DYEZRA 22 - Value of a Confession
•
•
•
Deon sedari tadi tidak bisa melepaskan pandangannya dari kelas sebelah, matanya terus saja mencari-cari keberadaan gadis itu. Devina yang menyadari hal itu sontak menghampiri Deon yang tengah duduk di pinggir lapangan bersama dengan Fikri.
"Nyari Dyezra?" tanyanya.
Fikri tersentak kaget karena kedatangan Devina yang tiba-tiba itu. "Astaghfirullah Neng, ngagetin aja," gumamnya. Devina terkikik geli. "Lo nanya ke gue?" lanjut Fikri bingung, ia juga sebenarnya sedang mencari Dyezra. Gadis itu punya hutang padanya, imbalan karena memberikan alamat rumah Deon tempo hari.
Devina menggeleng sebagai jawaban. "Ke temen lo nih," tunjuknya pada Deon yang sedari tadi terdiam tapi sapuan matanya ke mana-mana. Deon sontak menoleh saat tahu yang dimaksud Devina adalah dia.
"Gue? Nyari Dyezra? Kaga tuh."
"Jangan bohong, gue liat gerak-gerik lo kayak nyari seseorang di kelas sebelah. Ya siapa lagi kalau bukan Dyezra. Ngaku aja."
Skakmat!
Deon mendengkus karena tebakan Devina tepat sasaran. Sebenarnya ke mana gadis itu? Haruskah dia bertanya pada Devina saat ini? Hah, tapi dia gengsi. Nanti dikira ada apa-apa. Eh, tapi emang udah ada apa-apa kan?
"Hn, dia ke mana?" tanya Deon bingung.
"Pindah ke kelas Viona," jawab Devina.
"WHAT?!"
Bukan Deon yang berteriak, itu Fikri yang sama terkejutnya dengan Deon. Namun cowok itu segera menetralkan ekspresinya kembali.
"Kenapa pindah kelas?" tanya Fikri.
Devina mengangkat kedua bahunya tidak tahu menahu. "Dia belum cerita."
Fikri mengangguk-angguk mengerti. "Eh, itu anaknya!" Seruan Fikri mengalihkan atensi Deon, ia mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Fikri. Terlihat Dyezra yang berjalan sendirian di koridor. Tanpa banyak bicara, Deon berdiri dan menghampiri gadis itu. Mengabaikan Devina dan Fikri yang terheran-heran di tempat.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Kenapa pindah?"
Dyezra melirik Deon di sampingnya yang baru saja tiba. "Bukan urusan lo, 'kan?" Jawaban Dyezra membuat Deon bungkam. Seketika terjadi keheningan di antara keduanya. Dyezra menghentikan langkahnya dan memposisikan dirinya menghadap pada Deon.
"Baiknya kita akhiri sekarang aja pacar pura-puranya Yon," ujar Dyezra. Deon menegang, ia menatap gadis di depannya yang tampak tenang.
"Kenapa?"
"Karena gue udah dapetin apa yang gue mau, Yon. Gue udah balas kelakuan Fero dan bikin dia cemburu. Jadi udah selesai, lo nggak perlu jadi pacar pura-pura gue lagi."
"Kalo gue gamau gimana?"
Dyezra mengerutkan keningnya, menatap Deon tidak mengerti. "Maksudnya?" tanyanya.
"Lo paham maksud gue Ra," kata Deon. Ia menatap lekat gadis di depannya.
"Gue suka sama lo."
Dyezra membulatkan matanya tak percaya. "Ap-apa?" Ia mengerjap beberapa kali, berharap perkataan cowok di depannya ini hanyalah lelucon belaka. "Lo serius?"
Deon mengangguk dengan ekspresi datar yang tak lepas dari wajahnya, tatapannya terlihat sungguh-sungguh. Namun Dyezra menggeleng tak percaya. "Aneh lo," ujarnya.
Deon menghela napasnya. Ia tidak mengerti dengan gadis ini. Dia hanya berbicara jujur, apa yang salah?
"Lo suka sama Fero ya?" tanyanya tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Dyezra membulatkan kedua matanya terkejut. Menatap Deon tak percaya seolah apa yang barusan dia ucapkan benar-benar membuatnya terkejut.
Dia suka sama Fero?
Benarkah?
Dyezra terdiam, ia menatap Deon dengan pandangan yang sulit diartikan, lantas ia tersenyum sinis. "Gue rasa lo salah sangka. Gue nggak suka sama Fero."
Deon menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Jangan sekali-kali lo bohongin perasaan lo sendiri Ra, atau lo bakal nyesel nantinya."
Dyezra terdiam cukup lama, hanya keheningan yang terjadi di koridor tempat keduanya berdiri. Deon masih memperhatikan setiap ekspresi yang mungkin dikeluarkan oleh gadis di depannya ini. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Dyezra melangkah pergi dari sana. Mengabaikan Deon yang terdiam di tempat sembari menatapnya.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Viona saat ini tengah memerhatikan gadis di sampingnya yang sedari tadi melamun, entah memikirkan apa. Ia bahkan sudah mencoba memanggil sahabatnya itu beberapa kali, tapi Dyezra tetap tidak bergeming dari posisinya.
Nih anak kerasukan kali, ya?
"DYEZRA!"
Dyezra terlonjak kaget, hampir saja ia terjatuh dari kursi jika ia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Dyezra menatap Viona di sampingnya yang tengah berkacak pinggang dengan bibir yang maju beberapa senti.
"Kenapa, sih?" tanyanya.
"Lo tuh yang kenapa?! Dari tadi dipanggilin juga. Ngelamun aja," jawab Viona yang terdengar sewot.
Dyezra meringis meminta maaf. "Sorry, gue lagi banyak pikiran."
Viona menatapnya prihatin. "Cerita dong, jangan dipendem sendiri. Biasanya lo kalo ada apa-apa juga cerita."
Dyezra menghela napasnya lelah. "Gue gatau Vio, gue capek. Share it masalah bisa nggak, sih?!" Dyezra menjambak rambutnya frustasi.
Viona mencibir. "Makanya jadi orang tuh jangan suka nyari masalah. Jangan cakep-cakep juga jadi cewek. Repot kan lo sekarang karena banyak yang confess."
Dyezra mendelik. "Nggak gitu juga, heh!"
Viona mengibas-ngibaskan tangannya tidak peduli, gadis itu menatap Dyezra dengan serius hingga membuat sang empunya yang ditatap menjadi waspada. "Serahkan semuanya pada Viona Ayudia," ujar Viona sembari menganggukkan kepalanya meyakinkan Dyezra.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Maksud lo apa?! Jangan bercanda!"
Fero mencengkram pergelangan tangan Aretta dengan kuat, ia menatap gadis di depannya dengan tajam. Tidak peduli meskipun dia seorang perempuan sekalipun. Aretta mendongakkan kepalanya, memberanikan diri untuk membalas tatapan mematikan Fero.
"Gue nggak bercanda, ya! Gue lihat dan denger sendiri tadi di koridor!"
Fero seketika melepaskan cengkramannya pada Aretta dengan kasar, lantas pergi dari sana dengan langkah tegas yang menggema. Aretta tersenyum miring melihatnya.
"Mampus lo, Ra."
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Suasana kantin saat ini cukup sepi karena jam istirahat baru akan berbunyi beberapa menit lagi. Akan tetapi berbeda dengan ketiga sahabat ini. Mereka malahan sudah nongkrong di meja pojok kantin sembari bercengkrama. Ralat, lebih tepatnya menginterogasi Dyezra perihal gadis itu yang tiba-tiba pindah kelas.
"Jadi, bisa lo jelasin ke kita kenapa lo tiba-tiba pindah kelas?" tanya Devina membuka percakapan. Viona langsung mengalihkan fokusnya ke arah Dyezra.
Dyezra menarik napas dan mengembuskannya perlahan. "Jadi gini, Papa gue selingkuh-"
"WHAT?!"
Devina langsung membekap mulut Viona yang tadi berteriak. "Sstt, diem dulu napa," ujar Devina. "Lanjut Ra," lanjutnya.
Dyezra mengangguk, ia melanjutkan ceritanya. "Iya Papa gue selingkuh, sama Mamanya Nindi."
Brak!
"DEMI APA?!"
Viona mengelus dadanya, sepertinya jantungnya akan meloncat keluar. "Miraaa, jangan ngagetin dong!" seru Viona tak terima. Sementara sang empunya yang tadi menggebrak meja cuma cengengesan di tempat.
"Iya maaf, eh tapi itu beneran Ra?" tanya Mira. Semuanya pun kembali mengalihkan perhatiannya pada Dyezra.
Dyezra mengangguk lesu. "Bener, gue juga masih nggak nyangka. Yang paling bikin gue sedih, mereka menikah tepat setelah Papa bercerai sama Bunda gue. Kedatangan Nindi ke sini ya karena Papa."
Mira membulatkan kedua matanya terkejut. "Terus lo tau ini dari mana? Papa lo yang cerita?" tanya Viona. Mira menganggukkan kepalanya setuju dengan pertanyaan Viona. Begitupun Devina yang tampak serius menyimak.
Menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Dyezra berujar, "Nindi sama Mamanya kemaren dateng ke rumah. Yahh, kalian pasti tau lah apa yang terjadi selanjutnya."
Suasana seketika hening, baik Mira ataupun Viona tidak ada yang berkomentar. Sementara itu di bawah meja, Devina menguatkan Dyezra dengan menggenggam tangan kiri gadis itu dengan erat seraya tersenyum menyemangati. Dyezra otomatis juga ikut tersenyum tipis.
Sret!
Dyezra membelalakkan matanya saat tiba-tiba Fero datang dan menariknya dengan kasar hingga ia berdiri dari acara duduknya. Ia berusaha melepaskan tangannya yang dicengkram dengan kuat oleh Fero.
"Apaan, sih?!"
"Ikut gue."
Bukannya menjawab, Fero justru semakin mempererat cengkramannya pada tangan Dyezra hingga membuat sang empunya mengaduh kesakitan. Dyezra menolehkan kepalanya pada cowok di sampingnya yang tampak marah dengan rahang mengeras. Ia meneguk ludahnya takut.
"Lo jangan kasar gitu dong!" seru Devina tak terima melihat Dyezra meringis kesakitan seperti itu.
"Gue gaada urusan sama lo." Setelah membalas seruan Devina, Fero langsung menarik tangan Dyezra dan segera pergi dari area kantin. Mengabaikan Devina yang berteriak memanggil namanya dengan marah.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Lo tuh kenapa, sih?!" Dyezra bertanya sembari mengusap pergelangan tangannya yang sedikit membiru. Mereka berdua saat ini tengah berada di atap sekolah. Dengan Fero yang menatapnya tajam seolah ingin memakannya hidup-hidup.
Fero memegang kedua bahu Dyezra dan sedikit menekannya kuat. "Lo yang kenapa?! Lo bohongin gue, 'kan?!"
Dyezra mengerjapkan kelopak matanya. Ia sedikit gentar dengan tatapan Fero sekarang. "Ma-maksud lo a-apa?" tanyanya sedikit terbata-bata.
"Lo sama Deon cuma pura-pura pacaran, bener kan gue?" Fero sedikit menaikkan sudut bibirnya saat melihat perubahan ekspresi Dyezra. Tatapannya berubah sendu. "Lo tau gue, Ra. Lo yang paling tau kalau gue benci dibohongin."
"Fero, gue nggak bermaksud-"
"Lo nggak perlu jelasin apapun."
Usai mengatakan hal itu, Fero langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Dyezra yang masih berdiri mematung menatap punggung tegap sahabatnya itu. Kakinya seketika merosot jatuh, Dyezra terduduk di lantai atap yang kotor dan berdebu tersebut.
Matanya memanas, tetapi Dyezra tidak membiarkan air matanya jatuh. Ia mengepalkan kedua tangannya hingga buku jarinya memutih. Lantas berdiri dan meninggalkan atap dengan langkah cepat.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Lo kenapa, Ra?"
Pertanyaan itu hanya Dyezra jawab dengan lirikan mata, kakinya terus saja melangkah tak tentu arah. Tujuannya hanya satu, ia hanya ingin ke sungai itu. Untuk ke sana pun, ia tidak ingin menunggu sampai jam pulang sekolah.
"Ra!"
Dyezra menepis tangan Deon yang baru saja mencekalnya. Gadis itu berhenti dan memberikan tatapan tajamnya. Ia sungguh tidak ingin berbicara dengan siapapun sekarang. Ia juga tidak ingin dicegah maupun dihalangi. Meski itu Deon sekalipun.
"Apa?"
Satu pertanyaan yang keluar dari mulut Dyezra. Deon menghela napasnya. "Gue tanya, lo kenapa?"
"Gue nggak kenapa-napa dan ini bukan urusan lo. Jadi mending sekarang lo minggir." Dyezra kembali melangkahkan kakinya setelah itu.
Deon yang tidak puas dengan jawaban Dyezra, memutuskan mengikuti ke mana kiranya gadis itu akan pergi. Ia mengerutkan keningnya saat Dyezra berjalan ke arah parkiran sekolah. Deon saat ini bersembunyi di balik dinding pembatas antara koridor dan area parkir. "Ini kenapa gue jadi kayak penguntit gini, ya?" gumamnya tak habis pikir dengan diri sendiri. "Bodo amat lah," ujarnya kemudian.
Ia melihat Dyezra yang tampak sudah menaiki motor dan menjalankan motornya ke arah belakang sekolah. Deon terkejut. "Tuh cewek pasti mau bolos nih," gumamnya yang tanpa banyak berpikir, akhirnya langsung berlari ke arah motornya berada dan segera mengikuti Dyezra sebelum ketinggalan jejak.
Sementara di tempatnya, Dyezra tampak kesusahan membuka gerbang belakang sekolah yang akan menjadi jalannya untuk keluar kali ini. Gadis itu turun dari motornya dan langsung membuka gerbang yang sudah banyak berkarat itu karena memang jarang digunakan. Biasanya anak-anak bandel yang bolos akan memilih memanjatnya daripada harus membukanya seperti ini. Ia menyesali dirinya yang memakai sepatu bot dengan hak setinggi 5 cm yang memungkinkan dirinya akan terjatuh jika memaksa menaiki pagar ini. Namun ingatkan lagi kalau dirinya membawa motor kali ini, jadi tidak mungkin bukan kalau motornya disuruh manjat juga?
"Aw, sialan!"
Dyezra mengumpat pelan saat tangannya tak sengaja menggesek bagian karat yang sedikit menonjol. Ia memeriksa telapak tangan kanannya yang sudah terdapat luka gores yang cukup panjang. Akan tetapi, luka seperti itu bukan masalah baginya. Setelah memastikan kalau gerbang yang dibukanya cukup untuk ukuran motornya, ia bergegas menaiki motornya dan tancap gas pergi dari sana.
Gadis itu lupa menutup kembali pintu gerbang, sehingga memudahkan Deon untuk langsung melewatinya tanpa harus repot-repot membukanya lagi. Deon mengikuti motor Dyezra dengan jarak sekitar 12 meter jauhnya. Ia mempercepat laju motornya membelah jalanan yang agak padat. Ia memerhatikan Dyezra yang tampak lihai menyalip setiap pengendara yang ada di depannya. Deon tersenyum tipis di balik helmnya.
Ia menarik tuas remnya saat melihat Dyezra berhenti di pinggir jalan. Gadis itu turun dari motornya dan membantu seorang nenek yang ingin menyeberang jalan. Deon menahan dirinya yang ingin ikut membantu ketika matanya menangkap Dyezra hampir saja terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Ia menguatkan pegangannya pada stang motornya dan menghela nafas.
Ceroboh banget jadi cewek.
Deon tersenyum tipis saat matanya tidak sengaja melihat Dyezra tertawa karena nenek tersebut mencubit lengannya. Entah apa yang dibicarakan gadis itu sampai si nenek jadi geleng-geleng kepala karenanya. Ia mengalihkan pandangannya ke samping saat tatapan matanya bertemu dengan Dyezra.
Apa gue ketahuan?
"Sama-sama, Nek. Hati-hati, ya!"
Dyezra melambaikan tangannya sembari tersenyum lebar. Ia kembali menyeberang setelah memastikan nenek yang tadi ditolongnya sudah berjalan pergi. Matanya memicing saat melihat motor sport berwarna hitam yang berdiri tidak jauh dari motornya. Kayak kenal. Batinnya menerka-nerka. Ia menggelengkan kepalanya tak peduli dan langsung menaiki motornya, kemudian segera tancap gas melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda itu.
Sementara itu, Deon akhirnya bisa bernapas lega karena Dyezra tidak mengenali dirinya. Beruntung karena dirinya memakai jaket, sehingga seragam sekolahnya tertutupi. Meskipun celana abu-abunya masih terlihat, baginya itu bukan masalah. Karena seragam sekolah putih abu-abu bukan hanya milik sekolahnya saja kan?
Tanpa berlama-lama, Deon kembali mengikuti ke mana arah motor Dyezra pergi. Tentunya dengan menjaga jarak aman karena dia tidak ingin gadis itu curiga.
•
•
•
Piu? Gimana sama part ini? Asli, kasian banget sama Dyezra karena baru tahu fakta tentang papanya:(
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro