Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Everything Would be Fine

Note: disarankan untuk membaca karya ini dengan didampingi oleh lagu pada media.

.

.

.

Truth is everybody is going to hurt you: you just gotta find the ones worth suffering for.

Ini semua menyakitkan.

Mungkin banyak orang membuka suara bahwa anak kecil sepertiku belum tahu seperti apa dunia yang memberikan perlakuan jauh lebih keji. Tetapi, aku tidak mengharapkan apa-apa. Aku tidak pernah meminta mereka membandingkan porsi beban mereka terhadapku atau begitu pula sebaliknya. Terlahir sebagai salah satu pasangan kembar, sang pemilik benih mulai menuntut sebagai kepala keluarga. Kami berada di kalangan ternama--- tanggung jawab membanggakan adalah tugas melekat sejak lahir. Basi? Aku tahu bahwa apa yang kualami sudah menjadi permasalahan klise. Tetapi apakah orang tahu sebesar apa penderitaanku? Mereka seharusnya bisa diberi kesempatan untuk merasakan apa yang kulewati setiap harinya.

Bangun pada pagi hari, kami bertiga diwajibkan menjalankan sarapan bersama. Selembar roti panggang dan potongan bacon yang seharusnya menjadi hidangan nikmat justru menyusahkanku dalam mengunyah, sosok kokoh dari kepala keluarga menatap kami bergantian dari seberang sana--- tetapi aku tahu jelas terdapat diskriminasi dari tatapan itu. Kembaranku menceritakan seperti apa perjalanan pendidikan dan prosesnya dalam menguasai alat instrumen, maka penghargaan mental diberikan dari kedua netra bersirat menampakkan bangga dan memuji. Sedangkan aku? Tanganku bergetar dengan posibilitas kegagalan lebih dahulu dan jelas sekali ayahku tak menyenanginya, maka hukuman mental dari kedua netra bersirat menampakkan rasa kecewa dan penghinaan.

Ah, lagi-lagi aku sulit menelan dan tanpa kuhendaki saat memaksa menelan; diriku memuntahkannya kembali. Walaupun kembaran dan para pelayanku melampiaskan rasa khawatir, tetapi sang kepala keluarga jelas sekali memberikan ekspresi jijik.

Tubuhku seringkali bergemetar tanpa sebab. Tetapi menjadi cukup parah saat kegiatan mengasah kemampuan harus dilaksanakan melalui jadwal, diriku kentara seringkali marah akan diri sendiri. Mengurung diri di dalam kamar mandi--- lima belas menit sebelum kegiatan dimulai, mencubit permukaan kulit beberapa kali dengan tenaga kencang. Menghentikan gemetar tubuh secara paksa, walaupun beberapa orang mempertanyakan asal dari luka lebam itu. Terutama dari sosok teman berupa gadis kecil cantik yang kujanjikan pada diri sendiri akan menikahinya karena rasa khawatir dan kelembutan itu. Tetapi saat sosok gadis kecil itu merasa jauh lebih nyaman dengan kembaranku, diriku mengurungkan niat tersebut.

"Gordon, jangan terlalu maju!"

Aku ingin menemui ibuku, tetapi kebijakan dari sang kepala keluarga mengatakan bahwa kami hanya boleh bertemu dengan sosok pemilik rahim pada hari minggu. Mengapa ibuku tidak berjuang mati-matian untuk melawan kebijakan itu? Aku tidak tahu lagi, bahkan saat hari minggu datang--- aku tak menceritakan apa-apa selain mengulas senyuman hanya untuk memastikan bahwa ibuku tidak khawatir. Bahkan saat hari biasa datang dan pemandangan luar tidak menarik atensi khusus padaku, terkadang menyenangkan saat menangkap keberadaan dasar tanah; mencondongkan tubuh ke depan, membayangkan seperti apa jika diriku terjun bebas ke bawah. Apakah rasanya seperti merasakan kebebasan absolut? Aku kira tak apa jika puncak kepalaku mendarat dahulu. Mengingat seberapa masih lunak tulang anak kecil, diriku yakin dengan ketinggian seperti ini--- aku tak merasakan kesakitan fisik. Walaupun iya, dipastikan tak sebanding dengan kesakitan mentalku.

Oh ... Aku baru sadar bahwa aku cukup pintar dengan hal ini. Walaupun jelas seseorang menahanku, mengatakan bahwa diriku ceroboh dan bisa melukai diri sendiri. Tetapi dalam hati aku menganggap bahwa rasanya diriku sama sekali tak berkehendak ceroboh. Mungkin aku akan menunggu sampai sosok serupaku ini tak memerhatikan---tunggu, kenapa aku merasa gundah?

...

Aku sejujurnya takut dengan monster. Atau banyak orang bisa mengatakannya sebagai makhluk halus; hantu atau setan, sesuatu astral dari tingkatan supernatural. Walaupun pikiran ini membentuk pandangan bahwa ayahku bisa dikatakan sebagai manusia dengan jiwa demikian, tetapi sesuatu yang tak diekspektasi dan menakutkan membuatku tidak bisa berhenti memikirkan. Selagi menutup mata, aku selalu membayangkan makhluk itu mendatangiku secara diam-diam dan tidak memberi tanda. Menarik kedua kakiku sampai melahapku menuju bawah kasur, menyantapku tanpa sisa. Kentara tidak memasalahkan bahwa fakta hilangnya diriku, tetapi apa yang menjadi titik masalah adalah wajah mereka. Apakah mereka akan menatapku lebih hina dibandingkan tatapan ayahku?

Pada akhirnya diriku berteriak, merasa frustasi dengan jalan pikiranku sendiri. Ini melelahkan--- aku lelah, jika terus menerus seperti ini. Kewarasanku akan menghilang. Hambar memenuhi kehidupan, jauh lebih keji dibandingkan apapun. Mungkin memang benar, tujuan pada hidup adalah hal yang harus kucari. Tetapi dari mana diriku bisa mendapatkannya?

Everything would be fine.

Everything would be fine.

Everything would be fine.

Kalimat itu menjadi rutinitas dari sosok serupa; selayak ingin menghibur atau mencuci otakku, setia mendampingi dan mengharapkan sesuatu dariku. Perubahan? Entahlah, diriku tidak repot menanyakan, walaupun jelas ketertutupanku membuat dirinya merasa gagal menjadi seorang saudara sekandung. Tetapi tidak ada salahnya mencoba, mengingat diriku tak pernah bergemetar saat menghadapi dirinya. Ya, kemungkinan besar aku akan berterima kasih, tetapi untuk sekarang--- aku akan menikmati candu yang membutakan ini.

Roda itu berputar. Takdirmu bisa saja berubah 180 derajat.

Aku terdiam dan belum menyadari apa-apa. Tetapi saat aku berkaca, untuk pertama kalinya kedua sudut bibirku mudah untuk dinaikkan. Dibandingkan merepotkan diri bertanya; mengapa? Aku lebih memilih menerima fakta ini dengan sukacita. Seperti menari di atas tanah yang berawal gersang dan kini dipenuhi kumpulan bunga bermekaran, setidaknya perjalanan klise ini berakhir dengan baik. Walaupun memang diriku tak sadar bahwa hari tiap hari terdapat suatu keanehan dari tempat terdekatku.

Dan sepertinya aku sudah mencuri sesuatu--- mencuri hal yang melekat dari sosok serupaku.

Ah,

Aku akan memikirkannya saja nanti.

.

.

.

end.

---

“The important thing is this: to be ready at any moment to sacrifice what you are for what you could become.” 

---

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro