DYEZRA 23 - World Feels Like Ours
Jangan lupa tinggalkan jejak!
•
•
•
Dyezra memberhentikan laju motornya sesampainya di tempat yang menjadi tujuannya. Ia sontak langsung membuka helm dan sedikit merapikan tatanan rambutnya. Sebuah sungai kecil dengan air yang masih sangat jernih menyapu pandangan Dyezra. Dikelilingi dengan pepohonan lebat dan semak belukar menambah kesan tenang dan eksotis pada sungai tersebut. Sungai itu memang terletak di pinggiran kota, bahkan masih menyatu dengan hutan.
"Hah ... tenangnyaa." Dyezra merentangkan kedua tangannya merasakan semilir angin yang menyapu kulitnya dengan lembut seraya berputar-putar senang. Ia melangkah dengan riang ke arah aliran sungai dan duduk di salah satu batu besar yang ada di sana sambil bersenandung pelan.
Itu semua tak luput dari penglihatan seorang 'Deon Putra Alaska' yang memerhatikan gadis itu dari kejauhan.
Ini kan sungai yang jalurnya ngelewatin rumah gue.
Deon terheran-heran dalam hati. Tidak ingin ambil pusing, ia kembali memerhatikan kegiatan Dyezra. Entah kenapa ia sungguh penasaran dengan cewek aneh itu, sampai rasanya ia jadi ikutan aneh karena melakukan hal memalukan seperti ini. Stalker. Ya, sebut saja dirinya stalker untuk saat ini.
Krek!
Deon merutuki dirinya yang kurang berhati-hati. Ia baru saja menginjak sebuah ranting kayu yang kemungkinan besar suaranya akan terdengar oleh Dyezra, dikarenakan suasana di sana yang cukup sunyi. Deon mendongakkan kepalanya saat melihat sebuah sepatu bot berwarna hitam mengkilap baru saja tiba di depannya.
"Lo ngapain?"
Pertanyaan bernada tidak suka itu membuat Deon benar-benar ingin mengubur dirinya hidup-hidup sekarang juga. "Lo yang ngapain di sini?" bukannya menjawab pertanyaan Dyezra, Deon justru balik bertanya pada gadis itu.
"Lahh? Ya suka-suka gue, lah. Lo yang ngapain di sini?" ujar Dyezra sembari bersedekap dada. Gadis itu menatap tajam cowok di depannya yang tampak sedikit panik.
"Ya sama kayak lo, suka-suka gue. Ini kan tempat umum."
Dyezra berdecih mendengar jawaban Deon yang jelas-jelas 99,9% adalah kebohongan itu. Pupilnya melirik motor sport hitam yang bertengger tidak jauh dari tempatnya berdiri, tepat di belakang sebuah batu besar.
Ohh, jadi dia ngikutin gue?
"Terserah lo, yang penting jangan sekali-sekali lo ganggu gue. Gue ke sini karena butuh ketenangan, dan gue gamau itu rusak karena lo!"
Setelah memberi sedikit ancaman, Dyezra memutuskan beranjak kembali ke batu besar tadi. Ia tidak peduli soal keberadaan Deon, asalkan cowok itu tidak menganggu kesenangannya.
Bukannya tidak menghargai ancaman Dyezra atau bagaimana. Namun karena sudah kepalang basah, Deon memutuskan untuk mengikuti gadis itu saja. Ia mendudukkan dirinya di samping Dyezra, mengabaikan tatapan tajam gadis itu yang merasa terusik karena kehadirannya.
"Kan udah gue-"
"Sstt! Diem aja napa." Deon membekap mulut cerewet Dyezra yang baru saja akan mengomel.
Gadis itu mendelik dan langsung melepaskan bekapan tangan Deon pada mulutnya. "Sialan lo, Yon! Tangan lo bau stang, anjir!" ujarnya kesal.
"Yakan gue ke sini naik motor, tangan gue megangnya stang motor, mau gimana lagi?" balas Deon sambil mengangkat kedua bahunya tak acuh. Dyezra hanya mencibir sebagai respon.
Setelah itu, keduanya sama-sama terdiam. Hanya suara air yang menjadi alunan musik untuk mengisi keheningan di antara kedua sejoli tersebut. Baik Dyezra maupun Deon tidak ingin ada yang membuka percakapan. Deon memang tidak pandai mencari topik pembicaraan. Kalau Dyezra, gadis itu hanya tidak ingin terlalu dekat pada cowok di sampingnya. Meskipun rasanya sudah tidak mungkin mengingat beberapa hal yang terjadi belakangan ini.
"Soal pengakuan gue tadi, lupain aja."
Dyezra menoleh ke arah cowok di sampingnya yang tengah menutup kedua matanya. Bibirnya kelu, bahkan untuk sekadar menjawab kalimat yang Deon lontarkan barusan. Dyezra jadi merasa bersalah sekarang.
Ditatapnya sekali lagi salah satu ciptaan Tuhan yang mendekati kata 'perfect' itu. Rahang yang tegas, garis wajah yang terpahat sempurna, bibir tipis memesona, dan jangan lupakan kedua alis tebal itu. Hmm, membuat siapapun pasti akan jatuh hati saat melihatnya. Dyezra terperanjat kaget saat tiba-tiba Deon membuka mata dan menyeringai lebar ke arahnya.
"Udah puas lihatnya?"
Dyezra kelabakan, ia tertangkap basah sepertinya. "Err iya, sorry.. Soalnya kata Vio, kalo ada bahan cuci mata, gapapa lihatin aja gitu, hehe.." ujar Dyezra diakhiri cengiran khasnya yang membuat Deon mendengkus.
"Jangan ikutin kata Viona, sesat tuh anak," komentar Deon setelahnya.
Keheningan kembali terjadi setelahnya.
Dyezra merutuki dirinya yang tiba-tiba jadi kehabisan topik begini. Padahal dia biasanya ceplas-ceplos anaknya. Ia kembali menolehkan kepalanya ke arah cowok di sampingnya. Matanya membulat kala mengetahui kalau Deon juga tengah menatapnya. Pipi Dyezra seketika bersemu merah.
"Biar gue tebak, lo pasti terpesona sama ketampanan gue kan?"
"Idiihh!" Dyezra bergidik geli, tangannya otomatis langsung memberikan pukulan kecil pada bahu Deon. "Sok kepedean lo!" ujarnya sembari tertawa kecil. Deon ikut menarik sudut bibirnya saat melihat Dyezra tertawa.
"Mau ke mana?" Dyezra bertanya saat melihat Deon berdiri dari duduknya dan menepuk-nepuk celananya yang mungkin saja kotor.
"Balik ke sekolah, lo mau ikut apa tetap di sini?"
Dyezra menggeleng sebagai jawaban. "Gue mau di sini aja. Nggak mood ke sekolah gue," ujarnya.
"Jadi lo mau bolos gitu?" tanya Deon setelahnya. Dyezra menjawab dengan anggukan mantap.
"Ya udah, gue temenin lo di sini kalo gitu," kata Deon yang sontak saja membuat gadis itu menatapnya bingung.
"Kenapa?" tanya Dyezra sembari memiringkan kepalanya ke kanan yang membuat dirinya terlihat imut. Deon yang tengah kasmaran pada Dyezra tentu saja jadi sedikit blushing ketika ditatap seperti itu.
"Ngapa, dah?" Dyezra jadi benar-benar bingung sekarang. Bukannya menjawab pertanyaannya, Deon malah memalingkan wajahnya sembari mengelus dada dan berucap istighfar beberapa kali seperti baru saja melihat setan.
Setelah mengatur kembali ekspresinya ke mode normal, baru Deon menatap cewek yang masih terduduk di sampingnya itu. "Perlu banget gue jelasin?" tanyanya. Dyezra menjawab dengan satu anggukan yang terlihat ragu.
"OH! Gue tau! Lo pasti khawatir kalo ninggalin gue sendiri ya, 'kan? Ngaku aja!" seru Dyezra semangat, gadis itu tertawa kencang setelahnya. "Emang ya, pesona seorang Dyezra tidak perlu diragukan lagi," lanjutnya sembari mengibaskan rambutnya sombong.
Deon mendengkus melihat kepercayaan diri Dyezra yang terlalu tinggi itu, tapi gadis itu ada benarnya sih. Bagaimana mungkin tidak banyak laki-laki yang tertarik pada gadis cantik berkepribadian unik sepertinya. Aneh juga sih sebenarnya. Deon tertawa dalam hati.
Ia kembali mendudukkan dirinya di samping Dyezra. Kemudian keduanya jadi asik bercerita tanpa ada rasa canggung lagi. Sebenarnya, cuma Dyezra saja yang mengoceh tanpa henti. Deon hanya mendengarkan dan sesekali menanggapi. Bahkan terjadi perdebatan kecil jika keduanya tidak sependapat tentang suatu hal.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Sama halnya dengan Deon yang tengah kasmaran pada Dyezra, hal itu pun terjadi dengan Alana yang saat ini tengah menatap sahabatnya, Diorza yang sedang menjelaskan salah satu soal di papan tulis tadi. Sebenarnya Alana sudah paham bagaimana mengerjakannya, dia hanya beralasan saja agar bisa lebih dekat dengan Diorza.
Ya, kalian benar. Alana dan Diorza sudah berbaikan. Diorza membuat Alana mengerti, bahwa perasaan tidak bisa dipaksakan. Begitupun Alana yang akhirnya sadar, gadis itu juga tidak ingin memaksa Diorza. Setidaknya, bersama dengan laki-laki itu saja sudah membuatnya senang bukan kepalang. Apalagi statusnya yang sebagai sahabat perempuan satu-satunya dari seorang 'Diorza Wijaya Angkara'.
Hah ... ingatkan dirinya untuk tidak berteriak sekarang juga. Ingin rasanya dia bilang pada semua orang, bahwa Diorza sedang bersamanya, Diorza hanya peduli padanya. Namun itu akan sangat memalukan tentu saja.
"Lana, lo dengerin gue nggak sih?"
Alana mengerjapkan kedua kelopak matanya. "Eh? Kenapa?" tanyanya.
Diorza mendengkus kesal. "Makanya kalo gue lagi jelasin tuh, perhatiin yang bener."
"Udah gue perhatiin kok! Serius!" ujar Alana sembari menunjukkan kedua jarinya yang membentuk huruf V tersebut. Diorza memicingkan matanya sedikit tidak percaya, tetapi akhirnya dia menghela napas. Ia memutuskan kembali fokus pada lembar soal matematika di depannya. Mengabaikan Alana yang masih cengar-cengir tidak jelas.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Lain halnya Dyezra, lain pula dengan Devina dan Viona. Kedua gadis itu tengah saling pandang dengan heran. Keduanya berbicara lewat tatapan mata kala melihat Fero yang saat ini tengah uring-uringan.
'Dia kenapa?' Viona bertanya lewat tatapannya sambil menunjuk Fero.
'Mana gue tau,' balas Devina dengan mengangkat kedua bahunya.
"Argghhh!"
Hampir saja Viona terjatuh karena teriakan tertahan Fero tersebut. Ia langsung melemparkan botol saus yang ada di meja kantin tersebut ke arah sang pelaku. "Heh! Kalo gila jangan di sini, Mas! Kaget nih gue, sialan lo!" ujarnya jengkel.
Fero melirik Viona dengan tatapan tidak suka. "Apa, sih?!" tanyanya.
"Ya lo tuh yang kenapa?!" Viona saat ini ingin sekali memukul cowok itu hingga babak belur. Tidak tahu kenapa, tapi memang Fero itu terlahir ngeselin. Makanya dia kesel terus kalau dekat sama tuh cowok.
Fero mengacak-acak rambutnya hingga berantakan. "Gue lagi galau," katanya sembari memonyongkan bibirnya yang membuat Devina dan Viona bergidik jijik.
"Iwhh! Jijik gue lihatnya," komentar Devina pedas yang membuat Fero semakin memasang ekspresi sedih bak anak kucing kehilangan emaknya.
Devina yang melihat sahabatnya seperti ini jadi penasaran juga pada akhirnya. Namun dia tahu pasti, yang menyebabkan Fero sampai seperti ini. Siapa lagi kalau bukan Dyezra.
"Kenapa lagi sama Dyezra?" Devina pun memutuskan bertanya pada Fero. Siapa tahu dia bisa membantu problem kedua sahabatnya tersebut, pikirnya.
"Dia bohongin gue, ternyata dia sama Deon tuh cuma pacaran pura-pura gitu. Padahal dia tau banget kalo gue paling nggak suka yang namanya dibohongin," jawab Fero sembari menekankan suara pada kata terakhir. Tatapan mata Fero terpancar kekecewaan, kegelisahan, dan penyesalan yang tampak jelas.
Viona jadi iba melihatnya. "Dyezra gaada maksud buat bohongin lo, kok. Dia cuma kesel dan pengen bales perbuatan lo tempo hari aja." Viona berusaha menjelaskan sembari menepuk-nepuk bahu Fero.
Devina menanggapi dengan menunjukkan chatnya dengan Dyezra barusan. "Sekedar info saja, dia lagi bolos bareng Deon sekarang."
"Apa?!" Fero merebut ponsel Devina dari tangan pemiliknya. Ia membaca chat yang dikirim oleh Dyezra. Gadis itu memberitahukan lokasinya yang berada di sebuah sungai pinggiran kota. Plus dengan pap wajah, di mana ada Deon dibelakang Dyezra yang tengah melepas sepatunya di antara bebatuan.
"Sialan nih anak, cari gara-gara sama gue," Fero berdecak tidak suka. Ia mengambil dompet dan kunci motornya yang sebelumnya tergeletak di atas meja kantin. Kemudian langsung melenggang pergi tanpa pamit.
Viona otomatis panik. "Eh eh, nanti kalo berantem gimana?!" serunya heboh.
Devina terkekeh. "Biarin aja, pasti seru," ujarnya kemudian mengacungkan jempolnya pada Viona.
Viona jadi menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. "Ya Tuhan!Kuatkan hamba," ucapnya frustasi.
Devina tertawa geli melihat reaksi Viona. Sebenarnya dia hanya iseng, dia cukup penasaran bagaimana akhir kisah para sahabatnya nanti. Biarlah perannya hanya sebagai figuran atau tokoh tritagonis dari sang tokoh utama. Yang penting, dia bisa ikut berperan dalam perjalanan kisah cinta teman-temannya.
"Udah ah, ayok kita balik ke kelas aja," ajak Viona yang segera diangguki oleh Devina. Kedua sahabat beda sifat itupun segera meninggalkan area kantin menuju kelas masing-masing.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Nin, lihat deh. Ini bukannya Deon, ya? Yang dibelakang Dyezra itu."
Nindi yang awalnya tengah fokus menulis lantas langsung menoleh pada Mira saat mendengar nama 'Deon' disebut. Ia melihat foto Dyezra yang tampak senang dengan Deon di belakangnya yang lagi melepas sepatu di antara bebatuan.
Deg.
Nindi merasakan hatinya berdenyut sakit saat melihat pemandangan itu. "Ini kamu dapat dari mana?" tanyanya pelan.
"Ohh, foto ini? Awalnya gue tanya ke Devina sih tadi, Dyezra lagi ada di mana gitu. Eh dikirimin foto itu sama dia. Cukup tau aja sih kalo dia lagi sama Deon di luar sekolah," jawab Mira panjang lebar.
"Mereka berdua bolos?" tanya Nindi lagi.
Mira tertawa. "Hahaha, ya enggak lah. Yakali bolos," jawabnya kemudian. Nindi mengerutkan keningnya bingung. Namun seperkian detik kemudian, Mira baru sadar.
"EH?! MEREKA BENERAN BOLOS?!" Mira membulatkan kedua matanya. Gadis itu langsung melihat sekali lagi foto tersebut. Benar, itu bukan daerah sekolah. Lagipula dia baru ingat kalau di dekat sekolah tidak ada sungai.
"Wahh, wahh, parah. Dyezra nih makin hari kenapa makin ajaib aja ya kelakuannya. Bukannya makin rajin, makin blangsak iya. Tadi baru aja bikin keributan karena tiba-tiba pindah kelas. Sekarang? Malah bolos dia. Mana ajak-ajak Deon lagi. Aduh, auto tertular sifat blangsaknya Dyezra nanti tuh cowok," komentar Mira yang tak habis pikir. Ralat, bukan komentar. Mengomel, lebih tepatnya.
Sementara Mira mengomel, Nindi justru terdiam dengan rasa penasarannya.
Apakah rumor itu benar? Kalau Deon pacaran sama Dyezra? Kenapa rasanya hati ini tidak bisa menerimanya? Ya Tuhan, benarkah diri ini sudah jatuh hati pada laki-laki yang tengah bersama saudara tirinya itu?
Siapa yang tahu bukan? Perasaan seseorang tidak ada yang tahu dan tidak bisa dicegah. Rasa itu memang suka tumbuh di sembarang tempat. Bahkan ketika kita tidak menginginkan rasa itu hadir.
•
•
•
Wuhuu! Gimana sama part ini? Dari judulnya aja kelihatan yak. Gue emang mau bikin momen Dyezra-Deon berdua gitu, sih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro