Chapter 26
"It's so sweet knowing that you love me"
Cigarettes After Sex - Sweet
"Argh! Pusing!" Nana memegang dahi, dan memijat pelipis ketika rasa pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi apalagi ketika Nana mencoba membuka mata.
Nana mengerjap, ia merasakan ranjang yang saat ini ia tiduri lebih lembut dan empuk. Nana menyibakkan selimutnya, dan perlahan wanita itu mencoba untuk duduk.
Kepala Nana saat ini rasanya benar-benar berat, dan perutnya pun sangat mual. "Sejak kapan warna kamarku berubah jadi abu-abu?" Nana menguap, sembari mengamati seluruh sudut ruangan. "Sejak kapan juga kamarku punya pendingin?"
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan menampakkan Jaehyun yang sedang membawa cangkir berisi kopi.
Nana yang menyadari kehadiran Jaehyun itu terkejut bukan main, pasalnya wanita itu habis bermimpi dicium atasannya sendiri, lalu sekarang Jaehyun ada di depan mata dan membuatnya salah tingkah.
"Wakil Direktur, kenapa ada di sini pagi-pagi sekali?" tanya Nana.
Nana melihat penampilan Jaehyun yang hanya memakai t-shirt hitam, celana panjang, dan rambutnya tidak tertata rapi seperti biasa di kantor yang memamerkan dahinya.
"Mau sarapan apa?" tanya Jaehyun dengan bahasa informal yang membuat Nana melotot kebingungan. "Ada apa dengan tatapan aneh itu?" Jaehyun berjalan menghampiri Nana yang masih terduduk di ranjang.
Nana menggaruk kepalanya, dan mengusap wajah sekaligus matanya. Barangkali Nana masih di alam mimpi. "Wakil Direktur, kenapa berpakaian seperti itu di sini? Lalu kenapa bicara informal padaku?" tanya Nana.
Jaehyun menunjuk sesuatu di belakang Nana. Sebuah foto Jaehyun dan Nora yang terpajang di dinding. "Kau tidak sadar? Ini rumahku, dan ini kamarku. Aku bebas ingin memakai baju yang seperti apa." Jaehyun meletakkan kopi di meja. "Jangan-jangan kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?" tanya Jaehyun.
Tiba-tiba jantung Nana berdebar tak karuan, dan sebuah ingatan tentang ciuman yang dikiranya mimpi itu terputar lagi di kepalanya.
"Jadi, bukan mimpi?" tanya Nana.
Jaehyun yang nyaris lelah menanggapi pertanyaan Nana itu hanya bisa menepuk kepala wanita di hadapannya dengan pelan. "Lebih baik kau mandi, bersihkan badanmu lalu ayo kita sarapan. Nora sudah menunggumu." Jaehyun berjalan ke ujung dan membuka lemari, dan mengambil baju serta celana untuk Nana pakai. "Di laci bawah wastafel kamar mandi ada sikat gigi dan handuk, kau bisa menemukannya di sana," ucap Jaehyun, lalu menyerahkan bajunya pada Nana dan mencium puncak kepala wanita yang baru saja resmi jadi kekasihnya.
Tubuh Nana seketika mematung. "Terima kasih, Wakil Direktur," ucap Nana kaku.
Jaehyun menggeleng tak habis pikir. "Bukan Wakil Direktur, tapi Jaehyun. Ah, jangan lupa keramas, sampo yang biasa aku pakai berwarna putih. Cepat aku tunggu di meja makan," ucap Jaehyun lalu mengacak-acak rambut Nana sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.
**
Jaehyun menyiapkan roti panggang, dan scrambled egg sebagai isian dari roti panggang. Tak jauh dari Jaehyun, ada Nora yang sedang memakan sereal corn flakes dengan lahap.
"Nora mau roti?" tanya Jaehyun, sembari meletakkan roti yang baru saja dikeluarkan dari toaster ke meja. "Kalau mau, ayah buatkan."
"Mau," jawab Nora yang dibarengi dengan anggukan.
Tak lama setelah itu Nana yang baru selesai mandi ikut bergabung dengan Jaehyun dan Nora. Rambut Nana masih terlihat basa, karena wanita itu tidak mengeringkan rambutnya dengan benar dan buru-buru.
Jaehyun yang sedang mengoles mentega di roti itu sesekali melihat ke arah Nana. "Rambutmu masih basah sekali. Padahal ada hair dryer di dalam sana," ucap Jaehyun.
Sebenarnya Nana melihatnya, hanya saja untuk menggunakan hair dryer di rumah orang membuat wanita itu sedikit malu—sebab suaranya yang nyaring.
"Nanti juga kering dengan sendirinya," balas Nana, kemudian duduk di samping Nora yang sedang makan.
Jaehyun menyodorkan potongan roti ke depan mulut Nora. "Ayo buka mulutnya." Jaehyun menyuapi Nora dengan potongan roti yang cukup besar, sampai membuat Nora kesulitan menggigit, dan hanya menggigit ujungnya saja. "Ayo, Nana buka mulutnya juga," ucap Jaehyun, yang kemudian dituruti Nana tanpa banyak tanya, yang kemudian pria itu juga menyuapi Nana.
"Jadi, Nana-si, apa kau ingat bagaimana kau bisa berakhir di sini?" tanya Jaehyun.
Sebenarnya Nana ingat, bahkan sangat jelas. Hanya saja wanita itu antara malu mengingatnya, dan masih tidak percaya dengan apa yang terjadi kemarin malam.
"Aku ingat," ucap Nana dengan pelan.
Sembari tangan Jaehyun sibuk mengoles mentega lagi di atas roti, mata Jaehyun sama sekali tidak berpaling dari Nana. "Oke, jadi sekarang bagaimana?" tanya Jaehyun.
Nana menghindari tatapan Jaehyun dengan pura-pura mengaduk kopi. "Bagaimana apanya?" Nana berbalik tanya.
"Kau masih menganggap ini mimpi?" Jaehyun memperjelas pertanyaannya. Nana masih berpura-pura tak tahu, dan hal itu membuat Jaehyun sangat kesal.
"Tidak, Wakil Direktur," ucap Nana. Tak lama kemudian Jaehyun meletakkan roti di piring Nana.
Jaehyun mengusap kepala Nora, dan membersihkan remah roti dari bibir putrinya. "Nora, jika sudah selesai makan, kau boleh bermain piano atau menonton film. Ayah mau berbicara dengan Nana-si dulu," ucap Jaehyun.
Walau Nora tak menjawab, tapi gadis kecil itu mengerti perkataan ayahnya, dan menurut. Nora turun dari kursinya sembari membawa gelas berisi jus apel.
Melihat Nora yang pergi meninggalkan ruang makan, justru membuat Nana semakin panik dan salah tingkah.
Oh tidak, terus aku harus apa? batin Nana.
"Wakil Direktur Jung, apa semalam aku berbuat aneh saat mabuk?" tanya Nana.
Jaehyun menjawabnya dengan gelengan. Pria itu mengambil cangkir, dan menyeruput kopinya. "Tidak, tapi jangan minum terlalu banyak seperti kemarin lagi, dan ingat jangan mabuk tanpa ada aku di sana," ucap Jaehyun.
Nana mengernyit. "Tapi kenapa?" tanya Nana.
"Bahaya seorang wanita mabuk tanpa pengawasan," jawab Jaehyun singkat.
"Bagaimana kalau aku bersama temanku?" tanya Nana.
Jaehyun tersenyum tipis, dan menatap Nana. "Boleh, tapi setelah itu minta aku yang menjemput," ucap Jaehyun.
Entah bagaimana pun alasannya, melihat Nana yang hampir diantar pulang oleh Yohan membuat pria beranak satu itu was-was, dan tak suka.
Nana berpikir apakah Jaehyun tipe pasangan yang over protective atau memang posesif?
"Kenapa kau harus melakukan itu? Maksudku menjemput dan sebagainya. Apa kau tipe pria yang posesif?" tanya Nana.
Mendengar itu Jaehyun langsung mendecak. Bisa-bisanya ia dinilai posesif, padahal yang dirasakan hanya ingin Nana tidak didekati pria lain saat mabuk seperti kemarin malam. "Mana mungkin aku posesif. Semalam Yohan ingin mengantarmu, dan aku tidak suka bila itu terjadi lagi," tegas Jaehyun.
"Oh begitu rupanya, maaf aku sudah salah paham Wakil Direktur," ucap Nana, lalu memakan rotinya.
Jaehyun mengambil tisu dan membersihkan bibirnya. "Aku bukan Wakil Direktur, aku hanya seorang pria biasa di rumah."
Nana tidak bisa membayangkan saat-saat seperti ini ia harus memanggil atasannya dengan nama saja. "Aku tidak bisa," ucapnya.
"Kalau begitu biasakan." Jaehyun berpindah tempat kursi dan kini duduk di samping Nana.
"Tidak bisa, Wakil Direktur." Nana menggeser sedikit kursinya. Wanita itu benar-benar canggung setengah mati.
Jaehyun memegang punggung kursi yang kini diduduki Nana. "Kau belum mencobanya. Ayo coba bilang, Jaehyun-a. Ayo cobalah," pinta Jaehyun.
Nana menggeleng, namun semakin Nana menolak semakin pula Jaehyun menatapnya lekat. Hingga akhirnya wanita itu menyerah, dan berusaha menghilangkan rasa canggung dan malunya.
"Oke aku coba." Nana menarik napasnya dalam-dalam, dan sempat tersenyum malu kepada Jaehyun. "Jaehyun-si," ucap Nana yang kemudian dihadiahi sentilan di dahinya.
"Nana-ya," panggil Jaehyun.
"Ah, Wakil Direktur aku tidak bisa!" rengek Nana.
Jaehyun terkekeh, dan mengangguk mengerti bahwa semuanya pasti terasa aneh. Tak heran juga mungkin Nana perlu beradaptasi, karena dalam semalam tiba-tiba hidupnya berubah.
Sementara Nana melanjutkan kegiatan makannya, Jaehyun justru sibuk memperhatikan wajah Nana. Sesekali Jaehyun membantu membersihkan remah roti di bibir Nana.
"Nana-ya, terima kasih," ucap Jaehyun.
"Terima kasih untuk apa?" tanya Nana yang bingung karena pria di depan matanya itu dari tadi diam lalu tiba-tiba mengatakan terima kasih.
Jaehyun mengedikkan bahu, lalu tersenyum. "Ini aneh bila aku katakan, tapi aku merasa terlahir kembali—rasanya seperti diberi kehidupan yang baru lagi." Jaehyun menyisir rambut Nana ke belakang telinga. "Aku malu mengatakannya, tapi sepertinya Tuhan tertawa melihatku. Aku terus menolakmu, hingga akhirnya aku termakan ucapanku sendiri," ucap Jaehyun.
Nana sedikit memutar tubuh menghadap Jaehyun. "Kenapa harus malu untuk menunjukkan apa yang kita rasakan? Menangis, dan tertawa, kenapa harus malu karena kita ini manusia biasa," ucap Nana.
Mendengar itu dari bibir Nana membuat Jaehyun gemas. Bahkan ketika membahas tentang perasaan saja, wanita di hadapannya sangat terlihat kaku seperti sedang wawancara kerja.
Jaehyun memegang tangan Nana, lalu menggenggamnya. "Nana-ya, aku mempunyai banyak kekurangan, dan aku pernah membuat kesalahan besar di masa lalu. Is that okay for you?"
"Aku sudah bilang kita hanya manusia biasa. Kita pasti punya kekurangan, dan masa lalumu adalah milikmu aku hanya ingin melihat hal yang ada di depan saat ini bersama." Nana menatap Jaehyun, dan semakin lama sudut-sudut bibirnya terangkat membuat sebuah senyuman. "Wakil Direktur, aku malu ditatap seperti itu," ucap Nana lalu menundukkan wajah untuk menyembunyikan pipi merahnya.
Bukannya berhenti untuk menatap, Jaehyun justru semakin iseng untuk menjahili Nana dan mendekatkan wajahnya agar wanita itu bisa melihatnya.
"Aku tidak bisa menatapmu jika begini," ucap Nana, lalu buru-buru menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan membuat Jaehyun tertawa puas melihat Nana yang salah tingkah.
"Aigoo, Nana bisa malu rupanya," ucap Jaehyun kemudian menarik tubuh Nana ke pelukannya dalam sekali tarikan. Jaehyun memeluk erat tubuh Nana, dan sesekali mengusap kepala belakang wanita itu. "Tidak perlu malu, karena dari awal pertemuan saja kau sudah membuat malu dirimu sendiri di depanku." Jaehyun tertawa.
Kesal mengingat kejadian saat Nana terlambat rapat di hari pertama bekerja, Nana pun memukul pelan punggung Jaehyun. "Aku terlambat untuk menyelamatkanmu, begini ternyata kau memperlakukan penyelamatmu?" ujar Nana kesal.
"Tidak, tidak, aku bercanda, maaf," ucap Jaehyun.
Nana tersenyum lalu membalas pelukan Jaehyun. "Aku juga bercanda," balas Nana.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro