"Aku kasih tau. Atsumu, kalau dia ngerasa bosan, dia bisa gitu aja ngejauhin kamu," iya. Ada suatu tekad yang mendorong Osamu memberi tahu hal ini.
[Name] memberi jeda, beda dari dugaan Osamu, gadis itu tampaknya tenang mendengar hal tersebut. Dan jawaban dari [name] mampu membuat Osamu tambah mengerti.
"Kalau dia ngerasa bosan, kan? Aku belum coba aku membosankan atau enggak. Jadi ya," gadis itu menggantung jawaban.
Walau tak dilanjut, pun Osamu sudah dapat mengerti lanjutannya.
"Kamu gak akan nyerah, kan?"
Terdiam sejenak, [name] pun mengangguk.
Osamu tau.
Pemuda itu membuang kembali nafas. Kemudian terdiam sebentar.
"Aku bantu kamu deketin dia," seketika pemuda itu berucap kembali. Membuat [name] sontak menatap dirinya.
Osamu bangkit dari sofa. Berjalan ke sebuah rak samping televisi. Ia mengambil sesuatu di sana.
Dua buah toples.
Pemuda itu lantas menaruh benda tersebut ke atas meja.
"Aku bantu kamu deketin dia, tapi ada syaratnya," Osamu menggeser satu buah toples. "Karna kita bakalan deket, aku takut kamu jadi berpaling ke aku."
[Name] terdiam. Tampaknya Osamu tak sejutek yang ia pikir, benar?
"Kita harus buat komitmen, kalo kamu serius sama dia," Osamu berucap lagi. Iris itu menatap lawan bicaranya lamat sejenak, sebelum turun menatap toples.
Terdiam sebentar, Osamu sebenarnya agak ragu. Tetapi karena ia punya alasan, maka mulutnya pun tetap bersuara, "kita gak boleh suka satu sama lain."
Kini keduanya terdiam.
[Name] menatap Osamu dengan pandangan tak diartikan. Kenapa ia harus suka sama Osamu?
"Tapi kalau itu sampai terjadi," Osamu menunjuk toples di dekatnya, "tulis alasan di kertas bangau dan masukkan ke toples ini setiap kali kamu ngerasa suka sama aku. Aku juga akan ngelakuin hal yang sama setiap kali suka sama kamu."
[Name] masih tak mengerti. Kenapa tiba-tiba?
"Toples yang penuh duluan berarti bucin,"
Gadis itu entah kenapa sontak tertawa mendengarnya. Dia pikir Osamu ini sedang melucu saja, walau pemuda itu tampak tak berekspresi saat ini, "kamu tau aku suka sama siapa. Kenapa jadi bucin sama kamu?" Ucapnya disela sisa tawa.
Osamu tak membalas kalimat itu. Namun ia tetap menjelaskan.
"Dan toples yang penuh itu, harus dihanyutkan ke laut. Agar semua perasaan di dalamnya juga ikut terbawa ombak."
.
.
.
↓continue↓
kenalkan sebagai pemuda gagah pekerja keras menelayan; ryuunosuke tanaka.
❝ tau gak apa yang paling aku sebelin? cewek selalu bilang kalo aku bau amis. hah! ❞
-ryuunosuke-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro