Chapter 20: King ✗ Queen Ice
Dingin dan mencekam.
Begitulah penggambaran situasi antara dua orang paling emotionless di kelas 1-A yang kini saling menatap dalam diam. Dari kilatan tajam di iris mata abu-abu dan biru pirus itu, sudah bisa ditebak kalau pemuda bernama Todoroki akan membicarakan sesuatu yang serius.
Meskipun belum ada sepatah kata yang terucap dari bibirnya, Yukina sangat menyadari hal tersebut sehingga dirinya terseret dalam pembicaraan empat mata yang menegangkan ini.
"Aku ingin bicara denganmu."
Akhirnya Todoroki mau membuka suara untuk menghilangkan kesan canggung di antara dia dan Yukina. Lawan bicaranya hanya menghela napas panjang, menyiratkan betapa malasnya ia berada dalam situasi ini.
"Cepat katakan. Aku mau makan siang lalu tidur," ucap Yukina datar. Tidak peduli perkataannya akan memperburuk suasana atau tidak, dia tetap mengatakan apa yang ada di kepalanya secara blak-blakan.
"Aku kewalahan. Kau sampai membuatku melanggar sumpahku sendiri," Todoroki menarik keluar tangan kirinya yang bersembunyi di saku celana. Ingatannya memutar kembali detik-detik terakhir adu kavaleri, lebih tepatnya momen dimana Todoroki menggunakan quirk apinya.
"Mungkin yang lain tidak menyadarinya, tapi.. Aku merasakan suatu kemiripan antara kau dan All Might," jelas Todoroki yang semakin membingungkan Yukina.
Kewalahan? Sumpah? All Might? Otak jenius Yukina seakan melompat turun menuju lembah kebodohan. Dirinya tidak bisa menemukan garis hubung antara tiga hal tersebut.
Yukina sedikit memiringkan kepala, "Maaf memotongmu, tapi aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."
Todoroki mengalihkan pandangan dari tangannya menuju Yukina, "Kalau begitu, biarkan aku bertanya langsung ke poin pentingnya."
Todoroki menatap dalam-dalam kedua iris hitam Yukina, seakan mencari informasi penting yang dapat dikorek dari dinginnya sorot mata itu. Dengan nada rendah, Todoroki pun bertanya..
"Yukina, apa kau... Anak haramnya All Might atau semacamnya?"
TING! Seketika wajah dingin Yukina tergantikan oleh ekspresi Buddha ala anime voli sebelah. Seakan muncul notifikasi bertuliskan "Brain.exe has stopped working" di atas kepalanya.
'Anak... Haram?' batin Yukina tak mengerti.
Siapa sangka cowok ikemen macam Todoroki punya cara unik untuk membuat humor Author ambles ke inti bumi? Oke, mari kita telaah perlahan kondisi mental Yukina sekarang.
Fakta bahwa Yukina adalah putri All For One sudah cukup membuatnya ingin mencoret namanya sendiri dari KK. Dan sekarang, Todoroki malah menganggap Yukina sebagai anak haramnya All Might?
Maap-maap nih, Mas Todoroki. Bagian mananya Yukina yang mirip All Might?
Kalau Yukina berambut pirang nyentrik, selalu tersenyum lima jari ala model pasta gigi, dan bisa tertawa ngakak nan membahana seperti buto ijo, masuk akal saja jika dianggap anaknya All Might.
Lah, sekarang coba lihat Yukina itu.. Jangankan tertawa, senyum saja tak bisa, bicaranya irit macam orang sariawan. Rasanya Yukina ingin membenturkan kepalanya sendiri ke dinding sekeras mungkin agar bisa melupakan pertanyaan absurd Todoroki.
"Apa aku benar?" tanya Todoroki kembali memastikan karena Yukina tak kunjung membuka suara. Sepertinya dia menganut prinsip 'Diam berarti benar'. Padahal sebenarnya Yukina terdiam karena otaknya seakan dibekukan oleh pertanyaan ngawurnya Todoroki.
Baiklah, Yukina. Sekarang tariklah napas dalam-dalam kemudian hembuskan perlahan. Tenanglah dan berikan jawaban yang paling masuk aka-
"Anak haram itu apa?" ucap Yukina berbalik tanya yang sukses membuat Author menggubrak ke belakang. Astaga doragon, ini cerita bergenre action lama-lama belok menjadi comedy berkat kerecehan Author.
"Jika kau tidak tahu, artinya kau bukan anak haramnya All Might," Lagi-lagi Todoroki seenaknya menyimpulkan hubungan orang lain.
Yukina ber-ha tidak mengerti. Jangan heran kenapa dia masih polos. Yukina bagaikan hidup dalam sangkar yang terpencil dari dunia luar berkat All For One. Mungkin soal bertarung Yukina-lah jagoannya. Namun menyangkut yang 'begituan', dia seperti bayi baru lahir. Jadi, tolong amankan Mineta agar tidak meracuni kepolosan Yukina.
"Tunggu, bagian mananya yang mirip antara aku dan All Might?" tanya Yukina serius. "Penampilan, sifat, bahkan gaya bertarung kami saja berbeda 180°. Jika All Might adalah ayahku, aku memilih menjadi hikikomori daripada harus dikejar wartawan yang merepotkan setiap hari," jelasnya.
"Tapi setidaknya ada hubungan di antara kalian yang tak bisa kau ceritakan, bukan?"
Yukina tertegun namun masih bisa tenang. Rupanya insting Todoroki lebih tajam dari dugaannya. Yah, meski diawali dengan pertanyaan absurd, akhirnya pembicaraan ini mulai serius lagi.
Yukina menatap tajam Todoroki, "Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?"
Todoroki menghembuskan napas perlahan. Dengan sedikit menunduk, dia perlahan menutup matanya, seakan membayangkan sosok yang membuatnya muak. "Ayahku adalah Endeavor. Kau tahu, 'kan?"
"Siapa itu?" tanya Yukina polos.
"Pahlawan No.2 abadi," jelas Todoroki singkat.
Yukina mengangkat bahu, "Tidak pernah mendengarnya."
"Dia pro hero yang menyelesaikan kasus terbanyak dalam sejarah. Mustahil kau tidak tahu," sahut Todoroki kesal. Matanya menyipit, menahan emosi karena Yukina seperti bermain-main dengannya.
Yukina menyentuh dagunya sendiri, memasang pose berpikir. Jujur saja, dia tidak kenal pahlawan Onde-onde-apalah tadi. Yukina mengangkat wajah seriusnya, "Apa dia ada di setiap dus sereal Chocow Crunch?"
Oke, ini dia pertanyaan absurd jilid 2 yang membuat api kemarahan Todoroki membara. Yukina yang sadar aura Todoroki semakin menggelap, kembali membuka suara dalam rangka mencairkan suasana.
"Maksudku, mereka hanya menggunakan hero terkenal dan karakter kartun sebagai modelnya—"
BRAKK!! Terdengar bunyi tangan Todoroki yang menghantam dinding dengan keras. Sesaat kemudian, Yukina sadar Todoroki kini sudah berada di hadapannya. Tepat di hadapannya. Todoroki sengaja menargetkan tinjunya ke dinding untuk mengunci pergerakan Yukina sekaligus mengintimidasinya agar bersikap lebih serius.
Namun sia-sia. Bukannya terintimidasi, Yukina malah mendongak untuk menatap tajam pemuda yang lebih tinggi 8 cm darinya itu. Mata Todoroki yang tertutupi bayangan rambut menyebabkan Yukina tidak bisa membaca ekspresi apa yang terbingkai di wajah tampannya.
"Berhentilah main-main denganku.."
Todoroki tidak berteriak, namun berbisik dengan nada rendah sudah cukup menguatkan fakta bahwa dia marah. Seketika Yukina merinding ketika hembusan napas Todoroki yang hangat menerpa telinganya.
"Baiklah. Kau... terlalu dekat.." Yukina yang risih dengan posisi tersebut hendak mendorong mundur dada Todoroki. Namun tak disangka, tangannya sudah dicekal duluan oleh Todoroki.
Seharusnya Yukina bisa menghempaskan Todoroki sejauh mungkin sekarang. Namun, seolah-olah ada rantai yang membelenggu niatnya itu sehingga dia hanya bisa pasrah dan menanti penjelasan Todoroki.
"Aku dibesarkan untuk melampaui All Might hanya untuk hasrat pribadinya. Memuakkan. Aku tidak ingin menjadi alat si sampah itu.." geram Todoroki. Tanpa sadar, dia menggenggam tangan Yukina kuat-kuat sebagai pelampiasan amarahnya.
Mata Yukina membulat sempurna, menyiratkan sebuah keterkejutan yang tak bisa diucapkan oleh bibirnya. Sejenak napasnya tertahan untuk beberapa detik. Udara sekitar semakin berat seiring Todoroki menceritakan kebejatan ayahnya sendiri. Mulai dari pernikahan quirk hingga ibu Todoroki yang selalu menangis.
"Aku akan menjadi juara satu tanpa menggunakan quirk ayah sialan itu dan menolak mentah-mentah ambisinya," ucap Todoroki mengakhiri kisahnya. Yukina terdiam. Saking seriusnya, mereka berdua tidak tahu bahwa Bakugo diam-diam mendengarkan kisah tersebut dari sisi lorong yang lain.
'Ah.. Begitu rupanya..' batin Yukina yang kini mengerti.
'Kami berada di game yang sama, hanya berbeda level. Kami menghadapi neraka yang sama, hanya iblisnya saja yang berbeda.'
Todoroki menatap tangan Yukina yang berada dalam genggamannya. Nampak lengan baju olahraga Yukina sedikit terbakar ditemani bekas merah di kulit putihnya yang semulus porselen.
Yukina yang risih tangannya ditatap cukup lama langsung menariknya dari genggaman Todoroki. Dia juga membuang muka, tidak sanggup menatap Todoroki yang ternyata punya latar belakang mirip dirinya. Todoroki pun tersadar dan menjauh dari Yukina, mengakhiri posisi kabedon yang mereka pertahankan selama lebih dari dua menit.
"Maaf telah melukaimu dengan apiku. Aku takkan menggunakannya lagi," kata Todoroki datar. Setelah kalimat itu selesai terucap, Todoroki berjalan meninggalkan Yukina yang terdiam.
"Todoroki Shoto!"
Baru lima langkah berjalan, suara Yukina menghentikan Todoroki. Dalam hati Todoroki sedikit terkejut, baru kali ini dia mendengar Yukina menaikkan suaranya. Todoroki sedikit menoleh, nampak Yukina yang berekspresi dingin seperti biasa.
"Aku ini tidak tertarik pada yang berbau sentimen," kata Yukina tegas. "Jika kau pikir aku akan menahan diri setelah mendengar semua itu, kau salah besar."
Todoroki menyipitkan mata, menatap tajam Yukina yang lagi-lagi berkata tanpa memedulikan perasaan lawan bicaranya. Nampaknya Yukina itu masih saja mau mencari gara-gara dengan putra Endeavor.
Yukina menatap tajam Todoroki, "Aku ingin bertanding serius melawanmu, tapi kau malah memikirkan hal kekanak-kanakan yang tak berguna itu. Berhenti meremehkanku, bodoh!"
Todoroki tertegun namun wajah dinginnya masih bertahan. Kepalan tangan di saku celananya menguat sebagai pelampiasan emosi yang bergejolak di hati. Dan juga, sejak kapan Yukina ketularan ngegas seperti Bakugo?
"Keluargamu? Perasaanmu? Aku tidak peduli dengan semua hal bodoh itu!" kata Yukina penuh penekanan.
"Bukankah kau ingin menjadi hero?" tanya Yukina. Penekanan pada kata terakhir membuat Todoroki tertegun dan terbelalak. Yukina melangkahkan kakinya mendekat dan berdiri tepat di hadapan Todoroki yang terpukul berkat pertanyaan retorisnya.
"Tapi kau malah tidak mengerahkan seluruh kemampuanmu untuk menggapainya," lanjut Yukina sarkas. Dagunya sedikit naik, untuk menatap Todoroki sekaligus tanda bahwa dia menantangnya.
"Aku takkan kalah dari pecundang menyedihkan sepertimu," kata Yukina dingin. Persetan dengan perasaan Todoroki saat ini.
Her mouth is not a damn bakery, so she never sugarcoat anything she says to anyone.
Jangan salah, bukannya Yukina tidak punya perasaan. Yukina hanya tidak bisa menerima tindakan Todoroki yang tidak totalitas dalam meraih impiannya hanya karena masalah kecil seperti itu. Kenapa Yukina menganggapnya kecil? Karena dia telah mengalami hal serupa namun lebih parah dari Todoroki.
Ingat, Yukina adalah seorang quirkless. Dia juga mendapat quirk dari ayahnya —walau dengan cara menjejalkannya ke tubuh Yukina. Meskipun demikian, Yukina tetap teguh dalam meraih impiannya dan tidak memusingkan hal tersebut. Sangat berlainan dengan Todoroki yang tertekan dilanda rasa bersalah pada ibunya.
Sebenarnya maksud Yukina baik, secara tidak langsung menyuruh Todoroki untuk menerima dirinya sendiri dan membuka lembaran baru. Namun cara Yukina menyampaikannya.. It's painfully honest. Mungkin dia harus banyak-banyak membaca novel dan memahami perasaan setiap karakter.
"Aku akan mengalahkanmu," ucap Yukina pada akhirnya.
Todoroki terdiam. Perasaannya campur aduk, mulai dari kesal, sedih, sampai terpukul. Namun yang paling dominan adalah kemarahannya. Baru kali ini ada orang yang berani berbicara lancang hingga menusuk hatinya seperti itu. Jika Yukina bukan perempuan, pasti Todoroki sudah menghabisinya. Right here, right now.
"Katakan pada ayah tersayangmu itu..." Yukina menggantung ucapannya sambil berbalik meninggalkan Todoroki. Kepalanya sedikit menoleh ke belakang, menatap wajah dingin Todoroki yang geram.
"..Bahwa aku-lah yang akan menjadi juara satu dan melampaui All Might," lanjut Yukina datar tetapi keseriusan begitu terasa dalam setiap katanya.
Wajah Todoroki menggelap. Rasanya, usaha untuk bersikap baik pada Yukina tadi sia-sia saja. Pada akhirnya, Todoroki benar-benar ingin mengalahkan Yukina hingga bertekuk lutut di hadapannya.
'Todoroki.. Jika kau dibesarkan untuk melampaui All Might, maka aku dibesarkan untuk membunuh All Might.'
Yukina semakin menjauh. Iris hitamnya yang berubah semerah darah menatap lurus ke depan dengan kilatan tajam. Dia mengambil permen di saku jaket kemudian menggigitnya kuat-kuat.
'Kita lihat siapa yang lebih kuat... Antara kau dan aku.'
[Present Mic]: "Saa! Istirahat makan siang sudah selesai dan sekarang waktunya pengumuman babak final! Tapi sebelum itu, kami telah menyiapkan perlombaan hiburan di mana seluruh siswa dapat ikut serta! Kami juga sudah memanggil pemandu sorak langsung dari Amerika demi memeriahkan acara! Lah..?"
[Eraser Head]: "Apa yang mereka lakukan?"
[Present Mic]: "Ada apa dengan kelas A?! Pelayanan macam apa ini?!"
[Eraser Head]: (Syukurlah Yukina tidak ikut-ikutan..)
Seluruh siswi kelas A —kecuali Yukina— langsung berwajah suram. Mereka berpakaian ala pemandu sorak karena tertipu Mineta dan Kaminari. Sementara para pelaku penipuan malah mengacungkan jempol bahagia melihat pemandangan di hadapan mereka.
Yukina menghela napas, "Pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian ini adalah.. Orang pintar bisa dikalahkan dengan kerja keras dan kecerdikan orang bodoh."
Kirishima menoleh, "Eh, Yukina? Kenapa kau tidak berpakaian seperti mereka?"
Sebenarnya Kaminari dan Mineta sudah berusaha menghasut Yukina namun kalah cerdik dengan sang target. Meski sudah menyeret nama Aizawa dalam hoaks mereka, Yukina yang tidak mudah percaya itu memilih langsung bertanya pada yang bersangkutan. Dan hasilnya, Yukina pun terbebas dari perangkap mesum mereka.
Well.. nice try, Kaminari, Mineta.
"Aku kemari untuk bertanding, Eiji, bukan menghibur penonton," sahut Yukina datar.
Meski memiliki postur tubuh yang sempurna, Yukina tidak suka dan tidak mau memperlihatkan lekuk tubuhnya seperti seseorang di kelas 1-A —ehem, no offense tho. Yukina risih kalau spesies macam Mineta terus menatapnya seperti perempuan terakhir di muka bumi saja.
Selain itu, pakaian pemandu sorak terlalu minim bahan. Yukina sangat tidak ingin bekas latihannya selama dua minggu ini terlihat jelas. Bahkan dia sampai merahasiakannya dari Recovery Girl. Bisa terjadi pengajian akbar kalau Recovery Girl tahu memar di sekujur tubuh Yukina.
"Aku lebih memilih bertarung melawan seratus penjahat sendirian daripada harus memakai baju bodoh itu," tambah Yukina sambil berlalu.
Apabila Yukina menjadi pemandu sorak, maka itu adalah sebuah ironi. Bagaimana bisa dia menyemangati orang lain kalau dirinya sendiri saja tidak punya semangat hidup?
"Yukina, kau manly sekali!" puji Kirishima sambil menangis haru.
"Dia perempuan, bodoh," sinis Bakugo yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan Kirishima.
Mata Bakugo mengikuti setiap pergerakan Yukina. Dia sadar kalau Yukina lebih dingin dari biasanya. 'Mungkin gara-gara pembicaraan dengan si Hanbun Yaro itu,' pikir Bakugo.
Yukina yang sadar ditatap Bakugo pun membalas tatapannya. Sontak Bakugo mengalihkan pandangan, malu tertangkap basah tengah menatap Yukina seperti orang mesum saja.
"Kenapa melihatku terus?" tanya Yukina datar. "Kau berharap aku memakai baju bodoh itu?"
"A-APA?! Siapa yang melihatmu?! Jangan ge-er, Cewek Sialan!" balas Bakugo ketus. Meski mulutnya tajam, semburat merah tipis nampak di pipinya.
Bakugo membuang muka sambil mendengus kesal, "Lagipula, cewek urakan yang sama sekali tidak feminim macam kau, mana pantas memakai baju seperti itu!" lanjutnya penuh penekanan.
"..Urakan?" ulang Yukina tidak mengerti.
"Urakan, barbar, hedonistik, dan bodoh! Melihat muka tripleksmu saja sudah membuatku kesal!" geram Bakugo.
"Kalau begitu, tidak usah melihatku. Masalah selesai," sahut Yukina datar kemudian berjalan menjauh dari Bakugo yang semakin mencak-mencak.
"KUSO ONNA!!"
[Present Mic]: "Saa-saa! Mari kita nikmati kompetisi hiburannya! Setelah ini selesai, 16 peserta dari 4 tim yang berhasil lolos ke babak final akan mengikuti pertandingan turnamen! Yaitu pertarungan satu lawan satu!"
Seluruh peserta yang lolos ke babak final berkumpul di lapangan. Di layar terlihat bagan pertandingan turnamen yang masih kosong tanpa nama karena belum diundi.
Midnight berdiri sambil membawa kotak undian, "Baiklah mari kita undi untuk menentukan lawan masing-masing."
"Akhirnya ada juga lomba yang waras di akademi ini.." ucap Yukina lega.
"Saat undian sudah ditetapkan, kompetisi hiburan akan dimulai. Keenam belas finalis bebas memilih untuk mengikuti kompetisi hiburan atau tidak. Pastinya di antara kalian juga ada yang ingin istirahat, 'kan?" Midnight melirik Yukina. Yang dilirik pun langsung mengalihkan pandangannya.
"Baiklah, untuk tim peringkat pertama—"
Ojiro menyela Midnight dengan mengangkat tangannya. Dia mengundurkan diri karena tidak mengingat apapun saat adu kavaleri. Shoda dari kelas B juga melakukan hal yang sama. Merasa ada yang aneh, Yukina pun mengedarkan pandangannya dan berhenti pada Shinso yang membuang muka.
"Apa-apaan mereka itu?! Manly sekali!" puji Kirishima sambil menangis terharu.
Yukina sweatdropped melihat kelakuan Kirishima, "Eiji, jika kau pria jantan, cepat hentikan tangisanmu itu. Wajahmu jadi aneh," sahutnya datar.
"Pembicaraan labil seperti itu..." Midnight mengayunkan cambuknya, "AKU SUKA! Ojiro, Shoda, aku terima pengunduran diri kalian!" lanjutnya semangat.
'Dia memutuskannya karena suka...' batin seluruh siswa sweatdropped.
Yukina menepuk jidatnya sendiri, "Sudah kuduga, wasitnya sudah rusak."
Untuk melengkapi kekosongan dua finalis, Tetsutetsu dan Shiozaki melaju ke babak final sebagai perwakilan dari tim Tetsutetsu. Tak lama kemudian, Midnight mengumumkan hasilnya.
"Dan inilah hasil undiannya!"
Yukina menatap layar stadion. Dia sedikit kecewa karena nama orang-orang yang sangat dia lawan cukup jauh darinya. Dia hanya bisa bertemu Todoroki saat semifinal, dan Bakugo di final. Itupun jika mereka bisa mengalahkan semua musuhnya.
'Tidak. Aku yakin mereka bisa,' pikir Yukina optimis. 'Aku hanya perlu fokus menghadapi pertandinganku sendiri. Karena itu...'
Yukina melihat nama lawannya, "Iida itu siapa?" tanyanya polos.
"Yukina-kun! Kita sudah satu bulan berada di kelas yang sama! Seharusnya kau bisa mengingat nama teman sekelasmu!" seru Iida yang berdiri tak jauh dari Yukina sambil mengayunkan tangannya ala robot.
Yukina berbalik, "Hei, Megane Kaku. Apa kau kenal orang bernama Iida?"
"AKULAH IIDA, LAWANMU, YUKINA-KUN!" jawab Iida ngegas seperti Bakugo. Yukina hanya ber-oh datar, membuat Iida harus banyak-banyak istigfar untuk menenangkan jiwa dan raganya.
"Mohon kerjasamanya di pertandingan pertama, Yukina-kun! Mari bertanding dengan jujur dan adil!"
"Jujur dan adil?" ucap Yukina berbalik tanya. "Ayolah, jangan kaku begitu. Ini adalah festival olahraga, hanya festival biasa. Selama kita bisa menikmatinya, itu sudah cukup."
"Tidak boleh begitu, Yukina-kun! Sebagai calon pahlawan, kita harus menjunjung tinggi semangat sportivitas, blablabla.."
Iida kalau sudah mulai berceramah, pasti akan sulit dihentikan. Kepribadian Yukina yang rebel sangat bentrok dengan Iida yang taat aturan. Mereka bagaikan kucing liar dan anjing setia saja. Yah, mungkin itu dikarenakan latar belakang keluarga mereka yang berbeda 180°.
Yukina menghela napas malas. Karena tidak tahan mendengar semua ocehan lawannya, dia langsung pergi begitu saja.
"Yukina-kun! Kau mendengarkanku tidak, sih?!" tanya Iida syok.
"Kuberitahu satu hal, Pizza-kun. Hidup ini terlalu berharga untuk membuatmu stres dengan menanggapi segalanya serius," kata Yukina datar.
"SIAPA ITU PIZZA-KUN?! NAMAKU IIDA, IIDA TENYA!!" koreksi Iida yang tidak terima namanya disamakan dengan nama makanan.
"Jangan lupa bersenang-senang dan nikmati prosesnya sesulit apapun itu," tambah Yukina, sama sekali tidak memedulikan revisi Iida.
'Karena kalau aku serius, kau bisa mati..'
[Present Mic]: "Baiklah! Mari kita tinggalkan sejenak turnamennya, ini saatnya acara selingan! Nikmati kompetisi hiburannya!"
Meskipun Present Mic bilang untuk menikmatinya, peserta yang maju ke babak final sama sekali tidak bisa menikmatinya. Sebagian dari mereka memilih untuk beristirahat dan fokus pada pertarungan final nanti.
Midoriya duduk di ruang tunggu bersama Ojiro sambil memikirkan strategi. Tokoyami menenangkan pikirannya. Iida menyiapkan diri dengan minum banyak vitamin. Bakugo dan Todoroki mempertajam indranya. Uraraka dan Yaoyorozu melepas kegugupan dengan menjadi pemandu sorak.
Bagaimana dengan Yukina? Dia sekarang berada di ruangan yang gelap dan tertutup. Kilatan matanya sangat tajam, seperti saat dia masih menjadi villain. Yukina merogoh ponselnya dan memilih lagu dalam playlist untuk menemaninya saat berlatih.
Ya, berlatih. Bahkan H-1 jam babak final, dia masih menyempatkan diri untuk berlatih. Namun latihan kali ini berbeda dari sebelumnya.
"Kegelapan adalah kehampaan yang dapat memakan apa saja. Ini memberikanku kemampuan untuk menetralisir quirk orang lain, sama seperti Shota-san," gumam Yukina pada diri sendiri.
"Namun.. Kekuatan ini dapat membunuh manusia dengan mudah. Tidak, pada dasarnya ini memang untuk membunuh manusia."
Yukina meletakkan ponselnya di meja dalam ruangan. Jarinya menekan tombol 'PLAY' dan lagu In My World - ROOKIEZ is PUNK'D, opening kedua dari anime Ao no Exorcist pun mengalun keras.
[A/N: Author sarankan membaca bagian ini sambil mendengarkan lagu tersebut agar feels-nya lebih terasa. Lagipula, lagunya juga bagus, kok. (^^)d]
Yukina melemaskan tangannya, "Jika aku tidak bisa mengendalikannya, lalu apa bedanya diriku yang sekarang dengan yang lama?"
Dark side in my heart is
Neguisarenai kako no kanashimi
It's alright kokoro ni mo nai
Blaster hanachi te o nobashita
Yukina menciptakan klon kegelapan yang membentuk dirinya sendiri. Muncullah puluhan klon 'Yukina' berambut putih yang menatap kosong, gambaran nyata dirinya di masa lalu. Yukina membuat pedang kegelapan. Tanpa ragu sedikitpun, dia menebas klonnya sendiri, menyebabkan darah memancar keluar dengan deras ke lantai.
My life kirihanashita
Gakubuchi no naka nagameru you ni
Sonzai shoumei issai mou nee
Karoujite tamotsu jibun jishin
Yukina menatap datar dirinya sendiri yang berlumuran darah. Sama sekali tidak jijik dengan pemandangan gore di depan matanya. Meski itu hanya klon, tetap saja berwujud manusia.
Yukina menggenggam erat pedangnya, "Jika klonku mati, berarti para noob itu juga pasti mati. Aku harus mengendalikan kekuatanku agar tidak membunuh mereka."
Sakete toorenai michi wa itsu kara ka konna datta
Soshite dare mo inaku natta...
"Kau adalah diriku yang selanjutnya, Yukina. Sudah takdirmu untuk melawan All Might dan membunuhnya."
—All For One
Yukina dapat melihat bayangan dirinya sendiri di masa lalu. Namun tak lama kemudian, bayangan itu lenyap..
Unmei nante kuso kurae
Yarikirenakute cry for pride
Ah, ah, ah, alone in my world
Hibiku ai no uta
"Persetan dengan takdir sialan itu!"
Yukina langsung menyerang klon lainnya dengan brutal. Pedangnya menebas semua yang bisa ditebas. Tidak peduli noda merah bagaikan cat yang tumpah ke lantai, Yukina enggan menurunkan serangan. Suara pedang yang memangkas anggota tubuh klon bergema bersama reff lagu yang terus mengalun.
Yuganda sekai magatta negai
Kuzuresatte iku risou to ashita
Haite suteru hodo ni taikutsu datta
Klon kegelapan satu per satu tumbang berkat serangan Yukina. Mereka jatuh bergelimpangan di lantai begitu saja. Meski sudah banyak korban, Yukina takkan berhenti sebelum berhasil menyempurnakan tekniknya. Kini tersisa satu klon yang masih utuh. Yukina langsung menerjang, mengayunkan pedang kegelapan melewati tubuhnya.
"Goodbye precious life.." gumam Yukina, bersamaan dengan bagian akhir reff lagu. Setelah berkata begitu, klonnya jatuh pingsan dalam keadaan utuh -tidak seperti klon lain yang bercerai-berai.
Yukina menghela napas dan melenyapkan pedang kegelapannya. Dia berbalik menatap kekacauan akibat ulahnya. Jika ada orang yang melihat, pasti mereka akan mengompol di tempat menyaksikan pemandangan gore itu.
"Sempurna," kata Yukina datar sambil menjentikkan jari. Seketika semua klonnya lenyap dan darah mereka menguap begitu saja. Ruangan pun kembali bersih seperti sedia kala.
Yukina mengambil kursi di pojok ruangan dan menyeretnya ke dekat meja. Tanpa membuang waktu, dia segera duduk dan menidurkan kepalanya di meja.
"Sekarang aku bisa tidur dengan tenang."
Yukina tidak sadar bahwa ada seseorang yang melihat aksi brutalnya dari celah pintu yang sedikit terbuka. Mata Bakugo terbelalak sempurna, syok mengetahui sisi lain Yukina yang tak terduga. Baru kali ini dia menemui orang yang so dead inside macam Yukina.
'Padahal kami masih sebaya, tapi.. Aku merasa dia berada di dunia yang berbeda, dunia yang tak terjangkau olehku,' batin Bakugo nanar. Dia mengepalkan tangannya yang gemetaran.
Apa Yukina benar-benar sudah tidak punya hati sampai tega menghabisi dirinya sendiri? Dan bagaimana bisa dia tidur secepat itu setelah melakukan hal kejam tadi? Otak Bakugo dipenuhi oleh pertanyaan yang terus berputar-putar.
Namun, ada satu hal yang membuatnya kasihan pada Yukina dibandingkan kebingungan atas apa yang terjadi.
'Sebenarnya.. Hal mengerikan macam apa yang kau lalui selama ini, Yukina?'
[Extra]:
#20
Dark side in my heart is a grief from the past that cannot be wiped away.
It's alright 'cause I don't give a damn.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro