Chapter 25: The Winner
Dua minggu yang lalu...
"Nak Yukina, mau ke mana?" tanya All Might setelah Tes Pengukuran Bakat berakhir. Tidak ada jawaban dari Yukina yang langsung meninggalkan lapangan.
Seharusnya mereka langsung menuju Gedung Olahraga Gamma, namun Yukina malah berjalan melawan arah dari tujuan. All Might tahu, Yukina tidak buta arah seperti pendekar tiga pedang berkepala lumut dari anime sebelah. Karena penasaran sekaligus khawatir, All Might pun diam-diam mengikutinya.
Yukina berhenti di tempat pancuran air keran, berjongkok dan membenamkan wajahnya. Dia menangis sesenggukan tanpa suara. Sebuah tangis yang ditahan, namun air matanya mengalir begitu bebas.
"Kenapa? Kenapa?! Padahal aku selalu berlatih setiap hari agar bisa lebih kuat, tapi... Pada akhirnya, aku—"
Yukina mengigit bibir bawahnya, berhenti merutuki diri sendiri dan segera mencuci muka dengan air yang mengucur dari keran. Ingatan masa lalu dimana dirinya selalu kalah saat latihan melawan ayahnya ikut tersapu bersama air.
"—Aku hanya perlu berusaha lebih keras," lanjut Yukina berpikir positif. Dia tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Lagipula, menyesali yang sudah berlalu itu takkan mengubah apapun, bukan?
'Hanya Nak Yukina yang berkeinginan untuk meraih posisi pertama di seluruh tes,' All Might menatap device yang merangkum hasil Tes Pengukuran Bakat kelas A.
'Itu juga hal yang dibutuhkan seorang pahlawan. Keinginan meraih hasil terbaik dan tidak cepat berpuas diri.'
Secara keseluruhan, Yukina menduduki posisi pertama jika dijumlahkan dari semua tes. Namun, dirinya gagal di tes melempar bola.
Jarak 891.7 meter yang Yukina dapatkan dari jerih payahnya melempar bola sekuat tenaga, tidak mampu menggeser nama 'Uraraka Ochako' yang meraih jarak infinity secara effortless berkat quirknya.
Jika harus mengutip kata bijak dari tokoh inspiratif dunia untuk menggambarkan situasi ini, maka itu adalah...
"Hidup memang tidak adil. Jadi, biasakan dirimu, ya!"
—Patrick Star.
Yukina menghela napas panjang dan berbalik. Betapa terkejutnya dia mengetahui kepala All Might melongok dari balik tembok. Sontak saja ekspresi sendu Yukina berubah menjadi dingin kembali.
"A-Aku tidak melihat apapun! S-s-sungguh!" All Might berusaha meyakinkan Yukina sambil memberikan tanda peace .
"Jika kau memberitahu orang lain soal ini—"
Yukina menatap tajam All Might, mengintimidasinya agar tutup mulut.
"—Aku akan bilang pada wartawan bahwa... All Might adalah guru pemula yang bahkan tidak bisa mengajar tanpa catatan," ancamnya.
"TIDAK, JANGAN! ITU AKAN MENGHANCURKAN REPUTASIKU!" seru All Might panik. Bisa ditertawakan satu negara kemudian menderita malu tingkat nasional nanti. Yukina hanya ber-humph dingin dan segera menuju gedung olahraga.
"Ingatlah ini, All Might..." ucap Yukina tanpa berhenti melangkah. Tangannya mengusap air keran yang menetes pipi. Saat melewati All Might, Yukina meneruskan perkataannya yang menggantung.
"Aku pasti akan membalas semua kekalahan yang menyedihkan ini di festival olahraga."
[Yukina POV]
"A-A-Apa-apaan ini?! Mereka bukan manusia! Aizawa Yukina melawan Bakugo Katsuki, pemenangnya jatuh kepada....?!!"
Suara Noise-sensei yang berisik seperti biasanya terdengar memekakkan telinga. Dia memang alarm yang ampuh.
Perlahan kubuka mataku, mengumpulkan seluruh kesadaran yang tersisa. Meski pandanganku sedikit memburam, kuyakin ini pemandangan yang sama seperti dulu. Aku selalu terkapar, menelungkup serendah ini setelah bertarung melawannya.
Tch! Kenapa malah muncul memori yang tak ingin kuingat? Apa ini namanya kilas balik kehidupan? Apapun itu, aku harus bangkit sekarang. Saat ini juga. Aku memang suka rebahan namun bukan rebahan yang seperti ini. Yang ini sungguh tidak elit.
Kepalaku yang semula tertoleh ke samping dan bersentuhan dengan tanah, kudongakkan pelan-pelan. Si Cowok Peledak itu tergeletak tak jauh dariku. Apa dia sudah mati? Diriku yang lama pasti berpikir, 'Baguslah, hidupku akan lebih tenang tanpa dia.'
Namun, kali ini...
Untuk pertama kalinya, aku berharap...
—Orang yang telah menerima seranganku agar tetap hidup.
[Normal POV]
Kaki yang bergetar hebat serta tangan Yukina yang dipenuhi perban berusaha mengangkat beban tubuhnya. Perlahan tapi pasti, gravitasi bumi tak lagi menarik dia sekuat sebelumnya.
"Berdirilah, Bakugo. Pertarungan kita... belum berakhir."
Yukina berusaha berdiri setegap yang ia bisa untuk melihat keadaan lawannya sekaligus menantangnya.
"Aku... masih bisa bertarung," lanjut Yukina sambil terengah-engah. Apa yang dia katakan sungguh berlawanan dengan yang terlihat di lapangan. Tubuhnya mengeluarkan uap panas, kedua tangannya terasa lunglai. Dilihat dari mana pun, dia sudah mencapai batasnya.
Di sisi lain, keadaan Bakugo juga tidak berbeda jauh dari Yukina. Tubuhnya penuh garitan luka, tergeletak tengkurap lemah tak dapat bergerak. Dengan gerakan kaku, Bakugo menengadah untuk melihat Yukina yang berdiri tak jauh darinya.
'Sorot matanya...' Yukina tersentak, mata merah Bakugo menatapnya tajam. Begitu dalam, tersirat perasaan yang kuat di sana. Sebuah keinginan untuk menang, mengingatkan Yukina pada dirinya yang dulu. Bayangan masa lalu perlahan menggantikan pemandangan arena.
"Aku... tidak terima jika harus kalah dari orang sepertimu," kata Bakugo dengan nada rendah. Tangannya menggaru tanah, mencengkeram kuat-kuat sebagai pelampiasan amarah sekaligus penopang tubuh untuk bangkit.
Yukina tertegun. Dia semakin meningkatkan kewaspadaan ketika Bakugo mencoba bangkit dengan susah payah. Namun sayang, Bakugo kembali tumbang karena terlalu banyak menerima damage dari serangan Yukina.
Midnight menghampiri Bakugo sambil memberi tanda pada Yukina untuk menghentikan serangannya. Terlihat mata Bakugo menyipit kemudian menutup. Kesadarannya menghilang. Menyadari hal ini, Midnight pun mengambil keputusan.
"Bakugo tidak mampu bertarung! Dengan ini, pemenangnya adalah Yukina!"
Ucapan Midnight itu membuat tulang-tulang di tubuh Yukina terasa mencair. Telinganya tidak salah dengar, 'kan? Yukina jatuh tersimpuh dengan napas memburu. Di tengah sorak semarai penonton yang bertepuk tangan di stadion, Yukina berbisik pelan pada dirinya sendiri.
"Akhirnya..."
[Present Mic]: "Semua perlombaan telah selesai! Juara Festival Olahraga U.A kelas satu tahun ini adalah..."
"Setelah seribu kekalahan yang kualami selama ini..."
[Present Mic]: "...Dari kelas 1-A, Aizawa Yukina!"
"Akhirnya... Aku bisa menang, untuk pertama kalinya."
Yukina mendongak memandang langit. Poninya yang berjurai rata tersibak embusan angin lembut, melenyapkan bayangan yang menutupi mata. Kini netranya yang berkilauan seperti kaca terlihat jelas. Air matanya merebak kemudian mengalir di sepanjang pipinya yang tirus. Bersamaan dengan kedua sudut bibirnya yang terangkat membentuk sebuah senyuman tulus.
Yukina mengusap air matanya dengan punggung tangan, "Quest complete."
"Selamat atas kemenanganmu, Yukina. Itu tadi pertandingan yang bagus," puji Midnight sambil menghampiri Yukina. Namun sepertinya, itu tidak didengarkan oleh sang kampiun yang masih berdiam diri.
Midnight mengulurkan tangannya, "Yukina, kau baik-baik saja? Bisa berdiri?"
Pertanyaan itu dijawab dengan ambruknya tubuh Yukina. Midnight secara sigap menangkap Yukina sebelum jatuh ke tanah.
'Tubuhnya panas sekali!' batin Midnight terkejut.
Robot kesehatan langsung menandu Bakugo dan Yukina yang tidak sadarkan diri menuju Recovery Girl. Sementara itu, semua orang di stadion bersorak dan tepuk tangan mengapresiasi pertarungan dua orang yang keras kepala itu.
All Might menatap layar stadion yang menampilkan foto Yukina sebagai juara.
'Kau benar-benar menepati janjimu, ya, Nak Yukina.'
"Festival Olahraga U.A. kelas satu tahun ini telah selesai. Baiklah, sekarang waktunya upacara penghargaan!" kata Midnight.
Muncul keempat juara festival olahraga yang berdiri di masing-masing podium sesuai posisi yang mereka raih. Todoroki dan Tokoyami di angka 3, Yukina di angka 1, dan yang paling mengejutkan adalah Bakugo di angka 2 dengan tubuh terikat rantai serta mulut yang dibungkam.
Kelas 1-A sweatdropped berjemaah melihat mereka. Inikah potret posisi tiga teratas di U.A? Juara satunya menguap kecil sambil mengucek mata yang mengantuk, juara duanya kluget-kluget seperti cacing kepanasan, sementara juara tiganya bermuka tripleks dan berdiri anteng.
"Padahal baru selesai bertarung habis-habisan, tapi Yukina terlihat seperti tidak terjadi apa-apa, ya. Astaga, anak-bapak sama saja," kata Kaminari takjub, teringat Aizawa yang sembuhnya terhitung cepat untuk ukuran manusia. (Chapter 14)
"Ngomong-ngomong, apa itu?" tanya Jiro heran sambil menunjuk Bakugo.
"Sejak bangun, dia menyosor ke Yukina terus. Jadi, begitulah cara menjinakkannya," jelas Kirishima.
"Dia sudah seperti kanibal yang dibelenggu," komentar Tokoyami sweatdropped.
Bakugo terus berteriak-teriak meski mulutnya dibungkam. Sementara Todoroki dan Yukina hanya diam dengan pemikiran rumit masing-masing. Todoroki dengan masalah keluarganya, Yukina dengan rasa lapar dan kantuknya.
'Ah, suara tepuk tangan ini sampai menggema di perutku yang kosong,' batin Yukina sedih. Rasanya dia ingin men-skip upacara penghargaan ini dan langsung pulang agar bisa makan lalu rebahan.
"Baiklah, sekarang waktunya penyerahan medali! Yang membagikan medali tahun ini, tentu saja dia!"
Midnight menunjuk seseorang di atas stadion. Terlihat sosok All Might yang berdiri gagah sambil tertawa membahana. Seluruh penonton bersorak bahagia sedangkan Yukina ber-geh malas. All Might melompat turun, bersamaan dengan Midnight yang memperkenalkan dirinya.
"Aku datang membawa medalinya!"
"Pahlawan kita semua, All Might!"
Ucapan All Might dan Midnight yang bertabrakan membuat stadion langsung hening, bahkan jangkrik pun enggan bersuara. Sungguh kediskompakan yang mengejutkan. Terlepas dari adegan awkward tersebut, penonton memuji kelas tahun ini yang ditonton Pahlawan No.1.
"Baiklah, All Might, silakan bagikan medalinya mulai dari juara tiga," kata Midnight yang membawa nampan berisi empat medali. All Might pun mengalungkan medali perunggu kepada Tokoyami dan Todoroki kemudian memberi mereka saran. Terutama pada Todoroki.
"Kau yang menahan diri tidak menggunakan apimu sampai bertanding melawan Nak Yukina, pasti ada alasannya, bukan?" tanya All Might.
Yukina yang namanya disebut langsung mengalihkan pandangan, pura-pura tidak peduli padahal telinganya terpasang sempurna.
"Sebelum bertarung dengan Yukina, aku tidak pernah terpikirkan sama sekali. Kini aku mulai mengerti kenapa Anda tertarik padanya," jawab Todoroki yang sedikit menunduk. Kemudian dia mendongak, dengan ekspresi yang lebih tegar dari sebelumnya.
"Aku ingin menjadi pahlawan seperti Anda, tapi kurasa ini belum cukup. Masih ada yang harus kuselesaikan," lanjut Todoroki serius. All Might mengangguk bangga dan memeluknya sementara Yukina menghela napas lega.
'Jadi, intinya... Dia sudah tidak menganggapku sebagai anak haramnya All Might, 'kan?' batin Yukina. Ternyata dia salah menangkap esensi ucapan Todoroki.
"Saa tte, Nak Bakugo!" All Might beranjak ke Bakugo dan membuka penutup mulutnya, "Pertarunganmu melawan Nak Yukina tadi, itu pertandingan yang bagus. Kau memang memiliki kemampuan untuk menjadi pro hero."
"All Might..." panggil Bakugo dengan nada rendah dan serak. Detik berikutnya, Bakugo kerasukan dedemit dan semakin mencak-mencak, "INI SAMA SEKALI TIDAK ADA ARTINYA! KALAU AKU TIDAK BISA MENGALAHKAN CEWEK MENDOKUSAI ITU, MEDALINYA SAMA SAJA SEPERTI SAMPAH...!!!"
Kantuk Yukina langsung hilang begitu Bakugo berteriak setara dengan volume toa masjid. Yukina menoleh untuk melihat Bakugo yang ngamuk. Mata Bakugo seperti Spiderman kesetanan, alisnya yang bertautan nyaris membentuk sudut 90°, bahkan gerahamnya sampai tampak saking marahnya. Tidak lupa efek kobaran api di belakang untuk menambah kesan murka.
'Wajahnya seram sekali!' batin All Might syok. Meski begitu, dia tetap berusaha mengalungkan medali perak di leher Bakugo. Namun karena sang juara dua terus mengelak, All Might terpaksa memasangkan medali di mulutnya.
'Dia kawaii sekali kalau tidak berdaya begitu...' pikir Yukina sambil terus menatap Bakugo. Sisi sadisnya kambuh. Tanpa sadar dia menyeringai kecil disertai aura gelap.
"Apa-apaan ekspresi mukamu itu, hah?!" tanya Bakugo yang sadar diperhatikan. Meski mulutnya terbuka lebar, medalinya tidak jatuh. Mungkin All Might telah mengoleskan lem alteco di sana.
"Tidak. Hanya saja... itu cocok untukmu," Yukina menunjuk rantai di tubuh Bakugo. Namun jika dilihat dari sudut pandang Bakugo, Yukina tengah menunjuk medali peraknya.
"JADI MAKSUDMU AKU LEBIH RENDAH DARIMU?!" teriak Bakugo tidak terima. Sudah salah, ngegas pula.
Yukina mengabaikan Bakugo yang geram dan berfokus pada All Might. Di hadapannya tengah berdiri sang Pahlawan No.1 yang mengangkat medali emas. Yukina sedikit menundukkan kepala agar All Might dapat mengalungkan medali di lehernya.
"Selamat atas kemenanganmu, Nak Yukina," ucap All Might. "Meski pertandingannya berat, kau telah menepati janjimu. Hebat sekali! Sepertinya sesuatu dalam dirimu berubah."
Yukina menunduk, "Aku terpikirkan sesuatu saat bertarung melawan Batagor tadi."
"SIAPA YANG KAU MAKSUD BATAGOR, HAH?!!" Bakugo yang merasa terpanggil langsung ngegas tanpa tedeng aling-aling. Sayang sekali, rasa ketidakterimaan itu sepenuhnya diabaikan Yukina (lagi).
"Terkadang lebih baik mencari keberanian untuk bertarung daripada kekuatan untuk lari," kata Yukina.
Bibirnya sedikit mengembang, membentuk sebuah senyuman tipis yang tulus. Matanya yang seperti ikan mati kini lebih bercahaya. Dibandingkan sebelum-sebelumnya, Yukina yang sekarang jauh lebih hidup.
"Dan sekarang aku mengerti. Semua mimpiku yang kubuang di tengah jalan, aku akan mengambilnya sekali lagi," lanjut Yukina serius.
All Might mengangguk, "Ya. Ekspresimu jauh lebih lebih baik dari sebelumnya."
All Might mendekat, memeluk Yukina dan menepuk-nepuk pelan punggungnya. Yukina yang biasanya pasti sudah menghempaskan All Might, namun kali ini dia pasrah dan menerima pelukan itu dengan senang hati. Selain karena ingin memancing emosi ayahnya sendiri, Yukina ingin merasakan sensasi pelukan hangat yang tulus.
"Aku yakin kau bisa menjadi hero yang hebat, Nak Yukina," kata All Might optimis. Yukina hanya mengangguk. Setelah itu, All Might beranjak turun dari podium. Sementara Yukina memandangi lekat-lekat medali yang dia pegang. Senyuman manisnya masih bertahan.
Semua orang yang melihat Yukina langsung syok di tempat, terutama kelas A. Mulut mereka menganga lebar, bahkan Bakugo langsung kicep. Akhirnya setelah dua puluhan chapter, mereka dapat menyaksikan senyuman Yukina. Sontak saja para kaum adam langsung blushing berjemaah.
"Y-Yukina... tersenyum?" ucap Midoriya tak percaya. Dia pun ikut tersenyum senang, bersyukur karena Yukina tidak sesuram sebelumnya.
"Jadi, seperti itukah seorang wanita?!" tanya Mineta yang tidak dapat mengontrol luapan kemesuman dalam tubuhnya.
"Sebagai laki-laki jantan, aku akan melindungi senyumannya apapun yang terjadi!" seru Kirishima sambil mengepalkan tangan kuat-kuat, seolah-olah dia adalah pemimpin 'Yukina Protection Squad'.
"Bagaimana bisa Aizawa-sensei yang seperti gembel punya putri secantik angel?" tanya Kaminari. Tanpa sadar dia telah menistakan gurunya sendiri.
'Jangan tertipu, diriku! Dia pasti malaikat pencabut nyawa!' ucap Bakugo pada diri sendiri. Meskipun demikian, rona merah di pipinya terlihat jelas.
'Cantik,' puji Todoroki dalam hati sambil berusaha stay-cool. Todoroki mengalihkan muka untuk menyembunyikan semburat pink di pipinya. Cuma dia dan Midoriya yang waras di antara lainnya.
"Saa, juara tahun ini adalah mereka. Namun ingatlah, siapapun punya kesempatan untuk berdiri di podium ini!"
All Might mulai berpidato penutup untuk menyemangati semua orang. Dia mengangkat telunjuknya ke atas, "Semuanya, mari kita ucapkan slogan kebanggaan kita semua!"
"Slogan? Memangnya ada, ya?" tanya Yukina bingung. Padahal sudah satu bulan di U.A tetapi dia tidak tahu slogan sekolahnya sendiri. Ini membuktikan bahwa tingkat keapatisan Yukina memang tidak perlu diragukan lagi.
All Might memberi aba-aba, "Se~ no!"
"PLUS ULTRA!" seru semua orang kompak sementara Yukina malah melagukan "Demo sonnan ja dame, mou sonnan ja hora" /lah/.
Begitu tahu dirinya beda sendiri, sontak Yukina menutup mulut malu. Untung saja dia tidak terlalu keras menyenandungkannya sehingga tidak ada yang dengar.
'Ternyata bukan Renai Circulation, ya?!' batin Yukina terkejut. Terbongkar sudah jati dirinya yang merupakan seorang otaku.
"Kalau begitu, untuk penutupan festival olahraga ini, Yukina akan menyanyikan lagu untuk kita semua!" ucap Midnight semangat.
Yukina yang masih terkejut jadi makin terkejut. Tidak hanya dia, kelas 1-A juga ikut kaget. Yukina yang seperti orang sariawan itu disuruh bernyanyi? Pasti akan turun badai saju di musim panas ini.
"Kenapa kau memutuskan seenaknya begitu, Midnight-sensei? Aku tidak mau. Merepotkan saja," protes Yukina. Dia membuang muka, "Lagipula, aku tidak bisa bernyanyi."
Midnight mendekat sambil mengulurkan mic, "Eh? Tapi Eraser Head bilang kau selalu bernyanyi di-"
"Diam dan berikan itu padaku," potong Yukina cepat. Karena tidak ingin aibnya tersebar, dia langsung merebut mikrofon dari tangan Midnight. "Aku hanya tinggal bernyanyi, 'kan?"
Midnight mengangguk dan mengacungkan jempol. Muncul panggung dari bawah tanah, panggung yang sama saat Yukina mengucapkan perjanjian pemain. Tanpa membuang waktu, Yukina segera menempatkan diri di sana.
Sementara ketiga juara lain kembali ke barisan siswa, kecuali Bakugo yang masih dirantai. Mungkin tidak ada yang mau membebaskannya karena tidak ingin panggungnya meledak.
Bakugo terus berteriak melarang Yukina bernyanyi. Mungkin bagi Bakugo, ini akan menjadi penyiksaan terkejam bagi indra pendengarannya. Apalagi dia tidak bisa menutup telinganya dengan tangan karena sedang dirantai.
"Lagu ini... Kupersembahkan untuk semua yang ada di sini, untuk kalian yang menyaksikan siaran ini, serta untuk para pahlawan hebat di luar sana."
Yukina menarik napas panjang dan menghembuskannya rileks.
"Peace Sign dari Kenshi Yonezu!"
Seluruh penonton bersorak semangat, kelas A ketar-ketir, Bakugo mencak-mencak minta dibebaskan agar bisa mencari penyumbat telinga. Musik pun terdengar. Yukina mengambil napas, bersiap untuk menyanyi.
[A/N: Anggap saja suara Yukina saat bernyanyi itu seperti Harutya di atas.]
Oh, woah, ohh~ ♪
Oh, woah, ohh~ ♪
Oh, woah, ohh ohh~ ♪
Yukina menyenandungkan intro lagu suara yang merdu, berbeda dengan intonasi bicara monoton yang dia gunakan sehari-hari. Suaranya kali ini begitu lembut dan imut, benar-benar bunyi seorang perempuan feminim.
Mulut kelas A langsung menganga lebar, sampai jatuh ke tanah saking syoknya. Bahkan Bakugo yang kesurupan langsung anteng layaknya habis dirukiah. Prihatin melihat keadaan Bakugo, All Might pun berbaik hati melepaskan rantai di tubuhnya.
Itsuka bokura no ue o suresure ni ♪
Toorisugiteitta ano hikouki o ♪
Fushigi na kurai ni oboeteru ♪
Imi mo nai no ni naze ka ♪
Yukina mengabaikan reaksi teman-temannya yang seperti melihat keajaiban dunia dan fokus menyanyikan bait pertama lagu. Tidak ada nada yang menyimpang di setiap lirik yang dia lagukan.
"Tolong katakan padaku kalau ini bukan mimpi," kata Kirishima ragu.
"INI PENIPUAN!" Bakugo menolak percaya apa yang telinganya dengar. Karena dengan mata kepalanya sendiri, Bakugo tahu kalau Yukina teriak saja fals. (Chapter 24)
Fugainakute naita hi no yoru ni ♪
Tada tsuyokunaritai to negatteta ♪
Sono tame ni hitsuyou na yuuki o ♪
Sagashimotometeita ♪
Yukina menutup matanya, mengulang ingatan di mana dia selalu menangis pada malam hari. Berbisik ingin menjadi kuat dalam setiap doanya. Namun pada akhirnya, Yukina sadar bahwa sebenarnya yang dia butuhkan adalah keberanian untuk memulai.
Zankoku na unmei ga sadamatteru to shite ♪
Sore ga itsu no hi ka boku no mae ni arawareru to shite ♪
Tada isshun kono isshun iki ga dekiru nara ♪
Dou demo ii to omoeta sono kokoro o ♪
'Meski garis takdir yang kejam telah ditentukan, meski dia akan muncul di hadapanku suatu hari nanti...'
Yukina menyentuh dadanya, berdegup cepat namun tidak tidak sesak atau menyakitkan. Sebaliknya, ini malah terasa membahagiakan dan menyegarkan.
'Selama jantungku masih berdetak dan hidup seperti ini, aku tidak peduli akan hal itu.'
Mou ichido ♪
Tooku e ike tooku e ike to ♪
Boku no naka de dare ka ga utau ♪
Dou shiyou mo nai hodo netsuretsu ni ♪
Yukina mengajak kelas 1-A untuk ikut bernyanyi bersama. Kelas A saling tersenyum, mereka mendekati panggung dan menari mengikuti irama musik. Kecuali Todoroki dan Bakugo yang bersungut-sungut di barisan belakang.
Itsudatte me o harashita kimi ga nido to ♪
Kanashimanai you ni waraeru ♪
Sonna hiiroo ni naru tame no uta ♪
Yukina mengulurkan tangannya, terarah pada Todoroki yang berdiri melamun. Mata Yukina seakan berkata 'Jangan bersedih lagi', sesuai lirik yang dinyanyikan, dan mengundang Todoroki untuk bergabung bersamanya. Menyadari hal tersebut, Todoroki tersenyum dan melangkah keluar dari zona nyaman.
Bakugo menoleh dengan sewotnya. 'KENAPA AKU SEPERTI PEMERAN TAMBAHAN DI SINI?! AKU BUKAN CAMEO, WOI!' batinnya uring-uringan dalam hati.
Saraba kakagero piisu sain ♪
Korogatteiku sutoorii o ♪
Yukina dan semua orang di stadion kompak mengacungkan dua jari yang membentuk huruf v. Sebuah gestur yang bermakna peace atau kedamaian. Namun bagi Yukina, ini juga bermakna victory atau viva alias kemenangan.
Mamoritai da nante ieru hodo ♪
Kimi ga yowaku wa nai no wakatteta ♪
Sore ijou ni boku wa yowakute sa ♪
Kimi ga daiji dattanda ♪
Masuk ke bagian verse lagu kedua, Yukina menyanyikannya sambil menatap Bakugo. Entah kenapa dia merasa lirik di bait ini begitu cocoknya. Bakugo yang sadar ditatap langsung mengalihkan muka dan mendengus sebal. "Baru sadar kalau aku lebih tampan dari Hanbun-Yaro, hah?" gumamnya.
Meskipun Yukina tidak mendengarnya, dia tahu pasti Bakugo mengatakan sesuatu yang tidak berfaedah. 'Dasar perusak esensi lagu,' batin Yukina sebal namun tetap tenang dan fokus pada lagunya.
"Hitori de ikite ikun da" nante sa ♪
Kuchi o tsuite sakenda ano hi kara ♪
Kawatteiku boku o waraeba ii ♪
Hitori ga kowai boku o ♪
Seperti flashback, gambaran masa lalu dimana dirinya memutuskan untuk hengkang dari League of Villain muncul di benak Yukina. Meski kala itu dia mengatakan akan pergi, terselip ketakutan dalam lubuk hatinya.
Ketobashite kamitsuite iki mo dekinakute ♪
Sawagu atama to hara no oku ga kushakusha ni nattatte ♪
Tearai mo keiren mo kieteshimau kurai ni ♪
Ima wa sawatteitainda kimi no kokoro ni ♪
Latihan keras All For One yang hampir tiap hari membunuhnya, efek samping quirk kegelapan yang kerap membuat kepalanya ingar-bingar, semua kenangan tentang itu Yukina buang sejauh-jauhnya. Kali ini Yukina ingin menghidupkan hatinya yang telah mati di masa lalu.
Bokutachi wa ♪
Kitto itsuka tooku hanareta ♪
Taiyou ni sura te ga todoite ♪
Yoake mae o te ni irete waraou ♪
Yukina mengangkat tangannya tinggi-tinggi, seakan-akan menangkap matahari dalam genggamannya. Meski sedikit terhalang mikrofon, senyuman kecilnya semakin mengembang sejalan dengan dentuman musik yang mengiringi.
Sou yatte aoku moeru iro ni somari ♪
Oboroge na machi no mukou e ♪
Te o tsunaide hashitteyukeru hazu da ♪
Kimi to mirai o nusumiegaku ♪
Hineri no nai sutoorii o ♪
Semua siswa berjingkat-jingkat ketika Yukina memasuki chorus kedua. Mereka ikut bersemangat karena musik yang enerjik. Penonton juga merasakan hal yang sama. Mereka semua larut dalam lagu Yukina. Suasana stadion semakin meriah oleh sorakan penonton.
Kasabuta darake arakureta hibi ga ♪
Kezuri kezurare surikireta ima ga ♪
Kimi no kotoba de yomigaeru azayaka ni mo arawareteiku ♪
Hari-hari berat yang penuh luka, masa kecil yang berdarah, remuk badan serta hati akibat berlatih keras bersama ayahnya, semua terpanggil kembali dalam pikiran Yukina.
Sanagi no mama de nemuru tamashii o ♪
Tabekake no mama suteta ano yume o ♪
Mou ichido torimodose ♪
'Jiwaku yang dulu tertidur dalam kepompong, setengah mimpiku yang pernah kubuang-'
Yukina mengangkat tangannya dan mengepalkannya kuat-kuat, '-Aku akan mengambilnya sekali lagi!'
Oh, woah, ohh~ ♪
Oh, woah, ohh~ ♪
Oh, woah, ohh ohh~ ♪
Semua orang bersorak bersama mengikuti irama lagu. Mereka serempak mengangkat tangan ke atas, layaknya konser musik. Yukina menggunakan saat interlude untuk memandangi ekspresi seluruh audiensnya, terutama kelas A yang tampak menikmati nyanyiannya.
Tak lupa Yukina melambaikan tangan pada Aizawa di ruang MC yang langsung dibalas anggukan darinya. Mari kita abaikan Present Mic yang pundung di pojokan karena kalah taruhan (Chapter 15). Dia sedang meratapi gajinya yang terpotong untuk menraktir minum-minum Midnight.
Oh, woah, ohh~ ♪
Oh, woah, ohh~ ♪
Oh, woah, ohh ohh~ ♪
Yukina mengacungkan telunjuknya ke atas, "Mou ichido!"
Tooku e ike tooku e ike to ♪
Boku no naka de dare ka ga utau ♪
Dou shiyou mo nai hodo netsuretsu ni ♪
Yukina melompat kecil, rambutnya yang berubah putih seluruhnya berkibar diterpa angin. Tidak terasa, dia hampir mencapai klimaks lagu. Reff terakhir dinyanyikan dengan semangat. Rasa bahagianya mengalir di setiap lirik yang terlagukan.
Itsudatte me o harashita kimi ga nido to ♪
Kanashimanai you ni waraeru ♪
Sonna hiiroo ni naru tame no uta ♪
Kali ini ekspresi datar Yukina mulai runtuh. Senyumannya mengembang, layaknya sebuah kebahagiaan anak kecil yang polos. Wajahnya yang cantik begitu kontras disinari cahaya matahari. Apalagi ditambah senyuman manis di bibir mungilnya. Sontak saja para kaum adam langsung blushing dan salah tingkah.
"Sepertinya aku telah jatuh cinta..." gumam Kaminari speechless.
Bahkan ada yang sampai kepincut saat itu juga, Kaminari misalnya.
Saraba kakagero piisu sain ♪
Korogatteiku sutoorii o ♪
Yukina dan semua orang di stadion kembali mengacungkan dua jari yang membentuk huruf v, kecuali Bakugo pastinya.
Karena tidak ingin merusak suasana kebersamaan yang telah dibangun sejak awal, Kirishima langsung mengangkat paksa tangan Bakugo mengikuti yang lain. Tentu saja itu langsung dihadiahi ledakan dari sang pemilik tangan.
Yukina menutup matanya perlahan dan mengakhiri lagu dengan lembut.
"Kimi to mirai o nusumi egaku hineri no nai sutorii o ♪"
'Akan kuambil masa depan itu bersamamu dan kutulis dalam cerita pahlawan yang terus bergulir ini.'
#25
Gonna raise my hand with a peace sign. It's time to write the story of a hero!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro