DYEZRA 09 - Inisial D
•
•
•
Tin Tin Tin ...
Seorang satpam segera membukakan gerbang saat tahu itu mobil dari salah satu sahabat nona muda mereka. Mobil Viona langsung masuk area rumah Keluarga Wijaya. Arkabima yang kebetulan pagi tadi sudah diizinkan pulang dari rumah sakit, langsung keluar dan membuka pintu saat mendengar suara derum mobil.
"Assalamualaikum ...."
"Ya ampun, kamu kenapa bisa begini Dyezra?" Bima kaget saat melihat putrinya dipapah sama Devina juga Viona.
"Hai Pa, udah pulang ya?" Bukannya menjawab, Dyezra malah tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. Tatapan Bima menajam, Dyezra yang sadar itu menghela napas.
"Anu Om, nanti kita jelasin di dalam. Ini Dyezranya biar duduk dulu." Devina menginterupsi, Bima mengangguk. Ia segera masuk ke dalam diikuti Viona juga Devina yang memapah Dyezra.
"Kalian cuma bertiga? Dari mana? Terus ini Dyezra kenapa bisa begini?" Pertanyaan bertubi-tubi dilayangkan oleh Bima, yang membuat ketiga anak hawa itu gugup.
"Iya, Om. Kita bertiga habis dari tempat pacuan kuda Kakek Surya, terus tadi ada insiden dan Dyezra jatuh. Jadi gitu deh, kakinya keseleo. Tapi udah diurut kok tadi sama Kakek!" Viona menjelaskan, yang diangguki oleh Devina. Mata Bima memicing mencari kebohongan.
Dyezra menatap jengah papanya yang berlebihan. "Udah Pa, Dyezra gapapa kok. Cuma keseleo biasa, ntar juga normal lagi jalannya."
"Kenapa nih rame-rame?" Diorza yang mendengar keributan dari kamarnya sontak keluar dan bertanya. Ia mengangkat alisnya saat melihat kedua sahabat kakaknya tengah duduk di ruang tamu.
"Gapapa, Fisika sama Fiskal di mana?" respon Bima mengalihkan pembicaraan.
"Di game room," jawab Diorza.
Bima mengangguk, ia kembali mengalihkan perhatiannya ke Devina dan Viona. "Makasih ya udah anterin Dyezra sampe rumah, lain kali kalian harus hati-hati," ujarnya sambil tersenyum tipis.
Viona tersenyum lebar, dia mengangguk. "Kami pamit ya Om, sampaikan salam juga sama Fisika dan Faskal. Assalamualaikum ..." Viona langsung menarik Devina agar berdiri.
"Waalaikumsalam. Ya, nanti Om sampaikan sama mereka. Hati-hati di jalan," ujar Bima.
"Hati-hati Kak," timpal Diorza yang ditanggapi senyuman oleh Devina.
Dyezra melambaikan tangan pada kedua sahabatnya, setelahnya ia berdiri dan mencoba berjalan. "Akhh! Shit!" Dyezra kembali terduduk, kakinya ternyata masih terasa sakit.
Arkabima menghela napas, lantas berjalan ke arah putrinya. "Sini Papa gendong." Bima membungkuk membelakangi Dyezra. Dyezra pun langsung mengalungkan tangannya pada leher sang papa. Dyezra tak ingin menyia-nyiakan kesempatan seperti ini. Di mana dia bisa bermanja-manja dengan papanya.
"Diorza, tolong panggilkan kedua adik sepupu kamu. Kita delivery saja untuk makan malam kali ini," perintah Bima yang langsung diangguki oleh Diorza. Ia bergegas ke lantai atas untuk memanggil Fisika dan Faskal.
Arkabima mendudukkan Dyezra di kursi dapur. Ia merogoh sakunya, mencari aplikasi untuk delivery di ponsel pintarnya.
"Ayo Bang Ojaa, kejar akuu!" Fisika berlari-lari, ia tertawa senang. Gadis kecil itu berlarian dari game room menuju dapur.
"Fisika, jangan lari-larian di dalam rumah. Nanti kamu terjatuh." Fisika memanyunkan bibirnya saat ditegur oleh Bima.
"Tau nih, dia emang bandel Uncle," timpal Faskal yang baru saja turun dari tangga bersama Diorza yang tampak ngos-ngosan.
"Lo kenapa?" Dyezra bertanya, Orza menunjuk Fisika yang tahu-tahu sudah duduk di pangkuan Arkabima seraya mencomot selai yang ada di atas meja. Dyezra mengangguk paham.
Ting tong.. Ting tong.. Ting tong..
"Ah, sepertinya pesanannya sudah sampai. Sebentar, Papa lihat dulu." Bima berdiri dari duduknya seraya membawa Fisika dalam gendongannya. Ia menuju pintu depan dan membukanya. Benar saja, ternyata delivery.
"Terima kasih ya, Pak. Maaf order malam-malam," ujar Bima yang dibalas senyuman oleh sang kurir. Ia segera kembali masuk ke dalam setelah membayar pesanannya.
Sesampainya di dapur, Bima segera meletakkan pesanannya di pantry dapur. "Diorza, tolong bantu siapkan ini," ujarnya sembari menurunkan Fisika dari gendongannya. Diorza mengangguk, ia menghampiri papanya dan mulai membantu menyiapkan makanan itu dalam piring.
Setelahnya, Keluarga Wijaya melaksanakan makan malam bersama dengan hening. Tentunya Fisika sudah bisa makan sendiri, meski terkadang masih belepotan. Si kecil itu sungguh menggemaskan, meski terkadang begitu merepotkan.
"Habis makan, langsung tidur ya. Besok kalian masih harus sekolah, 'kan? Untuk kamu Dyezra, mending kamu izin dulu kalau kakinya masih sakit."
Dyezra menggeleng cepat. "Aku mau sekolah aja, Pa. Lagian ini nggak terlalu parah, kok."
Bima mengangguk, ia beralih menatap Fisika. "Kamu tidur sama Uncle ya, biar Kak Dyezra bisa istirahat." Fisika mengangguk patuh, ia masih fokus dengan makanannya yang sisa remahan-remahannya aja itu.
Diorza berdiri dan membereskan piring kotor, ia meletakkannya di wastafel lantas mencucinya.
Definisi anak yang rajin di depan bokap.
Kalau tidak ada papanya, mana mau dia tetiba jadi babu dadakan kek gini.
"Fisika, habis makan langsung kasih Bang Orza aja piringnya. Uncle mau antar Kak Dyezra dulu ke kamar."
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Langsung tidur, jangan main HP." Bima berkata sesaat setelah meletakkan Dyezra di ranjangnya. Dyezra mengangguk patuh, ia berbaring dan membenarkan posisinya. Bima segera keluar dari kamar putrinya dan menutup pintu kayu itu.
Setelah papanya keluar, ia meraih ponselnya di atas nakas. Puluhan notifikasi muncul saat ia baru menghidupkan ponselnya. Terlebih dari grup DVD. Entah apa yang dibicarakan kedua sahabatnya hingga unreadnya bisa sebanyak itu.
Dyezra mengerutkan keningnya, chat dari Fero. 'Raaaa, kok lo nggak jengukin gue sih? Gue kan sakit gini berharap dijengukin sama lo☹'
Dyezra tertawa dalam hati saat membacanya. Ia segera mengetikkan balasan pada Fero. Kasihan sekali, pikirnya. Sakit berharap dijenguk, eh tak kesampaian. Lagian aneh-aneh aja, sih. Mana surat izinnya absurd banget lagi. Ingatkan Dyezra agar memukul kepala Fero besok jika pemuda itu sudah masuk sekolah.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Kak, sumpah lo ngerepotin banget kalo kek gini."
Dyezra mendengkus mendengar perkataan Diorza. "Gue juga kaga mau kali kek gini. Udah diem aja, deh."
Diorza memapah Dyezra sampai ke kelasnya. Kakaknya itu tetap bersikeras mau sekolah. Masalahnya yang jadi imbasnya sekarang dia. Udah dari kemaren di rumah dibabuin mulu. Sekarang di sekolah juga.
Gue yang terlalu baik apa gimana sih ini?
Diorza mendumel dalam hati.
Ia mengantarkan kakaknya itu sampai duduk di bangkunya. Banyak tatapan memuja yang tertuju padanya sejak ia menginjakkan kaki di koridor kelas sebelas. Risih banget aslinya, itulah kenapa dia tidak pernah menginjakkan kaki ke sini jika bukan karena terpaksa.
"Thanks ya, adek laknat." Dyezra tersenyum lebar, tapi menurut Diorza itu bukan senyuman melainkan ejekan. Ia langsung melengos pergi dari sana dan segera menuju kelasnya sendiri.
"Kaki lo masih sakit ya, Ra?" Mira bertanya sesaat setelah kepergian Diorza.
Dyezra mengangguk sebagai jawaban. Ia tersenyum. "Tapi gue udah gapapa, kok."
"DYEZRAAA!"
Suara itu menginterupsi keduanya. Mira dan Dyezra sontak menoleh ke arah pintu kelas. Fero berdiri di sana dengan tatapan terluka. Mira mendengkus. "Mulai dah," gumamnya.
"Kenapa lo tega? Kenapa lo nggak jengukin gue kemaren? Gue sakit loh, gue sakit!" kata Fero dramatis.
Dyezra mencibir. "Terus kalo sakit ngapain masuk?"
"Ya, kan udah sembuh."
"Nah, udah sembuh kan? Jadi gue nggak perlu jengukin lo, 'kan?"
Fero menggeleng tegas dengan tangan yang sudah berkacak pinggang. "Tetep aja harusnya lo tuh jengukin gue, Juleha!"
"Heh, Fero! Justru Dyezra itu lagi sakit pe'a! Gimana mau jengukin lo." Mira menimpali dengan kesal. Dyezra tertawa geli.
"Hah?! Lo sakit? Sakit apa?! Sakitnya sakit nggak?! Kasih tau gueeee."
"Berisik! Orang gue gapapa juga." Dyezra yang jengkel akhirnya bersuara. Sakit telinganya kalau harus dengerin Fero ngoceh terus.
Fero mencebikkan bibirnya, ia langsung meletakkan tasnya dan duduk. "Serius gue, lo sakit apa?" tanyanya.
Dyezra menghela napas, ia menunjuk kaki kirinya. "Keseleo kemarin, pas lagi pacuan kuda," jawabnya.
"Kok bisa?" tanya Fero lagi.
"Ya bisalah! Udah diem ah, capek gue ditanya-tanya mulu." Dyezra menelungkupkan kepalanya.
"Yeu, si anjir."
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Jam istirahat telah tiba, semua murid berbondong-bondong menuju kantin. Dyezra yang tak ingin merepotkan teman-temannya memilih menitip makanan dan tinggal di dalam kelas. Ia tidur sambil mendengarkan lagu lewat earphone yang selalu dibawanya ke mana-mana.
SREK! SREK!
Dyezra terusik, ia membuka matanya dan mendongak. Ia mengangkat alisnya, seolah bertanya 'Ada apa?' pada cowok yang saat ini berdiri di depannya. Dia adalah Devano.
"Gue denger lo kaga ke kantin, makanya gue bawain ini."
Dyezra mengalihkan perhatiannya pada sandwich dan jus tomat yang dibawa Devano. Ia mengambilnya dari tangan cowok itu.
"Thanks."
Devano tersenyum miring, tatapannya berubah sendu. "Kapan lo mau buka hati lo buat gue, Ra?"
Dyezra menghela napasnya. "Dev, kita udah pernah bahas ini kan?
"Iya, tapi gue nggak bisa. Gue nggak bisa berpaling gitu aja. Gue cuma mau lo, Dyezra!" Devano memukul meja di depannya dengan frustasi. Tatapannya seketika menajam. "Gue bakal bikin lo berpaling ke gue."
Dyezra terkekeh sinis dan memandang Devano dengan remeh. "Semoga berhasil." Devano berdecih, ia segera meninggalkan kelas Dyezra. Dyezra memilih tidak memedulikannya.
"Lumayan dapet makanan gratis."
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Nih Ra, pesenan lo."
Dyezra tersenyum. "Thanks, ya."
"Gue sama Devina balik ke kelas dulu ya, dadahh." Dyezra balas melambaikan tangannya pada kedua sahabatnya. Ia melirik Fero di sampingnya, menyodorkan makanan yang dipesannya tadi. "Buat lo, gue udah kenyang."
"Kenyang? Makan apaan lo?" tanya Fero.
"Ada, dikasih Devano tadi," jawab Dyezra santai.
Fero berdecak kesal. "Ngapa lo masih ladenin dia, sih?"
Dyezra mengangkat bahunya tidak tahu. Fero mendengkus, ia segera memakan pemberian Dyezra barusan. Sebenarnya dia sudah kenyang, tapi masih agak lapar. Eh? Gimana, sih? Ya intinya gitu, dah.
Drtt.. Drtt..
Dyezra membuka notifikasi yang baru masuk di ponselnya. Ia mendelik saat melihat postingan Devano di instagram yang men-tag dirinya.
dvn_blanc
♡ Liked by viovio, vina.blnc and 9738 others
dvn_blanc Dilihat dari belakang aja udah cantik @zrawlka
View all 77 comments..
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
"Dyezra sama Devano pacaran?"
"Serius? Dyezra anak kelas sebelas itu?"
Fero mengabaikan suara-suara di sekitarnya, telinganya memanas. Tujuannya cuma satu, kelas orang yang menjadi dalang kehebohan ini.
BRAKK!
Fero mendobrak pintu kelas XII MIPA-5. Amarahnya berkobar, tatapannya memancarkan permusuhan. "Mana Devano?" tanyanya dingin. Penghuni kelas tersebut meneguk ludah, jantung mereka udah dag dig dug ser.
"Gue tanya, mana Devano?!"
"Nyari gue?"
Fero berbalik, Devano berdiri di sana dengan santainya. Seolah tak terjadi apa-apa. Fero melangkah lebar ke arahnya. "Hapus postingan itu."
"Kalo gue gamau, gimana?" Devano menyeringai lebar, menguji kesabaran Fero. Sebenarnya, Devano berharap Dyezra yang datang sendiri kepadanya, bukan malah Fero yang maju sok jadi pahlawan kesiangan seperti ini.
BUAG!
Fero menonjok pipi Devano hingga cowok itu jatuh tersungkur. Fero menunduk dan menarik kerah seragam Devano. "Hapus atau lo abis sama gue sekarang."
Devano tertawa sinis, ia menatap remeh ke arah Fero. "Nggak akan pernah."
BUG! BUG! BUG!
Fero sudah cukup bersabar, ia melayangkan pukulan bertubi-tubi pada Devano yang justru tidak melawan sama sekali. Sepertinya cowok itu sengaja, tapi Fero tidak peduli. Yang terpenting amarahnya harus dilampiaskan dulu.
Siswa-siswi yang melihat itu panik, kerumunan di sekitar Fero dan Devano semakin banyak. Mereka tidak ada yang berani misahin, takut kena juga.
"FEROO! DEVANOO! APA-APAAN KALIAN, HAH?!"
Fero langsung melepaskan cengkramannya pada kerah Devano. Devano berdecih, ia berdiri dengan susah payah. Pukulan Fero ternyata tidak main-main. Wajahnya terasa panas dan sakit.
"Berantem di sekolah, mau jadi jagoan kalian?! Ikut ke ruangan saya sekarang!"
Mereka berdua mengikuti Bu Retno ke ruangan BK. Auto jadi masalah kalo kek gini mah. Salahkan saja Devano dan postingan instagramnya itu. Salahkan juga Fero yang tidak bisa mengontrol emosinya tersebut.
⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°
Dyezra saat ini tengah gelisah di tempatnya.
Duh, moga kaga berantem deh. Lagian Fero ngapa main pergi aja, sih?
Ia kembali melihat postingan Devano di instagramnya. Kapan Devano mengambil foto ini? Lagian seingatnya, di situ juga ada Viona dan Devina. Mereka tidak pergi berdua saja.
"Hah.." Dyezra memijit pelipisnya, ia sedikit pusing sekarang. "Ada aja masalah," gumamnya pelan.
•
•
•
Waduhh, si Devano nyari gara-gara aja emang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro