Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DYEZRA 03 - Canda Bertamu



Dyezra, Fero, dan Devina saat ini tengah berada di kantin setelah lari-larian menghindari Bu Retno. Mereka bertiga sangat lelah, terlihat dari baju olahraga mereka yang basah oleh keringat.

"Anjir, gila lo ya? Ntar kalo kita kena masalah gimana?" sungut Devina sebal. Sungguh, ia tidak mau diseret-seret dalam hal ini. Ntar kalau dia dihukum bagaimana. Bisa hancur citra seorang Devina Blanc yang kalem dan anggun di sekolah ini.

Dyezra merengut. "Ya maaf, abisnya gue sebel ish!" rajuknya. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. "Dah, ah. Mau pesen makanan gue, laper," lanjutnya sambil berlalu meninggalkan Devina dan Fero yang masih terdiam di tempat.

"Vin, mending lo balik ke lapangan aja deh. Ke anak kelas lo. Biar Dyezra gue yang urus," ujar Fero memecah keheningan. Devina mengangguk, tanpa banyak bicara ia segera beranjak dari sana.

Setelah kepergian Devina, Dyezra datang membawa senampan makanan dan beberapa minuman dingin. "Lohh? Devina mana?" tanyanya saat tak melihat Devina di sana.

"Cabut dia," jawab Fero singkat.

Dyezra menatap aneh Fero, lalu mengendikkan bahu dan mulai duduk. Saat tengah asik makan, saku celana trainingnya bergetar. Dyezra buru-buru mengambil ponselnya dan mengernyit bingung kala melihat nama 'Bangga' terpampang di layar ponselnya. Ia pun segera mengangkat panggilan itu.

"Halo Bang, kenapa?"

"Papa udah sadar?! Ya udah, ntar aku sama Orza ke sana. Iye Bang, elah. Tenang aja. Lagi sama Fero sih, kenapa?" Dyezra melirik Fero sebentar, yang ditatap menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'Apa?'.

"Iye, ntar disampein. Udah, ya? Heem, bye." Dyezra mematikan panggilan dari Bang Ega. "Dapet salam dari Bangga tuh," katanya pada Fero.

"Waalaikumsalam, jadi Papa lo udah siuman?"

Dyezra mengangguk. "Ya gitu, deh. Ntar pulsek gue mau ke rumah sakit jengukin dia."

Fero mengangguk-angguk mengerti. "Ikut dong gue, mau jengukin camer juga." Fero berkata dengan percaya dirinya.

Dyezra menatapnya malas. "Ya udah, ntar lo sama Orza aja."

Fero menggeleng. "Gue bawa motor."

"Ya udah. Yuk ah balik, ntar keburu Pak Bambang kelar urusannya bisa dihukum kita kelayapan kek gini," ajak Dyezra yang diangguki oleh Fero. Mereka berdua pun beranjak dari kantin menuju ke lapangan kembali.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Benar dugaan Dyezra, di sana sudah ada Pak Bambang yang menatap garang ke arah dia dan Fero yang malah cengengesan. "Dari mana kalian?" tanyanya tegas.

"Anu, ada panggilan alam Pak. Iya 'kan, Ra?" jawab Fero sambil menyenggol Dyezra agar mengikuti skenarionya.

"E-eh, iya bener Pak! Panggilan alam hehe," timpalnya cepat. Duh, kenapa jadi gugup begini?

"Lari keliling lapangan 10 kali, sekarang!"

"Yahh Pakk, kok lari sihh?" Dyezra langsung lesu ketika mendengar kata 'lari'.

"Kita kan udah jujur, Pak. Ada panggilan alam beneran," sahut Fero yang diangguki Dyezra.

"Kalian pikir saya anak kecil yang bisa dibohongi?! Mana ada panggilan alam ngajaknya malah anak cewek, Fero!! Ngaco ya kamu?!" kata Pak Bambang penuh penekanan. Mana mukanya serem banget lagi.

Fero cengengesan lagi. "Yakan Dyezra tuh kek cowok, Pak. Tomboy, udah gitu galak lagi," ujarnya tanpa merasa bersalah.

"Heh! Enak aja lo!" Dyezra reflek langsung menggeplak lengan Fero dengan keras hingga membuat sang empunya mengaduh sakit.

"Malah berantem, cepat laksanakan!"

"Iya Pak, iya. Lari nih saya," kata Fero yang langsung menarik tangan Dyezra untuk mengikutinya. Mereka berdua pun lari mengelilingi lapangan dengan ogah-ogahan. Sementara anak-anak yang lain malah sibuk nontonin, berasa bioskop. Ada yang ngasih semangat juga, sih. Kayak Viona yang heboh sampai membawa pom-pom segala.

"Eh, Vio?! Sejak kapan dia di situ?!" Dyezra terkejut, baru sadar akan kehadiran Viona di samping Devina.

Fero mengendikkan bahunya. "Gatau juga, dah. Kek jelangkung tuh anak. Datang tak diundang, pulang tak diantar."

Dyezra tertawa. "Hahaha, bener juga anjir. Ngapain sih tuh anak, malu-maluin aja." Fero ikut tertawa terbahak-bahak, sementara yang nontonin menatap mereka dengan heran.

Dipikiran mereka cuma satu.

Fero sama Dyezra waras?

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

"Yon, keknya yang tadi lo keterlaluan deh. Sama anak kelas sebelah itu."

Deon terdiam dan melihat ke tengah lapangan, tepat ke arah Dyezra juga Fero yang baru menyelesaikan hukuman larinya dan masih terlihat tertawa bersama.

Fikri melirik Deon dan menghela napas. Dia tahu Deon tidak akan memedulikan nasihatnya kali ini. Kecuali ... Fikri menyeringai licik menatap sahabatnya dan gadis di tepi lapangan bergantian.

Sepertinya menarik.

Fikri berdiri, lantas berjalan ke arah Dyezra dan kawan-kawan. Deon yang masih asik melamun tidak menyadari hal itu. Sementara DVD dan Fero menatap heran ke arah Fikri.

Mau apa dia?

Setidaknya itulah yang ada di pikiran keempat remaja itu.

"Hai, em gue mau minta maaf atas nama Deon buat kejadian tadi," katanya.

Dyezra tertawa sinis, lantas menatap Fikri tanpa ekspresi. "Nggak perlu. Lagian yang salah dia, bukan lo."

Fikri mengulurkan tangan kanannya di depan Dyezra, mengajak gadis itu berkenalan. "Gue Adyatama Malfikram, tapi anak-anak biasanya manggil gue Fikri."

Dyezra menyambut uluran tangan itu, dan ikut memperkenalkan dirinya. "Gue Dyezra dan ini temen-temen gue. Viona, Devina, lalu yang ini Fero," katanya seraya menunjuk temannya satu per satu. Ketiganya tersenyum dan say 'hello' pada Fikri saat Dyezra menyebut nama mereka.

"Salam kenal ya kalian, kalau Devina gue udah tau karena kita sekelas," ujar Fikri yang diangguki oleh Devina. Fikri beralih menatap Dyezra lagi. "Tapi gue bener-bener minta maaf Ra, soal si Deon. Lo tenang aja, gue bakal bikin dia minta maaf langsung sama lo."

Tiba-tiba dari arah belakang, ada Deon yang langsung menarik kasar lengan Fikri dan menatapnya tajam. "Lo apa-apaan, sih? Gue nggak salah ya, dan gue nggak akan minta maaf ke dia," ujarnya sambil menunjuk Dyezra.

Dyezra tertawa sinis. "Lo nggak perlu sampe kayak gitu karena kesalahan yang bukan lo perbuat, Fik. Toh, lo liat sendiri, 'kan? Justru yang lo bela-belain sama sekali nggak merasa bersalah," katanya seraya berdiri dari duduknya dan bersedekap dada.

Deon berdecih dan tanpa banyak bicara menarik Fikri pergi dari sana. Dyezra yang kesal langsung pergi dari area lapangan. Fero yang ingin menyusul ditahan oleh Devina.

"Biarin dia sendiri dulu."

Fero pun terdiam dan menghela napas, ia mengangguk mengerti. "Ya udah, gue balik ke kelas dulu ya. Baik-baik lo berdua. Gue duluan," katanya yang langsung diangguki oleh Devina dan Viona.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

BUG! BUG! BUG!

Dyezra memukul dinding toilet dengan kesal. "Arghh, kesel bat gue!" Lantas ia mengatur napasnya yang mulai memburu. Ia menatap tajam pantulan dirinya di cermin, kemudian menghela napas lelah. Dyezra memijit pelipisnya sebentar, lalu keluar dari toilet dengan membawa seragam olahraganya yang sudah dia masukkan dalam totebag.

Ia berjalan tergesa-gesa menuju kelas, karena ia sedikit terlambat. Jika ia kena hukuman lagi, ini benar-benar akan jadi hari tersial buatnya.

BRAK!

Dyezra membuka dengan kasar pintu kelasnya, sontak saja hal itu membuat teman-temannya terlonjak kaget. Ia menghela napas lega, ternyata guru yang mengajar belum datang. Ia pun langsung menuju bangkunya tanpa menghiraukan teman sekelasnya yang protes akibat tindakannya tadi. Setelah duduk di bangkunya, Dyezra langsung menelungkupkan kepala dan menutup mata.

"Dari mana aja sih, Ra? Cemas nih gue," ujar Fero. Dyezra hanya menjawabnya dengan gumaman kecil. Sementara Fero yang tidak puas dengan jawaban Dyezra masih mengoceh di sebelahnya.

Dyezra mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Fero. "Diem bentar ya, please. Bentaaarr aja, gue capek banget." Fero langsung terdiam dan akhirnya menghela napas. Ia mengangguk, membiarkan Dyezra sendiri dengan pikirannya.

Dua puluh menit kemudian, guru yang ditunggu belum juga datang ke kelas. Sementara anak yang lain happy-happy saja, Mira di tempatnya yang justru cemas sendiri. "Guys, gue cari Bu Auliya di ruang guru, ya?" Mira yang saat ini sudah berdiri di depan kelas berkata.

"Ihh, ngapain sih? Nggak usah."

"Iyaa, udah enak jamkos juga nih."

"Bener, tuh."

Mira menghela napas pasrah melihat respon teman-temannya yang protes mencegahnya untuk memanggil Bu Auliya ke ruang guru. Akan tetapi, ia tidak bisa tenang. Ia tidak mau waktu belajarnya di sekolah terbuang sia-sia.

Definisi anak teladan.

Mira menghampiri bangku Fero dan Dyezra. Terlihat bahwa Dyezra masih nyaman dengan tidurnya dan Fero yang bermain game di sebelahnya. Mira menggoyangkan badan Dyezra pelan. "Ra, bantuin gue dong, nyari Bu Auliya," katanya.

"Mmm.." Dyezra menggumam pelan dalam tidurnya.

"Dyezraaaa. Ayok dong, lo 'kan ketua kelasnyaaaa." Mira tidak menyerah, dia menggoyangkan badan Dyezra lebih kuat.

"Heh! Dyezra lagi tidur ngapa lo gangguin, sih?!" Fero yang terusik dari acara main gamenya sontak bertanya dengan nada kesal.

"Apa, sih?! Udah sana main aja, nggak usah kepo!" Mira mendelik tajam pada Fero.

Fero bergidik ngeri karenanya. "Ya udah, gue bantuin bangunin Dyezra deh."

"Nah! Gitu dong! Daritadi kek." Mira bersorak senang.

Fero hanya memutar bola matanya malas. Ia mulai membangunkan Dyezra dengan membisikkan sesuatu pada gadis itu. "Ra, bangun. Ada Bu Retno, tuh."

Dyezra langsung menegakkan kepalanya. "Hah?!" Mira terkikik geli, sementara Fero tertawa di tempatnya. Dyezra mendelik tajam. "Lo ngerjain gue lagi, ya?!" Fero cengengesan sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

Dyezra bersedekap dada, lantas bertanya pada Mira. "Sekarang apa lagi?"

Mira merangsek maju. "Bu Auliya daritadi belum datang, padahal juga gaada rapat guru atau sebagainya, 'kan."

Dyezra terdiam dan memutar otak. "Apa mungkin beliau tidak masuk hari ini?" Mira dan Fero pun menyetujui pemikiran Dyezra yang masuk akal.

"Ya udah sih, 'kan enak jadi jamkos," ujar Fero yang langsung membuat Mira mendelik ke arahnya.

Dyezra tertawa kecil, lantas ia pun berdiri. "Biar gue yang cari Bu Auliya," finalnya.

Mira mengangguk. "Hati-hati," pesannya.

"Kalo ada apa-apa kabarin gue!" sahut Fero yang dibalas dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkar bertanda 'oke' oleh Dyezra.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Dyezra berjalan sambil bersenandung ria di sepanjang koridor menuju ruang guru. "Terciptalah harmoniii, membuat segalanya lebih indaahh." Bibirnya tak henti-hentinya menyanyikan sepenggal lirik lagu 'Harmoni' punya Naura dan Devano itu. Akhir-akhir ini dia memang sedang mabuk lagu tersebut. Gara-gara habis nonton Doremi & You bareng sahabat-sahabatnya dua hari yang lalu.

Tidak terasa langkah kakinya sudah membawanya ke sebuah pintu kaca bertuliskan 'ruang guru' di atasnya. Ia pun masuk dan mengucapkan salam dengan sopan. Sontak para guru yang berada di dalam ruangan pun menoleh ke asal suara. Dyezra tersenyum canggung.

"Ada apa Dyezra?" Pak Gibran yang mejanya paling dekat dengan pintu akhirnya bertanya.

"Eh anoo, sekarang kelas saya harusnya jamnya Bu Auliya. Tapi beliau daritadi belum masuk kelas, Pak. Apa beliau ada di sini? Atau sedang tidak masuk?" Dyezra menjawab dan bertanya dengan panjang lebar.

Pak Gibran nampak berpikir dan sesekali mengecek ponselnya. "Kalau tidak salah, Bu Auliya tadi ikut Pak Safi ngurusin anak voli. Apa dia tidak memberitahu di grup kelas?"

Dyezra mengernyit bingung, lalu menggeleng ragu. "Sepertinya tidak, mungkin beliau lupa, Pak. Biasanya juga kita tetap dapat tugas kok kalau Bu Auliya lagi tidak bisa mengajar. Tapi ini ... tidak ada pemberitahuan apapun."

"Ya sudah, kalau begitu kerjakan saja soal di buku paket yang lanjutan dari materi sebelumnya. Setelah itu, pulang sekolah kumpulkan bukunya ke meja Bu Auliya," kata Pak Gibran. Dyezra mengangguk menyetujui, dan mohon undur diri. Pak Gibran tersenyum hangat sebagai respon.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Sesaat setelah sampai di kelasnya, Dyezra langsung diserbu pertanyaan dari Mira yang daritadi sudah menunggunya di depan pintu. Dyezra mengisyaratkan Mira untuk diam dan duduk di tempatnya. Ia berjalan ke arah papan tulis, dan menuliskan sesuatu disana. 'Kerjakan buku paket halaman 156, nomor 1-20. Dikumpulkan saat bel pulang sekolah. Tertanda : Bu Auliya.'

BRAK!

Dyezra memukul papan tulis di sampingnya dengan sedikit keras hingga menimbulkan suara yang cukup untuk mengalihkan perhatian teman sekelasnya. "Jadi teman-teman, berhubung Bu Auliya tidak bisa mengajar, kita dikasih tugas dan nanti dikumpulin. Jadi biar cepat selesai, lebih baik kita kerjakan sekarang. Oke?!" ujar Dyezra sembari tersenyum manis di akhir kata.

"Hahh, tugas lagi."

"Duhh, mana jawabannya banyak."

"Capek ah, harus banget dikumpulin sekarang?"

Bibir Dyezra berkedut kesal kala melihat respon teman-temannya yang sangat ogah-ogahan. "Kerjain sekarang makanya! Ngeluh mulu kalian," sahutnya sebal. Tanpa banyak bicara lagi, Dyezra berjalan kembali ke tempat duduknya dan memulai mengerjakan tugasnya.

Suasana di kelas XI MIPA-2 itu seketika cukup hening. Mereka mengerjakan tugas dengan santai. Bahkan, terlalu santai. Seperti dua orang di belakang yang justru sambil bernyanyi riang. Dyezra memijit pelipisnya pelan, merasa sedikit pusing.

Dyezra menoleh ke kiri, terlihat Mira yang mengerjakan tugasnya dengan serius serta Nindi yang asik membaca sesuatu di ponselnya hingga dia tersenyum sendiri. Dyezra mengangkat alisnya heran.

Apa yang tengah dilakukannya?

Karena tak ingin ambil pusing, Dyezra pun kembali fokus pada pekerjaannya.

Fero yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Dyezra dari sudut matanya seketika tersenyum.

Syukurlah lo baik-baik aja, Ra. Kenapa sih lo selalu bikin gue khawatir?

Fero menghela napas dan kembali fokus menulis.

⋆.◌°⋆.◌°⋆.✯✯✯°⋆.◌°⋆.◌°

Bel tanda berakhirnya jam pelajaran berbunyi. Ekspresi senang sekaligus lega terlihat di wajah para siswa-siswi yang selama 8 jam penuh berada di sekolah untuk belajar. Tak terkecuali di kelas Dyezra, teman-teman sekelasnya sudah bersiap menggendong tas mereka di punggung masing-masing.

"Ayok Ra, jadi 'kan jenguk Om Bima?" ajak Fero.

"Iya, jadi. Tunggu di parkiran aja." Dyezra masih sibuk memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. "Gue masih harus ngumpulin tugasnya ke ruang guru," lanjutnya.

Fero menggeleng tegas. "Gue temenin."

Dyezra menghela napas. "Nggak perlu Fero, ini kan udah tugas gue," ujar Dyezra seraya menyampirkan tasnya di pundak. Ia berjalan ke meja guru dan mengambil buku teman-temannya. Ia sedikit kesusahan, Fero yang melihat itu sontak berdecak.

"Begayaan sih, susah 'kan jadinya. Sini gue bantuin." Fero mengambil setengah buku dari tangan Dyezra dan membawanya. Dyezra mengerucutkan bibirnya, Fero terkekeh geli melihatnya. "Udah nggak usah cemberut, ayok cepet. Kasian Orza pasti udah nungguin," lanjutnya.

Dyezra mengangguk, mereka berdua pun berjalan berdampingan menuju ruang guru untuk mengumpulkan tugas mata pelajarannya Bu Auliya. Tidak ada percapakan yang terjadi, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga tanpa sadar, langkah kaki mereka sudah memasuki area parkiran sekolah.

Terlihat Diorza yang berdiri di dekat motornya sambil bersedekap dada dengan ekspresi datar. "Lama amat dah, abis pacaran dulu ya lo berdua?" ujarnya.

Fero terkekeh, sementara Dyezra mendelik tajam. "Apaan, sih?! Udah ayok ah buruan, keburu tutup rumah sakitnya."

Fero tertawa kencang. "Mana ada rumah sakit tutup, Ra. Anjir, lawak bener lo." Diorza juga ikut tertawa, apalagi setelah mendengar kalimat Fero barusan.

Dyezra berdecak kesal. Tanpa memedulikan keduanya, ia langsung memasang helmnya dan menaiki motornya. "Buruan, heh! Gue tinggal, nih!"

Fero dan Diorza seketika berpandangan dan terkekeh bersama. Fero menepuk bahu Diorza. "Udah, keluar ntar maungnya."

Diorza mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum miring. Ia mengangguk dan langsung menaiki motornya setelah berhasil memasang helmnya dengan sempurna, begitu juga dengan Fero yang melakukan hal sama. Ketiganya pun akhirnya keluar dari area sekolah menuju rumah sakit tempat Papa Dyezra dirawat.



Halooo, apa kabar nih kalian?

Btw part ini agak lebih panjang dari part sebelumnya. Soalnya gue nge-pas-in ceritanya hehe.

Happy reading ya!
Jangan lupa vote & comment!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro