Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 29: Internship

Dua hari kemudian, tibalah saatnya untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan. Para siswa berkumpul di stasiun dengan membawa koper kostum hero masing-masing. Aizawa berdiri di hadapan mereka, memberikan arahan sebelum muridnya naik kereta.

"Semuanya sudah dapat kostum, 'kan? Normalnya tidak boleh dipakai di tempat umum. Jangan sampai hilang, mengerti?"

"BAIK~!" Ashido yang mengangkat kopernya ke udara menjawab penuh semangat.

"Urusai. Diamlah, Mina," suruh Yukina dingin. Dibandingkan perintah, ucapannya lebih terdengar seperti mengintimidasi agar diam. Karena berisik adalah salah satu dari tiga hal yang Yukina benci. Dua lainnya? Sesuatu yang merepotkan dan tidak imut.

"Jangan kegirangan! Biasa saja, Ashido!" perintah Aizawa yang juga terganggu oleh jawaban Ashido. Ashido pun mengulang 'Baik'-nya dengan nada lemas sembari cemberut.

'Like father like daughter...' batin murid 1-A sweatdropped. Sepertinya tidak perlu tes DNA lagi untuk membuktikan kalau mereka adalah anak dan ayah.

"Pastikan kalian bersikap sopan di tempat magang," pesan Aizawa, terutama pada Yukina yang hidup seperti Larry dan ucapannya nyelekit. "Sekarang berangkatlah."

Usai menjawab "Baik", para siswa masuk kereta tujuan masing-masing untuk pergi ke tempat magang. Yukina melirik Midoriya dan Uraraka yang menghampiri Iida. Mereka tampak membicarakan sesuatu, mungkin masih soal kakaknya Iida.

'Auranya Iida... semakin tidak mengenakkan saja.'

Yukina yang payah kalau disuruh menghibur orang hanya diam memperhatikan dari kejauhan. Prinsipnya adalah, 'Jika tidak ada kata-kata bagus untuk diucapkan, maka lebih baik diam', berkebalikan dengan Bakugo. Lagipula, Yukina sadar bahwa dalam kamus hidupnya tidak ada perkataan yang menunjukkan rasa empati pada orang lain.

"Kau bisa terlambat jika tidak segera naik kereta, Yukina."

"Shota-san?" Yukina menoleh ketika mendengar suara Aizawa bersamaan dengan tepukan pelan di bahunya.

"Aku lupa memberitahumu sesuatu. Ini mungkin mendadak, tapi perusahaan pendukung U.A melakukan sedikit perubahan pada kostummu," jelas Aizawa. "Jadi, pastikan kau membaca paduannya dulu sebelum memakainya."

"Perubahan?" tanya Yukina bingung. Perasaan cemas mulai membayangi, datanglah prasangka kostum heronya jadi sangat terbuka seperti Yaoyorozu.

"Apa yang mereka lakukan pada kostumku?"

"Kau lihat saja sendiri nanti," jawab Aizawa santai. Tangannya menepuk-nepuk kepala Yukina lembut, "Sekarang berangkatlah. Jangan buat masalah selama magang, mengerti?"

Yukina mengangguk pelan lalu berpamitan kepada Aizawa selaku wali juga orang yang dia anggap ayah. Setelah itu, Yukina bergegas naik shinkansen -kereta peluru yang mengantarnya menuju tempat magang.

Aizawa menghela napas berat, "Yah, aku harus masak sendiri lagi selama seminggu ini."

Tanpa sosok Yukina, Aizawa kembali membujang. Masak-masak sendiri, makan-makan sendiri, cuci baju sendiri. Lagu Angka Satu mahakarya Caca Handika menjadi soundtrack roda kehidupan Aizawa seminggu ke depan.

Usai meletakkan tas di bagasi atas, Yukina segera duduk manis di kursi penumpang. Baris kelima dari depan, kursi dekat jendela, membuat gadis berambut hitam-putih itu dapat melihat pemandangan kota dari sudut terbaik selama perjalanan. Tangannya menopang pipi bosan. Bagian dalam shinkansen sangat sepi penumpang, hanya dirinya yang duduk di lorong tersebut.

'Agensi Pahlawan Endeavor. Jika aku tidak bisa menghadapinya, sama saja aku hanya lari dari masalah.'

Benar. Meski sebenarnya tidak suka dengan Endeavor karena mirip AFO, Yukina telah mengkukuhkan diri untuk magang di agensinya. Yukina berpikir positif akan ada sesuatu yang bisa dipelajari dari Endeavor. Dia adalah pahlawan nomor dua setelah All Might, kemampuannysa tidak perlu diragukan. Lagipula, jika bertemu Endeavor saja enggan, bagaimana jika bertemu dengan ayah aslinya nanti?

"Ah, sebaiknya aku lihat dulu kostum baruku," kata Yukina bermonolog. Dia membuka koper kostum heronya. Tersisip sebuah buku yang memuat spesifikasi dan panduan kostum serta surat pemberitahuan dari pihak perusahaan pendukung U.A.

Untuk Nn. Aizawa Yukina,
Setelah melihat penampilan Anda di festival olahraga, perusahaan kami sepakat untuk melakukan perubahan bahan dan fitur kostum. Kami mohon pengertian Anda.

"Asal tidak terbuka seperti Yuzuru, aku tidak masalah," balas Yukina cuek. Tangannya membalik halaman lain yang memperlihatkan spesifikasi kostum. Baris demi baris dia baca dengan cermat.

Desain kostum memang tidak berubah namun bahan dan fiturnya telah ditingkatkan, memungkinkan Yukina bertarung siang malam tanpa khawatir soal sumber daya quirknya. Ingat, quirk Yukina adalah cahaya-kegelapan. Artinya semakin terang lingkungannya, maka semakin kuat juga quirk cahayanya -begitu juga sebaliknya untuk kegelapan.


Melakukan upgrade setelah festival olahraga sungguh keputusan yang bijak, perusahaan pendukung U.A. Mengingat dulu saat mendesain kostum, Yukina tak punya request aneh-aneh atau penambahan fitur untuk mendukung quirknya. Baginya, asal nyaman dipakai dan tidak menghambat mobilitas, itu sudah cukup. Namun, kini Yukina dapat mengatasi kekurangan quirknya di segala kondisi pertarungan.

"Menarik. Aku jadi tidak sabar memakainya," gumam Yukina semangat. Karena terlalu serius membaca panduan, dia tak sadar seseorang berdiri di sampingnya sejak tadi.

"Boleh aku duduk di sini?"

"Ya," jawab Yukina singkat tanpa menoleh. Dia punya kebiasaan buruk yang mana kalau sudah fokus pada satu hal, tidak peduli hal lain di sekitarnya. Yukina bahkan tidak sadar bahwa tadi adalah suara orang yang sangat dia kenali -Todoroki Shoto.

"Sepertinya kostummu juga berubah," Todoroki melirik buku panduan yang Yukina baca. Badannya condong, mendekat sepuluh sentimeter. Entah karena penasaran dengan perubahan kostum Yukina atau karena ingin dekat dengan pemilik kostum.

'Juga?' Yukina menoleh dengan ekspresi bingung. Betapa terkejutnya dia mendapati wajah tampan Todoroki berjarak satu jengkal darinya. Yukina refleks mundur hingga membentur kaca jendela, menimbulkan bunyi duak yang keras. RIP kaca jendela kereta.

"Yukina, kau baik-baik saja?" tanya Todoroki cemas. Bagaimana tidak cemas, orang kaca jendelanya nyaris pecah begitu.

"S-Shoto? Kenapa kau di sini?" Yukina menunjuk Todoroki dengan jari gemetaran seperti menunjuk penampakan hantu yang menakutkan. Kepalanya tampak baik-baik saja, tidak menunjukkan gejala gegar otak. Ini membuktikan bahwa kekerasan kepala Yukina tidak perlu dipertanyakan lagi.

"Pergi magang," jawab Todoroki.
Yaiyalah, tujuan orang naik kereta pasti pergi ke suatu tempat. Jangankan Yukina, anak kecil juga tahu itu. Memangnya ada manusia naik kereta karena mau ternak lele di dalam gerbong?

"Memangnya kau magang di mana?" tanya Yukina. Seharusnya dia bertanya langsung ke poinnya tadi, mengingat Todoroki seorang pure-boy.

"Agensi Pahlawan Endeavor."

Srakk... Buku panduan yang Yukina pegang terjatuh begitu saja, lolos dari genggamannya dan meluncur ke bawah. Yukina mulai meragukan ketajaman telinganya meski dia yakin tidak salah dengar.

"Kau... di ayahmu.. Endeavor... magang?" Yukina bertanya dengan grammar yang hancur. Matanya menatap tak percaya. Todoroki magang di agensi ayahnya sendiri? Mungkinkah Todoroki menemukan spin-off serial Malin Kundang kemudian bertobat?

Todoroki mengangguk singkat. Dia tidak sadar Yukina sedang dirundung kebingungan yang luar biasa. Todoroki sedikit membungkuk, memungut buku panduan Yukina yang jatuh di lantai. "Aku magang di agensi yang sama denganmu," tegasnya sembari menyerahkan barang yang terambil.

"Tapi kenapa? Bukankah kalian tidak berhubungan baik?" tanya Yukina blak-blakan. Tangannya menerima pemberian Todoroki sementara matanya fokus menatap lawan bicara.

Jika saja Yukina sedikit peka, dia pasti langsung tahu jawabannya dari ucapan Todoroki sebelumnya.

"Itu karena kau..." lirih Todoroki. Matanya melirik arah lain, tangannya mengusap tengkuk gugup. "Kurasa kau telah mengubahku, Yukina," lanjutnya dengan sedikit blushing.

"Aku mengubahmu? Jadi, maksudmu sekarang kau bisa henshin seperti serial Kamen Rider?" tanya Yukina polos. Dia langsung membayangkan Todoroki melakukan kime pose ala senam poco-poco kemudian- JENG JENG! Todoroki bertransformasi menjadi pahlawan soba.

"Tidak. Bukan berubah yang itu, Yukina," Todoroki langsung suram. Memang harus sabar menghadapi sifat polos -atau begonya- Yukina. Duh, untung sayang -eh.

"Diriku yang lama pasti tidak akan memilih agensi pak tua itu sebagai magang. Bukan berarti aku memaafkannya, hanya saja..."

Todoroki memberi jeda pada ucapannya, menghela napas rileks lalu kembali meneruskan, "Aku ingin merasakan kenyataan bahwa dia adalah pahlawan nomor dua, dengan mata dan tubuh ini lalu menerima kenyataan tersebut."

'Tumben Shoto bicara banyak. Dia sarapan berapa gentong, sih?' batin Yukina salah fokus. Meski batinnya nyeleneh, dia dapat menangkap esensi ucapan Todoroki.

Kini Yukina bingung harus senang atau sedih. Senang karena Todoroki sudi memperbaiki hubungannya dengan Endeavor atau sedih karena teman senasibnya tak lagi durhaka. Namun sepertinya, rasa senanglah yang menang. Terbukti dari kedua sudut bibir Yukina sedikit terangkat, membentuk senyuman tipis.

"Sou ka... Yokatta ne, Shoto."

Todoroki menoleh, matanya terbelalak melihat Yukina tengah tersenyum kepadanya. Wajah dingin Yukina digantikan oleh ekspresi damai nan teduh, seakan mendengar sesuatu yang melegakan dan patut disyukuri.

'Cantik.'

Tanpa sadar Todoroki memerah. Panas menyelimuti pipinya padahal dia tidak mengaktifkan quirk api. Buru-buru mengalihkan pandangan, Todoroki sedikit menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya agar lancar bicara.

"K-Kau sendiri bagaimana? Bukankah kau juga direkrut banyak agensi? Kenapa memilih agensinya ayahku?"

"Aku ingin melihat bagaimana pahlawan terbaik setelah All Might bekerja," jawab Yukina datar. Dia memasukkan buku panduan kostumnya ke koper kemudian menutupnya.

"Diriku yang sekarang masih belum pantas menjadi hero. Karena itu, aku ingin mempelajari dunia kepahlawanan langsung dari ahlinya."

"Apa maksudmu belum pantas?" tanya Todoroki bingung. Seketika Yukina merasa seperti menginjak ranjau darat akibat ucapannya sendiri. Tanpa sadar dia nyaris mengungkap jati dirinya yang dulu seorang villain.

"Kau sangat heroik, kemampuan bertarungmu juga hebat," puji Todoroki. "Menurutku, kau sudah setingkat dengan pro hero. Jika kau mendapat tawaran menjadi sidekick pun, itu wajar saja."

"T-Terima kasih, Shoto," sahut Yukina gugup. Syukurlah Todoroki tidak berpikir seperti yang dia pikirkan.

"Meski begitu, aku masih harus banyak belajar. Pahlawan bukan soal bertarung saja, bukan?" lanjutnya.

Todoroki mengangguk setuju. Dalam hatinya takjub dengan Yukina. Meski kemampuannya sudah hebat, gadis itu merasa masih kurang dan perlu banyak belajar lagi. Tidak ada tanda-tanda kesombongan atau arogansi dalam dirinya.

Todoroki tersenyum tipis, "Jaa... Isshukan, yoroshiku, Yukina."

"Kochira koso, Shoto."

Dalam keheningan selama perjalanan itu, sejenak keduanya bersyukur memilih agensi Endeavor. Mereka yakin acara magang seminggu ini akan menarik karena ditemani partner yang menarik juga.

Yukina terdiam seribu bahasa, membatu di posisinya. Dia kembali memeriksa aplikasi Gmaps, memastikan lokasi tujuannya tidak salah. Gedung pencakar langit yang bertingkat dengan berbagai lantai, pintu masuknya berhiaskan huruf E bergaya api. Agensi Pahlawan Endeavor adalah definisi mewah yang sebenarnya, bukan mewah mepet sawah.

Yukina melirik Todoroki yang sedatar tripleks, 'Dia anak sultan, aku anak pungut,' batinnya suram.

"Ayo," Todoroki yang sudah tahu jalannya bergegas masuk lebih dulu untuk menuntun Yukina.

"Apa aku harus melepas sepatuku? Atau mengucapkan punten dulu?" tanya Yukina polos sembari menyusul Todoroki.
Yakali bilang 'punten' lalu penjaganya yang berkaca mata hitam berbadan kekar bakal menjawab 'mangga, neng!'. Yukina menerapkan norma kesopanan di tempat yang salah.

"Yukina, santai saja," Todoroki berusaha menenangkan Yukina yang ndeso namun sia-sia. Sambil mengikuti Todoroki, Yukina jelalatan menikmati interior gedung yang berkilauan memanjakan mata. Todoroki diam-diam tertawa geli, Yukina seperti anak kecil diajak wisata saja.

Mereka sampai di kantor pribadi Endeavor. Ruangannya sangat luas dengan hanya ada meja kecil dan sofa di tengah serta meja panjang Endeavor. Saking luasnya membuat Yukina bertanya-tanya dalam hati, 'Apa Endeavor main sepak bola api di sini saat gabut?'

"Aku sudah menunggumu, Shoto. Akhirnya kau ingin menapaki jalan menjadi terkuat, ya?"

Pertanyaan Endeavor menyedot atensi Yukina dari pikiran absurdnya. Atmosfer ruangan sangat panas, entah karena quirk api ayah dan anak itu atau karena hubungan mereka yang memang sudah memanas sejak awal.

'I'll do my best...' batin Yukina yang terpanggang. Dia seperti serpihan salju yang jatuh di kobaran api.

"Aku tidak akan menapaki jalan yang kau buat. Aku akan melangkah di jalanku sendiri," jawab Todoroki blak-blakan. Inilah akibatnya jika terlalu dekat dengan Yukina, sarkasmenya menular.

'Bagus, Shoto. Tingkatkan!' batin Yukina bangga. Ingin rasanya Yukina mengangkat banner bertuliskan 'SPEECH: 100, DESTRUCTION: 100' sebagai wujud apresiasinya terhadap jawaban Todoroki.

"Heh, terserah saja," sahut Endeavor cuek. Dia menoleh pada Yukina emotionless padahal dalam hati tertawa setan. "Ngomong-ngomong, aku tidak menyangka kau datang ke sini juga, Aizawa Yukina."

Dor. Akhirnya terlontar pertanyaan yang paling Yukina tidak ingin jawab.

"Suatu kehormatan direkrut pahlawan hebat seperti Anda," jawab Yukina sesopan mungkin. "Saya tidak sabar melihat bagaimana seorang pahlawan sejati bekerja."

'Jangan memujinya, Yukina. Kau membuat jenggot apinya semakin menyebalkan saja,' batin Todoroki kesal.

"Kau datang ke tempat yang tepat," balas Endeavor angkuh. "Kalian bersiap-siaplah. Kita akan keluar."

"Ke mana?" tanya Todoroki.

Endeavor menyeringai lebar, "Akan kutunjukkan apa itu pahlawan," jawabnya kemudian berjalan keluar. Todoroki menatap bingung sementara Yukina malah onfire. Mereka pun mengikuti Endeavor dari belakang.

"Apa yang akan kita lakukan?" tanya Todoroki lagi.

"Jika kejadian ini mengikuti alur, maka Pembunuh Pahlawan pasti akan muncul di kota Hosu lagi. Kita akan pergi ke Hosu sementara waktu dan bekerja di sana," jelas Endeavor. Dia segera menyuruh anak buahnya untuk menghubungi cabang agensi di kota Hosu.

"Dan juga... Meski ini hanyalah magang bagi kalian, kalian harus profesional," tambah Endeavor. Dia berbalik, menatap Todoroki juga Yukina. "Katakan nama pahlawan kalian."

"Shoto."

"Night Nova."

Endeavor mengangguk, "Akan kuingat. Ayo berangkat, Shoto, Night Nova."

Mobil limousine mewah yang membawa Endeavor, Todoroki, serta Yukina melaju cepat menuju kota Hosu, Tokyo. Keheningan menyelimuti sepanjang perjalanan. Todoroki memilih duduk di samping Yukina daripada bersama ayahnya di depan. Tidak ada yang berniat membuka pembicaraan, semua tenggelam dalam kesibukan masing-masing.

Yukina melihat jalanan kota sambil mendengarkan musik melalui earphone. Todoroki juga menatap pemandangan luar dari sisi jendela yang lain. Endeavor sendiri sibuk membaca laporan kepolisian tentang insiden di kota Hosu.

'Ini akan jadi perjalanan panjang,' batin Yukina bosan.

Ckiitt! Sopir mengerem mobil secara mendadak, menyebabkan ketiga penumpangnya terdorong ke depan. Endeavor mendecih kesal, sementara dua murid magangnya tetap datar meski nyaris tersungkur.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?!" tanya Endeavor.

"Hukum satu Newton, ∑F = 0," jawab Yukina datar.

"Night Nova, kau magang di sini untuk jadi pahlawan, bukan fisikawan," sahut Endeavor tajam. Sempat-sempatnya Yukina menyeret rumus fisika ke situasi seperti ini. Membuat kepala makin pusing saja.

Endeavor melongok ke jalan. Banyak mobil berhenti di depan, mengakibatkan macet panjang. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Endeavor segera keluar dari mobil.

"Cepat pakai kostum kalian! Besar kemungkinan ada villain di luar sana."

"Ganti di sini? Sekarang?" tanya Todoroki tak percaya. Tentu saja dia bertanya begitu karena mengkhawatirkan Yukina yang berjenis kelamin perempuan.

"Jika kalian bisa dan mau bertarung dengan seragam sekolah, terserah saja," jawab Endeavor kemudian keluar bersama anak buahnya.

Todoroki menghela napas pasrah. Dia menoleh ke Yukina, "Aku akan keluar. Kau gantilah du-"

Todoroki terdiam, matanya melihat tubuh atas Yukina hanya terbalut perban untuk menutup dada. Yukina memakai kemeja putihnya dengan cepat, bahkan lebih cepat dari reaksi Todoroki yang membeku.

Outstanding move, Yukina.

Saat Yukina hendak menurunkan rok sekolahnya, Todoroki langsung menutupi matanya dengan tangan serta memalingkan wajahnya yang merah padam.

'Yukina, tolong kondisikan ketidakpekaanmu...' batin Todoroki malu sendiri.

Todoroki bukan Mineta atau Kaminari yang mesum. Todoroki cowok baik-baik. Meski pepatah mengatakan 'dilihat dosa, tidak dilihat sayang', Todoroki tetap tidak kuasa melihatnya.

"Shoto, kau tidak ganti?" tanya Yukina. Berkat kecepatannya yang menakjubkan, dia hanya butuh 20 detik untuk memakai kostum hero. Kini Yukina sudah dalam mode combat ready sementara Todoroki masih berseragam.

"Setelah kau," jawab Todoroki setenang-tenangnya. Namun apa daya, uap panas tetap mengepul keluar dari kepalanya.

"Geez, kau seperti perempuan saja," sahut Yukina heran. Dia membuka pintu dan langsung keluar dari mobil, meninggalkan Todoroki yang suram. Sebenarnya yang perempuan itu siapa, sih?

Kemudian...

Keadaan kota kacau, para warga berlarian menjauh dari jalan. Yukina dan Todoroki bergegas menghampiri Endeavor yang tengah mengorek informasi dari polisi guna mengetahui situasi saat ini.

"Apa yang terjadi?" tanya Todoroki.

"Sekelompok penjahat merampok bank. Mereka mencoba kabur sambil melakukan perlawanan saat ditangkap," jelas Endeavor.

Yukina dan Todoroki mengikuti arah yang ditunjuk Endeavor. Seorang penjahat menunggangi tiranosaurus setinggi lima meter mengubrak-abrik mobil polisi yang menghalangi rute kabur mereka. Tak terhitung berapa selongsong peluru yang ditembakkan polisi, semua terpental akibat kulit keras dinosaurus itu.

"Itukah penjahatnya?" tanya Todoroki.

"Dia lebih mirip atlet rodeo di mataku," celetuk Yukina.

"Yang menunggang itu namanya Marionet, quirk masih belum diketahui. Sementara penjahat yang berwujud dinasaurus namanya Rex, quirknya seperti yang terlihat sekarang," jelas polisi.

Todoroki menoleh, "Aneh sekali. Kukira dinosaurus sudah punah."

"Karena itulah teknik edo-tensei diciptakan," sahut Yukina asal.

"Tak bisakah kalian serius, huh?!" Endeavor mulai frustrasi. Dia tak habis pikir kenapa Todoroki dan Yukina malah mengobrol santai ala pesta minum teh di tengah medan perang. Bersikap tenang memang bagus, tetapi kalau terlalu tenang juga tidak bagus.

"Awas!" Endeavor memperingatkan dua pemagangnya untuk menghindari serbuan peluru penjahat.

Endeavor menciptakan api panas untuk melelehkan peluru. Todoroki membuat dinding es untuk berlindung. Yukina menebas peluru dengan pedang kegelapan dan cahaya di kedua tangannya. Mereka mengelak dan menepis peluru menggunakan quirk masing-masing.

Belum selesai hujan peluru, sebuah granat terlempar mendekati mereka. Sontak saja ketiganya menjauh cepat-cepat, melompat ke radius yang dirasa aman. Ledakan hebat terjadi, meluluhlantakkan jalan raya.

Yukina mendecih, "Ini mengingatkanku pada teroris yang menyebalkan."

-Tiba-tiba Bakugo bersin, menjigrakkan rambut klimisnya yang disisir oleh Best Jeanist dengan susah payah.
"ENTAH KENAPA AKU MERASA DIHINA SESEORANG!" teriaknya.

Oke, kembali ke Yukina dkk.

Para penjahat itu ternyata gigih. Di tengah asap dan debu jalanan akibat ledakan granat, mereka nekat menerobos Endeavor juga polisi. Endeavor langsung memberi arahan pada pemagangnya.

"Dengar! Kita harus menangkap mereka dan mengembalikan uangnya. Karena ini adalah area perkotaan, perhatikan serangan kalian. Sebisa mungkin menekan kerusakan," ingat Endeavor. Todoroki dan Yukina hanya mengangguk. Mereka bersikap profesional, mematuhi Endeavor sebagai pemimpin.

Rex nekat menerobos, tak peduli ada Pahlawan No.2 di depannya. Rombongan Endeavor juga tidak mundur. Ketiganya malah berlari menuju para penjahat, membuktikan siap bentrok demi menghentikan rute kabur mereka.

"Shoto!"

Todoroki langsung bereaksi cepat terhadap perintah Endeavor. Dari kaki kanannya keluar es yang membekukan jalan hingga merambat naik menuju Rex. Gerakannya terhenti, Rex terperangkap es hingga tak bisa bergerak.

"Sial! Kita terpojok!" geram Marionet langsung menyambar pistolnya. Ujungnya terarah pada Todoroki, mangsa empuk yang masih diam di posisinya usai mengeluarkan es.

Telunjuk Marionet menarik pelatuk berkali-kali tanpa ragu. Lima peluru melesat, terbidik pada Todoroki dengan cepat. Namun sebelum mengenai target, Yukina memotong peluru tersebut menggunakan pedang kegelapan dan cahaya di masing-masing tangannya. Dalam waktu sepersekian detik, lima peluru langsung terbelah dua secara sempurna.

Todoroki melihat sosok Yukina yang berdiri satu meter di depan. Secara slowmotion, rambutnya berkibar oleh hembusan angin akibat ayunan pedang. Butiran debu beterbangan makin menambah efek epic pada aksinya. Yukina menegapkan badan sambil menopangkan pedang kegelapannya di bahu kiri dengan santai, seolah-olah gerakan tadi adalah sesuatu yang mudah.

"M-Mustahil! Bagaimana bisa?!" Marionet berseru tak percaya. Tangannya mulai bergetar takut. Ditambah mata Yukina yang berkilat merah, menyeruak tajam seakan berkata 'Sentuh dia, dan kau akan mati.'

'H-Hebat... Bagaimana mungkin dia memotong setepat itu?' batin Todoroki takjub. Semua peluru yang terpotong langsung menyebar, terelakkan darinya.

Todoroki bohong jika bilang Yukina tidak keren sekarang. Dia mulai paham kenapa Kirishima tak henti-hentinya menyuarakan 'manly' pada Yukina. She's so badass.

"Ini baru namanya upgrade," kata Yukina datar seraya menatap arm gauntlets di tangannya. Sisi kirinya menggelap sedangkan sisi kanannya bercahaya, membentuk dua pedang elemen yang dia genggam.

"Sekarang saatnya, Night Nova! Tunjukkan kemampuanmu!"

Perintah Endeavor terdengar, membawa Todoroki kembali ke dunia nyata. Yukina menyahut "EZPZ" santai kemudian melesat menuju Marionet. Dengan kecepatan cahayanya, Yukina seakan berteleportasi setiap 50 meter sekali untuk menghindari tembakan peluru Marionet.

"A-Apaan-apaan dia ini?! Cepat sekali!" Marionet berusaha membidik Yukina namun semua pelurunya hanya membelah angin. Setelah berkali-kali menembak, amunisinya pun habis. Marionet mendelik kaget, baru sadar telah kehabisan peluru di puncak ketegangan.

"Glock 20 beramunisi 15 peluru 10mm."

Marionet yang mendengar suara Yukina pun menoleh. Namun bukannya menemukan sosok gadis itu, dia malah mendapati pistolnya sudah terpotong kecil-kecil secara simetris. Kini Yukina berdiri di belakang Marionette, mengambil tas berisi uang curian dengan santai.

"Ingatlah itu, amatir."

Saat Marionet berbalik, Yukina sudah tidak ada di sana. Begitu barang curian sudah diamankan oleh Yukina, Endeavor melancarkan apinya kepada penjahat. Mereka terbakar panas, bahkan es Todoroki sampai meleleh. Sementara Yukina mendarat mulus di dekat Endeavor.

"Itukah yang kau sebut menangkap, Endeavor-san?" tanya Yukina sarkas.

"Sebelum menangkap penjahat, kita harus melumpuhkannya sesegera mungkin dan meredam hasrat bertarungnya," jawab Endeavor tegas. Tak sampai sepuluh detik, dua penjahat itu sudah gosong merata.

"Dia memang pengajar terbaik," Todoroki, sang korban pengajaran Endeavor, memuji sarkas.

"Dan pemanggang yang hebat," tambah Yukina.

Endeavor langsung beristigfar dalam hati. Didatangi dua remaja yang punya daddy issues? Mohon bersabar, ini ujian.

Mengabaikan para pemagangnya yang durhaka, Endeavor bergegas meringkus penjahat yang terkapar, dibantu Todoroki dan Yukina tentunya.

Tiba-tiba Endeavor dan Yukina berhenti melangkah. Mirip insting hewan, gelombang EEG di otak mereka mendeteksi ada yang tidak beres.

Todoroki yang tidak tahu apa-apa menoleh bingung, "Ada a-"

"Awas, Shoto!" Endeavor dan Yukina berseru bersamaan dan berusaha meraih Todoroki. Yukina yang lebih dekat dari Todoroki memposisikan diri untuk melindunginya. Dan benar saja, sebuah peluru berkaliber 7.62mm melesat ke arah mereka.

'Dilihat dari kalibernya, ini adalah sniper,' Yukina berpikir cepat. Pedang kegelapannya terayun, membelah peluru menjadi dua potongan kecil secara akurat.

'I-Ini...?! Bukan peluru biasa!' Yukina terbelalak kaget. Dalam momen singkat itu, dia melihat peluru yang tertebas menyatu kembali. Pengisi patrunnya ternyata bukan mesiu melainkan benang semitransparan yang terpintal.

Yukina bereaksi cepat. Meski tak dapat menghentikan peluru yang melesat, dia jadi tahu lokasi sniper dari arah tembakannya. Langsung saja Yukina menciptakan tombak cahaya dan melontarkannya mengikuti lintasan peluru.

Dor! Peluru sukses mendarat tepat di dada Yukina, membuatnya terhentak ke belakang. Todoroki refleks menangkap tubuh Yukina yang tak berdaya sebelum menyentuh tanah. Sedetik berikutnya, atap sebuah gedung yang lumayan jauh dari mereka meledak. Todoroki dan Endeavor tahu, itu adalah akibat tombak cahaya Yukina.

"Shoto, bagaimana keadaannya?" tanya Endeavor.

Todoroki menempelkan telinga ke dada Yukina, memeriksa detak jantungnya. Berdegup normal, masih ada tanda-tanda kehidupan. Todoroki mulai cemas namun juga mengernyit heran. Yukina baru saja tertembak namun tidak berdarah dan masih hidup? Sebenarnya apa yang terjadi?

"Dia baik-baik saja," jawab Todoroki optimis.

"Kalau begitu, kuserahkan yang di sini kepadamu. Aku akan mengejar penjahat yang melakukan ini," kata Endeavor sambil bergegas menuju gedung yang meledak.

Todoroki hanya mengangguk. Timbul kekhawatiran dalam wajah dinginnya. Dia mendekap Yukina, hendak membopongnya. Namun gerakannya terhenti saat Yukina perlahan membuka mata.

"Yukina?! Kau baik-baik saja?" tanya Todoroki cemas.

"Ya. Kukira akan lebih sakit," jawab Yukina datar. Dia tidak tahu betapa khawatirnya Todoroki sekarang. Yukina melihat tubuhnya sendiri, alisnya tertekuk bingung. "Tubuhku... Tidak bisa bergerak."

"Huh? Apa maksudmu?"

Belum sempat menjawab pertanyaan Todoroki, tiba-tiba Yukina tertarik menjauh darinya. Todoroki terbelalak, tampak Marionet berdiri dengan gestur jari menarik-narik sesuatu.

"Sial, Endeavor benar-benar memanggangku," gerutu Marionet. Dia menoleh ke Yukina yang berada di dekatnya, "Aku berencana menyandera anaknya, tapi kau malah melindunginya."

"Inikah quirkmu? Mengendalikan manusia seperti boneka, pantas saja kau dijuluki Marionet," kata Yukina sarkas. Dia menyadari nama Marionet diambil dari kata 'marionette' yang artinya boneka/wayang bertali.

"Peluru tadi berisi benang khusus dari quirkmu. Setelah tertanam dalam tubuhku, aku jadi tidak bisa bergerak dan menjadi bonekamu," tambah Yukina. Dia melirik benang semitransparan yang terjahit di tangan juga kakinya, terhubung dengan Marionet.

"Benar! Tidak hanya cantik, kau pintar juga rupanya," puji Marionet sambil membelai pipi Yukina.

Sontak saja itu membuat Todoroki geram. Secara refleks dia melancarkan apinya menuju Marionet. Namun tak disangka, Marionet menggunakan Yukina sebagai tameng. Karena tak mau membuat Yukina terluka, Todoroki pun langsung membatalkan serangannya.

"Aku lupa memberitahumu. Jika kau menyerangku, maka dia juga akan merasakan sakitnya," jelas Marionet sambil menunjuk Yukina.

"Cecunguk sialan!" umpat Todoroki. "Berlindung di belakang wanita, kau bahkan lebih rendah dari Mineta. Jika kau benar seorang laki-laki, lepaskan dia dan hadapilah aku!"

'Shoto... Kau kerasukan jin jantan atau apa?' batin Yukina takjub.

"Maaf, anaknya Endeavor. Aku kemari bukan untuk bertarung," Marionet menunjuk tas berisi uang yang tergeletak di dekat Todoroki. "Berikan uangnya, tinggalkan kami, dan kulepaskan dia."

Todoroki tampak bimbang. Tentu dia tak langsung percaya dengan ucapan itu. Namun keselamatan Yukina yang menjadi prioritas utama membuatnya dengan mudah mengambil keputusan
.
"Kau pikir kami percaya begitu saja?" tanya Yukina meragukan. "Cepat hajar dia, Shoto! Jangan pedulikan aku!"

"Mana mungkin aku bisa melakukannya..." Todoroki mengambil tas, berjalan mendekati Marionet, "Kau lebih berharga dari uang ini, Yukina."

Aneh, Yukina seperti meleleh mendengar ucapan Todoroki. Sejak kapan dispenser itu jago menggombal seperti kang PLN? Tidak, Todoroki tidak menggombal. Todoroki benar-benar tulus mengatakannya. Mata Yukina tampak berkaca-kaca karena baru kali ini ada orang yang menganggapnya berharga.

Bruk! Todoroki meletakkan tas di hadapan Marionet, "Kau sudah mendapat apa yang kau mau. Sekarang lepaskan Yukina."

Bukannya melepas Yukina, Marionet malah meninju Todoroki keras-keras. Dia terus menghajar Todoroki yang tak mampu melawan karena Yukina menjadi sandera. Marionet pun makin gencar menyerang seraya merendahkan Todoroki.

"Inikah putra Endeavor yang digadang-gadang sebagai pahlawan hebat? Menyedihkan sekali!"

Marionet menjambak Todoroki, menahan kepalanya di tanah serendah-rendahnya. Tidak membalas, Todoroki yang terluka hanya pasrah. Di tengah tinjuan Marionet yang terus berdatangan, Todoroki malah memandangi Yukina. Seolah-olah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja, padahal dirinya sendiri dalam keadaan yang mengkhawatirkan.

'Kenapa...? Kenapa dia tak melawannya?' Yukina tidak mengerti. Terdiam, menatap kosong namun dirinya dipenuhi gejolak emosi.

'Ah, benar. Itu semua karenaku. Salahku.'

Marionet menodongkan pistol ke kepala Todoroki, "Kau punya kata-kata terakhir, anaknya Endeavor?"

Emosi Yukina memuncak. Giginya bergertakan menahan marah. Sorot matanya yang kosong berubah tajam berkilat. Yukina merasa tubuhnya memanas. Entah karena gusar atau terlalu banyak menyerap cahaya siang itu, atau mungkin malah dua-duanya.

Todoroki tersenyum tipis, "Ya. Kau menyandera orang yang salah."

"Huh?"

Detik berikutnya, Marionet terhempas jauh hingga menghancurkan dinding bangunan di sampingnya. Retakan tembok hebat ditambah lubang besar terlihat pada lima gedung yang berjejer di sepanjang garis lurus.

"Namanya Todoroki Shoto, bukan anaknya Endeavor."

Yukina, sang penyebab kerusakan, menurunkan kaki kanannya yang terangkat tinggi. Ya, dialah yang menendang Marionet dengan kecepatan cahaya. Gerakannya sangat cepat, terlalu cepat hingga mata manusia tak mampu memproses apa yang terjadi.

"Cih, aku terlalu berlebihan. Kerusakannya parah sekali," gerutu Yukina. Seluruh rambutnya memutih, tubuhnya bersinar dengan sedikit uap yang mengepul keluar. Karena panas dari quirk cahaya, Yukina dapat memutus benang Marionet yang membelenggunya.

Yukina menoleh pada Todoroki, "Maaf, Shoto. Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.

"Tak apa, aku baik-baik saja," Todoroki menerima uluran tangan Yukina. Namun baru sedetik menyentuhnya, Todoroki langsung menarik tangannya kembali.

"Yukina, tubuhmu... panas sekali."

Yukina ber-huh bingung dan melihat tangannya sendiri. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa aku terlalu berlebihan memakainya? Aku tidak bisa mematikan quirk-ku..." ucapnya kebingungan.

Yukina berusaha menghentikan quirk cahayanya, namun- Psshh! Tubuh Yukina semakin menguap, menyebabkan kepulan gas semakin banyak. Napasnya menderu, pandangannya mulai memburam.

'Begitu, ya. Ternyata hanya butuh satu percikan untuk menyalakan cahaya dalam dirimu.'

"Yukina?" panggil Todoroki khawatir.

"Gawat... Jika begini terus, aku bisa demam-"

Bruk! Todoroki dengan sigap menangkap Yukina yang jatuh pingsan. Kali ini dia menggunakan quirk esnya untuk mendinginkan tubuh Yukina. Todoroki mengusap pipi Yukina, di tempat yang terkena sentuhan Marionet, seakan-akan membersihkannya dari debu.

"Syukurlah, aku senang kau baik-baik saja."

Todoroki mendekap Yukina lembut namun juga erat. Bibirnya membentuk tipis nan tulus. Dia bermaksud mendinginkan tubuh Yukina yang demam, namun di saat yang bersamaan Todoroki juga ingin merasakan kehangatan darinya.

"Terima kasih, Yukina."

[Extra]:

Tak lama kemudian, polisi dan Endeavor datang untuk meringkus penjahat. Endeavor menoleh ke putranya yang terluka namun bersikukuh mau membopong Yukina.

"Apa yang terjadi di sini?! Kenapa kau babak belur begitu, Shoto?!"

Todoroki terdiam sejenak. Matanya memandangi gadis yang dia bopong. Wajahnya begitu menenangkan meski dalam keadaan demam. Tanpa berhenti berjalan Todoroki menjawab tegas...

"Pria melindungi wanita yang dicintainya. Dan aku bukan pria sepertimu."

"Huh?"

#29
It only takes one spark to set a light inside you.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro