Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Akai Ito (bagian 1)

Author : MuniaKim

Tittle : Akai Ito (benang merah) (TwoShoot)

Cast : Shin Wonho, Takuya Terada, Hyosung, and other.

Pairing : Shin Wonho x Takuya Terada x Hyosung

Genre : Romance

Rate : T

Discalimer : Cross gene milik keluarganya dan Amuse Ent. Dan karya ini milik saya seutuhnya. No copas! No plagiat!

Warning : ini cerita boyxboy. boylove. gay. homo. kalau nggak suka, nggak usah mampir. Biar nggak capek-capek ngebash atau ngejadge saya. terimakasih

selamat menikmati!

"Hyung, aku sudah melamar Hyosung Noona. Dan bulan depan kita akan menikah."

"Jinjja? Selamat!"

"Datanglah nanti di hari bahagiaku, hyung!"

"Pasti!"

"Eh iya, Takuya, apa kau tahu tentang Unmei no Akai Ito*?"

"Tahu, tetapi aku tidak mempercayainya."

"Wae?"

"Itu hanya mitos jaman dulu, Hyung. Jaman sudah berubah. Semua tidak lagi sama, Hyung."

"Ya, sudah, jika kau tidak percaya, tak mengapa. Tetapi ada satu hal yang perlu kau ketahui."

Takuya diam. Menunggu lanjutan dari perkataanku.

"Kau tidak berjodoh dengannya."

Dan sejak kejadian itu, Takuya seperti membenciku. Dia selalu menghindariku. Bahkan ketika kami terjebak dalam satu ruangan yang sama, dia lebih memilih asik sendiri. Seolah tidak ada aku di sana. Kecuali di stage, kami seolah baik-baik saja. Dia berbicara padaku seperti biasanya. Seolah tak ada masalah diantara kami.

Ketika kami turun dari panggung, kukira adegan di Stage akan berlanjut di back stage. Ternyata tidak. Dia tetap mendiamkanku. Tetap menganggapku tidak ada. Adegan di panggung dilakukan hanya demi kepropesionalannya dalam bekerja. Juga agar fans tidak bertanya-tanya dan membuat mereka khawatir. Terlebih TakuShin Shipper.

Dan di sini aku berada, di dalam gereja yang berisi dengan suara riuh para tamu undangan. Hanya karena melihat adegan kissing yang biasa dilakukan oleh pengantin baru yang telah sah menjadi pasangan suami istri setelah mengucapkan janji setia. Aku ikut tersenyum. Walaupun hatiku teriris.

Setelah ciuman terlepas, Takuya menatap sang pengantin wanita dengan penuh cinta. Lantas ia mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya. Memperlihatkan aura bahagia. Dan berharap kebahagiaannya tertular kepada yang melihatnya.

Dan ketika pandangan kami bertemu, aku terdiam. Terpana akan senyuman yang ia pancarkan. Matanya tenggelam sangking dalamnya ia menyunggingkan senyuman. Baru kali ini aku melihatnya sebahagia ini.

Kakiku mengayun ke arahnya perlahan. Mataku tak lepas padanya. Sesekali aku menunduk. Melihat jari kelingkingku yang berhias tali merah semu.

Ketika aku sampai dihadapannya, dia kembali tersenyum. Lebih lebar dari yang tadi. Ketika senyuman itu tersungging, ada kehangatan yang menjalar di hatiku. Tetapi semakin kehangatan itu merasuk ke dalam jiwa. Hatiku semakin diaduk-aduk oleh rasa bersalah yang tak berujung.

"Hyung, aku mematahkan perkataanmu tempo hari. Lihat! Kami menikah! Dan itu artinya kami berjodoh," ucapnya dengan semangat menggebu.

Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah kudengar setelah kejadian itu. Aku bersyukur dia akhirnya mau berbicara denganku lagi.

Aku tersenyum.

"Ya, benar. Itu hanya mitos." Aku mengangguk mengiyakan. Seolah aku setuju dengannya. Tetapi jauh di dalam hatiku, ada sesuatu yang mengganjal. Sesuatu yang menyeruak ingin berteriak. Aku merasakan firasat buruk.

"Mana yang lainnya, Hyung?" Pertanyaannya menyadarkanku dari lamunan. Aku tersentak dan menatap manik hitamnya yang berkilauan.

"Mereka akan datang sebentar lagi," jawabku setengah tergagap. "Oh, iya, Casper gege dan J.G juga akan datang."

Matanya berbinar seolah mendapat kado natal yang ia harapkan. "Benarkah, Hyung?"

Aku mengangguk. Dan dia terlihat kegirangan. Jelas saja dia bahagia. Pasalnya, Takuya sudah vakum dari aktivitas bersama Cross Gene selama seminggu dan hari ini adalah hari terakhir liburnya. Sudah satu minggu, dorm sepi tanpanya. Untung saja tidak ada aktivitas panggung untuk kami. Jika ada, pasti kami akan kerepotan. Bagaimana bisa kami manggung hanya berempat ? Sebenarnya bisa, sih. Hanya saja akan terasa aneh, terlebih Takuya juga visual di grup kami. Pasti akan terasa rancu.

Dan hari ini Cross Gene akan berkumpul lagi. Para mantan anggota juga akan hadir. Semua itu menambah kebahagiaan seorang Takuya Terada malam ini.

"Dan ingat! Besok adalah hari terakhirmu libur. Agensi tidak memberi waktu tambah. Besok Musical barumu akan dimulai. Dan besok kamu harus pergi...,"

"... ke Jepang." Dia memotong ucapannya. Lantas berdecak. "Aku ingat semuanya, Hyung."

Tanpa sadar aku memajukan bibirku beberapa senti. Aku hanya mengingatkannya. Salahkah? Sebagai Leader yang baik, mengingatkannya adalah kewajibanku, bukan?

***

Yang kutahu aku sedang syuting drama terbaruku. Tiba-tiba saja Takuya memanggilku dengan tersedu-sedu. Sontak itu membuatku kalut. Di jam itu juga aku meninggalkan pekerjaanku. Untuk menemuinya.

Dan di sinilah aku berada, memeluk Takuya yang kini terlihat rapuh. Seolah energinya telah di rampas oleh zombie. Dia terlihat tak bersemangat lagi untuk menjalani hidup. Menangis dalam diam itu yang bisa ia lakukan.

Dia adalah seorang pria yang tegar. Tak mudah baginya menunjukan emosi. Tetapi, siapapun yang berada di posisinya, pasti akan melakukan hal yang sama. Bagaimana tidak, ketika pulang ke rumah, ia mendapati sang istri sudah terbujur kaku di dinginnya lantai kamar mandi.

Bukan hanya itu, tangannya bersimbah darah yang mengalir dari tangan kanannya. Yang diyakini adalah luka sayatan pisau atau benda tajam lainnya. Dan hal lain yang semakin membuatnya terkejut adalah, ia menemukan test kehamilan bergaris dua -positif- yang tergeletak di dekat jasad sang istri.

Di duga kuat Hyosung bunuh diri.

Padahal mereka baru menikah satu minggu, dan Takuya sehari setelah menikah langsung meninggalkannya karena alasan pekerjaan.

Dan selama mereka berpacaran, Takuya tak sekalipun menyentuhnya lebih dari sekedar ciuman. Lantas, anak siapa yang ia kandung? Mungkinkah Hyosung tidur dengan lelaki lain?

***

Selepas pemakaman, aku mengantarnya pulang ke dorm. Tak mungkin aku membawanya ke rumah pribadinya dengan mendiang Hyosung. Yang ada dia malah stress dan berduka berkepanjangan. Dia butuh hiburan, kuharap member Cross Gene lainnya dapat mentransfer semangat padanya.

Hening yang melanda diantara kami dalam perjalanan membuat tak nyaman. Biasanya Takuya selalu berceloteh. Tetapi dia lebih memilih diam kali ini. Aku tahu, suasana hatinya sedang buruk. Aku berinisiatif memutar lagu.

Lagu yang terputar di Mp3 player mobil ternyata adalah lagu yang romantis. Aku terhanyut dan ikut bernyanyi bersama sang penyanyi karena aku kenal lagu ini.

Disela nyanyian, aku mendengar suara segukan. Yang kuyakini berasal dari kursi di sebelahku. Aku menoleh, dan mendapati Takuya yang sudah banjir air mata.

"Bagaimana bisa aku move on darinya, sedangkan lagu tentangnya masih setia mampir di gendang telingaku." Intonasi yang diucapkannya datar. Wajahnya juga. Tetapi air mata tak bisa berbohong. Dia teramat terluka.

Aku bahkan lupa, bahwa ini adalah mobil Takuya. Mobil yang diisi dengan kenangan bersamanya. Pantas saja lagunyapun seeolah mengingatkannya tentang Hyosung.

"Untuk apa aku hidup, sedangkan belahan jiwaku telah pergi. Lebih baik aku menyusulnya," ucapnya diiringi segukan. Aku mengernyit mendengar perkataannya. Jadi, dia juga telah bosan hidup?

Belum sempat aku menyanggah ucapannya, tiba-tiba tanggannya meraih kemudi yang sedang aku pegang. Dia memutarnya ke kanan dan kiri dengan cepat. Membuat mobil kami bergoyang-goyang.

"Hentikan, Takuya!" Bahkan dia tidak menggubrisku. Dia benar-benar ingin mati. Lihat saja, mobil kami melaju tak karuan. Untung saja kami belum memasuki jalanan padat. Sehingga pengguna jalan masih sepi.

Dan yang kuherankan adalah, jika dia berniat menyusul istrinya, mengapa harus mengajakku juga? Aku masih ingin hidup, Takuya!

Aku terlarut dalam duniaku, hingga aku tersadar, di depan sana ada sebuah truk yang berjalan berlawanan arah dengan kami. Dan Takuya terlihat tak peduli.

"Takuya, awas!" Aku berteriak. Takuya yang kaget langsung memutar kemudi ke arah kanan. Dan kami menabrak sebuah pohon yang berada di pinggir jalan.

***

Hal terakhir yang kuingat adalah aku sedang mengantar Takuya ke dorm. Tetapi mengapa sekarang aku berada di ruangan serba putih? Dan apa ini, aku tertidur bukan di ranjangku. Ini ranjang single sempit nan tinggi. Aku yakin ini adalah rumah sakit, karena aku mencium aroma obat-obatan yang khas. Oh, aku benci itu.

Oh, iya, dimana Takuya? Aku yakin dia mengalami luka yang lebih parah dariku. Karena dia membuka sabuk pengamannya saat mengambil alih kemudi. Pasti kepalanya terkena pecahan kaca atau benturan hebat pada dasbor mobil. Oh, tidak, dongsaeng-ku malang.

Aku bangkit dari tidurku dan duduk. Seketika rasa pusing menghantam kepalaku. Ini sangat nyeri dan berdenyut. Aku memegang kepalaku, berharap bisa menetralisir rasa sakit.

Setelah agak mendingan, aku beranjak dari ranjangku. Turun. Lantas berjalan dengan tertatih. Tuhan, aku sangat lemas. Kakiku seperti jelly. Tetapi aku tak mampu membunuh rasa penasaranku. Aku belum tenang jika belum menemukan Takuya masih hidup.

Perlahan aku menggapai gagang pintu yang sudah menanti untukku sentuh. Menariknya pelan. Setelah terbuka agak lebar, aku menyeret langkahku keluar. Niatku untuk pergi menuju meja resepsionis, dan menanyakan kamar rawat Takuya. Aku berharap bukan kamar mayat yang menjadi jawabannya.

Tetapi langkahku terhenti, saat sebuah tangan mencengkramku lembut. "Tuan, anda belum pulih betul. Anda tidak boleh kemana-mana." Aku menoleh, dan mendapati seorang suster muda tersenyum lembut padaku. lumayan cantik.

"Aku mencari dongsaeng-ku." Dia mengangguk. "Mari saya antar, Tuan."

Kebetulan tak jauh dari tempatku berdiri ada sebuah kursi roda kosong milik rumah sakit. Sang suster menariknya untukku. "Duduklah di sini, Tuan. Saya tahu, anda belum kuat berjalan."

Aku mengangguk mengiyakan. Peka sekali suster ini. Perlahan aku mendekat. Dan mendaratkan pantatku pada kursi roda itu. Hahh, begini lebih baik.

"Maaf, Tuan. Nama dongsaeng anda siapa?" tanyanya sambil bersiap mendoromg kursi rodaku.

"Takuya."

***

bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro