DYEZRA 39 - Meresmikan Hubungan
•
•
•
"Sini lo setan! Dikira gue bakal diem aja gitu?! Bajingan!"
"Argh! Muka cantik gue! Sialan lo, Ra!"
Dyezra dan Aretta kembali saling pukul, saling cakar, dan saling jambak. Tenaga dua gadis itu memang tidak main-main jika sedang dilanda amarah dan kekesalan.
Beberapa saat kemudian, Devina dan yang lainnya sampai di lokasi. Mereka bertiga dibuat terkejut dengan kondisi Dyezra dan Aretta yang sudah tidak karuan. Mira langsung menghampiri Nindi yang masih berdiri dengan cemas.
"Mereka brutal banget, anjir!" heboh Viona. Devina setuju dengan perkataan Viona yang satu itu.
"Harus segera dipisahin itu!" seru Mira yang juga tak kalah hebohnya.
Akhirnya Mira dan Viona turun tangan untuk memisahkan keduanya. Viona memegangi Dyezra dan Mira memegangi Aretta.
"Udah napa! Lo berdua tuh udah gede! Selesain masalah pake kepala dingin!" ujar Devina yang berdiri di tengah-tengah keduanya. Devina dengan tatapan tajam dan tangan bersedekap, sudah seperti guru yang memarahi muridnya.
Bagaimana tidak? Lihat saja penampilan Dyezra dan Aretta sekarang. Wajah dan tangan penuh bekas luka cakar, bahkan ada yang kulitnya sampai mengelupas. Beberapa lebam di lengan, juga rambut yang acak-acakan. Keduanya sudah seperti orang gila.
"Dia duluan yang dorong gue!"
"Lo bikin gue kesel! Makanya gue dorong!"
"Sialan, sini lo Aretta!"
"UDAH!" teriak Devina. "Mending kita balik ke basecamp sekarang. Luka lo berdua harus diobatin," ujar Devina kemudian.
"Ja-jadi kita nggak lanjut jalan ke pos?" tanya Nindi takut-takut.
Devina menggeleng. "Enggak Nin, nanti di sana bisa kita jelasin kejadian yang sebenarnya. Biarin aja kalo nih anak berdua dihukum lagi sama para guru," ujar Devina dengan tenang.
Dyezra dan Aretta mendelik. "Enak aja!" seru keduanya kompak. Keduanya sontak saling tatap, kemudian memalingkan wajah lantaran masih merasa kesal.
Akhirnya keenam gadis itu memutuskan kembali ke basecamp dengan Mira sebagai penunjuk jalan. Dyezra sudah membenarkan tatanan rambutnya, sesekali gadis itu meringis pelan karena rasa perih di sekitar wajahnya. Kondisi Aretta tidak jauh berbeda dengan dirinya, bahkan mungkin lebih parah. Mengingat dirinya yang begitu brutal tadi.
Dyezra sudah siap akan hukuman yang mungkin saja akan diberikan padanya dan Aretta. Setidaknya dia sudah puas setelah membalas Aretta habis-habisan. Senyum kecil terbit di sudut bibir Dyezra. Mereka menelusuri sungai dan bebatuan untuk sampai di basecamp.
Sesampainya di sana, ternyata yang lain sudah banyak yang kembali dari perjalanan. Mereka terkejut saat mereka berenam tiba, secara kondisi Dyezra dan Aretta begitu berantakan. Fero, Deon, dan Fikri langsung menghampiri mereka.
"Astaga! Ini pada kenapa?!" tanya Fikri yang reflek menyentuh luka melintang di lengan Dyezra. Gadis itu meringis.
"Bego! Jangan dipegang, Fikri!"
Deon menatap Aretta yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan Dyezra. "Lo juga kenapa? Kalian berdua berantem, ya?" tebaknya yang memang tepat sasaran.
Aretta mengangguk singkat. "Dia duluan yang mulai!" tunjuknya pada Dyezra.
"Enak aja lo! Lo duluan yang dorong gue ke semak penuh ranting itu sampe gue lecet-lecet kek gini!" seru Dyezra tidak terima. Enak saja dia yang dituduh memulai pertengkaran.
"Itu karena lo ngeselin!" pekik Aretta.
"Bangsat," desis Dyezra. Gadis itu meringis saat tidak sengaja menekan salah satu lukanya.
Fero yang sedari tadi tidak bersuara menatap Dyezra dengan tatapan datar. Pemuda itu langsung menarik tangan Dyezra agar mengikutinya. "Gue obatin," ujarnya begitu melihat tatapan kebingungan Dyezra dan yang lainnya.
Mereka yang paham hanya menganggukkan kepalanya membiarkan Fero membawa Dyezra untuk mengobati luka gadis itu. Sementara Aretta langsung dibawa Nindi dan Mira ke dalam basecamp untuk diobati juga. Beruntung karena tadi tidak ada guru dan panitia di sekitar mereka. Jadi mereka masih aman, setidaknya untuk sekarang.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Dyezra menatap Fero yang tengah mengobati luka-luka di tubuhnya dalam diam. Pemuda itu tidak berbicara apapun sedari tadi. Ya, sejak kejadian tadi pagi sampai sekarang, Fero belum berbicara sepatah kata pun padanya. Apakah pemuda itu marah padanya?
Fero beralih mengobati bagian wajah sahabatnya itu. Pemuda itu memegang dagu Dyezra agar menatapnya dan kembali menempelkan tisu basah untuk membersihkan wajah Dyezra dari noda tanah dan juga darah agar lebih mudah diobati nantinya.
Dyezra meringis saat tisu yang diusapkan Fero tidak sengaja mengenai lukanya. Itu sangat perih! Fero yang mendengar ringisan Dyezra malah semakin sengaja menekan luka sahabatnya itu.
"Awss! Fero, itu sakit!"
Fero menghela napasnya. "Maaf," gumamnya.
"Lo marah ya sama gue?" tanya Dyezra kemudian. Dyezra menatap Fero yang juga tengah menatapnya.
"Enggak."
"Terus kenapa lo diemin gue?" tanya Dyezra lagi. Gadis itu masih tidak menyerah agar Fero mau mengaku dan memberitahunya. Namun Fero tetap diam dan lebih memilih fokus untuk mengobati luka di wajahnya.
"Fero-"
"Diem, Ra! Lo bikin gue khawatir terus tau nggak?!"
Dyezra terkejut. "Jadi itu sebabnya lo diemin gue daritadi?"
"Iya! Gimana gue nggak marah?! Tadi Devano, sekarang Aretta. Nanti siapa lagi?! Bisa nggak sih lo jadi anak baik dan jangan bikin gue khawatir?!"
"Maaf," lirih Dyezra. Ia tidak tahu kalau Fero begitu khawatir padanya, tapi kan ia tidak apa-apa. "Tapi kan gue gapapa," tutur Dyezra setelahnya.
Fero memandang Dyezra dengan tajam. "Harus nunggu sampe kenapa-napa dulu baru lo sadar, gitu?!" Fero menghela napasnya, berusaha menahan rasa kesalnya yang meledak-ledak. "Jangan buat diri lo sendiri dalam bahaya Ra, gue nggak bakalan sanggup kalo lo sampe kenapa-napa kek gini."
Netra Dyezra berkaca-kaca. Air matanya turun tanpa diminta. "Hiks, maaf."
Fero terkejut, ia buru-buru mengusap air mata Dyezra yang mengalir di pipi gadis itu. "Kok nangis, sih? Udah, jangan nangis. Maaf kalo gue marah-marah sama lo tadi."
Dyezra menggeleng.
Gadis itu sebenarnya terharu karena ternyata Fero begitu peduli padanya. Pemuda itu marah karena selalu saja menemukan Dyezra dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tentu saja itu membuatnya sangat khawatir dan tidak tenang.
Dyezra paham sekarang.
"Udah gue obatin semua. Lihat, wajah lo jadi jelek gini," kelakar Fero.
Dyezra mengerucutkan bibirnya sebal. "Biarin," rajuknya.
Fero tertawa pelan. Dyezra begitu menggemaskan sekarang. "Gue sayang sama lo Ra," lirihnya.
"Hah? Lo ada bilang sesuatu?" tanya Dyezra.
"Gue sayang sama lo, mau jadi pacar gue?" ungkap Fero tiba-tiba. Dyezra menatap pemuda di depannya tidak percaya. Kenapa tiba-tiba sekali?! Tunggu, bukankah seharusnya ia senang sekarang?!
"Kok tiba-tiba?"
Fero tersenyum. "Nggak tiba-tiba, gue emang suka sama lo sejak lama dan lo juga punya perasaan yang sama kan?" Dyezra hanya mengangguk kaku menanggapi ucapan Fero.
"Jadi gimana?" tanya pemuda itu lagi.
"Iya, gue mau!" jawab Dyezra dengan tegas. Fero terkekeh, akhirnya dia bisa melindungi Dyezra tanpa harus takut bersikap lagi. Dia bisa bebas mengungkapkan dan menunjukkan kasih sayangnya sekarang.
Fero menarik Dyezra ke dalam pelukannya. Keduanya bahkan tidak sadar jika matahari sudah semakin naik ke atas, yang tandanya sudah semakin siang. Mungkin saja semua orang sudah menyelesaikan misi perjalanan mereka dan sudah kembali ke basecamp.
"Ayo kita kembali ke basecamp," ajak Fero. Ia menatap sekali lagi pada wajah penuh luka Dyezra dengan tatapan sendu. "Kalo ada apa-apa bilang sama gue, ya?"
Dyezra mengangguk patuh. Fero mengulurkan tangannya dan membantu Dyezra untuk berdiri. Setelahnya kedua sejoli yang baru saja meresmikan hubungan mereka itu kembali ke tempat teman-temannya.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Dyezra menegang sempurna saat melihat Aretta yang tengah disidang Bu Retno di depan sana. Ingin rasanya dia kabur sekarang juga, tapi Bu Retno ternyata menyadari kehadirannya.
"Dyezra, mau ke mana kamu?"
Suara penuh penekanan dari Bu Retno membuat Dyezra menghela napasnya. Ia berjalan ke arah gurunya tersebut, Aretta menatapnya dengan tajam, tapi Dyezra menghiraukannya.
"Apa benar kamu yang memulai semua pertengkaran di antara kalian?"
Dyezra membulatkan matanya. "Bukan saya! Dia duluan yang dorong saya Bu!" sergah Dyezra sembari menunjuk Aretta dengan kesal. Kemudian Dyezra menceritakan kejadian yang dialaminya sedetail-detailnya.
Bu Retno mengangguk-angguk paham. "Tapi bukan berarti kamu boleh menyerang Aretta begitu."
Dyezra menatap Bu Retno dan Aretta yang tengah menyeringai padanya dengan tatapan tidak percaya. "Jadi Ibu menyalahkan saya begitu?!"
"Tidak, kalian berdua sama-sama salah. Jadi keduanya akan mendapatkan hukuman. Nanti saat jam makan siang, kalian harus melayani semua teman-teman kalian saat mengambil makanan di meja. Dyezra bertugas di bagian makanan, dan Aretta di bagian minuman."
Aretta menggeleng cepat. "Kok hukumannya gitu sih, Bu?!" protesnya. Dyezra mah tidak masalah, itu hukuman yang tergolong ringan buatnya. Lebih baik daripada harus ikut memasak ibu-ibu seperti hari pertama waktu itu.
"Tidak ada bantahan, Aretta. Laksanakan hukumannya atau saya tambah hukuman kamu."
Aretta menghentakkan kakinya dengan kesal, gadis itu langsung berjalan memasuki basecamp meninggalkan Bu Retno dan Dyezra yang masih berdiri di depan pintu.
"Dyezra, tolong awasi dia ya."
Dyezra mengangguk patuh. Tentu saja dia akan mengawasi Aretta, tidak akan dia biarkan gadis itu kabur dari hukumannya.
Setelah itu Bu Retno pamit kembali ke basecamp para guru. Dyezra pun juga langsung masuk ke dalam dan menghampiri para sahabatnya. Terlihat juga Aretta yang tengah mendumel soal hukuman itu. Dyezra tersenyum puas melihatnya, lalu kembali berbincang-bincang dengan sahabat-sahabatnya.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Jam makan siang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Aretta dan Dyezra sudah stand by di belakang meja yang sudah terisi penuh dengan berbagai sayur dan lauk pauk. Sesuai instruksi dari Bu Retno, Dyezra mengambilkan makanan untuk teman-temannya yang tengah berbaris mengantre makanan itu. Tidak lupa senyum manis yang selalu terpancar dari bibirnya.
Sementara Aretta, dia melakukan pekerjaannya dengan setengah hati. Dalam hatinya, gadis itu tidak berhenti menggerutu sedari tadi. Dia terus mengumpati Bu Retno yang memberikan hukuman itu padanya.
"Senyumnya yang ikhlas dong Neng," ujar salah satu kakak kelas mereka pada Aretta. Dyezra tertawa pelan melihat interaksi itu. Sepertinya ia jadi tahu harus menghadapi Aretta dengan cara seperti apa setelah ini.
Setelah dipikir-pikir, ini jadinya bukan Zenius Camp bagi Dyezra, tapi Punishment Camp. Dyezra tertawa dalam hati saat hal konyol itu terlintas begitu saja di pikirannya.
"Cantik, tolong makanannya dong."
Dyezra terkejut. Ia menoleh ke asal suara dan menemukan Fero yang menampilkan senyum menggodanya di sana. "Kaget gue," gumam Dyezra. "Mau makan apa?" tanya Dyezra kemudian dengan sikap acuh tak acuh andalannya.
"Makan kamu."
Dyezra mendelik kesal. "Sstt! Nanti ada yang denger gimana?!" tekan Dyezra dengan suara pelan, ia melirik tajam pada Fero yang malah cengengesan.
"Maaf, Nyai. Ya udah, ambilin apa aja deh. Pasti gue makan, penting lo yang ambilin."
Dyezra mengangguk singkat. Ia mengambilkan dua centong nasi untuk Fero dan beberapa lauk yang sekiranya cukup.
"Sambalnya juga."
Dyezra mengangguk lagi. Ia mengambilkan sambal juga untuk Fero. Setelah lengkap sesuai dengan selera dan permintaan pemuda tersebut, Dyezra langsung memberikan piringnya pada Fero.
"Makasih, sayang."
Pipi Dyezra sedikit bersemu saat mendengar panggilan Fero padanya barusan. Sebelum Fero semakin gencar menggodanya, Dyezra mengusir pemuda tersebut dengan cepat. Fero sendiri hanya mengiyakan setelah melemparkan beberapa gombalan pada gadis itu.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Setelah acara makan siang hari itu, mereka mendapatkan tugas untuk mencari tanaman obat di sekitaran hutan. Tugas ini untuk individu, jadi mereka bebas dengan siapa saja.
Fero langsung bergerak cepat menarik Dyezra yang lagi asik berbincang dengan Mira itu untuk ikut dengannya.
"Buset, tuh anak main serobot aja," komentar Mira sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mereka tuh, serasi banget ya?" ujar Nindi sembari menatap ke arah punggung Dyezra dan Fero.
"Hah, mereka tuh udah saling suka. Entah kapan si Fero mau nembak Dyezra," sahut Viona.
"Kasian juga ya Abang gue," gumam Devina tiba-tiba. Nindi yang tidak tahu menahu menatap Devina penuh tanya. "Ahh, si Devano. Tahu dia nggak? Dia kan juga suka sama Dyezra," lanjut Devina kemudian, menjelaskan.
Nindi mengangguk paham. "Deon juga suka sama Dyezra," cicit Nindi dengan pandangan sendu.
"Hah?! Kok lo tau, Nin?!" seru Viona heboh.
Mira reflek menggeplak kepala belakang Viona dengan pelan. "Jangan keras-keras! Nanti orangnya denger gimana?!" tekannya sembari memberikan tatapan tajam pada Viona. Sang empunya hanya cemberut dan mengelus-elus kepala belakangnya dengan pelan.
"Udah kelihatan kali," sahut Devina tiba-tiba. "Gue kan sekelas sama Deon, dia tuh kalo denger yang berhubungan sama Dyezra pasti responnya langsung cepet. Ya meskipun akhir-akhir ini Deon udah nggak terlalu deket sama Dyezra. Mungkin sejak Dyezra mengakhiri pacar pura-pura mereka," lanjut Devina.
Netra Nindi membulat terkejut. "Pacar pura-pura?! Jadi waktu itu Dyezra sama Deon cuma pura-pura pacaran?!"
Devina dan Viona mengangguk serempak.
"Dyezra cuma suka sama Fero, dia juga tau kalo Deon suka sama dia. Makanya Dyezra ngerasa bersalah dan langsung mengakhiri sandiwara pacaran pura-puranya sama Deon."
Nindi menggeleng tak percaya, ia jadi tak habis pikir dengan pola pikir saudara tirinya itu.
Berarti waktu itu aku salah paham, ya?
•
•
•
Part ini bikin gue baper sendiri sumpah! Oke, see you next part!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro