Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DYEZRA 42 - Petunjuk



"Devano mana?"

Dyezra mengedarkan pandangannya mencari sosok Devano, hingga netranya menangkap sosok tersebut tengah duduk di pojok ruangan sembari bermain game bersama kedua sahabatnya, Aldo dan Reza. Dyezra melangkahkan kakinya ke dalam basecamp tanpa memedulikan para anak cowok di sana yang menatapnya dengan berbagai tatapan.

Sesampainya di depan Devano, Dyezra menunduk dan meraih kerah baju pemuda itu. Devano begitu terkejut saat melihat Dyezra berada di depannya sekarang.

"Pasti lo dalangnya, 'kan?!"

Tatapan mata Dyezra begitu tajam dan berkilat-kilat. Devano tertawa dalam hati, membenarkan sedikit tuduhan Dyezra padanya.

"Lo yang nyulik Nindi, 'kan?! Jawab gue, Dev!"

Devano berdecak, pemuda itu menatap Dyezra dengan tajam. "Dengar, lo punya bukti nggak? Dari tadi gue tuh di sini, semalem juga gue kumpul sama temen-temen gue. Pas jurit malam juga gue masih sama mereka, tanya aja sama Aldo sama Reza."

Dyezra menoleh ke arah dua sahabat Devano itu. Keduanya mengangguk serempak, membenarkan perkataan Devano. "See? Kapan gue punya waktu buat nyulik Nindi? Lagi pula gaada untungnya buat gue kalo nyulik dia," imbuh Devano.

Dyezra menunduk dengan tangan terkepal. Devano menyeringai, "coba lo tanya Aretta."

Dyezra lantas mendongak dan memicingkan matanya menahan geram. "Apa maksud lo, hah?!"

Devano mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Ya, mungkin aja dia tau sesuatu, 'kan?" Dyezra menahan geram, ia langsung pergi dari sana dengan perasaan kesal yang menggebu-gebu. Berbicara dengan Devano hanya membuatnya semakin naik darah.

Namun Dyezra jadi sedikit kepikiran soal perkataan Devano.

Di mana Aretta sekarang?

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

"Gaada Ra, gatau juga ke mana dia."

"Iya, pas jurit malam gue nggak sekelompok sama dia."

"Gue juga nggak lihat Aretta sama sekali sejak semalem."

Dyezra menjatuhkan tubuhnya ke bawah, bersandar pada dinding di belakangnya. Viona dan Devina menghampirinya yang tengah terduduk itu.

"Gimana? Lo nemu petunjuk?" tanya Viona dengan ekspresi wajah serius.

Dyezra menggeleng singkat. "Devano masih dugaan, tapi dia kayaknya nggak tau apa-apa. Aretta gaada di basecamp sejak semalem menurut pengakuan anak-anak."

"Gue sekelompok sama dia semalem, tapi gue juga nggak terlalu merhatiin. Lo tau sendiri, 'kan? Gue nggak suka sama tuh anak," papar Devina kemudian. Dyezra langsung menatap sahabatnya tersebut seolah menemukan sebuah petunjuk.

"Berarti dugaan kuat ngarah ke Aretta, ya?"

"Gue juga beberapa kali mergokin dia lagi teleponan sama orang, tapi gerak-geriknya mencurigakan. Sorry gue baru kasih tau ini sama lo," tutur Devina setelahnya.

Oke, sekarang Dyezra semakin yakin kalo Aretta dibalik semua ini. Namun untuk apa dia menculik Nindi? Gadis itu sebelumnya tidak pernah punya urusan dengan Nindi. Eh, kecuali ...

Dyezra dengan cepat berdiri dan berlari ke arah papanya yang tampak berbincang serius dengan Fero.

"Papa!" Dyezra dengan napas yang ngos-ngosan berusaha memaparkan dugaannya. "Aretta adalah salah satu tersangka penculikan Nindi!"

Fero mengerutkan keningnya. "Lo yakin, Ra?"

Dyezra mengangguk mantap. "Gue yakin, tapi incaran Aretta bukan Nindi, melainkan gue."

Arkabima membulatkan kedua netranya. "Apa maksud kamu, sayang? Lantas kenapa menculik Nindi kalau incarannya adalah kamu?"

"Motifnya sudah jelas, Pa. Dari awal Aretta emang nggak suka sama aku. Dia memanfaatkan Nindi untuk memancingku masuk ke perangkapnya."

Fero sepertinya paham dengan arah pembicaraan Dyezra. "Jadi lo bakal turun tangan buat nyelametin Nindi? Nggak Ra, gue nggak izinin itu."

Dyezra menggeleng cepat. "Tapi Fero, yang diinginkan Aretta cuma gue. Gue nggak mau Nindi terlibat dalam permasalahan gue sama Aretta."

"Kali ini Papa setuju sama Fero, Papa nggak mungkin biarin kamu dalam bahaya. Biarkan saja anak buah Papa yang mengurusnya," sahut Arkabima.

"Nggak, Papa nggak tau Aretta kayak gimana! Dia itu anaknya nekat, Pa! Lagian-"

Drrtt, drrtt!

Dyezra merogoh ponselnya saat merasakan getaran dari benda kecil itu. Keningnya mengerut saat melihat nomor tidak dikenal yang menghubunginya. Tanpa banyak berpikir lagi, Dyezra langsung mengangkat panggilan itu.

"Halo Dyezrayang, gimana kabar lo?"

"Aretta," desis Dyezra, tangannya mengepal kuat begitu mendengar suara rivalnya di seberang sana. "Mau lo apa, hah?"

"Ohh, come on girls. Gue cuma mau lo gantiin posisi dia di sini. Dia nggak berguna banget anjir, bisanya nangis doang."

Dyezra menggertakkan giginya geram, entah apa tujuan Aretta sebenarnya. Yang jelas, firasatnya mengatakan ini bukan hal yang bagus. "Oke, lo share lokasi lo sekarang. Gue ke sana."

"Sendiri. Lo pasti nggak mau sampe saudara tiri lo ini kenapa-napa cuma karena lo datengnya keroyokan, 'kan?"

Dyezra tahu kalau Aretta memang berusaha menjebaknya, pasti gadis itu tengah menyeringai sekarang. Dia tidak punya pilihan lain, nyawa Nindi taruhannya sekarang. "Oke, gue bakal dateng sendiri."

Dyezra langsung mematikan panggilan itu secara sepihak. Ia menoleh pada Papanya dan Fero yang tampak khawatir, Dyezra tersenyum. "Tenang aja, semuanya bakalan baik-baik aja kok."

"Lo yakin semuanya bakal baik-baik aja?" tanya Fero.

Dyezra mengangguk cepat, ia merangsek maju dan memeluk Fero dengan erat. Pemuda itu reflek mengalungkan tangannya pada pinggang gadisnya. "Gue bakal ke sana sendiri, tapi lo pasti bisa dong ikutin gue dari belakang?" bisik Dyezra dengan senyuman miring yang terpatri di bibir tipisnya.

Fero menyeringai, gadisnya memang sepintar itu.

Dyezra melepaskan pelukannya, gadis itu beralih menatap sang Papa. "Aku pinjem mobilnya, Pa. Aku harus susulin Nindi."

Arkabima menggeleng. "Enggak, Dyezra. Papa nggak bisa biarin kamu dalam bahaya," ujarnya penuh kekhawatiran.

Dyezra tersenyum teduh. "Pa, percaya sama aku. Aku bisa jaga diri. Kalo aku nggak kembali dalam waktu 2 jam, Papa boleh susulin aku."

Dyezra dan kekeraskepalaannya adalah salah satu hal yang tidak disukai Arkabima dari putrinya tersebut. Namun dia tidak bisa mencegahnya kali ini, karena nyawa Nindi juga sedang dipertaruhkan. Ia hanya bisa percaya pada putri semata wayangnya itu.

"Dyezra berangkat dulu," pamitnya setelah mendapatkan kunci mobil sang Papa. Semua orang yang berada di sana melepas kepergian Dyezra dengan perasaan cemas. Sikap Dyezra memang selalu mengejutkan mereka. Seperti sekarang ini, gadis itu nekat menyusul Nindi yang berada dalam sekapan Aretta.

Mereka sangat tahu seperti apa sosok Dyezra. Gadis cantik dengan segudang kepribadian unik. Jangan lupakan keberanian dan kemampuan bela dirinya yang sangat mumpuni.

Tidak jauh berbeda dengan Dyezra. Diorza sang adik juga dibekali kemampuan analisis dan bela diri yang mumpuni. Bahkan jika disatukan dengan Narega─keponakan Arkabima─mereka tidak akan bisa dihentikan.

Arkabima Wijaya memang sangat beruntung memiliki anak-anak seperti mereka.

"Om, saya akan menyusul Dyezra."

Suara Fero membuat semua orang mengalihkan pandangannya pada pemuda tersebut, tidak terkecuali Arkabima dengan raut wajah bingungnya itu.

"Kamu akan menyusul Dyezra?"

Fero tersenyum miring. "Tentu saja, tidak mungkin saya akan membiarkannya berjuang sendirian."

Arkabima mengangguk samar. "Baiklah, kamu akan menyusulnya dengan naik apa?" tanyanya bingung. Secara para siswa-siswi kan datang ke tempat camp dengan bus. Sementara mobilnya sudah dibawa Dyezra.

"Gampang, saya akan pinjam punya salah satu guru." Kemudian Fero berpamitan pada Om Bima dan teman-temannya. Mereka sangat mendukung Fero, jika pemuda itu memang ingin menyusul Dyezra. Karena sekuat-kuatnya Dyezra, ia tetaplah seorang gadis yang harus dilindungi.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Dyezra melirik pada layar ponselnya dan jalanan di depannya bergantian. Seharusnya benar kalau di sini tempatnya, tapi apa mungkin Aretta menyembunyikan Nindi di tempat seperti ini?

Dyezra membuka pintu mobil papanya tersebut dan berjalan ke bagian kap mobil. Gadis itu memandang sekelilingnya dengan kening berkerut dalam. Apa Aretta sedang mempermainkannya? Jelas-jelas di sini hanya padang rumput ilalang. Di mana dia menyembunyikan Nindi?

Slap!

"Akh!" Dyezra dengan cepat mencabut peluru bius yang tertancap pada lengannya barusan. Dengan cepat ia meraih ponselnya untuk mengirim lokasi dan pesan SOS pada Fero. Gadis itu berusaha mempertahankan kesadarannya yang mulai berkunang-kunang.

Sebelum kesadarannya benar-benar habis, Dyezra tersenyum karena Fero sudah menerima pesannya. Tertera tanda centang dua berwarna biru di sana.

Yang terjadi setelah Dyezra pingsan yaitu, ada sekitar empat orang pria berbadan tegap menghampirinya dan membawa tubuh gadis itu pergi. Ponsel gadis itu bahkan tergeletak tidak jauh darinya dengan kondisi yang masih menyala saat para pria tersebut membawanya.

Sementara Fero yang masih diperjalanan, terpaksa harus berhenti saat mendengar notifikasi dari ponselnya. Netra hitamnya seketika melotot sempurna saat mendapatkan pesan SOS dari kekasihnya.

"Shit! Bertahan Ra, gue pasti dateng."

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Sepetak ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa begitu pengap. Tidak ada satupun cahaya dan ventilasi di sana. Satu-satunya pintu yang berada di sana dikunci dari luar, membuat seseorang di dalamnya tidak bisa kabur ataupun berlari keluar.

Ceklek!

Suara pintu yang dibuka membuat seorang gadis yang disekap di sana melihat ke sumber suara. Pupil matanya seketika mengecil saat melihat siapa yang berada di sana.

Aretta dengan Dyezra yang berada di gendongan salah satu anak buahnya.

Gadis itu pingsan.

"Dyezra," gumam Nindi dengan tatapan sendu.

Aretta tertawa kencang. "Hahaha! Lo lihat kan, Nin? Dia berhasil masuk perangkap gue," ujar Aretta dengan tawa mengejeknya. "Ikat gadis itu di sana!" titahnya kemudian.

Para anak buah Aretta dengan sigap melaksanakan perintah bosnya itu. Dyezra yang masih dalam keadaan pingsan itu diikat di satu-satunya tiang yang berada di tengah ruangan tersebut.

"Aretta, apa sebenarnya tujuan kamu?" lirih Nindi.

Aretta tertawa terbahak-bahak. Melihat kedua saudara tiri itu dalam kondisi tidak berdaya seperti ini membuatnya sangat bahagia. "Tujuan gue? Gaada sih, iseng aja gue mah."

Nindi menatap gadis itu tidak percaya. "Iseng?" beonya.

"Ada seseorang yang lebih menginginkan dia daripada gue," tunjuk Aretta pada Dyezra yang masih belum sadarkan diri.

Nindi sama sekali tidak mengerti maksud Aretta. Jika Aretta tidak menginginkan Dyezra, lantas siapa? Kenapa Aretta mau melakukan ini semua jika dia tidak menginginkannya dan atas dasar apa? Ini semua begitu rumit untuk ia pahami.

"Lantas kenapa kamu melakukannya, Aretta? Aku tau kamu sebenarnya gadis yang baik."

Tatapan Aretta menajam, dengan langkah lebar gadis itu berjalan ke arah Nindi dan mencengkram dagu gadis yang masih terikat di kursi itu. "Tau apa lo tentang gue, hah?! Kalo bukan karena reputasi keluarga gue terancam, gue juga ogah ngotorin tangan gue kayak gini!"

Nindi meringis saat kuku-kuku Aretta terasa menggores dagunya. "Ka-kamu bisa me-melawan mereka Aretta," ujarnya terbata-bata. Cengkraman Aretta membuatnya tak berkutik karena rasa sakitnya.

"Bodoh! Nggak semudah itu gue lepas dari mereka! Begitupun lo! Yah, meskipun lo nggak sengaja terlibat sih," paparnya acuh tak acuh, lalu melepas cengkramannya pada dagu gadis itu.

Nindi semakin mengerutkan keningnya mendengar perkataan Aretta barusan.

Mereka? Mereka siapa maksudnya? Apakah yang dimaksud, dalang dari semua ini?

Seolah bisa membaca pikiran Nindi, Aretta kembali berujar. "Lo benar Nin, dalang dari semua kegilaan ini adalah mereka."

Setelahnya Aretta memilih pergi meninggalkan ruangan, tak lupa kembali mengunci pintunya. Nindi hanya pasrah sembari menunggu Dyezra sadar dari pingsannya. Entah kenapa firasatnya mulai tidak enak. Namun semoga saja tidak terjadi apa-apa. Ia juga percaya para sahabatnya pasti sedang mencari mereka berdua saat ini.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Fero yang baru saja sampai di lokasi jadi mengernyit bingung karena yang dilihatnya hanyalah padang rumput ilalang yang sangat luas. Sejauh mata memandang hanya ilalang saja yang dapat ditangkap oleh netranya. Tunggu, sepertinya Fero melihat sesuatu.

"Bukankah itu mobil Om Bima?"

Dengan langkah sedikit tergesa-gesa, Fero menghampiri mobil hitam yang terparkir sembarangan di antara lebatnya tumbuhan ilalang di sekitarnya. Fero memutari kap mobil tersebut dan menemukan ponsel Dyezra yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

"Sial! Anak buah Aretta pasti sudah membawa Dyezra bersama mereka. Tapi di mana? Tidak ada satupun bangunan atau rumah di sini."

Fero mengacak rambutnya frustasi. Ia berinisiatif untuk menghubungi Om Bima dan melaporkan apa yang terjadi di sini. Fero melangkah ke sembarang arah demi mencari petunjuk. Dengan harapan, ia bisa segera menemukan Nindi dan Dyezra sembari menunggu bantuan dari Om Bima datang. Ia juga menghubungi teman-temannya dan Diorza agar segera menyusul ke lokasi.

"Hah, gue harap semuanya bakal baik-baik aja."

Tatapan Fero menyendu.

Pemuda itu memandangi ponsel Dyezra yang kacanya retak di sana-sini. Ia jadi kepikiran tentang bagaimana ponsel gadisnya bisa retak seperti itu. Ia juga baru menyadarinya. Dyezra juga tidak cerita apapun padanya soal ini.

Fero membolak-balikkan benda kecil berbentuk persegi panjang itu dan memandangnya lekat-lekat. Ia masih bisa merasakan aroma parfum Dyezra sekilas, dan itu membuatnya semakin tidak tenang.

"Gue harus segera nemuin dia."



Duh, semoga Nindi dan Dyezra baik-baik aja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro